Anda di halaman 1dari 44

Alim Muslimah Suryantoro

FK A / 1102013020 / A6

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Meningens, Ventrikel dan LCS


I.

1.1 Makroskopis
Otak
A. Perkembangan Otak
Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan
menerima 1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga pembesaran
(vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak : otak depan, otak tengah dan otak
belakang.
1. Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan
diensefalon.
i.
Telensefalon merupakan awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal
ganglia serta korpus striatum (substansi abu-abu) pada serebrum.
ii.
Diensefalon menjadi thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
2. Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak tengah.
3. Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon dan
mielensefalon.
i.
Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons) dan serebelum.
ii.
Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
4. Rongga pada tabung saraf tidak berubah dan berkembang menjadi ventrikel otak dan
kanal sentral medulla spinalis.
B. Lapisan Pelindung
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan durameter.
a) Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
b) Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh
darah. Runga araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
1) Arachnoidea Encephali
i. Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus :
TRABEKULA ARACHNOIDEA
ii. Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
i. Struktur sama dengan arachnoidea encephali
ii. Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea
encephali
1

iii. Kaudal ikt membentuk filum terminale


3) Cavum subarachnoidea encephali
c) Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan
ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik. Lapisan
periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai
periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam pada durameter tertanam
sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali di arahnya untuk membentuk falks
serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural
memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural
adalah ruang potensial antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di
regia medulla spinalis.
a. Duramater Encephali
1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii).
Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum. Melekat erat pada foramen
magnum dan tidak berhubungan dengan lapisan luar medulla spinalis. Pada tempat
tertentu, celah yang terbentuk antara lapisan duramater dengan periosteum
dinamakan cavum epidural. Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan
dengan cavum epidural spinalis, isi cavum epidural: Jaringan ikat jarang, Sedikit
lemak, Plexus venosus, Vena, Arteri, Vasa lymphatica. Antara lapisan dalam dan
luar dapat terjadi: Pembentukan celah sinus (venosus) duramatris dan Pembentukan
sekat:
1) Falx cerebri: Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai
dari sutura sagitalis memasuki fissura longitudinalis melekat pada crista
galli didepan ke protuberantia occipitale interna dilanjtkan sebagai
tentorium cerebelli. Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
- Pada tepi atas sinus sagitalis superior
- Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior
- Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus rectus
2) Tentorium cerebelli
Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke atas
menyambung menjadi falx cerebri. Pada tepi depan terdapat lobang yang
ditembus oleh mesencephalon. Sinus dura yang dibentuk adalah:
- Kelateral dan belakang sinus transvesus
- Kedepan sinus petrosus superior
3) Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan kanan.
4) Diphragma sellae
Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang terletak
pada cekungan sella turcica. Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya
infundibulum hypofisis yang dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus circularis
5) Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus
2. Lapisan dalam
2

Menghadap ke arachnoidea. Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura,


pericardium pars serosa dan peritoneum). Menghasilkan serosa yang berfungsi
untuk lubrikasi permukaan dalam duramater dengan permukaan luar arachnoid
sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah kerusakan. Lanjut
menjadi lapis dalam duramater spinalis. Antara duramater dengan arachnoid
terdapat cavum subdura, mengandung:
a. Cairan serosa untuk meredam
b. Bridging nein menghubungkan antara vena cerebri superior ke sinus sagitalis
superior
b. Duramater spinalis
Lapisan luar melekat pada:
1. Foramen occipitale magnum, lanjut menjadi dura encephali
2. Perioceum vertebra cervicalis 2-3
3. Lig. Longitudinale posterius
Cavum epidural dan subdural. Setinggi os sacrale 2, dura spinalis membungkus fillim
terminale dan akhirnya melekat pada os. Coccygeus. Antara L2 dengan S2 cavum epidural
diisi oleh cauda equina yang merupakan untaian Nn. Spinalis sebelum keluar melalui
foramen intervertebralis yang sesuai. Perlu diketahui, ujung paling bawah medulla spinalis
adalah setinggi vertebra lumnal 2 sehingga banyak sekali Nn. Spinalis yang terbentuk diatas
dan harus turun untuk mencapai foremen intervertebralis yang sesuai. Ruang subarachnoid
mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu pelebaran terbesar adalah
sisterna.
C. Cairan Cerebrospinalis
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla spinalis.
Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis
dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh
darah serebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis
adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan
sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla
spinalis.
VENTRICULUS

Terdiri dari :
3

A. Ventrikulus lateralis
1. Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
2. Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi)
yang terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus.
3. Dibedakan :
a. Corpus : dalam lobus parietalis
b. Cornu anterior (cornu frontalis)
c. Cornu posterior (cornu occipitalis)
d. Cornu inferior (cornu temporalis)
e. Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum
B. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui
aquaeductus cerebri (Sylvii)
C. Ventrikulus quartus
a. Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
b. Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
c. Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1
foramen magendi dan 2 foramen luscka
D. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar
II.

Medula Spinalis

Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang dari foramen
magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus
terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah conu terminalis serabut-serabut bukan
syaraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat. Terdapat 31 pasang syaraf
spinal: 8 pasang syaraf servikal, 12 Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang
syaraf Sakral dan 1 pasang syaraf koksigeal. Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang
disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf keluar melalui Intervertebral foramina.
Syaraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan
CSF.

Liquor Cerebro Spinalis (LCS)


4

Untuk pemeriksaan makroskopis selalu bandingkan cairan serebrospinal dengan aquadest


untuk melihat kelainan yang ringan.
1.

Warna
Cairan otak normalnya jernih seperti aquadest. Jika ada warna kemungkinannya antara
lain :
a.
Merah
Warna merah disebabkan karena adanya darah. Harus dibedakan antara darah
karena trauma pungsi atau perdarahan subarachnoidal. Jika darah berasal dari
pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua dan
ketiga makin kurang jumlahnya. Jika dibiarkan atau di sentrifugasi cairan
serebrospinal jernih dan darah akan membentuk bekuan. Pada perdarahan
subarachnoidal, darah pada ketiga tabung sama jumlahnya dan tidak akan
membeku serta cairan serebrospinal berwarna kuning.
b.
Coklat
Warna coklat menunjukkan adanya perdarahan yang tua dan disebabkan oleh
eritrosit yang mengalami hemolisis. Cairan serebrospinal berwarna kuning setelah
disentrifugasi.
c.
Kuning (xanthokromi)
Disebabkan karena adanya perdarahan tua, mungkin juga karena ikterus berat oleh
kadar protein yang tinggi.
d.
Keabu-abuan
Disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat pada radang purulen.

2.

Kekeruhan
Untuk menguji kekeruhan, cairan serebrospinal dibandingkan dengan tabung berisi
aqua destillata. Pada keadaan normal, cairan otak sejernih aquadest. Umumnya
kekeruhan dapat disebabkan oleh darah, sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan
oleh kuman-kuman. Penambahan jumlah sel (pleiositosis) tidak selalu disertai dengan
kekeruhan.
Seperti
pada
ensefalitis,
meningoencephalitis
tuberkulosa,
meningoencephalitis sifilitika dan poliomyelitis.
Pada umumnya sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang
dapat dilihat. Kadar 200-500 sel/ul membuat cairan sedikit keruh dan kadar lebih dari
500 sel/ul menimbulkan kekeruhan. Kekeruhan yang jelas terjadi pada
meningoencephalitis purulenta. Laporan untuk hasil pemeriksaan : jernih, agak keruh,
keruh atau sangat keruh.

3.

Sedimen
Cairan otak normal walaupun disentrifugasi tidak akan menimbulkan sedimen
sedikitpun. Adanya sedimen merupakan adanya abnormalitas. Jumlah sedimen
berbanding lurus dengan kekeruhan otak.
4.
Bekuan
Cairan otak normal walaupun didiamkan tidak akan membentuk bekuan karena tidak
mengandung fibrinogen. Jika terjadi bekuan, laporkan wujud bekuan apakah halus
sekali, menyusun keping-keping, menyusun serat-serat, berupa selaput atau ada bekuan
yang kasar dan besar. Bekuan terjadi apabila terdapat fibrinogen di cairan serebrospinal
dan biasanya disertai dengan bertambanya protein (albumin dan globulin).Pada
meningoencephalitis tuberkulosa terbentuk bekuan yang sangat halus dan sangat
renggang. Bekuan yang merupakan selaput tipis di atas permukaan juga mungkin
didapat pada peradangan yang menahun.
5

Adanya bekuan yang besar atau kasar mengarah kepada meningoencephalitis purulenta.
Bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya ditemukan pada
sindroma Froin dan pada perdarahan besar. Pada ensefalitis dan poliomyelitis biasanya
tidak terjadi bekuan.
1.2 Mikroskopis
MENINGES

1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan
endosteum merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf.
Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel
selapis gepeng di mesoderm.
2. Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura. Membran arachnoid dan
trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat elastis. Semua permukaan
dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis gepeng.
3. Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat
kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis.
Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut
memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis.
Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel
yang melapisi jaringan arachnoid.

OTAK

Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan kanan. Di bagian tepi
luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu semakin ke dalam dibatasi dengan substansia
alba, dan di bagian paling dalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea. Lapisan
yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk struktur sulkus dan girus. Lapisan ini
jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:
1. Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah lapisan pia.
Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson yang berkontak
dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid, sel stelatte).
2. Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil segitiga(piramid) yang
dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel
granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.
3. Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin besar dari
luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson mengarah ke
substansia alba.
4. Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung sel-sel
granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
padat.
5. Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak mengandung selsel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti adalah
sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya ke
lateral.
6. Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan substansia alba,
dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi gerakan motorik, dan
merupakan pusat integrasi informasi yang diterima. Nukelus (nucleus; nuclei: jamak)
merupakan kumpulan dari perikarion neuron yang terdapat di dalam SSP (bdk: ganglion di
SST). Misal: basal nuclei.
Di substansia alba cerebrum terdapat banyak serat-serat yang menghubungkan berbagai
daerah korteks dalam hemisfer yang sama (asosiasi); menghubungkan antarhemisfer
(komisura);dan menghubungkan ke nukleus di bawahnya (proyeksi).

VENTRIKULUS
7

Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula
spinalis
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar.
Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural
tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS)

MEDULA SPINALIS

Kalau pada cerebrum dan cerebellum substantia grisea menempati bagian permukaan dan
substantia alba bagian pusat, maka dalam medula sipnalis keadaan sebaliknya :
1. Substantia grisea : berwarna keabu-abuan, sebab penuh berisi neurosit yang berkelompok
dan membentuk nukleus. Pada lapisan melintang melalui medulla spinalis, bagian ini
menunjukkan gambaran seperti kupu-kupu atau huruf H, sehingga ada 3 gambaran
tanduk:
a. Kornu dorsale : pada medulla spinalis utuh disebut kolumna dorsalis
b. Kornu laterale : pada pada medulla spinalis utuh disebut kolumna lateralis
c. Kornu ventrale : pada medulla spinalis utuh disebut kolumna ventralis
d. Substantia grisea mengandung neurositus : banyak neuroglia, terutama astrositus
neurofibra non-myelinata.
2. Substantia alba : keputih-putihan, menempati bagian luar medulla spinalis. Bagian ini :
Tidak mengandung neurositus, penuh neurofibra myelinata, yang menyebabkan warna
keputih-putihan, neuroglia; oligodendrositus terbanyak, membuat stratum myelini untuk
neurofibra, astrositus sedikit.
3. Kanalis centralis yang berada di pusat medulla spinalis dan berisi liquor cerebrospinalis
mempunyai dinding, dinamakan ependima, tersusun oleh ependimositus, teratur sebagai
epitel.
Liquor Cerebro Spinalis (LCS)

1.

Menghitung Jumlah Sel


Pemeriksaan ini harus segera dilakukan sebaiknya dalam waktu setengah jam setelah
mendapat cairan serebrospinal karena leukosit-leukosit sangat cepat rusak. Dalam
keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan karena itu dipakai pengenceran dan kamar
hitung yang berlainan dengan cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar hitung
yang sering dan sebaiknya digunakan ialah menurut Fuchs-Rosenthal, tinggi kamar
hitung 0,2 mm dan luasnya 16 mm 2. Larutan pengencer adalah larutan Turk pekat.
Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan serebrospinal. Jika terdapat eritrosit,
eritrosit tersebut tidak dihitung. Bila ditemukan 6-10 sel/ul cairan termasuk batas
keadaan abnormal, sedangkan lebih dari 10 sel/ul berarti abnormal. Pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun sampai 20 sel/ul masih dalam kisaran normal.
Jika ada lesi setempat yang bersifat menahun dan degeneratif yang tidak disertai radang
atau radang yang sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau hanya meningkat
sedikit saja. Misalnya pada keadaan meningismus, tumor otak tanpa komplikasi dan
sklerosis multipel. Poliomyelitis, ensefalitis dan neurosifilis disertai pleiositosis ringan
sampai 200 sel/ul, begitu juga dengan meningoencephalitis tuberkulosa. Jumlah sel
yang besar sekali didapat pada meningoencephalitis acuta purulenta.

2.

Menghitung Jenis Sel


Meskipun dalam cairan serebrospinal ada lebih dari dua jenis sel, namun hanya dibuat
perbedaan antara sel yang berinti satu (limfosit) dan yang polinuklear (segmen). Jika
jumlah sel tidak terlalu banyak, yaitu kurang dari 50/ul sudah cukup untuk membuat
hitung jenis dari kamar hitung saja dengan hanya membedakan limfosit dari segmen.
Jika jumlahnya lebih besar, cara tersebut tidak dapat digunakan. Dalam keadaan normal
hanya ditemukan limfosit saja. Pada infeksi ringan yang menahun dan disertai
pleiositosis sedang, meningoencephalitis tuberkulosa dan meningoencephalitis sifilitika
ditemukan terutama sel limfosit. Pada peradangan mendadak oleh causa manapun
(misalnya meningococci dan pneumococci) ditemukan sel-sel segmen. Jumlah segmen
besar dapat ditemukan pula pada infeksi pyogen setempat seperti abses serebral atau
ekstradural. Jumlah segmen yang meningkat menandakan proses sedang menghebat
sedangkan bila limfosit bertambah maka proses tersebut mereda.

3. Bakterioskopi
Kuman yang paling sering terdapat di dalam cairan serebospinal adalah M.
tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci dan H. influenzae.
Pemeriksaan bakteriologi berguna untuk mengetahui etiologi radang. Pewarnaan yang
dipakai adalah pulasan menurut Gram dan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun. Sedimen
merupakan bahan pemeriksaan. Pulasan terhadap batang tahan asam baik dilakukan
dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan sebagai bahan pemeriksaan pada
meningoencephalitis tuberkulosa.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi LCS


a. Definisi
9

Cerebrospinal Fluid (CSF) merupakan cairan yang mengelilingi ruang subarakhnoid


sekitar otak dan medulla spinalis, serta mengisi ventrikel dalam otak. Cerebrospinal Fluid
merupakan cairan tidak berwarna yang melindungi otak dan spinal cord dari cedera yang
disebabkan oleh faktor kimia dan fisika. Cairan ini mengangkut oksigen, glukosa, dan
bahan kimia yang dibutuhkan dari darah ke neuron dan neuroglia. Volume total dari CSF
adalah 80-150ml.
b. Penghasil
Cairan CSF dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari. Sebanyak 2/3 CSF dihasilkan
dari plexus choroideus dan 1/3-nya dihasilkan dari sel ependim yang ada di permukaan
ventrikel. Darah yang masuk ke dalam otak mengalami ultrafiltrasi pada plexus choroid
dan diubah menjadi CSF.
CSF dihasilkan oleh :
1. Plexus choroid : jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang menonjol dari
piamater pada ventrikel ke-3 dan ke-4.
2. Disekresikan oleh sel-sel ependimal : single layer yang mengitari pembuluh darah
cerebral dan melapisi kanal sentral medulla spinalis. Sel-sel ependimal ini pun
menutupi choroid plexus sebagai blood-brain barrier sehingga berfungsi untuk
mengatur komposisi CSF.
c. Sirkulasi CSF
Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro)
menuju ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus
koroid) melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan
ditambahkan kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang pada langit-langit
ventrikel ke-4 bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla
spinalis direabsorsi di vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada
duramater kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.

Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga
10

menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif,
terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron
sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari
pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain
bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion
penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-KATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat
menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya
dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak
larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran.
Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier)
bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk
melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke
CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.
Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada
konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran
CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air
dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga
sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan
hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak
terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III
dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata
pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi
pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel
III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang
dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang
berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen
magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari
sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid
sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari
daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis,
sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping
serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula
Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior.

11

Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah
dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran
darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari
satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu
proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang
mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada
sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu
memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya.
Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling
pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil
cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraseluler dan css dalam rongga perivaskuler
dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah
dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan
pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada
tingkatan kapiler.
d. Fungsi CSF
1. Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord
2. Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya
berat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung
dalam cairan ini)
3. Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran
zat antara CSF dan sel saraf
4. Mempertahankan tekanan intracranial
5. Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa
6. Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf
7. Menjaga hemeostatis dengan cara:
i. Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla
spinalis.)
ii. Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan
jaringan saraf)
iii. Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang
berbahaya)
e. Normal performance of CSF
1. Jernih (tidak berwarna) seperti air.
12

2.
3.
4.
5.

Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 5 sel/ml dan monosit).


Tidak ditemukan mikroorganisme
Sifatnya basa / alkali
Tidak berbau

f. Perubahan performa CSF karena infeksi


1. Infeksi bakteri bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada
neutrofil neutrofil tertarik kadar neutrofil dalam CSF meningkat
2. Infeksi bakteri bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi kadar
glukosa dalam CSF menurun
3. Infeksi bakteri terjadi peradangan permeabilitas sawar darah otak terganggu
protein berukuran besar dapat masuk terjadi peningkatan kadar protein dalam
CSF
4. Infeksi bakteri terjadi pendarahan warna CSF akan berubah
g. Konstituen CSF
Komposisi dari CSF menyerupai plasma darah dan cairan interstitial, mengandung
glukosa, protein, asam laktat, urea, kation (Na+, K++, Ca2+, Mg2+), anion (Cl-, HCO3-), sel
darah putih, tetapi tidak mengandung protein.
1. Protein Normal : sedikit protein, karena sawar darah otak tidak bisa ditembus oleh
protein yang molekulnya besar (akan meningkat bila terjadi penurunan permeabilitas
BBB)
2. Glukosa Normal : 40-70mg/dl (2/3 gula darah).
3. Asam laktat Normal : 10 -20 mg/dl (akan meningkat bila terjadi perombakan
glukosa)
4. Ureum Normal : 10-15 mg/dl, hampir sama dengan darah
5. Glutamine Normal : 20 mg/dl
6. Enzim enzim yang terdapat dalam serum(seperti : LDH, ALT, dan AST) juga
terdapat dalam CSF dengan jumlah lebih rendah
7. Zat-zat lain :
i. Konsentrasi Na sama dengan pada plasma
ii. Konsentrasi Cl 15 % lebih besar daripada plasma
iii. Konsentrasi K 40 % lebih kecil daripada plasma
iv. Sedikit ion bikarbonat.
Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal
kadar CSF
- Tekanan
- pH
- Protein total
- Imunoglobin
- Albumin / globulin
- Glukosa

75-200 mmH2O
7,32-7,35
15-45 mg/dl
0,75-3,5 mg/dl
8:1
40-70 mg/dl

- Asam Laktat
10-20 mg/dl
- Urea (sebagai nitrogen 10-15 mg/dl
urea)
< 20 mg/dl
- Glutamin
2-5/ml

relatif
plasma

terhadap

kadar

Sedikit lebih rendah


0,2-0,5 %
< 0,1 %
3-4 kali lebih tinggi
50-80 % dari kadar dalam
darah
30-60
menit
sebelumnya
Hampir sama
Hampir sama
Hampir sama
13

- Limfosit
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Kejang Demam
3.1 Definisi dan Epidemiologi
Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh
kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang
demam adalah 38oC atau. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok
neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau
dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak).
Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bln-5thn
Kejang demam sederhana: 80-90%
Kejang demam kompleks: 20%
Lama berlangsung: >15 menit: 8% kasus
Berulang dalam 24 jam: 16% kasus
3.2 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut,
exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo,
1989). Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis,
forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan
kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
- Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
- Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Gabungan dari faktor-faktor diatas
3.3 Klasifikasi
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :
1. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
- Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan

14

2. Epilepsi yang diprovokasi demam


Diagnosisnya :
- Kejang lama dan bersifat lokal
- Umur lebih dari 6 tahun
- Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
- EEG setelah tidak demam abnormal
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam kompleks
Diagnosisnya :
- Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
- Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
- Kejang bersifat fokal/multipel
- Didapatkan kelainan neurologis
- EEG abnormal
- Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
- Temperatur kurang dari 39 derajat celcius
2. Kejang demam sederhana
Diagnosisnya :
- Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
- Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
- Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
- Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
- Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
- Temperatur lebih dari 39 derajat celcius
3. Kejang demam berulang
Diagnosisnya :
- Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
3.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa
yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel - sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na + rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel
Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-KATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah
oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

15

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Gambar 2. Patofisiologi
Kejang

Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang
didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka
dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na +, sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.
Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K + harus
terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga
mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat
celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite
neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari
suatu neurotransmitter.

Gambar 3. Celah Sinaps


Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :
1

Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membran lebih positif dan


mengeksitasi neuron post sinaps
16

Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negatif sehingga


menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (Gamma Aminobutyric
Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak
tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi
di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron - neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme


basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan
listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 o C sudah terjadi
kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial
disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas
berakibat meningkatnya metabolisme otak

Awal (< 15 menit)

Lanjut (15-30 menit)

Meningkatnya kecepatan
denyut jantung
Meningkatnya tekanan
darah
Meningkatnya kadar
glukosa
Meningkatnya suhu pusat
tubuh
Meningkatnya sel darah
putih

Menurunnya tekanan
Hipotensi disertai berkurangnya
darah
aliran darah serebrum sehingga
Menurunnya gula darah terjadi hipotensi serebrum
Disritmia

Berkepanjangan (>1jam)

Gangguan sawar darah otak yang


menyebabkan edema serebrum

Edema paru nonjantung

17

Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang


Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada
kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem
otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa
terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama.
Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.
3.5 Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa
adanya kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1 Anak hilang kesadaran
2 Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3 Sulit bernapas
4 Busa di mulut
5 Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6 Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1 Anamnesis
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang
- Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval kejang, keadaan anak
pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat ( gejala infeksi
saluran napas akut / ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,
- Kesadaran
sebelum
dan
sesudah
kejang
(menyingkirkan
diagnosis
meningoensefalitis)
18

Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
dapat menyebabkan hipoglikemik.
Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindahpindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
-

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus
dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di
retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,
OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium6
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
- Pungsi lumbal 6,8
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Sangat
dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12 - 18
bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang dicurigai menderita
meningitis
Bayi < 12 bulan: diharuskan
Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
-

CT Scan atau MRI 6,8


19

Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya diindikasikan pada keadaan:
a Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)
-

EEG (Electro Encephalography)


EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak normalan
gelombang dan dipertimbangkan pada kejang demam kompleks. Pemeriksaan ini
tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa
adanya defisit neurologis, EEG ini tidak dapat memprediksi berulangnya kejang tau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pasien kejang demam.

DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh
sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Tabel 2. Diagnosa Banding

No

Kriteri Banding

Kejang
Demam

Epilepsi

Meningitis
Ensefalitis

1.

Demam

Pencetusnya
demam

Tidak berkaitan
dengan demam

Salah satu
gejalanya demam

2.

Kelainan Otak
(-)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(-)

(+)

3.

4.

Kejang berulang

Penurunan kesadaran

3.7 Tatalaksana

20

Penanganan penderita meningitis meliputi:


1 Farmakologis:
a Obat anti infeksi:
Meningitis tuberkulosa:
o Isoniazid 10-20 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 dosis (maksimal 500
mg/hari) selama 1 tahun.
o Rifampicin 10-15 mg/KgBB/hari PO dosis tunggal selama 1 tahun.
o Streptomycin sulphate 20-40 mg/KgBB/hari IM dosis tunggal atau dibagi
dalam 2 dosis selama 3 bulan.
Meningitis bakterial, umur <2 bulan :
o Cephalosporin Generasi ke 3.
o Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam
4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi
dalam 4 dosis.
Meningitis bakterial, umur >2 bulan:
o Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam
4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi
dalam 4 dosis.
o Sefalosporin Generasi ke 3.
o Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis
rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan
30 menit sebelum pemberian antibiotika.
b

Pengobatan simptomatis:
Menghentikan kejang
21

o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis


REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan,
o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau,
o Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis.
Menurunkan panas
o Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10
mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari.
o Kompres air hangat/biasa.
c

Pengobatan suportif
o Cairan intravena
o Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.
Perawatan:
Pada waktu kejang:
o Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
o Hisap lendir
o Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
o Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)
Bila penderita tidak sadar lama:
o Beri makanan melalui sonde
o Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam
o Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika
Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement
Pemantauan ketat:
o Tekanan darah
o Pernafasan
o Nadi
o Produksi air kemih
o Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
Fisioterapi dan rehabilitasi

3.8 Komplikasi
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan
3.9 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak
menimbulkan kematian.Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering
tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan SSP, dapat menyebabkan adanya gejala sisa di
kemudian hari. Dan apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
22

a)Kejang demam berulang (rekurensi). Faktor resiko kejang demam berulang:


Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
riwayat kejang demam pada keluarga
riwayat adanya demam yang sering
kejang pertama adalah CPS
kejang demam terjadi segera setelah mulai demam/saat suhu sudah relatif
normal
b)Epilepsi
c)Kelainan motorik
d)Gangguan mental
3.10 Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermiten)
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika
pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam
b. Pencegahan kontinu
untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi
dalam 2-3 dosis.
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Meningoensefalitis
4.1 Definisi dan Epidemiologi
Definisi
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut
dan kronis. Meningitis sering terjadi pada anak usia 1 bulan 2 tahun. Dan jarang terjadi
pada dewasa kecuali jika memiliki factor khusus. Sedangkan ensefalitis adalah radang
jaringan otak. Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau
(2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-mediated
response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari setelah
munculnya manifestasi ekstraneural.
Meningoensefalitis adalah peradangan pada meningen dan otak. Penderita dengan
meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningoencephalitis dan ensefalitis.
Epidemiologi
Jumlah kasus bervariasi & tergantung letak geografi & usia. Kasus seluruh dunia : 600.000
kasus/ thn dan 75.000 dengan gangguan pendengaran berat. AS : 25.000 kasus baru/ thn. Dan
Insiden 3-5 kasus/ 100.000 penduduk/ thn. 70% kasus pd anak usia < 5 tahun. Negara
berkembang lbh banyak.
4.2 Etiologi
Meningoencephalitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur.
UMUR
ORGANISME PENYEBAB YANG UMUM
23

Neonatus

Infant & anak-anak

Dewasa

Streptococcus Group B atauD


Streptococcus non Group B
Escherichia coli, L. Monocytogenes.
H. Influenzae (48%)
S. Pneumoniae (13%).
N. Meningitidis, Diplococcus pneumonia
S. pneumoniae (30-50%), H. Influenzae (1-3%),
N. meningitidis (10-35%), Basil gram negatif(110%),
Staphylococcus (5-15%), Streptococcus (5%),
Species Listeria (5%).

BAKTERI
Bakteri yang sering menyebabkan meningoencephalitis bacterial sebelum ditemukannya
vaksin Hib : S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan
meningoencephalitis neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Resiko meningoencephalitis bacterial meningkat pada keadaan penyalahgunaan alcohol, telah
menjalani splenektomi dan penderita dengan infeksi telinga hidung menahun.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningoencephalitis
Golongan
Bakteri yang paling sering Bakteri yang jarang menyebabkan
usia
menyebabkan
meningoencephalitis
meningoencephalitis
Neonatus
Group B streptococcus
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella
Enterococcus faecalis
Enterobacter
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d,
e, f, dan nontypable
>1 bulan
Streptococcus pneumonia
H. influenzae type b
Neisseria meningitides
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
VIRUS
Virus yang menyebabkan meningoencephalitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien
yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering
menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningoencephalitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningoencephalitis virus,
dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang
tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan
meningoencephalitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch

24

virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides),


dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Tabel 2. Virus penyebab meningoencephalitis
Akut
Subakut
Adenoviruses
HIV
1. Amerika utara
JC virus
Eastern equine encephalitis
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan
equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic
choriomeningoencephalitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik.
JAMUR
Jamur patogen, termasuk Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis, dan Histoplasma
capsulatum, dapat menyebabkan meningoencephalitis. Invasi oportunistik dengan
Cryptococcus neoformans dan Aspergillus spp juga telah dijelaskan dalam beberapa spesies
mamalia. Terkadang, jamur lain, seperti Candida spp, Cladosporium trichoides, Paecilomyces
variotii, Chryseobacterium meningosepticum, dan Geotrichum candidum, menyebabkan
meningoencephalitis.
4.3 Klasifikasi

25

Klasifikasi Meningitis/ Meningoencephalitis


1. Berdasarkan letak anatomisnya :
a) Pakimeningitis : infeksi pada duramater
b) Leptomeningitis : infeksi pada arachnoid dan piamater
2. Menurut Brunner & Suddath
a. Meningoencephalitis asepsis mengacu pada salah satu meningoencephalitis virus
yang menyebabkan iritasi meningens yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis,
limfoma, leukemia, atau darah di ruang subarachnoid.
b. Meningoencephalitis sepsis menunjukkan meningoencephalitis yang disebabkan oleh
organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.
c. Meningoencephalitis tuberkulosa disebabkan oleh basillus tuberkel.
3. Menurut Ronny Yoes
a. Meningoencephalitis serosa/tuberkulosa adalah radang selaput otak arachnoid dan
piamater yang disertai cairan otak jernih. Penyebab terseringnya adalah
Mycobacterium tuberculosa. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari
inhalasi partikel infektif. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus
infeksi primer TB akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat
menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.
b. Meningoencephalitis purulen adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenza, Escerichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa
4. Meningitis Kriptikokus
Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita
saat kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat
menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling
sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah atau cairan
sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut
CRAG mencari antigen (protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba
menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan
dapat memberi hasi l pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu
atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat
dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India.
4.4 Patofisiologi dan Patogenesis

26

Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system
saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya, agent infeksi
berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada tuan rumah. Kolonisasi ini bisa
berbentuk infeksi pada kulit, infeksi telinga, gigi, nasopharynx, traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan pathogen meningeal ditransmisikan
melewati rute respiratorik.
Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan pertahanan tuan rumah
(misalnya, barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf
pusat melalui (1) invasi kedalam sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia, dan
parasitemia) dan selanjutnya secara hematogenous dilepaskan ke system saraf pusat, dimana
ini merupakan mode yang penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya,
meningokokkus, cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningoencephalitis); (2)
kerusakan neuronal (misalnya, nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab
misalnya, Naegleria fowleri, Gnathostoma spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya,
sinusitis, otitis media, congenital malformations, trauma, inokulasi langsung selama
manipulasi intrakranial).
Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi ini akan dapat bertahan hidup
oleh karena pertahanan tuan rumah (misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen
komplement) terbatas dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang
dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya suatu cascade inflamasi meningeal.
Kunci patofisiologi dari meningoencephalitis termasuk peran penting dari cytokines (mis,
tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]1), chemokines (IL-8), dan
molekul proinflamasi lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan neuronal selama
bakterial meningoencephalitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6, dan IL-8
dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien meningoencephalitis bakterial.

27

Port de entry: kebanyakan masuk melewati rute respiratorik sehingga menyebabkan infeksi
pada traktus respiratorik. Rute gastrointestinal atau traktus urinarius juga menjadi rute
infeksi. Selanjutnya terjadi fokal infeksi. Dari fokal infeksi akan menembus submukosa dan
mencapai susunan saraf pusat melalui: invasi kedalam sirkulasi darah, dari saraf yang rusak
misalnya nervus olfactorius dan perifer. Port de entry yang lain adalah kontak langsung dari
fokal infeksi sinusitis, otitis media, atau dari malformasi congenital, trauma, inokulasi
langsung saat operasi kepala.

28

4.5 Manifestasi Klinis


Meningoensephalitis
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% pasien dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan
mengeluhkan sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf
cerebral keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tandatanda tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang
terjadi, kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak

29

Meningitis Bakterial

Pada bayi baru lahir dan prematur :Pasien tampak lemah dan malas,tidak mau
minum,muntah-muntah,kesadaran menurun,ubun-ubun besar tegang dan membonjol,leher
lemas,respirasi tidak teratur,kadang disertai ikterus jika sepsis.
Pada bayi berumur 3 bulan 2 tahun :Demam, muntah,gelisah,kejang berulang,high
pitched cry (pada bayi) ubun-ubun tegang dan membonjol.
Pada anak besar :Meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.Terdapat
demam,menggil,muntah dan nyeri kepala.Kadang kadang gejala pertama adalah
kejang,gelisah,gangguan tingkah laku.Penurunan kesadaran dapat terjadi.
Tanda klinis yang biasa didapat adalah kaku kuduk,tanda Brudzinski dan kerning.saraf
kranial yang sering mangalami kelainan adah N VI,VII dan IV. Bila terdapat trombosis
vaskular dapat timbul kejang dan hemiparesis.
-

Meningitis Tuberkulosis
1. Stadium pertama : gejala demam,sakit perut,nausea,muntah,apatis kelainan
neurologis belum ada
2. Stadium kedua : tidak sadar,sopor,terdapat kelaianan neurologis ada tanda
rangsang meningeal,saraf otak yang biasa terkena adalah N III,IV,VI dan VII
3. Stadium ketiga : koma,pupil tidak bereaksi,kadang timbul spasme klonik pada
ekstremitas,hidrosefalus.

Ensefalitis
1. Masa prodromal berlangsung antara 1 4 hari,ditandai dengan demam,sakit
kepala,pusing,muntah,nyeri tenggorokan,malaise,nyeri ekstremitas dan pucat.
2. Berat ringanya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron
3. Gejalanya berupa gelisah,iritabel,screamingattack,perubahan
perilaku,gangguan kesadaran dan kejang
4. Kadang kadang disertai neurologis fokal berupa
afasia,hemiparesis,hemiplegia,ataksia,dan paralisis saraf otak
5. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.

30

4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


1. Anamnesis
Dapat dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis bila pasien tidak koperatif
2. Pemeriksaan fisik
Perhatikan tanda rangsang meningeal positif: Kaku kuduk,Kernig sign dan Burdzinsky.
Papil edema, gejala neurologis fokal, terutama ggn pd saraf kranialis III, IV, VI, VII
10-20% Px. Infeksi ekstrakranial sbg sumber, misal : OMP, dll. Artritis, terutama bila N.
meningitidis sbg penyebab, kejang, penurunan kesadaran koma
3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit, elektrolit
darah.
b. Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi: peningkatan sel darah putih,
protein, tekanan CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
kondisi
Tekanan
Leukosit (/L) Protein
Glukosa
keterangan
(mg/dL)
(mg/dL)
Normal
50-180
<4;
60-70% 20-45
>50 atau 75%
mm H2O
limfosit,
glukosa darah
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
Meningoenceph Biasanya
100-60,000 +; 100-500
Terdepresi
Organisme
alitis
meningkat biasanya
apabila
dapat dilihat
bakterial akut
beberapa ribu;
dibandingkan pada
Gram
PMNs
dengan
stain
dan
mendominasi
glukosa
kultur
darah;
biasanya <40
Meningoenceph Normal
1-10,000;
>100
Terdepresi
Organisme
alitis bakterial atau
didominasi
atau normal
normal dapat
yang
sedang meningkat PMNs
tetapi
dilihat;
menjalani
mononuklear
pretreatment
pengobatan
sel
biasa
dapat
mungkin
menyebabkan
mendominasi
CSF steril
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah
lama
31

dilakukan
Tuberculous
Biasanya
10-500; PMNs
meningoenceph meningkat mendominasi
alitis
:
dapat pada awalnya
sedikit
namun
meningkat kemudian
karena
limfosit
dan
bendunga monosit
n cairan mendominasi
serebrospi pada akhirnya
nal pada
tahap
tertentu
Fungal
Biasanya
25-500; PMNs
meningkat mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya
Viral
Normal
PMNs
meningoenceph atau
mendominasi
alitis
atau meningkat pada awalnya
meningoencefali tajam
namun
tis
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada
eastern
equine
Abses (infeksi Normal
0-100
PMNs
parameningeal) atau
kecuali pecah
meningkat menjadi CSF

100-500;
lebih
tinggi
khususny
a
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal

<50
usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Bakteri tahan
asam mungkin
dapat terlihat
pada
pemeriksaan
usap CSF;

20-500

<50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Budding yeast
dapat terlihat

20-100

Secara umum
normal; dapat
terdepresi
hingga
40
pada beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)

20-200

Normal

Profil
mungkin
normal

c. Kultur darah.
d. Biopsi
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok
untuk pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika
diagnosis tetap tidak jelas. Lesi kulit petechial, jika ada, harus dibiopsi. Ruam hasil
meningococcemia dari dermal pembenihan organisme dengan kerusakan endotel
vaskular, dan biopsi dapat mengungkapkan organisme pada Gram stain.Untuk
melihat ada lesi desak ruang akibat progresi inflamasi seperti abses, dan penumpukan
cairan LCS (hidrosefalus).

32

e. Neuroimaging
Hampir semua pasien dengan meningoencephalitis bakteri akan memiliki
neuroimaging studi yang dilakukan selama mereka sakit. MRI lebih disukai daripada
CT karena sifatnya superioritas dalam menunjukkan daerah edema serebral dan
iskemia. Pada pasien dengan meningoencephalitis bakteri, difus peningkatan
meningeal sering terlihat setelah administrasi gadolinium. Peningkatan meningeal
tidak diagnostik meningoencephalitis, tetapi terjadi dalam SSP penyakit yang
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas BBB.
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah Kejang demam,
Meningoencephalitis, Encephalitis, Intracranial abscess, Sekuele dari edema otak, Infark
cerebral, Perdarahan cerebral, Vaskulitis, Measles, Mumps.

4.7 Tatalaksana
Dilakukan sedini mungkin setelah diagnosa pasti.
a. Terapi umum : Tirah baring total. Dan perawatan 5B jangan sampai terjadi
dekubitus.
b. Terapi spesifik : Antibiotika sesuai dgn hasil pemeriksaan LP. Bila ada kontra indikasi
LP diberikan Antibiotika sesuai dgn Antibiotika empiris. Lama pemberian
Antibiotika sesuai dgn jenis bakteri. Pemberian Antiviral, Anti Jamur dan OAT.
Antibiotik
NEONATUS

KUMAN
ANTIBIOTIKA
Streptococcus grup B atau Ampicillin + Cefotaxime
D,
E.
Coli,
L. Ampicillin + Gentamycin
monocytogenes
Acyclovir H. simplex encephalitis
33

INFANT

3 bln 7 th

S.
pneumoniae,
meningitidis,
Influenzae

N.
H.

Anak-Dws
S.
pneumoniae,
7 thn 50 meningitidis,
thn
monocytogenes

N.
L.

Dws
thn

>

50 S.
pneumoniae,
H.
influenzae,
spesies
Listeria,
Pseudomonas
aeruginosa,
N.
meningitidis.

ANTIBIOTIKA
INTRAVENOUS :
Penicillin G
Ampicillin
Nafcillin
Piperacillin
Cefotaxime
Ceftazidime
Vancomycin
Chloramphenicol
Tobramycin / Gentamycin
Amikacin
Bactrim
INTRATEKAL :
Tobramycin
Amikacin

Ampicillin + Cefotaxime/ Ceftriaxone.


Chloramphenicol + Gentamycin
+ Vancomycin.
+ Dexamethason.
Cefotaxime / Ceftriaxone.
+ Vancomycin pd S. pneumoniae resistent
Cephalosporin.
Chloramphenicol + Vancomycin.
+ Dexamethason.
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Ampicillin
Chloramphenicol+Trimethoprim/sulfamethoxaz
ole.
Bila prevalensi S. pneumonia resistent
cephalosporin > 2% diberikan:
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin
Chloramphenicol/ Clindamycin/ Meropenem.
Cefotaxime/ Ceftriaxone + Ampicillin
Bila prevalensi S. pneumonia resistent
cephalosporin > 2% diberikan:
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin.
Ceftazidime.

ANAK-ANAK
(mg/kg/hr)
200.000 Unit/hr
150-300
300
300
100-225
100
20-40
5-8
5-8
10

DEWASA
(gram/ hari)
20 juta Unit/hr
12-18
8-12
10-15
8-12
6-8
2-3
4-6
3-5 mg/kg/hr
30 mg/kg/hr
TMP : 15 mg/kg/hr

2,5 mg/hr
5 mg/hr

8 mg/hr
20 mg/hr

INTERVAL
PEMBERIAN (Jam)
2-4
4
4
4
4
4
6
6
8
8
8

Terapi Tambahan
1. Deksamethason
34

Menghambat reaksi inflamasi, karena lisis bakteri dalam ruang subarachnoid. Digunakan
pada penyakit resiko tinggi, edema otak, TIK . Dapat menyebabkan Perbaikan BBB
penetrasi AB ke dlm CSS. Terapi ini direkomendasikan terutama pada pasien
meningoencephalitis dewasa akibat pneumococcus atau pada pasien dengan tingkat
keparahan sedang-berat (GCS 11). Pemberian dilanjutkan lebih dari 4 hari hanya jika
pewarnaan gram CSS menunjukkan hasil diplococcus gram negatif, atau jika kultur
darah atau CSS positif S. Pneumoniae. Efek samping : perdarahan GI, supresi imun
fungsi imun seluler. Diberikan sebelum pemberian antibiotika pertama (10-15 menit).
2. Immunoglobulin
Diberikan sedini mungkin. Untuk menetralkan endotoksin, krn bakteri. Tidak
menyebabkan supresi imun. Pilihan : lebih baik yang dapat menembus BBB pilih
molekul kecil, Dosis : 1-3 ml/kg BB secara intravena, diberikan per infus dengan
kecepatan 150-225 ml/jam atau 40-60 tetes/menit.
3. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Letak kepala 30 derajat dari tempat tidur. Beri obat hiperosmoler : manitol atau gliserol.
Hiperventilasi pCO2 dipertahankan : 27-30 mmHg. Barbiturat kebutuhan
metabolik otak.
4. Pemeriksaan CSS ulang
Harus dilakukan pada setiap pasien yang tidak berespon secara klinis setelah pemberian
terapi antimikroba selama 48 jam.
5. Terapi rawat jalan
Kriteria terapi rawat jalan untuk meningoencephalitis bakterialis antara lain :
a. Telah mendapat terapi antimikroba di RS 6 hari
b. Tidak ada demam minimal selama 24 48 jam
c. Tidak ada disfungsi neurologi, kelainan fokal atau aktivitas bangkitan bermakna
d. Kondisi klinis stabil atau membaik
e. Mampu makan per oral
f. Kondisi kesehatan rumah yang layak
Management Meningoencephalitis Jamur
Obat yang sering dipakai pada penanganan meningitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.
2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan
Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi
serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak
diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal
meningoencephalitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan
mudah dan memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.
4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan untuk
infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas

35

a. Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral


semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10
minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh
Cryptococcus neoformans.
b. Amfoterisin B 0,5 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol
400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.
c. Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral
semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv selama
4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.
Management Meningoencephalitis TB
1. Pengobatan umum sama dengan meningitis bakterial akut.
2. Pengobatan spesifik, digunakan kombinasi tuberkulostatika :
a. INH.
b. Ethionamid/ Pyrazynamid.
c. Streptomycin.
d. Rifampicyn.
Management Meningoencephalitis Viral
1. Penatalaksanaan umum (5B)
2. Penatalaksanaan khusus : Tidak perlu antibiotic. Diberikan Acyclovir 10 mg/kgBB
setiap 8 jam selama 3 minggu
4.8 Komplikasi
Neurologi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gangguan cerebrovaskuler (15,1%) infark nekrosis otak.


Edema otak (14%).
Hidrosefalus (11,6%).
Perdarahan otak (2,3%).
Kejang-kejang.
Efusi subdural sering terjadi pd anak
Parese nervi cranialis (N. III, VI, VII, VIII)

Non Neurologi :
1.
2.
3.
4.
5.

Septik shok (11,6%).


Respiratory distress syndrome (3,5%).
DIC (8,1%).
Pneumonia.
Miokarditis, endokarditis.

4.9 Prognosis
Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme penyebab
serta pemberian obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan
lebih tinggi lagi.Penderita meningoencephalitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
36

b. Jenis kuman penyebab


c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
4.10 Pencegahan
Vaksin Meningitis
Vaksin IPD PCV-7 merupakan vaksin kombinasi yang merupakan gabungan beberapa
antigen tunggal menjadisatu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda serta
diberikan dalam satu suntikan (7 in one). PCV- 7 memiliki T-cell dependent yang bersifat
immunogenic bagi anak-anak berusia < 2 tahun.
T cell helper berperan merangsang B cell membentuk antibodi, sehingga membentuk
memori jangka panjang. Jika suatu saat akan diberikan booster PCV-7, maka sel memori akan
meningkatkan antibodi kembali. Dengan keunggulan ini, maka PCV-7 efektif memberikan
proteksi IPD bagi anak-anak berusia < 2 tahun.
Pencegahan lain
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri
penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan,
terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi
makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu
lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD.
(Japardi, Iskandar., 2002)
Pencegahan pada penyakit meningitis:
1 Penderita diisolasi
2 Vaksinasi, seperti;
Vaksi meningokokus yang telah diizinkan di AS mencakup polisakarida grup
A, C, W153 dan Y, dan digunakan terutama perekrutan militer. Vaksin ini
mungkin menguntungkan bagi beberapa orang yang mengunjungi daerah yang
mengalami epidemik penyakit meningokokus. Vaksinasi juga harus
dipertimbangkan sebagai tambahan antibiotik kemoprofilaksis untuk beberapa
orang yang tinggal dengan pasien yang mengalami infeksi meningokokus.
Vaksin polisakarida (Haemophilus b polysaccharide vaccine) melawan
masuknya Haemophilus influenzae tipe b yang telah diizinkan penggunaannya
di AS dan sekarang digunakan rutin untuk pencegahan meningitis pada
pediatrik.
3 Diberi obat-obatan
Untuk meningokokus diberi obat Rifampisin, sulfadiazine.
Untuk Hemofilus influenza diberi obat, Rifampisin
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Lumbal Pungsi
Definisi
Lumbar pungsi adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke
dalam ruang subarakhnoid. Lumbar pungsi dilakukan oleh dokter menggunkan jarung dengan
teknik aseptic. Jarum punksi lumbal dimasukan diantara vertebra lumbal ke-3 dan ke-4 atau
37

ke-4 dan ke-5 hingga mencapai ruang subarachnoid dibawah medulla spoinalis di bagian
causa equine. Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan serebrospinal
memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui tekanan intraspinal.
Indikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kejang
Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI
Pasien koma
Ubun ubun besar menonjol
Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
Tuberkolosis milier

Kontra Indikasi
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan
papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
PERSIAPAN LUMBAL PUNGSI :
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien/keluarga terutama
pada LP dengan resiko tinggi
ALAT DAN BAHAN :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sarung tangan steril


Duk berlubang
Kassa steril, kapas, dan plester
Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%
Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

PROSEDUR :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik
ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu
kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

38

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan
garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina
iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4
dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan
larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di
mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai
sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama
1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum
perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka
ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda
pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan
meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di
bawah ini.)
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang
lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk
pemeriksaan.
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester
KOMPLIKASI LUMBAL PUNGSI :
39

1. Sakit kepala: Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Intrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal
KEUNTUNGAN :
LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan melihat bagian dalam
seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otak juga. Prosedur
ini relative mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang berpengalaman,
LP akan menurunkan angka komplikasi. Ia akan melakukannya dengan cepat dan
dilaksanakan di tempat tidur pasien.
LI 6. Memahami dan Menjelaskan Keabsahan Haji dari Sudut Pandang Islam
A. Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari
syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Adapun syarat wajib haji
adalah sebagai berikut :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu
B. Rukun Haji
Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak sah.
1. Rukun pertama: Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik haji. Siapa yang
meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam,


Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan. (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Wajib ihram mencakup:
1. Ihram dari miqot.
2. Tidak memakai pakaian berjahit (yang menunjukkan lekuk badan atau anggota
tubuh). Laki-laki tidak diperkenankan memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup

40

kepala, khuf atau sepatu (kecuali jika tidak mendapati khuf). Wanita tidak
diperkenankan memakai niqob (penutup wajah) dan sarung tangan.
3. Bertalbiyah.
Sunnah ihram:
1. Mandi.
2. Memakai wewangian di badan.
3. Memotong bulu kemaluan, bulu ketiak, memendekkan kumis, memotong kuku
sehingga dalam keadaan ihram tidak perlu membersihkan hal-hal tadi, apalagi itu
terlarang saat ihram.
4. Memakai izar (sarung) dan rida (kain atasan) yang berwarna putih bersih dan
memakai sandal. Sedangkan wanita memakai pakaian apa saja yang ia sukai, tidak
mesti warna tertentu, asalkan tidak menyerupai pakaian pria dan tidak menimbulkan
fitnah.
5. Berniat ihram setelah shalat.
6. Memperbanyak bacaan talbiyah.
7. Mengucapkan niat haji atau umroh atau kedua-duanya, sebaiknya dilakukan setelah
shalat, setelah berniat untuk manasik. Namun jika berniat ketika telah naik kendaraan,
maka itu juga boleh sebelum sampai di miqot. Jika telah sampai miqot namun belum
berniat, berarti dianggap telah melewati miqot tanpa berihram.
Lafazh talbiyah:
. . .

Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan nimata,
laka wal mulk, laa syariika lak. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab
panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu,
tiada sekutu bagi-Mu). Ketika bertalbiyah, laki-laki disunnahkan mengeraskan suara.
2. Rukun kedua: Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput dari wukuf di
Arafah, hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, Para ulama sepakat bahwa wukuf di Arafah
adalah bagian dari rukun haji dan siapa yang luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun
yang lain). Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Haji adalah wukuf di Arafah. (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889, Ibnu Majah no.
3015.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah, walaupun
dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau berjalan, baik pula dalam
keadaan suci atau tidak suci (seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu
dikatakan wukuf di Arafah adalah waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu zawal) pada
hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh (masuk waktu Shubuh) pada hari
nahr (10 Dzulhijjah). Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak
sah berdasarkan kesepakatan para ulama (Al Mawsuah Al Fiqhiyah, 17: 49-50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian siang atau malam,
maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari, maka ia wajib wukuf hingga
matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa.
Madzab Imam Syafii berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah
(Fiqih Sunnah, 1: 494).
41

Sayid Sabiq mengatakan, Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di situ afdhol (lebih
utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam-. (Fiqih
Sunnah, 1: 495)
3. Rukun ketiga: Thowaf Ifadhoh (Thowaf Ziyaroh)
Thowaf adalah mengitari Kabah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah firman Allah Taala,

Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah). (QS. Al Hajj: 29)
Syarat-syarat thowaf:
Berniat ketika melakukan thowaf.
1. Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
2. Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
3. Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Kabah.
4. Kabah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
5. Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
6. Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
7. Memulai thowaf dari Hajar Aswad.
4. Rukun keempat: Sai
Sai adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah. Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

Lakukanlah sai karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk melakukannya. (HR.
Ahmad 6: 421. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Syarat sai:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sai.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu sebentar
antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.
Wajib Haji
adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun
Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus
membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina).
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh
butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil
berucap, Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap
kerikil harus mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
4. Mabit di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).
42

6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram.

43

DAFTAR PUSTAKA
Uddin, Jurnalis. 2007. Anatomi Sistem Syaraf Manusia. Jakarta; Langgeng Sejati Offset
Price.S.2004. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Sherwood L.2002. Fisiologi Manusia: dari Sel ke System. Jakarta: EGC
Baehr M, frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC

44

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen5 halaman
    Daftar Isi
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Dokumen14 halaman
    Jurnal Reading
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Cover Preskas
    Cover Preskas
    Dokumen1 halaman
    Cover Preskas
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Critical Appraisal
    Critical Appraisal
    Dokumen7 halaman
    Critical Appraisal
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Preskas
    Preskas
    Dokumen1 halaman
    Preskas
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Cover Preskas
    Cover Preskas
    Dokumen1 halaman
    Cover Preskas
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen32 halaman
    Presentasi Kasus
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • REFERAT
    REFERAT
    Dokumen19 halaman
    REFERAT
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • SK 2
    SK 2
    Dokumen31 halaman
    SK 2
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up Skenario 2 Blok Neoplasia
    Wrap Up Skenario 2 Blok Neoplasia
    Dokumen1 halaman
    Wrap Up Skenario 2 Blok Neoplasia
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Otitis Media Supuratif Kronik
    Otitis Media Supuratif Kronik
    Dokumen21 halaman
    Otitis Media Supuratif Kronik
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Bab 5 Kelumpuhan Dan Gangguan Berjalan
    Bab 5 Kelumpuhan Dan Gangguan Berjalan
    Dokumen0 halaman
    Bab 5 Kelumpuhan Dan Gangguan Berjalan
    yuldicuy
    Belum ada peringkat
  • SK 3
    SK 3
    Dokumen50 halaman
    SK 3
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up
    Wrap Up
    Dokumen53 halaman
    Wrap Up
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen24 halaman
    Skenario 1
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen26 halaman
    Skenario 1
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen21 halaman
    Skenario 3
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen35 halaman
    Skenario 3
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Fungsi Sistem Pernapasan
    Fungsi Sistem Pernapasan
    Dokumen1 halaman
    Fungsi Sistem Pernapasan
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1
    Skenario 1
    Dokumen24 halaman
    Skenario 1
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Wrap Up Skenario 2
    Wrap Up Skenario 2
    Dokumen37 halaman
    Wrap Up Skenario 2
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3
    Skenario 3
    Dokumen21 halaman
    Skenario 3
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat
  • Wrap U SK 2 Blok Respi
    Wrap U SK 2 Blok Respi
    Dokumen33 halaman
    Wrap U SK 2 Blok Respi
    Alimuslimah
    Belum ada peringkat