FK A / 1102013020 / A12
LI 1. Memahami dan Menjelaskan KLB
1.1 Definisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen
PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu
istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah
wabah yang sring kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering
digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata
tersebut.Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Wabah:
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah
Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :
Wabah harus mencakup:
o Jumlah kasus yang besar.
o Daerah yang luas
o Waktu yang lebih lama.
o Dampak yang timbulkan lebih berat.
1.2 Kriteria
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk
mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun
waktu/tahun sebelumnya.
Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS, (a)Setiap peningkatan
kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau
lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah
tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
1.3 Pencegahan
a. Pencegahan tingkat pertama
Menurunkan faktor penyebab terjadinya wabah serendah mungkin dengan
cara desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi yang bertujuan untuk
menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan menghilangkan
sumner penularan.
Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, peningkatan
lingkungan biologis seperti pemberntasan serangga dan binatang pengerat
serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga.
Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas
hidup penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.
b. Pencegahan
tingkat
kedua
Sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan
cara diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau
untuk mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
c. Pencegahan
tingkat
ketiga
Bertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian
akibat penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.
d. Strategi
pencegahan
penyakit
Dilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat,
perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi
lingkungan.
1.4 Penanggulangan
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara
dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan
berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap
tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakitpenyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Datadata yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan
rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002).
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan
2
segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga
menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam
rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa
(KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari
sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik
laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem
surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan
Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem
jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan
berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat
EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan
penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan
penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah
berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah,
gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)
1.5 Frekuensi Morbilitas dan Mortalitas KLB
PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS
INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di
suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu
Incidence Rate (IR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam
masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang
ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate.
PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember
2000) disebut Periode Prevalence Rate
Prevalence Rate (PR):
Jumlah penyakit lama + baru
--------------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit
dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Attack Rate (AR):
Jumlah penyakit baru
--------------------------------- k
Jumlah populasi berisiko
2.2 Tujuan
Manfaat Epidemiologi antara lain:
1. Membantu pekerjaan Administrasi Kesehatan
2. Dapat menerangkan penyebab masalah kesehatan
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah penyakit
5
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R
atau Stimulus Organisme Respon.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua
(Notoatmodjo, 2003) :
a. Perilaku tertutup (convert behavior). Perilaku tertutup adalah respon seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut,
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior).Respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT
Prinsip pendidikan kesehatan masyarakat
a. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan
b. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang
lain karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan
dan tingkah lakunya sendiri.
c. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
d. Penddikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan ( individu),keluarga,
kelompok, dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
Ruang Lingkup Pendidikan kesehatan masyarakat.
Dimensi sasaran
Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu
Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas
Dimensi tempat pelaksanaan
Pendidikan kesehatan dirumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar
Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat
atau pekerja
Dimensi tingkat pelayanan kesehhatan
Pendidikan kesehatan promosi kesehatan ( health promotion) missal
;
Peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan , gaya hidup dan sebagainya
KLASIFIKASI PERILAKU
a. Perilaku kesehatan ( health behavior) yaitu hal hal yang berkaitan dengan memelihara ,
meningkatkan dan mencegah penyakit dengan tindakan tindakan perorangan seperti
sanitasi, memilih makanan dn kebersihan
b. Perilaku sakit ( illness behavior) yaitu tindakan seseorang dalam menyikapi sakit dan
kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit ,penyebab penyakit serta usaha
usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan seseorang yang sedang sakit
untuk memperoleh kesembuhan . perilaku ini disamping berpengaruh terhadap
kesehatan /kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitanya sendiri
juga berpengaruh terhadap orang lain terutama anak anak yang belm mempunyai
kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatanya.
RESPON PERILAKU TERHADAP PENYAKIT
a. Bentuk pasif
: respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain missal tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan.
b. Bentuk Aktif
: yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung misalnya
pada kedua contoh diatas si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
a. Faktor predisposing berupa pengetahuan , sikap , kepercayaa, tradisi, nilai dll
b. Faktor enabling /pemungkin berupa ketersediaan sumber sumber / fasilitas peraturan
peraturan
c. Faktor reinforcing/ mendorong/memperkuat berupa tokoh agama , tokoh masyarakat.
PERUBAHAN PERILAKU
a. Teori Stimulus dan Transformasi
b. Teori teori belajar social ( social searching )
Tingkah laku sama ( same behavior )
Tingkah laku tergantung ( matched dependent behavior 0
Tingkah laku salinan ( copying behavior )
e. Teori belajar social dari bandara dan walter
Efek modeling ( modeling effect ) yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model
Efek menghambat ( inhibition) dan menghapus hambatan ( dishinbition ) dimana
tingkah laku yang tidak sesuai dengaan model dihambat timbulnya, sedangkan
tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya
sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata
Efek kemudahan ( facilitation effect ) yaitu tingkah laku yang sudah pernah dipelajari
oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Mengobati
Mayoritas masyarakat dengan pengetahuan kurang dan sedang (78%), sikap yang
sedang (8%) cenderung akan berobat ke puskesmas jika mereka telah menderita atau
10
merasakan matanya sakit seperti gatal, mata merah, belekan, jika telah mengalami kebutaan,
bila sudah tidak dapat bekerja , tidak dapat mengenali seseorang dalam jarak dekat maupun
jauh, dan tidak bisa berjalan dengan baik. Mereka biasanya akan mengeluh sakit pada
matanya sehingga mereka baru memeriksakan sakitnya ke puskesmas. Berdasarkan teori
perilaku pencarian pelayanan kesehatan disebutkan bahwa perilaku orang yang sakit untuk
memperoleh penyembuhan mencakup tindakan- tindakan seperti perilaku pencarian dan
penggunaan fasilitas/tempat pelayanan kesehatan (baik tradisional maupun modern).
Tindakan ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan di luar negeri
Masyarakat jika menderita sakit cenderung mengobati sendiri terlebih dahulu dengan
membeli obat di warung seperti tetes mata, salep di apotik tanpa resep dari dokter, mereka
hanya menanyakan kepada penjaga apotik obat mana yang biasa digunakan untuk mata
merah, padahal dengan mereka membeli obat tanpa resep dokter belum tentu itu baik buat
kesehatan mata, dan belum tentu obat tersebut tidak menimbulkan efek samping jika
mengabaikan aturan pemakaian. Dan ada juga yang mengobati secara tradisional yaitu
dengan mengompres mata dengan air hangat, air sirih, air teh, daun kelor dan air bambu. Di
sisi lain masyarakat dengan pengetahuan baik (22%) dan bersikap baik (92%) berperilaku
langsung mengobati ke puskesmas atau rumah sakit. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui
apa yang akan terjadi jika terlambat dalam melakukan pengobatan, dan juga mereka memiliki
dasar pengetahuan yang baik tentang kesehatan, khususnya kesehatan mata. Sehingga jika
mengalami gangguan pada mata mereka langsung mengobati dengan rasional.
Pelayanan Kesehatan Modern
1. Polindes.
Polindes adalah salah satu program pembangunan oleh pemerintah RI bidang
kesehatan yang berangkat dari persoalan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu
karena hamil dan bersalin. Program ini merupakan program penyediaan fasilitas layanan
kesehatan di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai. Tiga tujuan utama
program adalah:
sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu, anak dan KB.
sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.
sebagai tempat konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat,
dukun bayi dan kader kesehatan.
Secara institusi dan gagasan, polindes merupakan representasi sistim medis modern
yang dalam proses intervensi di masyarakat sasaran akan bertemu dengan sistim medis
lokal tradisional. Dinamika dan proses komunikasi yang terjadi antara keduanya
menghasilkan adopsi parsial program oleh masyarakat sasaran. Hal yang menarik dari
data temuan lapangan adalah terdapat perbedaan perspektif antara program dan nilai-nilai
lokal dalam menginterpretasi kehamilan dan persalinan dan etiologi tentang sehat sakit.
Program beroperasi atas dasar prinsip-prinsip fisiologis dan model-model biomedis serta
bekerja atas diktum preventif.
Hal ini konsisten dengan cara kerja sistem medis modern (dalam hal ini program KIA
di polindes) yaitu mencegah lebih baik dari pada mengobati. Bagi pengetahuah lokal,
kehamilan dan persalinan lebih dijelaskan dalam kerangka religius dan transendental
sehingga campur tangan manusia dianggap minimal dan pasif. Dalam konteks pemikiran
ini, pemeliharaan dan perawatan dengan makna mencegah resiko sebalum terjadi tidak
dikenal dan dianggap mendahului takdir yang memberi rasionalisasi rendahnya angka
kunjungan konsultasi ibu selama kehamilan hingga paska bersalin. Pada gilirannya hal ini
menghambat deteksi dini resiko pada kehamilan ibu dan menghalangi upaya-upaya untuk
11
warna). Dan ada juga berbagai cara pendeteksian dan perawatan yang lain, seperti heart
lock, jump leading, universal energy, podorachidian dan lain-lain.
3. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Sekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun
jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia
melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7% menggunakan obat tradisional serta sekitar
9,8% menggunakan cara pengobatan.
Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan
atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan, baik
asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku
dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di
Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.
2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat
menguntungkan pengobatan tradisional.
3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen.
4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit
tertentu.
5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang berasal
dari alam (back to nature).
6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional.
7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.
8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.
9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.
10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional.
Pengobatan alternatif bias dilakukan dengan menggunakan obat-obat tradisional, yaitu
bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif merupakan bentuk
pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam
standar pengobatan kedokteran moderen (pelayanan kedoteran standar) dan digunakan
sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran moderen tersebut.
Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang berkembang di tengah
masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai traditional medicine atau pengobatan
tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai traditional healding. Adapula yang
menyebutkanalternatif medicine. Ada juga yang menyebutkan dengan folk medicine, ethno
medicine, indigenous medicine (Agoes, 1992;59).
Dalam sehari-hari kita menyebutnya pengobatan dukun. Untuk memudahkan penyebutan
maka dalam hal ini lebih baik digunakan istilah pengobatan alternatif, karena dengan istilah
13
ini apat ditarik garis tegas perbedaan antara pengobatan moderen dengan pengobatan di
luarnya dan juga
dapat merangkum sistem-sistem pengobatan oriental (timur) seperti pengobatan tradisional
atau sistem penyembuhan yang berakar dari budaya turun temurun yang khas satu etnis (etno
medicine).
Pengobatan alternatif sendiri mencakup seluruh pengobatan tradisional dan pengobatan
alternatif adalah pengobatan tradisional yang telah diakui oleh pemerintah. Pengobatan yang
banyak dijumpai adalah pengobatan alternatif yang berlatar belakang akar budaya tradisi
suku bangsa maupun agama. Pengobat (curer) ataupun penyembuh (healer) dari jasa
pengobatan maupun penyembuhan tersebut sering disebut tabib atau dukun. Pengobatan
maupun diagnosa yang dilakukan tabib atau dukun tersebut selalu identik dengan campur
tangan kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuata rasio dan batin.
Salah satu cirri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun bacaan-bacaan.
Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama ketika dijadikan terapi tunggal
dalam penyembuhan.Selain doa ada juga ciri yang lain yaitu adanya pantangan pantangan.
Pantangan berarti suatu aturan-aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantanganpantangan tersebut harus dipatuhi demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan
dapat selesai dengan cepat.
Dimana pantanganpantangan tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
Seperti misalnya penyakit patah tulang maupun terkilir, biasanya dilarang unutk
mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan. Makanan-makanan tersebut menurutnya
dapat mengganggu aliran syaraf-syaraf yang akan disembuhkan.
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus
sebagai masukan untuk sistem tersebut.
Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.
Contoh :
Didalam pelayanan puskesmas yang menjadi input adalah dokter, perawat, obatobatan, fasilitas lain, dan sebagainya. Prosesnya adalah kegiatan pelayanan puskesmas
tersebut. Outputnya adalah pasien sembuh / tak sembuh, jumlah ibu hamil yang dilayani dan
sebagainya.
Dampaknya adalah meningkatnya status kesehatan masyarakat. Sedangkan umpan
balik pelayanan puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap pelayanan sedangkan
lingkungan adalah masyarakat dan instansi-instansi diluar puskesmas tersebut.Sistem
pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public health services). Dalam artikel ini, hanya akan dibahas sistem
pelayanan kesehatan masyarakat saja. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat adalah
merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak melakukan pelayanan
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan)
Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan
rakyat banyak maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai
porsi yang besar. Namun demikian karena keterbatasan sumber daya pemerintah maka
potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan
masyarakat tersebut. Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab dalam menggali dan membina potensi masyarakat dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat ini. Menggalang potensi masyarakat disini mencakup 3
dimensi, yakni :
a Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misal masyarakat RT, RW, kelurahan,
dsb)
Misalnya dengan adanya dana sehat, iuran untuk pengadaan PMT (Pembinaan
Makanan Tambahan) untuk anak balita, kader kesehatan, dan sebagainya adalah bentukbentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
b
15
menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan
saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan
yang baik.
4.
Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan
keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja bukanlah kesehatan yang baik.
5.
Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan
1.
Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk
memperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan
internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Jika pelayanan
kita juga memiliki pelanggan tak langsung maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang
sesuai untuk keduanya dan utamakan pelanggan tak langsung.
2.
Sistem yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system), yaitu tatanan
yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan tersebut
harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar
dimata para pelanggan.
3.
Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan perilaku
sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan
memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat muncul pada pribadi yang
sudah matang.
4.
Perbaikan yang berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan.
Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk
dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin meluas dan
beragam, maka sebagai pemberi jasa harus mengadakan perbaikan terus menerus.
5.
Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.
Layanan kesehatan yang bermutu dapat disimpulkan sebagai suatu layanan kesehatan yang
dibutuhkan yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik
oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dan suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
17
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan
kekurangan gizi (Djoko Wijono, 2000 : 35).
18
kebutuhan pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan.
Yang mana cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Jika pemberi pelayanan bisa menerapkan dimensi mutu dan cakupan mutu yang di
butuhkan di wilayahnya sesuai dengan situasi dan kondisi dari masyarakat setempat. Maka
pelayanan yang bermutu dapat diperoleh oleh semua tingkat ekonomi dimasyarakat. Agar
semakin mudah dalam menerapkan di masyrakat, pelayanan kesehatan perlu melakukan
tahap-tahap yang terdapat dalam siklus mutu.
Untuk memberikan pelayanan berkualitas yang berorentasi pada kebutuhan pelanggan
dan citra rumah sakit yang baik dimasyarakat maka pihak rumah sakit perlu melakukan upaya
perbaikan yang berkesinambungan dengan langkah-langkah sbb :
1) Meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan sikap yang ramah dan juga bisa mengerti
dan memahami keadaan pasien.
2) Meningkatkan kedisiplinan dan kometmen dalam bekerja pada seluruh petugas Rumah
Sakit agar bisa memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, dan dapat melaksanakan
tugas, fungsi serta peranannya dengan baik sesuai dengan visi dan misi.
3) Untuk meningkatkan kualitas teknis, perlu dilaksanakan program pendidikan dan pelatihan
yang sesuai dengan standar pelayanan prima sehingga mampu memberikan pelayanan yang
dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi pasien.
4) Untuk meningkatkan kualitas fungsional, perlu dilaksanakan pelatihan terutama yang
berkaitan dengan hubungan manusia yaitu mengenai sikap dan cara komunikasi yang baik
guna memberikan karakter kepribadian pada sumber daya manusia.
5) Pihak Rumah Sakit diharapkan terus meningkatkan sarana, prasarana dan kesehatan
lingkungan Rumah Sakit serta memelihara dan memperbaiki fasilitas yang telah ada, seperti
pengadaan alat-alat medis dan penunjang medis, perbaikan fasilitas di ruang rawat inap dan
kebersihan lingkungan Rumah Sakit
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat
diterima dan terjangkau oleh masyarakat, serta biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan
kesadaran serta kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujudnya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas bagi mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu
pelayanan kepada perorangan. Pelayanan di Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Secara umum, mereka harus
memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik melalui
upaya kesehatan perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas
dapat memberikan pelayanan rawat inap selain pelayanan rawat jalan
a Imunisasi :
Artinya adalah kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Macam kekebalan :
19
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1 Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang
berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B
monovalen atau vaksin kombinasi.
2 Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV.
3 Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2
bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4 Vaksin DTP. Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak
umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10
tahun.
5 Vaksin Campak. Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1
(program BIAS).
6 Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1
kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal
2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali.
7 Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14
21
minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur
kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
8 Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun
terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari
12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9 Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6
<36 bulan, dosis 0,25 mL.
10 Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV tetravalen dengan interval 0, 2, 6 bulan.
Pemberian vaksin bisa melalui injeksi, misalnya vaksin BCG, DPT, DT, TT, Campak dan
Hepatitis B. Sedangkan yang diberikan secara oral yaitu vaksin polio
BCG : 1 X (bayi 0-11 bulan)
DPT : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Polio : 3 X ( bayi 2-11 bulan) selang 4 minggu
Campak : 1X ( anak 9-11 bulan)
TT IH : - 1 x ( BOOSTER) bila ibu hamil pernah menerima TT 2 X pada
o Waktu calon pengantin atau pada kehamilan
sebelumnya)
2 X (selang 4 minggu) bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT
o Selama kehamilan. Bila pada waktu kontak berikutnya
(saat pemberian TT2 tetap) diberikan dengan maksud
untuk memberikan perlindungan pada kehamilan
berikutnya
DT : 2x ( selang 4 minggu) anak kelas 1 sampai wanita
TT : 2x ( 4 minggu ) anak kelas 6 SD sampai wanita
TT calon pengantin wanita : 2 X ( selang 4 minggu) sebelum akad nikah
Persiapan alat : Spuit lengkap, alat sterilisator, kapas air hangat.
Persiapan Vaksin : Vaksin yang sesuai dengan sasaran dimasukkan dalam termos es ( vaksin
carier ).
Persiapan sasaran : Pemberitahuan kepada orang tua bayi ( sasaran ) tempat penyuntikan
dan efek sampingnya.
Pemberian Imunisasi : Pengambilan vaksin sesuai dengan dosisnya. Desinfeksi pada tempat
yang akan disuntik. Pemberian Imunisasi sesuai dengan jenis vaksin sbb :
BCG : Intra cutan, dosis 0,05 cc.
Polio : Tetes mulut, dosis 2 tetes.
DPT, HB, Campak : Subcutan, dosis 0,5 cc.
Pemberian obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis pemberian.
Memberikan Informasi kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi berikutnya.
Pencatatan / pelaporan : Imunisasi yang diberikan dicatat dalam buku catatan imunisasi dan
Buku KIA / KMS.
Langkah-langkah kegiatan :
22
Petugas Imunisasi menerima kunjungan bayi sasaran Imunisasi yang telah membawa
Buku KIA / KMS di Ruang Imunisasi setelah mendaftar di loket pendaftaran.
2 Petugas memriksa status Imunisasi dalam buku KIA / KMS dan menentukan jenis
imunisasi yang akan diberikan.
3 Petugas menanyakan keadaan bayi kepada orang tuanya ( keadaan bayi yang
memungkinkan untuk diberikan imunisasi atau bila tidak akan dirujuk ke Ruang
Pengobatan ).
4 Petugas menyiapkan alat ( menyeteril alat suntik dan kapas air hangat ).
5 Petugas menyiapkan vaksin ( vaksin dimasukkan ke dalam termos es ).
6 Petugas menyiapkan sasaran ( memberitahukan kepada orang bayi tentang tempat
penyuntikan.
7 Petugas memberikan Imunisasi ( memasukkan vaksin ke dalam alat suntik, desinfeksi
tempat suntikan dengan kapas air hangat, memberikan suntikan vaksin / meneteskan
vaksin sesuai dengan jadwal imunisasi yang akan diberikan.
8 Petugas melakukan KIE tentang efek samping pasca imunisasi kepada orang tua bayi
sasaran imunisasi.
9 Petugas memberikan obat antipiretik untuk imunisasi DPT, dijelaskan cara dan dosis
pemberian.
10 Petugas memberitahukan kepada orang tua bayi mengenai jadwal imunisasi
berikutnya.Petugas mencatat hasil imunisasi dalam Buku KIA / KMS dan Buku
Catatan Imunisasi serta rekapitulasi setiap akhir bulannya
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Rujukan Kesehatan
Sistem Rujukan adalah system yang dikelola secara strategis, pragmatis, merata proaktif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama bagi ibu dan
bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar
dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal di wilayah mereka berada.
Sesuai SK Menteri Kesehatan Nomor 23 tahun 1972 tentang system rujukan adalah suatu
system penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal
balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari
unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti unit-unit yang setingkat kemampuannya.
Tujuan Depkes
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat melalui peningkatan dan mekanisme rujukan berjenjang antar puskesmas dengan
RS Dati II, RS Dati I dan RS tingkat pusat dan labkes dalam suatu system rujukan, sehingga
dapat mendukung upaya mengurangi kematian ibu hamil dan melahirkan dan angka kematian
bayi.
Tugas Sistem Rujukan
Memeratakan pelayanan kesehatan melalui system jaringan pelayanan kesehatan mulai dari
Dati II sampai pusat karena keterbatasan sumber daya daerah yang seyogyanya bertanggung
jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya.
23
Syarat Rujukan
Adanya unit yang mempunyai tanggung jawab baik yang merujuk maupun yang menerima
rujukan .
Surat rujukan
Adanya pengertian timbal balik antar yang merujuk dan yang menerima rujukan
Sifat rujukan horizontal dan vertical (kearah yang lebih mampu dan lengkap).
Jenis Rujukan
o Rujukan medis
-
Rujukan pasien
Rujukan pengetahuan
o Rujukan kesehatan
-
Pengiriman asisten ahli senior ke RS Kabupaten yang belum ada dokter ahli dalam
jangka waktu tertentu.
o Rujukan manajemen
-
Pengiriman informasi
24
Alur Rujukan
Manfaat Rujukan
Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan :
1) Membantu penghematan dana karena tidak perlu menyediakan berbagai macam alat
kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
2) Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, kemudian terdapat hubungan antara kerja
berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
3) Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama aspek perencanaan.
Dari sudut masyarakat sebagai jasa pelayanan :
1) Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara
berulang-ulang.
2) Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena telah diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana pelayanan kesehatan.
Dari sudut tenaga kesehatan :
1) Memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif, semangat
kerja, ketekunan dan dedikasi.
2) Membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui jalinan kerjasama.
3) Memudahkan/meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai
tugas dan kewajiban tertentu.
25
26
Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.
(HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami
2643)
2.
Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam:
: ( ) :
( ) :
Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,berobatlah, karena sesungguhnya
Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit
(yang tidak ada obatnya), mereka bertanya,apa itu ? Nabi bersabda,penyakit tua.
(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)
1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan
jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini
adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib
untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih
banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri
dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia
wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri
dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka
berobat menjadi sunnah baginya.
3. Berobat menjadi mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti
kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak
berobat
27
28
Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada
orang-orang yang dibunuh (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau
daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik
dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon
pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya.
Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan
untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia
kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari
khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan
judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya. (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa
perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam
telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi.
Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. (QS Al-Baqarah [2]: 221).
Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang
yang beriman. (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional
(dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman,
karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang
tertulis di dalam Al-Quran:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana (QS Al-Maidah [5]: 38).
29
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang
sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta
dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal
laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti
buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian..
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pedoman Penanggulangan KLB-DBD bagi keperawatan di RS dan Puskesmas
Hadinegoro, Sri Rezeki. 2011. Panduan Imunisasi Anak, ed.1. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta :
EGC
Tamher dan Noorsiani. 2008. Flu Burung : Aspek Klinis dan Epidemiologis . Jakarta :
Salemba Medika
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung
Seto
Ahmad, Jurnal. 2013. Konsep Kesehatan dalam Islam.
http://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2013/04/20/konsep-kesehatan-dalam-islam/(21 Mei
2013)
Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara
Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat.
Beaglehole, Bonita (1997). Dasar dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Trihono. 2010. Arrimes : Manajemen Puskesmas berbasis paradigma sehat. Jakarta : Sagung
Seto
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html
http://informasikesehatanfkmunsri.blogspot.com/2013/05/sistem-rujukan.html
http://aceh.tribunnews.com/2013/12/02/konsep-mutu-dalam-pelayanan-kesehatan
30
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html
http://kesehatananakku.com/jadwal-imunisasi-2014.html
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://pramana-d-t-fkm11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71308-Umum-Kejadian%20Luar
%20Biasa%20(KLB).html
Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara
Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat.
Beaglehole, Bonita (1997). Dasar dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press
Adipura, I Nyoman.________. Mutu Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kesehatan1.html
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/138/jtptunimus-gdl-nurazizahn-6880-2-babi.pdf
http://fahmi-salim.blogspot.com/2013/02/bencana-dalam-pandangan-islam.html
31