K3 Dan Hukum Perburuhan
K3 Dan Hukum Perburuhan
Oleh:
Khotib Safaat (5113413047)
Isi presentasi:
Isi dari Presentasi ini antara lain:
1. Hubungan Kerja.
2. Perjanjian.
3. Kontrak.
Hubungan Kerja
Bab I
Pengertian
I. Hubungan kerja (Soepomo, 1987 : 1) ialah :
Suatu hubungan antara seorang buruh dan
seorang majikan, dimana hubungan kerja itu
sendiri terjadi setelah adanya perjanjian kerja
antara kedua belah pihak. Mereka terkait dalam
suatu perjanjian, di satu pihak pekerja/buruh
bersedia bekerja dengan menerima upah dan
pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh dengan
memberi upah.
Pengertian yuridis
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dgn pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yg mempunyai unsur pekerjaan, upah dan
perintah
(pasal 1 angka 15 UU No.13 / 2003)
Perjanjian kerja dibuat tertulis, jika dibuat secara lisan, pengusaha wajib
membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
Magang
Merupakan bentuk pelatihan kerja, bukan mekanisme atau modus bekerja
yang sesungguhnya
Perjanjian memuat ketentuan hak dan kewajiban para pihak dan jangka
waktu pemagangan
Magang
SYARAT KERJA
Syarat Kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh yang
diatur dalam peraturan perundangan
Syarat kerja:
Memiliki kemampuan dan/atau kompeteni yang diperlukan perusahaan
Cakap secara hukum
Kesediaan untuk mentaati perjajian kerja
perjanjian
Bab II
Pengertian Perjanjian
menurut Pasal 1313 ayat (1) KUH Perdata disebutkan perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
1. Asas konsensualisme
2. Asas kepercayaan.
Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel), yaitu suatu asas yang
menyatakan bahwa seseoarang yang mengadakan perjanjian dengan pihak
lain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama
lain akan memegang janjinya atau melaksanakan prestasinya masingmasing.
5. Asas keseimbangan.
Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum. Kreditur atau
pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika
diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,
namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik. Di sini terlihat bahwa kedudukan kreditur yang kuat
diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur menjadi seimbang.
Perjanjian merupakan suatu figur hukum sehingga harus mengandung kepastian hukum.
Asas kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya mengikat suatu
perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat bagi mereka yang
membuatnya seperti Undang-Undang.
Dengan demikian maka pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan
hukum para pihak, kecuali apabila perjanjian tersebut memang ditujukan untuk
kepentingan pihak ketiga. Maksud dari asas pacta sunt servanda ini dalam suatu perjanjian
tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat
perjanjian, karena dengan asas ini maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat
sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
7. Asas moral
Asas moral terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela
dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra
prestasi dari pihak debitur. Asas moral terlihat pula dari zaakwarneming,
dimana seseorang yang melakukan perbuatan suka rela (moral) mempunyai
kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini
dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUH Perdata.
8. Asas kepatutan
Asas kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian tersebut
juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-Undang. Asas
kepatutan dapat disimpulkan dari Pasal 1339 KUH Perdata.
9. Asas kebiasaan
Asas kebiasaan menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan secara
diam-diam selamanya dianggap diperjanjikan. Asas ini tersimpul dari Pasal
1339 juncto 1347 KUH Perdata.
Jenis perjanjian
Abdulkadir Muhammad mengelompokkan perjanjian menjadi
beberapa jenis, yaitu:
Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
Perjanjian bernama dan tidak bernama.
Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian konsensual dan perjanjian real.
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban
kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbale balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan
bangunan, tukar menukar.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak
kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban
menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima
benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi
kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak
maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni
rumah.
Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan
perjanjian menurut pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan
perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
Kontrak
BAB III
Dapat disimpulkan bahwa kontrak konstruksi adalah suatu ikatan perjanjian atau negosiasi antara
pemilik proyek dengan agen-agen mengkoordinasikan seluruh kegiatan proyek dengan tujuan untuk
meminimalkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Fixed Lump Sum Price ialah volume kontrak tidak boleh diukur ulang, harga penawaran tidak
boleh diubah kecuali pada salah satu volume dan harga satuan. Resiko akibat perubahan karena
koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab penyedia jasa.
Penjelasan Pasal 21 ayat (1) PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, tertulis :
Pada pekerjaan dengan bentuk Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan
perincian harga penawaran, karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total
tidak boleh diubah. Perubahan dan semua resiko akibat perubahan karena adanya koreksi
aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya harga penawaran
menjadi harga kontrak/harga pekerjaan
b. Unit Price
Volume kontrak diukur ulang, harga penawaran dapat berubah tetapi harga satuan tidak dapat berubah.
Resiko akibat perubahan karena koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab penyedia jasa dan pengguna
jasa sama-sama memikul semua resiko
Penjelasan Pasal 21 ayat (2) PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, tertulis :
Pada pekerjaan dengan bentuk imbalan harga satuan, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan
perincian harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, harga penawaran total dapat diubah,
tetapi harga satuan tidak boleh diubaj. Koreksi aritmatik hanya boleh dilakukan pada perkalian antara
volume dengan harga satuan. Semua resiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi
tanggung jawab sepenuhnya Penyedia Jasa. Penetapan pemenang lelang berdasarkan harga terkoreksi.
Selanjutnya harga penawaran terkoreksi menjadi harga kontrak/harga pekerjaan. Harga satuan juga
menganut prinsip lump sum
e. Kontrak persentase
Jenis kontrak ini, pelaksana kontrak atau pekerjaan pemborongan tersebut
akan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase nilai pekerjaan
konstruksi. kontrak pelaksanaan jasa konsultansi bidang konstruksi atau
pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan
menerima imbalan jasa berdasarkan prosentase tertentu dari nilai pekerjaan
fisik konstruksi/pemborongan tersebut.