Dialisis peritoneal adalah cara untuk mengeluarkan produk sampah dari darah
ketikaginjal tidak bisa lagi melakukan pekerjaan secara memadai (kondisi yang
disebutgagal ginjal atau insufisiensi ginjal). Selama dialisis peritoneal, pembuluh darah
pada lapisan perut (peritoneum) menggantikan ginjal Anda, dengan bantuan cairan
(dialisat) yang mengalir masuk dan keluar dari rongga peritoneal.
Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang fungsinya sama dengan
hemodialisa, tetapi dengan metode yang berbeda. Peritoneal dyalisis adalah metode cuci darah
dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut), jadi darah tidak perlu dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialysis.
Proses Peritoneal Dialysis
Dalam peritoneal dialysis dilakukan pergantian cairan setiap hari tanpa menimbulkan rasa sakit.
Proses
mengeluarkan
menggantikannya
1.
cairan
dengan
tersebut
cairan
dalam
jangka
baru. Proses
ini
waktu
tertentu
terdiri
dalam
dan
kemudian
langkah:
2.
Memasukan cairan, cairan dialysis ke dalam rongga peritoneal melalui kateter dan
memerlukan proses 10 menit.
3.
Waktu tinggal, tahap cairan disimpan di dalam rongga peritoneal selama 4 samapi 6 jam
(tergantung anjuran dari dokter). Pergantian cairan diulang setiap 4 atau 6 jam, dengan
maksud minimal 4 kali sehari, 7 hari dalam seminggu. Anda dapat melakukan pergantian
di mana saja seperti di rumah, tempat bekerja, atau di tempat lainnya yang anda
kunjungi, namun tempat-tempat tersebut harus memenuhi syarat agar terhindar infeksi.
Pemilihan
1.
tempat
yang
baik
untuk
pergantian
cairan
memiliki
beberapa
kriteria
Pastikan tempat tersebut : bersih, tidak ada hembusan agin (kipas angin, pintu / jendela
terbuka), dan memiliki penerangan yang baik.
2.
Tidak diperkenankan adanya binatang disekitar saat pergantian cairan dan di tempat
penyimpanan peralatan anda.
3.
1.
2.
CAPD
(Continous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis)
Dialysis
Peritoneal
Mandiri
1.
Ultrabag / twinbag sistem : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan dialysis
(ultra bag / twin bag system), Minicap, Outlet port clamps (untuk twin bag system).
2.
Sistem Ultraset / Easi-Y_system : Kateter, Konektor titanium, Short transfer set, Cairan
dialysis, Minicap, Outlet port Clamps (untuk sistem kantung kembar), Ultra set / Easi-Y
set, Kantong drainase untuk Easi-Y system.
Pastikan konsentrat cairan dialysis yang digunakan sudah sesuai dengan ketentuan (1.5%,
2.5% dan 4.25%).
Anda dapat menghangatkan kantung cairan dengan cara pemanasan kering, seperti : bantal panas
atau lampu pemanas. Hindari dengan pemanasan basah (merebus dengan air), dikarenakan dapat
menimbulkan pertumbuhan kuman.
Cara membuang cairan bekas pakai dapat dibuang di toilet dan kantungnya dapat dibuang di
tempat sampah, pastikan anda mencuci tangan dengan bersih setelah mebuangnya.
Outlet port clamps
Klem yang terbuat dari plastik ini berwarna merah dan berfungsi untuk mencegah aliran cairan
pada setiap tahap yang berbeda pada waktu pertukaran cairan. Klem ini tidak bersifat steril,
pastikan dengan mencuci menggunakan air dan sabun, dan mengeringkan dengan bersih dan
disimpan dalam posisi terbuka.
Short transfer set
Sistem PD produksi baxter merupakan sistem tertutup yang bertujuan melindungi rongga
peritoneal.
Mini Cap disconnect cap
Penutup ini berfungsi melindungi ujung short transfer line dan memberikan keamanan dan
kemudahan bagi pasien. Sehingga patients line tetap tertutup dengan baik, dan sistem tidak
terkontaminasi. Mini cap ini bersifat steril dan di dalamnya terdapat busa yang dibasahi povidone
iodine.
Titanium connector
Berfungsi menghubungkan kateter dengan transfer line konektor ini terbuat dari bahan yang
ringan, kuat dan anti infeksi.
Kateter
Kateter dipasang bedasarkan keputusan anda dan dokter anda. Lebih baik dijadwalkan waktu yang
memadai untuk proses penyembuhan luka perut karena operasi pemasangan kateter. Pemasangan
kateter direkomendasikan untuk dikakukan pada saat klirens kreatinin antara 5-10 ml/menit.
Kateter terletak di dalam lobang peritoneum sebagian besar berlubang. Lubang-lubang ini
berfungsi untuk mengalirkan cairan masuk ke dalam maupun keluar dari rongga peritoneum.
Biasanya kateter dilengkapi dengan manset fiksasi putih yang berfungsi mempertahankan posisi
kateter tetap berada di otot di antara kulit dan rongga selaput perut (peritoneal). Tempat
an,sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut exit site. Sesudah pemasangan, jika
ditemukan sejumlah kecil cairan bening dan darah disekitar exit site merupakan hal yang normal.
Cairan tersebut akan hilang dengan sendirinya dalam satu atau dua minggu seiring dengan
sembuhnya exit site. Konektor titanium adalah sejenis logam yang berfungsi sebagai penghubung
antara kateter dengan transfer set.
Metode Pemasangan Kateter
1.
Metode PERCUTANEUS, dilakukan oleh dokter spesialis ginjal, pada tempat baring pasien
dilakukan pembiusan lokal, kateter diarahkan ke dalam dan ditempatkan di dalam rongga
perut dengan menggunakan pemadu. Untuk metode ini pasien tidak memerlukan rawat
inap.
2.
Metode BEDAH, dilakukan di ruangan operasi, pasien diharuskan menjalani rawat inap,
dapat dilakukan bius lokal maupun umum.
Perawatan kateter ditujukan agar tidak terjadi infeksi dalam waktu panjang dan diperlukan
perawatan pasca operasi yang sifatnya mencegah pertumbuhan bakteri pada luka operasi maupun
exit site. Perawatan ini berupa:
1.
Mandi setiap hari tanpa membahasahi exit site maupun luka operasi yang belum sembuh.
2.
Melakukan pergantian cairan ditempat yang memenuhi syarat seperti yang dijelaskan
diatas.
3.
Mempertahankan posisi kateter, dan tidak diperkenankan untuk menarik atau memutar
kateter, karena akan melukai exit site dan sering menyebabkan timbulnya infeksi.
4.
Menjaga exit site dan luka operasi anda tetap kering. Keduanya harus tetap kering paling
tidak 10 hari setelah pemasangan.
5.
Menggunakan masker pada saat pergantian cairan, hal ini dimaksudkan agar mencegah
kuman dari hidung dan mulut anda masuk ke dalam kateter.
6.
Cuci tangan sebaik mungkin menggunakan sabun dan keringkan dengan lap atau handuk
yang bersih. Mintalah cara mencuci tangan oleh perawat anda.
Semakin besar kandungan dextrose pada cairan dialysis (4,25%) semakin banyak protein
yang hilang.
Selain memerlukan protein tinggi ada beberapa kandungan zat yang perlu di batasi, dikarenakan
ada sejumlah produk sisa di dalam darah yang tidak dapat terbuang dengan sempurna selama
dialysis peritoneal. Produk sisa tersebut adalah:
Fosfor
Ketika ginjal tidak dapat mengeluarkan kelebihan fosfor, maka fosfor akan menumpuk pada tubuh
anda. Dalam jangka waktu yang lama fosfor akan menyebabkan tulang lebih rapuh dan mudah
patah, fosfor banyak terdapat pada kacang-kacangan, ikan, dan produk susu.
Kalium
Merupakan elektrolit yang dibutuhkan untuk fungsi syaraf dan otot yang baik. Ginjal yang tidak
berfungsi dengan baik akan sulit untuk membuang kelebihan kalium. Kelebihan dan kekurangan
dalam kalium dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan sering kram. Dan kadar kalium yang
tinggi dapat membahayakan jantung. Perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran hijau yang mengandung kalium tinggi seperti pisang, jambu biji, pepaya, tomat, kentang
dan kacang-kacangan. Sebaiknya hindari garam diet dikarenakan mengandung kalium tinggi.
Natrium
Adalah elektrolit yang berperan dalam mengontrol cairan dan tekanan darah di dalam tubuh. Saat
ginjal tidak berfungsi, ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium yang berlebih sehingga tetap
berada dalam jaringan bersama dengan air. Asupan natrium dan garam yang tinggi menyebabkan
tubuh menahan air dan tekanan darah menjadi tinggi. Dapat diperhatikan jika mengkonsumsi
makanan yang mengandung natrium (garam) akan menimbulkan rasa haus sehingga akan sulit
mengontrol jumah cairan yang diminum. Makanan yang mengandung natrium tinggi sangat perlu
dihindari, makanan ini berupa makanan kaleng, fast food, kudapan yang asin, bumbu penyedap,
kecap, dan keju. Untuk menggantikan natrium dapat menggunakan bawang putih, bawang, lada,
jeruk limau, dan bumbu rempah lainnya. Hindari menggunakan garam diet / pengganti.
Kabohidrat
Pada saat menjalani terapi Dialysis peritoneal, tubuh menerima kalori secara normal dari makanan
yang dikonsumsi, ditambah dari cairan dialysis yang masuk ke dalam rongga peritoneal
mengandung glukosa sejenis gula. Jumlah kalori yang diserap setiap 2 liter cairan berbeda pada
setiap pasien, kurang lebihnya sebagai berikut:
Nilai tersebut tergantung karateristik peritoneal, dan jumlah yang diresepkan oleh dokter.
keluar dalam 24-48 jam sebagai urine.1,3 Secara umum kristaloid digunakan untuk
meningkatkan volume ekstrasel dengan atau
tanpa peningkatan volume intrasel.2
Tabel 1, berbagai cairan kristaloid2
Na+
Cairan
K+
Cl-
Ca++
HCO3
Tekanan
Osmotik
(mEq/L
(mEq/L)
)
Ringer
(mEq/L)
(mEq/L)
(mOsm/L)
130
Laktat
NaCl
%
0,9
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi
alergi dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.5
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45 % dalam larutan Dextrose 5 % digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.5
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme
pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan
Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer
Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.4
ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum
(general edema).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak
berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila
mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.
Penyebab (causa) edema adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitas kapiler yang
bertambah, hipoproteinemia, tekanan osmotic koloid dan retensi natrium dan air.
Mekanisme:
1. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula
(tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada selasela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).
2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh
yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan
tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan
tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain
itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan
edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).
3. Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan
osmotic darah lebih besar dari pada limfe.
Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada
keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas
kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic
koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini
mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema.
Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
4. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air protein
plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan edema.
Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing Haemonchus
contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum) dan akibat
kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein darah albumin
keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan edema umum.
5. Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan
tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam
jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan
osmotic jaringan dapat menyebabkan edema.
Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini
berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata,
tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
6. Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk (intake).
Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air
ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah.
Akibatnya terjadi edema.
Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis
hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH,
testosteron, progesteron atau estrogen).
cairan interstisial
plasma darah.
2. Cairan intraselular
Ada juga kompartemen cairan yang kecil yang disebut sebagai cairan transelular.
Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan
intraokular juga cairan cerebrospinal. Cairan transelular seluruhnya berjumlah sekitar 1
sampai 2 liter. Pada orang normal dengan berat 70 kilogram, total cairan tubuh rataratanya sekitar 60 persen berat badan, atau sekitar 42 liter. Persentase ini dapat
berubah, bergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan
pertumbuhan seseorang, persentase total cairan terhadap berat badan berangsur-angsur
turun.