BAB II Tonsilitis
BAB II Tonsilitis
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Embriologi Tonsil
Tonsil terbentuk dari lapisan endidermal pada minggu ketiga sampai
dengan minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima
pasang kantong faring. Masing-masing kantong akan membentuk organ penting
lainnya. Lapisan epitel kedua dari kantong faring berproliferasi dan membentuk
tunas yang akan menembus ke jaringan mesenkim di sekitarnya. Selanjutnya
tunas-tunas tersebut akan dilapisi oleh jaringan mesodermal sehingga membentuk
primodial dari tonsila palatina. Selama bulan ketiga dan kelima, tonsil akan
dikelilingi oleh jaringan limfatik. Bagian kantong yang tertinggal akan ditemukan
pada saat dewasa sebagai fosa tonsilaris.8
sampai pinggir atas epiglotis. Tonsil terdiri dari tonsila lingualis, tonsila palatina,
tonsila faringealis (adenoid) dan tonsila tuba Eustachius.1,2,7
terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Klasifikasi tonsilitis dapat
dibedakan menjadi:4,5
a. Tonsilitis akut
b. Tonsilitis membranosa
c. Tonsilitis Kronik
II.4.1 Tonsilitis Akut
II.4.1.1 Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi
infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak lukaluka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.5
II.4.1.1.1 Terapi
yang diberikan adalah istirahat, minum yang cukup, analgetika dan antivirus
diberikan jika gejala berat.5
II.4.1.2 Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus B
hemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus
viridan dan Streptokokus piogenes. 4,5
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang
lepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak
kuning.5
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur
maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar
sehingga terbentuk semacam membran semu (pseudomembrane) yang menutupi
tonsil.5
II.4.1.2.1 Gejala dan Tanda
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh
kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin
sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar
imunitas. 5
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.5
II.4.2.1.1 Gejala dan Tanda
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal
dan gejala akibat eksotoksin.5
a. Gejala umum
Seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat
serta keluhan nyeri menelan.5
b. Gejala lokal
Tampak berupa tonsil yang membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.
Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring,
trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas. Membran semu
ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus,
kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga
menyerupai leher sapi atau disebut juga Burgemeesters hals.5
c. Gejala akibat eksotoksin
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminuria.5
II.4.2.1.2 Diagnosis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Demam sampai 39 C
Nyeri kepala
Badan lemah
Kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan
Rasa nyeri dimulut
Hipersalivasi
Gigi dan gusi mudah berdarah
II.4.2.3.2 Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta alveolaris, mulut berbau dan kelenjar
submandibula membesar. 5
II.4.2.4 Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda pertama leukimia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring serta
pembesaran kelenjaran submandibula. 5
II.4.2.4.1 Leukimia Akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi
dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak
ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di
tenggorok. 5
II.4.2.4.2 Angina Agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa
dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di
sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia
dan saluran cerna. 5
II.4.2.4.3 Infeksi mononukleosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral.
Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan.
Terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran
darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain ialah kesangguapan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel daraj
merah domba (reaksi Paul Bunnel). 5
10
II.4.3.3 Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uweitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis. 5
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma. 5
II.5 Indikasi Tonsilektomi
11
12