Anda di halaman 1dari 41

Malaria

Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani, gejala klinis penyakit malaria adalah khas,
karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil, maka pada waktu itu sudah
dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Disamping itu terdapat kelainan pada limpa yaitu
splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dulu penyakit malaria disebut
demam kura.(8)
Meskipun penyakit ini telah diketahui sejak lama, penyebabnya belum diketahui. Dahulu diduga
bahwa penyakit ini disebabkan hukuman dari dewa-dewa karena waktu itu ada wabah di sekitar
kota Roma. Ternyata penyakit ini banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau
busuk di sekitarnya, maka penyakitnya diebut dengan Malaria (Malariae : udara buruk). Baru
pada abad ke-19 Laurean melihat bentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria.
Kemudian diketahui bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di rawa-rawa.
(8,15)

Setiap tahun, tujuh puluh juta orang dihinggapi penyakit malaria dengan mortalitas 1%. Penyakit
ini terutama terdapat di daerah-daerah beriklim panas dan lembab, yang letaknya lebih rendah
dari 2.200 m diatas permukaan laut yang merupakan tempat ideal untuk berkembangbiaknya
nyamuk Anopheles. Di Indonesia (terutama Irian Jaya dan Flores), malaria merupakan salah satu
penyakit endemis penting. Berkat program pemberantasan terus-menerus terhadap nyamuk dan
tempat pembenihannya, sekarang kasusnya sudah banyak berkurang. Dengan meningkatnya
hubungan melalui transportasi udara, benih malaria juga dapat diimpor melalui nyamuk-nyamuk
yang terinfeksi, sehingga disebut malaria bandar udara (airport malaria).(1,7,15)
II. 1. Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh protozoa dari genus
plasmodium dan mudah dikenali dari gejala: meriang (panas dingin menggigil), demam berkepanjangan
yang naik turun, anemia dan pembesaran limpa. (10,11,13)
II. 2. Epidemiologi
Malaria terdapat di daerah dari 60 Lintang Utara sampai 30 Lintang Selatan, setinggi 2.666 m sampai
daerah yang terletak 433 m di bawah permukaan laut (Dead Sea). (8,9,10)

Antara batas-batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah yang bebas malaria. Di
Indonesia, penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan
Timur Indonesia. Daerah yang sejak semula bebas malaria ialah Pasifik tengah dan selatan
(Hawai dan Selandia Baru). Di daerah tersebut siklus malaria tidak dapat berlangsung karena
tidak terdapat vektor.(9,10)
Malaria di daerah endemi terdapat secara autokton (indigenous malariae) karena siklus hidup
parasit malaria dapat berlangsung (terdapat manusia, nyamuk dan parasit). (9,10)

Penularan malaria terjadi pada sebagian besar zona tropis. Meskipun di Amerika Serikat, Kanada
dan Eropa Utara, saat ini bebas dari malaria indigenous, wabah-wabah lokal telah terjadi melalui
infeksi nyamuk-nyamuk lokal oleh pendatang dari daerah endemis. (9,12)
Besarnya derajat endemi dapat diukur dengan spleen rate dan parasite rate sehingga dapat
dibedakan daerah(12) :
1. Hipoendemik : spleen rate 0-10 %, parasite rate 0-10%
2. Mesoendemik : spleen rate 11-50 %, parasite rate 11-50%
3. Hiperendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 50%
4. Holoendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 75%
Malaria di suatu daerah berbeda dengan daerah lain karena(5,10) :
1. Faktor manusia (ras)
2. Faktor vektor (nyamuk anopheles)
Di Indonesia terdapat beberapa vektor yang penting (spesies anopheles), yaitu: A. Aconitus, A.
Maculatus, A.Subpictus yang terdapat di Jawa dan Bali ; A. Sundaicus, dan A.Aconitus di
Sumatera ; A. Sundaicus, A. Subpictus di Sulawesi ; A.Balaba Censis di Kalimantan ; A. Farauti
dan A. Punctulatus di Irian Barat.
3. Parasit
Di beberapa daerah parasit telah kebal terhadap obat anti malaria
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi nyamuk.
II. 3. Etiologi
Malaria terjadi akibat invasi eritrosit masing-masing dari 4 spesies. Parasit bersel satu yang berasal dari
genus plasmodium. (12)

Terdapat sekitar 170 spesies plasmodium yang dikenal tapi hanya 4 yang menjadi penyebab
malaria pada manusia yaitu(8,10,11,12,15) :
1. Plasmodium Falciparum
Dulu dikenal sebagai Subtertian atau malaria tertiana maligna, merupakan spesies yang paling
mematikan dan jika tidak diobati dapat fatal dalam beberapa hari sejak awitan. Merupakan
penyebab malaria Tropika/malaria Serebral.
2. Plasmodium Vivax

Spesies ini dapat tersembunyi di dalam tubuh (hati) dan dapat kambuh selama 3 tahun ke depan;
merupakan penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium Ovale
Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam tubuh, menyerupai plasmodium vivax,
merupakan penyebab malaria ovale.
4. Plasmodium Malariae
Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan
gejala, walaupun orang yang setelah terinfeksi dapat menularkan ke orang lain melalui gigitan
nyamuk atau transfusi darah. Secara khas paroksismal dan hampir-hampir tidak pernah fatal.
Tiga infeksi terakhir dapat mengalami rekurensi berminggu-minggu, setelah terlihat
penyembuhan dari suatu serangan primer secara jelas, berbeda dengan infeksi-infeksi Falciparum
yang kecuali pada kasus strain-strain yang resisten terhadap obat, jarang mengalami rekrudesensi
setelah pemberian obat standar. (10,12)
II. 4. Dasar Biologi Infeksi

Morfologi dan Daur Hidup. Malaria biasanya diperoleh sebagai akibat gigitan nyamuk
anopheles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada kasus-kasus lain malaria terutama dari tipe
kuartana, telah berkembang setelah transfusi dengan darah yang terinfeksi, dimana pada keadaan
ini fase praeritrositik dari perkembangan parasit dalam hati dapat dihindarkan. (12)
Manusia merupakan hospes antara tempat plasmodium mengadakan skizogoni (siklus aseksual),
sedang nyamuk anopheles merupakan vektor dan hospes definitif siklus hidup. Keempat spesies
malaria pada manusia umumnya sama. Proses ini terdiri dari fase seksual eksogen (Sporogoni)
dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (Skizogoni) dalam badan hospes vertebrata.
(11,12,15)

Fase aseksual mempunyai dua daur, yaitu(8,11,12) :


1. Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit)
2. Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni ekso-eritrosit) atau standar jaringan dengan :
a. Skizogoni pra-eritrosit (skizogoni ekso-eritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel
hati.
b. Skizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati.
Hasil penelitian pada malaria primata menunjukkan bahwa ada 2 populasi sporozoit yang
berbeda, yaitu sporozoit yang secara langsung mengalami pertumbuhan dan sporozoit yang tetap
tidur (dormant) selama periode tertentu (disebut hipnozoit), sampai menjadi aktif kembali dan

mengalami pembelahan skizogoni. Pada infeksi plasmodium falciparum dan plasmodium


malariae hanya terdapat satu generasi aseksual dalam hati tidak dilanjutkan lagi. Pada infeksi
plasmodium vivax dan plasmodium ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai bertahuntahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung lama (bila tidak diobati) disertai
banyak relaps. (3)
Parasit dalam Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)
Fase Jaringan. Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar
liurnya menusuk Hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk
melalui probosis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk dalam peredaran darah
dan stelah jam sampai dengan 1 jam masuk dalam sitoplasma sel hati untuk bermultiplikasi
dan berkembangbiak menjadi skizon jaringan. (8,9)
Banyak yang dihancurkan oleh Fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan
berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri berulangulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong, menjadi besar sampai
berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh perbelahan sitoplasma yang mengelilingi
setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai dengan
1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini
berlangsung beberapa waktu, tergantung dari spesies parasit malaria, seperti terlihat pada tabel I.
Pada akhir fase pra-eritrosit, skizon pecah, beribu-ribu merozoit keluar dan masuk di peredaran
darah. Sebagian besar menyerang dan menembus sel-sel eritrosit yang berada di sinosoid hati
tetapi beberapa difagositosis (stadium eritrositen).(3,9)
Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit
setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai
dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder, proses ini dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps
jangka panjang (Long Term Relapse) atau rekurens (recurrence). Plasmodium Falciparum dan
plasmodium Malaria tidak mempunyai fase ekso-eritrositik, dan relaps disebabkan oleh
proliferasi stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan
berikut ini menunjang bahwa rekurens (Long Term Relaps) tidak ada pada infeksi Plasmodium
Malaria :
1. Infeksi malaria dapat disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja.
2. Tidak pernah ditemukan skizon ekso-eritrositik dalam hati manusia atau simpanse setelah
siklus pra-eritrositik dan
3. Parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan pada
beberapa kasus malaria transfusi.(3,9)
Tabel 1. Skizogoni Jaringan Pada Malaria(8)

Fase Praeritrosit

Besar Skizon

Jumlah Merozit

Spesies

P. Vivax

6-8 hari

45 mikron

10.000

P. Falciparum

5 -7 hari

60 mikron

40.000

P. Malariae

12-16 hari

45 mikron

2.000

P. Ovale

9 hari

70 mikron

15.000

Fase Aseksual Dalam Darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra paten. Masa
ini dapat dibedakan dengan masa tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria. (8,15)

Merozoit dilepaskan oleh skizon jaringan dan mulai menyerang eritrosit. Invasi merozoit
bergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin dan merozoit sendiri.(8)
Sisi anterior merozoit melekat pada membran eritrosit, kemudian membran merozoit menebal
dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi, membentuk vakuol
dengan parasit yang berada di dalamnya.(13,15)
Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini
berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil.
Beberapa diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan inti berada
di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut
bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda ini
disebut Trofozoit. Parasit mencernakan hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolisme berupa
pigmen malaria (hemozin dan hematin). Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam
parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam makin jelas pada
stadium lanjut.(8,13)
Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui proses pembelahan
yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti yang lebih kecil.

Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma untuk bentuk skizon. Skizon matang
mengandung bentuk-bentuk bulat kecil, terdapat inti dan sitoplasma yang disebut merozoit.(3)
Tropozoit muda atau bentuk cincin menjadi tropozoit tua lalu menjadi skizon dan akhirnya
skizon in kemudian pecah melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi. Merozoit ini memasuki
eritrosit lain dan mengulangi fase skizogoni selama infeksi dan menimbulkan parasitemia yang
meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respon imun hospes.(13,15)
Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit, yaitu menjadi lebih
besar, pucat dan bertitik-titik pada plasmodium vivax. Perubahan ini khas untuk spesies parasit.
Periodisitas skizogoni berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Daur skizogoni (fase eritrosit)
berlangsung 48 jam pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale, kurang dari 48 jam pada
plasmodium falciparum, dan 72 jam pada plasmodium malaria. Pada stadium permulaan infeksi
dapat ditemukan beberapa kelompok (Broods) parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda-beda
sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian, periodisitasnya
menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi gambaran tertiana atau kuartana.(9,15)
Fase Aseksual dalam Darah. Setelah 2 atau 3 hari generasi (3-15 hari) merozoit dibentuk,
sebagian merozoit tumbuh menjadi berbentuk seksual. Proses ini disebut gametogani
(gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Sebagian merozoit
berdiferensiasi menjadi gamet jantan dan betina yang berpindah ke nyamuk pada sa
at nyamuk menggigit pasien. Dengan demikian siklus seksual dimulai. Gametosit berdiferensiasi
lebih lanjut menjadi gamet jantan dan betina. Pembuahan terjadi dalam usus nyamuk.(8)
Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan
mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan
menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit,
lalu sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam air liur nyamuk dan menginfeksi manusia
lain melalui gigitan nyamuk. (10,12,15)
Gametosit mempunyai bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada plasmodium falciparum
bentuknya seperti sabit atau pisang bila sudah matang, pada spesies lain bentuknya bulat. Pada
semua spesies plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit)
mempunyai sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat, dan pada gametosit jantan
(mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus.
Kedua macam gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen.(8,9,15)
Parasit Dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)
Eksflagelasi. Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia yang mengandung
parasit malaria, parasit aseksual dicernakan bersama dengan eritrosit, tetapi gametosit dapat
tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8 yang masing-masing
menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 mikron menonjol ke luar
dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi)
hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop
pada sediaan darah basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut

mikrogamet, sedangkan makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) menjadi


gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk, mikrogamet tertarik oleh makrogamet
yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat
berlangsung. Hasil pertumbuhan disebut zigot.(8,9)
Sporogoni. Pada permukaan zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi dalam
waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak. Stadium seperti cacing ini
berukuran panjang 8-24 mikron dan disebut ookinet.(9)
Ookinet kemudian menembus dinding lambung ke permukaan luar lambung dan menjadi bentuk
bulat disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung Anopheles berkisar antara beberapa buah
sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatanbulatan semi transparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir pigmen. Letak dan
besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk tiap spesies plasmodium. Bila ookista makin
membesar sehingga berdiameter 500 mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak
lagi. Inti yang sudah membelah-belah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk
memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar betuk-bentuk yang kedua
ujungnya runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian
ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk untuk
mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk ini menyerap
darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit dimasukkan ke dalam luka tusuk dan mencapai
aliran darah hospes perantara. Sporogoni yang dimulai dari pematangan gametosit sampai
menjadi sprozoit infektif, berlangsung selama 8-35 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies
parasit.
Gambar 1.
Daur Hidup Parasit Malaria

Parasit malaria dalam siklus hidupnya membutuhkan dua hospes. Melalui aliran darah, nyamuk
Anopheles betina menginokulasi sporozoit ke dalam tubuh manusia (1). Sporozoites menginfeksi
sel hati (2) dan berkembang menjadi schizont (3), pecah dan mengeluarkan merozoites (4).
(catatan, P. vivax and P.ovale memiliki stadium dormant [hypnozoites] berdiam dalam hati dan
dapat menyebabkan kambuh kembali untuk menginvasi dalam darah beberapa minggu atau satu
tahun kemudian) sesudah memperbanyak diri dalam hati ini (exo-erythrocytic schizogony (A),
selanjutnya parasit memasuki perkembangbiakan secara asexual dalam erythrocytes
(erythrocytic schizogony ) (B ). Merozoites menginfesi sel darah merah (5). Stadium ring,
trophozoites mature selanjutnya menjadi schizonts, yang akan menghasilkan merozoites (6).
Beberapa parasit berubah menjadi bentuk stadium sexual erythrocytic (gametocytes) (7).
Stadium parasit dalam darah penyebab terjadinya gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit
ini
Gametocytes, jantan (microgametocytes) dan betina (macrogametocytes), masuk dalam tubuh
nyamuk Anopheles melalui darah yang terisap (8). Dalam tubuh nyamuk parasit memperbanyak
diri dengan cara sporogonic cycle (C ). dalam tubuh nyamuk microgametes melakukan penetrasi
ke macrogametes untuk menghasilkan zygotes (9). zygotes bergerak dan memanjang (ookinetes )
(10) keluar dari dinding lambung nyamuk untuk berkembang menjadi oocysts (11). Oocysts
tumbuh, matang, dan mengeluarkan sporozoites (12), selanjutnya hidup berdiam pada kelenjar
saliva. sporozoites siap diinokulasikan ke tubuh manusia lainnya untuk kembali melangsungkan
siklus
hidupnya
(1)

Tabel 2. Beberapa Sifat Perbandingan dan Diagnosis pada Empat


Spesies Plasmodium pada Manusia(8,10)

Plasmodium
P. Vivax

P. Ovale

P. Malariae

Falciparum

Daur praeritrosit

515 hari

8 hari

9 hari

10-15 hari

Hipnozoit

Jumlah merozoit hati

40.000

10.000

15.000

15.000

Skizon hati

60 mikron

45 mikron

70 mikron

55 mikron

Daur eritrosit

48 jam

48 jam

50 jam

72 jam

Eritrosit yang
dihinggapi

Muda &
normosit

Retikulosit & Retikulosit &


Normosit
Normosit
Normosit muda

Titik-titik eritrosit

Maurer

Schuffner

Pigmen

Hitam

Kunig tengguli Tengguli ra

Schuffner
(James)

Ziemann

Tengguli hitam

Jumlah merozoit
eritrosit

8024

12-18

8-10

Daur dalam nyamuk


pada 27 C

10 hari

8-9 hari

12-14 hari

20-28 hari

Pembesaran eritrosit

++

II.5. Cara Infeksi


Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit sampai dengan mengandung
sporozoit dalam kelenjar disebut masa tunas ekstrinsik.(8)
Sporozoit adalah bentuk infektif. Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu(11) :
1. Secara alami melalui vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan
tusukan nyamuk, dan
2. Secara induksi (induced), bila stadium aseksual dalam eritrosit masuk dalam badan manusia,
misalnya dengan transfusi, suntikan atau secara kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari
ibu yang menderita malaria melalui darah plasenta), atau secara sengaja untuk pengobatan
berbagai penyakit (sebelum PD II), demam yang timbul dapat menunjang pengobatan berbagai
penyakit seperti lues dan sindrom nefrotik.
II.6. Patologi

Luasnya kerusakan eritrosit tergantung pada lama dan beratnya infeksi. Hemolisis sering
mengarah pada peningkatan bilirubin serum dan pada malaria falciparum dapat sedemikian
parahnya sehingga menimbulkan hemoglobinuria (Black Water Fever). Pada setiap infeksi
malaria, derajat anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel-sel oleh parasit. Perubahanperubahan otogenik pada eritrosit oleh parasit kemungkinan menimbulkan hemolisis dan
peningkatan flagilitas osmotis terjadi dalam semua eritrosit baik yang terinfeksi maupun tidak.
Hemolisis juga dapat ditimbulkan oleh kuman atau primakuin pada penderita-penderita dengan
defisiensi Glukosa-6 fosfat dehidrogenase herediter. Pigmen yang dikeluarkan ke dalam sirkulasi
pada saat disintegrasi, berakumulasi dalam sel-sel retikuloendotelial limpa dimana folikelfolikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik dalam sel Kupffer hati, dalam
sumsum tulang, otak dan organ-organ lainnya. Timbunan pigmen-pigmen serta hemosiderin
menimbulkan warna abu-abu pada organ-organ.(8,9)
Keganasan malaria falciparum khas pada spesies tersebut. Merozoit yang terjadi di hati lebih
banyak dibandingkan pada spesies-spesies lainnya, juga terdapat dalam jumlah yang sama

banyaknya pada anak-anak maupun orang dewasa. Sehingga anak-anak secara proporsional
mengalami gelombang infeksi awal yang lebih besar. Anak-anak kecil terutama peka terhadap
parasitemia berat yang seringkali menimbulkan kematian.(9)
Delapan sampai dengan 18 jam setelah parasit memasuki eritrosit, sel-sel ini saling melekat satu
sama lain serta cenderung melekat pada endotel sinus-sinus dan pembuluh-pembuluh darah
terutama jika sirkulasi lambat. Sel-sel yang melekat itu terinfeksi dan tidak mampu kembali pada
sirkulasi umum, meskipun parasit di dalamnya mengalami pematangan dengan cara normal.
Dengan semakin banyak sel yang melekat, maka aliran dalam pembuluh secara progresif
mengalami hambatan dan sumbatan bahkan dapat terjadi robekan.(8)
Pada wanita hamil, kerusakan pada plasenta dapat menimbulkan kematian pada fetus atau
kelahiran prematur. Bayi yang lahir aterm dari wanita yang terinfeksi mempunyai berat lahir
lebih rendah dari bayi yang lahir dari ibu yang tidak terinfeksi dan hidup dalam kondisi yang
sama.(8,9)
Dilepaskannya merozoit pada tempat dimana sirkulasi mengalami perlambatan mempermudah
invasi pada eritrosit terdekat, sehingga parasitemia falciparum terjadi lebih berat dibandingkan
pada spesies lain dimana ruptur skizon-skizon memegang peranan pada sirkulasi aktif.
Sementara pada falciparum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur, P. vivax
terutama menyerang retikulosit-retikulosit, dan P. malariae menyerang eritrosit matang,
gambaran-gambaran yang cenderung membatasi parasitemia. Infeksi falciparum pada anak yang
tidak imun dapat berkembang dengan kepadatan sebesar 500.000 parasit/mm3; sehubungan
dengan itu, prognosisnya adalah buruk.(8)
II.7. Manifestasi Klinis

Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain(3,8,9) :


- Malaria tertiana
Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodormal
berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari
pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore
hari, dimana suhu meninggi kemudian turun menjadi normal.
- Malaria quartana atau Malaria malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari.
Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat.
- Malaria tropika atau Malaria serebral
Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang paling berbahaya
karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Demam tidak teratur, disertai gejala
terkenanya otak, koma, dan kematian mendadak..

- Malaria ovale
Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax, serangannya sama
hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang.
Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala lain diselingi
oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah periodisitasnya masa tunas intrinsik
pada malaria adalah waktu antara sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies parasit. (terpendek untuk
P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga tergantung pada cara infeksi, yang
mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah
yang mengandung stadium aseksual.(8,9,11,13)
Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria dalam darah
untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (Microscopic
threshold).(8,9)
Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara serangan
pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala lain seperti splenomegali.
Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium
ekso-eritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.(8,9)
Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya
sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi).
Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon setiap Brood (kelompok) menjadi matang setiap
48 jam sehingga periodisitas demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang disebabkan
oleh P. malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik parasit malaria yang
ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 13-17 hari
untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari untuk malaria malariae (terlama). Masa tunas
intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan dema
m pertama (first attack).(7,8,11)
Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium(8,9) :
a. Stadium frigonia (menggigil)
Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita menutupi badannya
dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya
menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak
sering disertai kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
b. Stadium akme (puncak demam)
Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali. Muka menjadi merah,
kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat. Biasanya ada mual dan

muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41C
(106F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.
c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)
Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah, suhu turun
dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur
nyenyak dan waktu bangun, merasa lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara periodik, bersamaan
dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga bergantung kepada jumlah parasit
(pyrogenic level, fever threshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit
(parasit count) pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris intermitens),
dapat juga remiten (febris remittens) atau terus menerus (febris kontinous).(7,8,11)
Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu: sakit kepala, tidak
nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah diikuti dengan masa bebas gejala
dimana penderita merasa sehat seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala
seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Serangan ini makin
lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam
badan dan karena adanya respon imun hospes.(7,8)
Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria ini. Serangan
demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi
stadium apireksia. Gejala infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps.
(8,9)

Relaps dapat bersifat(8,11) :


a. Rekrudensi (short term relapse)
Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul 8 minggu setelah
penyakit sembuh.
b. Rekurensi (long term relapse)
Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul
kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah sembuh.
Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada malaria menahun.
Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, tetapi kemudian limpa berubah
berwarna hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam
kapiler dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung parasit dan butirbutir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau
dalam sel fagosit raksasa hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler

dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun jaringan ikat makin
bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.(8,11,13)
Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang
menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran
eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah
hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara
mendadak.(8,11,13)
Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain(8,9,10,11,14) :
1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di
dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peranan.
2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama.
3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam
sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.
4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.
Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan organ yang
sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria
berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran, kejang-kejang, diare sampai
kehilangan kesadaran. (8,13)
Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
mereka yang sebelumnya tanpa kontak (dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap penyakit
dan akan mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksi-infeksi malaria
berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal masa kanak-kanak dan mencapai derajat
toleransi tinggi pada sekitar usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan perkembangannya dapat
mengalami gangguan.(8,9)
Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari setelah infeksi.
Dapat diobservasi adanya perubahan-perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih, anoreksia,
menangis tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat, kemungkinan demam
tidak ditemukan atau meningkat secara lambat selama 1-2 hari atau awitan dapat mendadak
dengan peningkatan suhu tubuh hingga 40 C (105 F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala
menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian pendek atau dapat berlangsung
selama 2-12 jam. Pola karakteristik biasanya tidak jelas pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhankeluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri umum terutama punggung serta kadangkadang nyeri pada abdomen jika limpa membesar dengan cepat serta nyeri tekan.(8)
Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu brood, demam merupakan
manifestasi karakteristik yang terjadi dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72 jam
pada keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika demam turun. Tidak

jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung jenis eritrosit dan kadar hemoglobin dapat
menurun dengan cepat; leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering terjadi.(9)
Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan dapat terus menerus, dapat
ditutupi oleh manifestasi berat yang berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau saluran kemih.
Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma dan cairan serebrospinal
normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi bakteri atau virus pada SSP). Mual dan muntah yang
menetap, hati yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat berlanjut menjadi kegagalan
hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat menyerupai tanda-tanda appendisitis akut.(8,9,13)
Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada infeksi P. falciparum,
kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan bahkan ruptura limpa dan setelah seranganserangan berulang, limpa dapat menjadi sangat besar dan keras. Splenomegali Idiopatis (yang
disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon imun yang abnormal terhadap
P. malariae. Pada anak-anak yang mengalami malnutrisi di negara-negara berkembang,
pembesaran limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer antibodi
fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia.(8,13)
I
I.8. Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam teori dan
hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang
mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang
dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat
dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik.(9,13)
Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut(8,9,13 :
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung parasit dan yang
tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan
hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang rupanya
menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak
terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit
malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin,
ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit
pernafasan pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi

sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in vitro
dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler.
Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung
dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut P.
falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ
tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan
(sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi lebih permeabel)
dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut.
II.9. Diagnosis

Diagnosis malaria tergantung pada ditemukannya parasit malaria pada sediaan darah tepi.
Plasmodium dapat dideteksi dan diidentifikasi secara mikroskopis dalam preparat darah yang
diwarnai menurut Giemsa atau Wright. Ciri lainnya adalah adanya monosit yang berisi pigmen.
Petunjuk penting, terutama untuk malaria kronis berupa timbulnya antibodi spesifik. Kini sedang
dikembangkan tes ELISA untuk mendeteksi antigen dan metode untuk menemukan DNA parasit.
Pasien baru dapat dinyatakan bebas malaria bila 2-3 preparat darah yang diambil tiap hari selama
3-4 hari memberikan hasil negatif pada tes pewarnaan.(10,11,12,15)
Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis. Penunjang
laboratorium terutama berguna untuk(8) :
1. Diagnois pada kegagalan obat
2. Penyakit berat dengan komplikasi
3. Mendeteksi penyakit tanpa pemyulit di daerah tidak stabil atau daerah dengan transmisi
rendah, dan untuk membedakan P. falciparum dan P. vivax di daerah dimana terdapat infeksi oleh
kedua jenis parasit tersebut.
II.10.Kekebalan Pada Malaria
Kekebalan terhadap malaria merupakan suatu keadaan kebal terhadap infeksi dan berhubungan
dengan proses-proses penghancuran parasit atau terbatasnya pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Pada malaria mungkin terdapat kekebalan bawaan (alam) dan kekebalan
didapat.(8)

Kekebalan bawaan pada malaria merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada pada hospes,
tidak berhubungan dengan infeksi sebelumnya, misalnya(9) :
1. Manusia tidak dapat diinfeksi oleh parasit malaria pada burung atau binatang pengerat
2. Orang negro di Afrika Barat relatif lebih kebal terhadap P.vivax oleh karena mempunyai
golongan darah Duffy (-), dimana mungkin Duffy (+) merupakan reseptor untuk P.vivax.
3. Orang yang mengandung Hb S heterozigot lebih kebal terhadap infeksi P.falciparum oleh
karena tekanan O2 yang lebih rendah dalam kapiler organ dalam, Hb S dapat mengubah bentuk
eritrosit (bentuk sabit) dan parasitnya tidak dapat hidup serta mudah difagositosis. Demikian pula
pada orang dengan beta-thalassemia dan hemoglobin fetal yang menetap (Hb F)
4. Defisiensi G-6-PD pada eritrosit dapat melindungi organ terhadap infeksi berat.
Kekebalan didapat (acquired immunity) terjadi secara aktif atau pasif. Kekebalan aktif
merupakan peningkatan mekanisme pertahanan hospes akibat infeksi sebelumnya. Kekebalan
pasif ditimbulkan oleh zat-zat protektif yang ditularkan dari ibu ke bayi transplasental atau
melalui suntikan dengan zat yang mengandung serum orang kebal (hiperimun). Di daerah
endemi malaria terdapat kekebalan kongenital (atau neonatal) pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
dengan kekebalan tinggi.(8,9)
Kekebalan residual ialah kekebalan terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi terdahulu
dengan strain homolog spesies parasit malaria. Kekebalan ini menetap beberapa waktu.(8)
Di daerah endemi dengan transmisi malaria yang tinggi hampir sepanjang tahun, penduduknya
sangat kebal dan hampir sebagian besar dalam darahnya terdapat parasit malaria dalam jumlah
kecil. Keadaan kebal pada hospes yang telah diinfeksi sebelumnya dengan parasitemia
asimptomatik disebut premunisi.(8)
II.11. Penatalaksanaan

Penggunaan obat anti malaria ttidak terbatas pada pengobatan kurattif saja, tetapi juga
termasuk(9,11) :
1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya
gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis ini pada infeksi
malaria oleh P.falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase ekso-eritrosit
2. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid
3. Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi
sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti gametosid atau sporontosid.
II.11.1.Pengobatan

Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih
dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam
jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan. Atabrine
(Quinacrine hidrochroliode) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya
lebih rendah. Sejak akhir PD II, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan
menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria
dibandingkan dengan Atabrine atau Quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling
rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan
secara terus menerus.(9,15)
Namun baru-baru ini strain plasmodium
falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan
terhadap klorokuin, serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di
Vietnam, dan juga di Semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin
kurang efektif terhadap strain plamodium falciparum. Sering dengan munculnya strain parasit
yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa
(Anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida, seperti DDT, telah mengakibatkan
peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya kasus
penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat
yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah
tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah
menyebar, dapat diberikan obat anti malaria sepert profilaksis (obat pencegah).(2,4,6,8,15)
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat diberikan
sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk mencegah timbulnya
gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi yang sudah terjadi terdiri dari
serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk mencegah transmisi atau penularan bila obat
digunakan terhadap gametosit dalam darah.(8,9)
Sedangkan dalam program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu(8,9) :
1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk mengurangi gejala
klinis malaria dan mencegah penyebaran
2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka panjang
3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria secara teratur.
Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi wabah.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain(11,15) :
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu proguanil, pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin, dan amodiakuin

4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid yang ampuh
bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan
amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoid dalam
nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Protokol untuk pengobatan malaria rawat jalan atau rawat inap sebagai berikut(3,8,10,11,13,15) :
1. Klorokuin bisa diberikan total 25 mg/KgBB selama 3 hari, dengan perincian sebagai berikut :
Hari pertama 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgBB
(maksimal 600 mg basa) dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (maksimal 300 mg basa) + Primakuin 1
hari. Atau hari I dan II masing-masing 10 mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB + Primakuin 1 hari
2. Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari ke IV masih demam, atau hari ke VIII
masih dijumpai parasit dalam darah, maka di berikan :
a. Kina Sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau
b. Fansidar atau suldox dengan dasar dosis pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau sulfadoksin 20-30
mg/kgBB single dose (usia diatas 6 bulan)
3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari ke IV masih demam atau hari ke VIII masih
dijumpai parasit maka diberikan :
a. Tetrasiklin HCL 50 mg/kgBB, sehari 4 kali selama 7 hari + fansidar/suldox bila belum
mendapat pengobatan butir 2a atau
b. Tetrasiklin HCL + kina sulfat bila sebelumnya mendapatkan pengobatan butir 2b. Dosis kina
dan fansidar/suldox sesuai butir 2a dan 2b (tetrasiklin hanya diberikan pada umur 8 tahun atau
lebih)
4. Bila tersedia dapat di beri obat-obat sebagai berikut :
a. Meflokuin15 mg/kgBB (maksimum 1000 mg) dibagi dalam 2 dosis dengan jarak waktu
pemberian 12 jam secara terpisah. Meflokuin tidak boleh diberikan sebelum lewat 12 jam
pemberian lengkap kina parenteral
b. Halofantrin 8 mg basa/kgBB setiap 6 jam untuk 3 dosis
5. Untuk pencegahan relaps pada P. Vivax dan P. Ovale (untuk umur > 5 tahun) diberikan
primakuin 0,3 mg basa/kgBB/hari selama 14 hari (maksimal 26,3 mg/hari)
Sedangkan menurut WHO (1971), pengobatan malaria secara radikal tertera pada tabel berikut:

Tabel 3. Pengobatan Malaria Secara Radikal (10)

Malaria

Umur

Hari

Nivaquine

Primakuin

Pemberian

(Klorokuin
basa)

basa

Tertiana

< 1 thn

75-150 mg

Tropika

1-4 thn

75-150 mg

Malaria

4-8 thn

dois

8-15 thn

150-300 mg

2,5 mg

150-300 mg

2,5 mg

dosis

2,5 mg

300-400 mg

5 mg

300-400 mg

5 mg

dosis

5 mg

400-600 mg

10 mg

400-600 mg

10 mg

dosis

10 mg

Seseorang memerlukan perawatan dan pengobatan dengan kina sulfat oral atau kina HCL
intravena apabila terdapat gejala malaria berat, yaitu(8,9,11) :
1. Anemia (Hb 7,1 g/dl atau kurang)
Kebutuhan tranfusi bukan hanya berdasarakan atas kadar hemoglobin saja tetapi harus di lihat
pula densitas parasitemia dan keadaan klinis. WHO menganjurkan kadar hematokrit sebagai
patokan anemia; kadar hematokrit 15% merupakan indikasi pemberian tranfusi darah (10
ml/kgBB packed red cells atau 20 ml/kgBB whole blood). Jika tidak tersedia pemeriksaan darah
untuk HIV, lebih baik digunakan darah segar dari keluarga yang lebih tua karena ini dapat
menurunkan resiko infeksi HIV; furosemid 1-2 mg/kgBB sampai maksimal 20 mg, dapat
diberikan secara intravena untuk menghindari kelebihan cairan.

2. Malaria serebral
Diberikan infus kina dihidroklorida, dosis 10 mg/kgBB/kali dilarutkan dalam 20-100 ml infus
garam fisiologis atau dextrose 5 % dan diberikan selama 2-4 jam 3 kali sehari selama pasien
belum sadar (maksimal 3 hari), tetapi apabila pasien telah sadar (walaupun belum 3 hari), kina
dilanjutkan per-oral hingga total IV + oral selama 7 hari. Dapat di tambahkan fansidar atau
suldox dengan dosis seperti diatas (melalui sonde). Penderita koma harus diberi perawatan yang
sangat cermat. Pasang kateter urin dengan teknik steril kecuali penderita anuria. Lakukan
pencatatan yang tepat mengenai pemasukan dan pengeluaran cairan. Pantau dan catat tingkat
kesadaran, suhu, frekuensi pernafasan, tekanan darah dan tanda-tanda vita
l. Berikan suntikan natrium fenobarbital intramuskular tunggal dengan diazepam atau
paraldehida. Suntikan diazepam secara intravena perlahan 0,3-0,5 mg/kgBB (maksimal 10 mg)
atau suntikan paraldehida intramuskular (0,1 mg/kgBB) dengan alat suntik kaca atau plastik
sesegera mungkin. Diazepam juga dapat diberikan secara rektal (0,5-1 mg/kgBB) jika suntikan
intravena tidak memungkinkan.
3. Dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit
Asidosis laktat sering terjadi sebagai komplikasi malaria berat, ditandai dengan peningkatan
kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal. Larutan garam fisiologis isotonis atau
glukosa 5 % segera diberikan dengan hati-hati dan diawasi tekanan darahnya. Di rumah sakit
dengan fasilitas pediatri gawat darurat, dapat dipasang Central Venous Pressure (CVP) untuk
mengetahui kebutuhan cairan lebih cermat. Apabila telah tercapai rehidrasi, tetapi jumlah urin
tetap < 1 ml/kgBB/jam maka dapat diberikan furosemid inisial 2 mg/kgBB kemudian dilanjutkan
2x dosis dengan maksimal 8 mg/kgBB (diberikan dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki
oksigenasi, bersihkan jalan nafas, beri oksigen 2-4 liter/menit, dan apabila diperlukan dapat
dipasang ventilator mekanik sebagai penunjang
4. Hipoglikemia
Dalam menghadapi malaria berat, terutama pada anak yang mengalami penurunan kesadaran
perlu diberikan glukosa rumatan untuk mencegah hipoglikemia yang disebabkan anak tidak bisa
makan. Diberikan larutan rumatan glukosa 5 % atau glukosa konsentrasi tinggi secara
intermitten. Apabila terjadi hipoglikemia berikan glukosa 40 % (0,5-1,0 ml/kgBB) dilanjutkan
dengan cairan rumatan glukosa 10 % sambil dilakukan pemeriksaan kadar gula darah berkala
atau mempergunakan dextro-stick. Pemantauan glukosa darah harus terus menerus dilakukan
bahkan setelah nampak perbaikan, sebab hipoglikemia dapat berulang.
5. Gagal ginjal
Keadaan dehidrasi harus diatasi terlebih dahulu. Apabila dipasang CVP, pertahankan CVP pada
tekanan 0-5 cmH2O. Dialisis peritoneal dilakukan apabila anak tetap mengalami oliguria
sedangkan rehidrasi telah teratasi dan kadar ureum serta kreatinin meningkat.
6. Edema Paru Akut

Anak di tidurkan setengah duduk, diberikan oksigen konsentrasi tinggi dan diuretik intravena.
Pemberian ventilator mekanik dapat di pertimbangkan bila terjadi gagal nafas dan fasilitas
memungkinkan. Apabila edema paru disebabkan oleh pemberian cairan intravena yang
berlebihan, segera hentikan pemberian cairan intravena, berikan furosemid 1 mg/kgBB/kali dan
diulangi bila perlu.
7. Perdarahan
Pasien dapat diberi darah segar, fresh frozen plasma (berisi faktor pembekuan) dan suspensi
trombosit. Bila terdapat perpanjangan kadar protrombin dan partial thromboplastin, dianjurkan
pemberian vitamin K 10 mg perlahan-lahan.
8. Hiperpireksia
Bila suhu >39 C segera beri kompres hangat dan antipiretik parasetamol 15 mg/kgBB peroral
atau melalui sonde lambung.
9. Untuk malaria biliosa, obat anti malaria diberikan setengah dosis tetapi waktu pemberian dua
kali lebih panjang dari pengobatan malaria pada umumnya.
10. Hemoglobinuria Malaria, jika terdapat parasitemia maka pengobatan antimalaria yang sesuai
harus di teruskan. Tranfusikan darah segar untuk mempertahankan nilai hematokrit diatas 20 %.
Pantau tekanan vena jugularis atau sentralis untuk menghindari kelebihan cairan dan
hipervolemia. Berikan furosemid 1 ml/kgBB secara intravena. Jika timbul oliguria disertai kadar
ureum dan kreatinin serum yang meningkat, mungkin perlu di lakukan dialisis peritoneal atau
hemodialisis.
II.11.2.Pencegahan
Obat-obat pencegah malaria seringkali digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari
bepergian.(11)
Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa
vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan
keefektifan dan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berusaha untuk
menemukan vaksin untuk pengobatan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan
sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk
menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap plasmodium falciparum namun
masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya. Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif
mencegah malaria. Mayoritas obat-obatan yang tersedia untuk melawan malaria adalah juga
digunakan sebagai pencegah.(8,15)
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal berikut untuk
membantu mencegah merebaknya malaria(9) :
Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur

Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk mendekat
Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat lain yang bisa
menjadi sarang nyamuk
Secara Umum pencegahan malaria dapat meliputi(5,8,9,10,11,15) :
1. Pemakaian obat antimalaria
Semua anak dari daerah non endemik malaria apabila masuk ke daerah endemik malaria, maka 2
minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemik malaria, setiap
minggunya diberikan obat antimalaria. Tetapi hati-hati dalam menggunakan obat karena
penggunaan yang berlebihan dapat berakibat fatal.
a. Proguanil (2dd 100 mg p.c.) untuk daerah dengan hanya P.vivax dan/atau tanpa resistensi
terhadap P.falciparum.
b. Klorokuin basa 5 mg/kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali seminggu untuk
daerah dengan resistensi terhadap proguanil. Atau juga kombinasi kloroquin dan proguanil.
c. Meflokuin (1x seminggu 250mg p.c.) untuk daerah dengan resistensi P.falciparum terhadap
proguanil dan klorokuin (misalnya Irian Jaya, Afrika, dan daerah Amazone). Sebaiknya
meflokuin sudah diminum 3 minggu sebelum tiba di daerah yang sangat rawan malaria.
Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik
dengan pengobatan ataupun sebagai pencegahan.
d. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/kgBB atau sulfa-doksin 10-15
mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan atau lebih)
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk
b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk
3. Vaksin malaria
Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah penyakit ini,
tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit malaria menimbulkan kesulitan
pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria di tujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu :
1). Proteksi terhadap ketiga stadium parasit : a. sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan
menginfeksi manusia, b. merozoit yang menyerang eritrosit, dan c. gametosit yang menginfeksi
nyamuk

2). Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan.


Jadi, pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan di capai. Vaksin sporozoit P.falciparum
merupakan vaksin yang pertama kali di uji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada anak dan ibu hamil.(5,8,9)
Awal tahun 1997 dilaporkan bahwa WHO akan mensponsori pembuatan vaksin dr.Patorroyo
(Colombia). Vaksin ini hanya memberikan perlindungan terhadap malaria tropika sebanyak 30%
dari orang yang disuntik, tetapi mengingat adanya lebih dari 1 juta orang pengidap malaria yang
meninggal setiap tahunnya di afrika, maka kampanye vaksinasi akan terus dilangsungkan.(1,15)
II.12. Prognosis

Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik, tidak menyebabkan
kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata dapat berlangsung sampai 3 bulan atau
lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps, sedangkan P
. Malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan relaps, pernah dilaporkan
sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi
P. falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat
dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk.(8,11)
WHO mengemukakan indikator prognosis buruk apabila(8) :
Indikator klinis:
a. Umur 3 tahun atau kurang
b. Koma yang berat
c. Kejang berulang
d. Refleks kornea negatif
e. Deserebrasi
f. Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)
g. Terdapat perdarahan retina
Indikator laboratorium:
a. Hiperparasitemia (>250.000/ml atau >5%)
b. Skizontemia dalam darah perifer

c. Leukositosis
d. PCV (packed cell volume) <20 %
e. Glukosa darah <40 mg/dl
f. Ureum >60 mg/dl
g. Glukosa likuor serebrospinalis rendah
h. Kreatinin > 3,0 mg/dl
i. Laktat likuor serebrospinalis meningkat
j. SGOT meningkat > 3 kali normal
k. Antitrombin rendah
l. Peningkatan kadar plasma 5-nukleotidase

INET 2
MALARIA
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata
lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa
dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin
menggigil) serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang

manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat,
yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali
dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan
residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat.
Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa
dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini
masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara.
Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen
diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan
penyebab utama kematian di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah
yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut.
Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota
(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang
bermukim didaerah tersebut.
Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies
parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin
menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai
pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling
ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan
gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi
(dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian
besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan
darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana
yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama
daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak
terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian
akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria
yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip
dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari
sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan
menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga
menyebabkan demam.
Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona,
yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan
pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan

Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu
lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang
dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan
demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria
dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar
racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif
tanpa perlu digunakan secara terus menerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan
malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat
anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di
semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang
efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain
parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis
nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida
seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di
beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami
peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan
Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para
turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah
menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu
setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain
malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai
pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan
pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit
malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya
sebagai pencegahan.
Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria.
Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna
keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli
lainnya tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum.
Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan
dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan
demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun
masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria
disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang
masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina (
WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ
tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah
Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium
malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium

falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan


palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan
negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang
mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah
atau timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis
parasit malaria yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )
Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit
malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk
masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya,
membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel
hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk
stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda
sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit
sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk
gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan
melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung
nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet
betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet,
kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah
ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur
nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P.
Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang
berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di
jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang
menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila
suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu
lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan
terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya
1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah
diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk
malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan
bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan
seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya
malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak
merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua
di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat,
sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami
sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %,
hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis
(sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi
sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan
pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 %

jumlah penduduk.
PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :
Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila memungkinkan)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji
fungsi ginjal dan lain-lain untuk mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi
lain, misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.
Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting
yaitu :
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
Pengobatan terhadap komplikasi
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas
sebelum dirujuk adalah :
A. Tindakan umum
B. Pengobatan simptomatik
C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis
tunggal)
A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :
Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan
yang lebih tinggi, dengan cara :
Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan
beri oksigen (O2)
Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)
Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan,
tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui
perkembangannya)
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria
diagnostik mikroskopik.
Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi, warna
kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.
Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk
Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita,
riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding,
tindakan & pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan
lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak untuk dirujuk
maka harus menandatangani surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan
vital sign disatukan kedalam status penderita.

B. Pengobatan simptomatik :
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x,
beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan
jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan
diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg
IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.
C. Pemberian obat anti malaria spesifik :
Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk
malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan
pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM
(dosis tunggal).
Cara pemberian :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg)
dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8
jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama
setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral
dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari
dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan
kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan
kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat
diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk
pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka
dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan
parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB

Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari
hipotensi postural berat.
Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan
penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas),
yaitu :
Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.
Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan
simptomatik)
Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI
1. Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan
sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak
bentuk yang berat.
Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk,
stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang
dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi
atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post iktal jarang
menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih raguragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti
meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.
Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :
Ensefalopathy difus simetris.
Kejang umum atau fokal.
Tonus otot dapat meningkat atau turun.
Refleks tendon bervariasi.
Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.
Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.
Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.
Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.
Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem
kadang terlihat.
Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus

disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).


Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan.
Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan perubahan sensorium
harus diobati sebagai serebral malaria, sementara menyingkirkan
meningoensefalitis yang biasa terjadi di tempat itu.
Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria berat.
Disamping pemberian obat anti malaria spesifik, beberapa hal penting perlu
diperhatikan :
Perawatan pasien tidak sadar.
Pengobatan simptomatik : pengobatan hiperpireksia dan pengobatan yang cepat
bila ada kejang. Cara pemberian anti piretik dan antikonvulsan seperti sudah
dijelaskan diatas.
Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.
Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien dengan
pemasangan IV-line, intubasi endotracheal atau kateter saluran kemih. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang sering
terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat
terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hypostatic pneumonia.
Hal-hal yang perlu dimonitor :
Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap
6 jam.
Hitung parasit setiap 12-24 jam.
Hb & Ht setiap hari.
Gula darah setiap 4 jam.
Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin & kalium darah pada
komplikasi gagal ginjal ).

Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)


Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi
menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :
? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya
? Obat anti inflamasi yang lain
? Anti udem serebral (urea, manitol)
? Dextran berat molekul rendah
? Epinephrine (adrenalin)
? Heparin.
Penatalaksanaan pasien koma
Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing, C=Circulation) + D=Drug
[defibrilasi].
Airway ( jalan nafas ) :
Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll
Pasien posisi lateral
Tempat tidur datar/tanpa bantal.
Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan jalan :
posisi lateral dan pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung.
Breathing (pernafasan) :
Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi , misal : O2, dan
rujuk ke ICU.
Circulation (kardiovaskular) :
Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor kulit, dll.
Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat
intake dan output cairan secara akurat.
Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mengukur volume
urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui
dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila volume
urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain dehirasi),
maka tambahkan intake cairan melalui IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam,
kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )
Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan
menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor
kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat
memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide
20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi
dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.
3. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil
sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina menyebabkan hiperinsulinemia),

maupun penderita malaria berat lain dengan terapi kina. Penyebab lain diduga
karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan :
a. Berikan 10 ? 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus (anak-anak : 1 ml/Kg
BB)
b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan
berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria? dan septikaemia
Sering terlihat pada pasien-pasien dengan :
Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan kurang)
Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria)
Perdarahan masif GI tract
Mengikuti ruptur limpa
Dengan komplikasi septikaemia gram negative
Kolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory
distress dan gangguan fungsi / kerusakan jaringan.
Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik < 70 mm Hg pada orang dewasa dan <
50 mm Hg pada anak-anak, konstriksi vena perifer.
Gejala khas : kulit dingin, suhu 38-40 oC, mata cekung, cianosis pada bibir dan
kuku, nafas cepat, nadi cepat dan dangkal, nyeri ulu hati, dapat disertai
mual/muntah, diare berat.
Tindakan :
Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat (NaCL 0,9 %, ringer
laktat, dextrose 5 % in saline), plasma expander (darah segar, plasma, haemacell
atau bila tidak tersedia dengan dextran 70) dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama 500
ml, bila tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri 1000 ml, tetes
diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
Bila memungkinkan, monitor dengan CVP ( tekanan dipelihara antara 0 s/d +5 cm)
Bila terjadi hipovolemia menetap, diberikan Dopamin dengan dosis inisial 2
ug/Kg/menit yang dilarutkan dalam dextrose 5 %. [pada hipovolemia kontra indikasi
untuk pemberian inotropik karena tidak akan menaikkan TD malah menimbulkan
takikardi yang justru akan merugikan. Bila hipovolemia sudah teratasi tapi TD
belum naik, kemungkinan kontraktilitas miokard yang jelek ? diperbaiki dengan
pemberian Dobutamin, bukan Dopamin, dengan dosis sampai 20 g/kg BB/m] dosis
dinaikkan secara hati-hati sampai tekanan sistolik mencapai 80-90 mm Hg.
Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglokemia.
Buat kultur darah dan resistensi test. Mulai segera pemberian antibiotik broad
spektrum, misal : generasi ketiga sefalosporin bila tersedia, yang dapat dikombinasi

dengan aminoglikosida bila fungsi renal sudah dipastikan baik (periksa juga ureum
& kreatinin darah)
Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balas cairan
secara akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 % atau
NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit.
Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB
(23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10
ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit
Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan
mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi gagal
ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat
tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun ARF sering
terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi
kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan
oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara akurat.
Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum
kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.
Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa
atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak setelah diobservasi/diukur selama 4-6
jam) disertai tanda klinik dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan
terus berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload.
Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans cairan, pemeriksaan
auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP)
bila tersedia dan observasi volume urin.
Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg IV, observasi urin
output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid ditingkatkan progresif sampai
maksimum 200 mg [dosis furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit. Bila
masih tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar ureum &
kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF.
Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis bila
terjadi ARF. ARF biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat.
ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat berbahaya
bila tidak ditanggulangi secara cepat.
Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-batuk, tensi
meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi paru ada ronki basah di basal
bilateral paru, auskultasi jantung mungkin terdengar bunyi jantung tambahan
(bunyi ke 3) dan JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak
nafas berat.

Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian cairan.


Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS
dengan fasilitas dialisis.
Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk mencari terjadinya
hiperkalemia, asidosis metabolik serta gangguan keseimbangan asam-basa.
Catatan :
Normal kadar ureum darah : 20 - 40 mg/dl, kreatinin N : 0,8 ? 1,1 mg/dl.
Indikasi dialisis :
Klinik :
Tanda-tanda uremik
Tanda-tanda volume overload
Pericardial friction rub
Pernafasan asidosis setelah rehidrasi
Indikasi laboratorium :
Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga didiagnosis melalui EKG)
Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.
6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)
Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada negaranegara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria.
Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada
kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi dan
saluran pencernaan.
Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.
Tindakan :
Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau
partial tromboplastin time memanjang.
Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20 ml /kgBB
Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.
Perbaiki keadaan gizi penderita.
7. Edema paru
Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya.
Edema paru terjadi akibat :
ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda ARDS: timbul akut, ada
gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 < 200, tidak
ada gejala gagal jantung kiri]
Over hidrasi akibat pemberian cairan.
ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan permeabilitas kapiler di
paru.
ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal

- Pernafasan dalam
- Sputum : ada darah dan berbusa.
- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.
Perbedaan ARDS dengan fluid overload :
ARDS Fluid overload
Balans cairan Normal Input > output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi
JVP Normal Meninggi
Tindakan :
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya
dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi :
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis
ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan tandatanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan tidak
cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :
? Posisi pasien duduk.
? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak
250-500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien
sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.
8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)
Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang
mempunyai prognosis jelek.
Tindakan :
1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb
sangat menurun maka beri transfusi darah.
2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.
9. Asidosis metabolik
Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk
diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis,
anemia, hipoksia, dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan
bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF, hipovolemia, udem
paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi (cepat dan
dalam), penurunan PH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan

dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan


mengakibatkan kematian.
Tindakan :
a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb < 5
g%), maka beri transfusi darah segar atau PRC.
b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi dengan
pemberian larutan natrium bikarbonat [hati-hati koreksi dengan bicarbonat dapat
meningkatkan PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium
bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2
jam
c. Bila sesak nafas, beri O2.
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk
10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravascular dan
hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang
dipakai sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya
hemolisis. Tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater
biasanya sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga
menjadi gagal ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.
Tindakan :
? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.
? Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah
? Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.
? Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas hemodialisis.
11. Hiperparasitemia.
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 % dan adanya
skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Tetapi di daerah endemik
tinggi, sebagian anak-anak imun dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30
%) sering tanpa gejala.
Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi berat.
Tindakan :
1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.
2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.
3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :
? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti : serebral malaria,
ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.
? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal.
? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut usia, adanya late stage
parasites/skizon pada darah perifer)

4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)


V. PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)
Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat
eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat
harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat
sampai 4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :
Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman
untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini
aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract
seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi
dengan meminum obat sesudah makan.
Pencegahan pada anak :
OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5
mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya
dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk
suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak
digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.
Pencegahan perorangan
Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap
penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin.
Cara pengobatannya :
- Bagi pendatang sementara :
Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selama berada di
daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah
malaria.
- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :
Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan
tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama
musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu
dianjurkan hanya untuk 3 ? 6 bulan saja.
Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Lihat tabel berikut :
Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)
( frekuensi 1 x seminggu )
0?1
1?4

5?91
10 ? 14 1
> 15 2
Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang
sedang berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan
pengawasan yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pospos pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut,
atau melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain
selain obat anti malaria.
Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.
VI. PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan &
kecepatan pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ
? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
VI. RUJUKAN PENDERITA
Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap
dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.
Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang
diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang
sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.
Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :
Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Malaria dengan komplikasi

2. Malaria congenital pada bayi


3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)
Farmokodinamikanya: kerja obt klorokuin
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan
RNA terganggu

Anda mungkin juga menyukai