DISUSUN OLEH :
R BUANA PUTRA
NIM. 1509113206
Fakultas Hukum
Universitas Riau
Pekanbaru
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Sumber Sumber Islam. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan oleh Dosen saya di Universitas Riau.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Pekanbaru,
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2
A.
B.
C.
D.
E.
DAFTAR PUSTAKA
4.
menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar
nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau
peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash
karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.
IJMA
Ijma menurut para ahli ushul fiqh adalah kesepakatan para mujtahid di
kalangan ummat islam pada suatu masa setelah Rasulullah saw. Wafat
atas hokum syara mengenai suatu kajadian, Apabila terjadi suatu
kejadian yang dihadapkan kepada semua mujtahid dari ummat islam pada
waktu kejadian itu terjadi.dan mereka sepakat atas hukum mengenainya,
maka kesepakatan mereka itu disebut ijma. Kesepakatan mereka atas
satu hukum mengenainya dianggap sebagai dalil, bahwasanya hokum
tersebut merupakan hokum syara mengenai kejadian itu. Dalam defenisi
itu hanyalah disebutkan sesudah wafat Rasulullah saw., karena pada masa
hidup Rasulullah, beliau merupakan rujukan pembentukan hukum islam
satu-satunya, sehingga tidak terbayangkan adanya perbedaan dalam
hokum syari, dan tidak pula terbanyangkan adanya kesepakatan, karena
kesepakatan tidak akan terwujud kecuali dari beberapa orang.
1. Tafsir Al Jalalain
Tafsir Al Jalalain adalah tafsir ringkas yang ditulis oleh dua orang Al
hafidz/Al hafidzaan, yaitu Al Hafidz Al Mahali dan Al Hafidz As
Suyuthi. Mereka berdua digelari dengan Jalaluddin, oleh karena itu
dinamakan Al Jalalain, yaitu tafsir dari Jalaluddin Al Mahali dan
Jalaluddin As Suyuthi. Kemudian karena Jalaluddin Al Mahali
4
yang bernama ad-Daudhi, guru beliau ada 51 orang, hasil karyanya lebih
dari 500 buah. Ia juga seorang yang piawai dalam kecepatan menurut
ad-Daudi dalam satu hari pernah beliau mampu menulis sebanyak tiga
fel karya tulis. Ketenaran hasil karyanya tidak disangsikan lagi karena
telah menyebar di seluruh kawasan Timur dan Barat serta diterima oleh
banyak orang. Setelah usianya menginjak 40 tahun, beliau istirahat dari
kegiatan menulisnya dan mengisi sisa usianya hanya untuk beribadah
kepada Allah swt. Untuk itu beliau tinggal di Raudatul Miqyas, tidak
berpindah dari sana sampai meninggal dunia.
3. Tafsir Al-Maraghi:
Tafsir Termasyhur dari Abad Dua Puluh Kitab Tafsir ini sangat menarik
sekaligus kontroversial, karena ditulis oleh ulama modern yang
pemikirannya dianggap dekat dengan kaum mutazilah. Ulasan tafsirtafsir kontemporer ini ini akan dimulai dengan yang paling populer,
yakni Tafsir Al-Maraghi karya ulama besar Universitas Al-Azhar Mesir,
Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Tafsir yang terbagi dalam 10 Jilid
itu diterbitkan untuk pertama kalinya oleh Maktabah al-Babi al-Halabi
(Kairo) pada tahun 1369 H/1950 M atau dua tahun sebelum penyusunnya
wafat. Meski di kalangan penganut tafsir salaf dianggap kontroversial
dan banyak ditinggalkan, Tafsir Al-Maraghi sangat digemari oleh para
pelajar yang mengkaji tafsir di bangku perguruan tinggi. Gaya
penafsirannya dianggap modern, yakni berusaha menggabungkan
berbagai madzhab penafsiran, terutama metode tafsir bil matsur
(berdasarkan hadits) dan tafsir bir rayi (berdasarkan logika), yang
belakangan mengundang kontroversi.
Ahmad Musthafa al-Maraghi adalah seorang ahli tafsir terkemuka dari
kebangsaan Mesir, ia murid dari syekh Muhammad Abduh. Nama
lengkap Ahmad Musthafa al-Maraghi adalah Ibnu Mustofa Ibnu
Muhammad Ibnu Abdul Munim al-Maraghi. Dilahirkan pada tahun 1881
M (1298 H) di sebuah kampung di negara Mesir yang disebut dengan
nama Maragah dan kepada dusun tempat kelahirannya itulah namanya
dihubungkan. Setelah beranjak dewasa, Ahmad Musthafa al-Maraghi
pindah ke Kairo untuk mendalami berbagai cabang ilmu keislaman dan
dia juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Abduh, seorang
ulama yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Setelah menguasai dan
mendalami cabang-cabang ilmu keislaman, dia mulai dipercaya oleh
pemerintahnya untuk memegang jabatan yang penting dalam
pemerintahan. Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, Ahmad
Musthafa al-Maraghi diangkat menjadi seorang hakim di Sudan. Sewaktu
dia menjadi hakim negeri tersebut dia sempatkan dirinya untuk
mempelajari dan mendalami bahasa-bahasa asing antara lain yang
ditekuninya adalah bahasa Inggris. Dari bahasa Inggris dia banyak
7
4. Tafsir al-Kasyaf
Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyari dalam karyanya ini sangat
menarik, karena uraiannya singkat dan jelas sehingga para ulama
Mutazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para
ulama Mutazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan
corak itizali, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyaf yang ada saat ini.
Pada tahun 1986, tafsir al-Kassyaf dicetak ulang pada percetakan
Musthafa al-Babi al-Halabi, di Mesir, yang terdiri dari empat jilid. Kitab
tafsir ini, berisi penafsiran runtut berdasarkan tertip mushafi, yang terdiri
30 puluh juz berisi 144 surat, mulai surat al-fatihah sampai surat al-Nas.
Dan setiap surat diawali dengan basmalah kecuali surat al-Taubah. Tefsir
ini terdiri dari empat Jilid, jilid pertama diawali dengan surat al-Fatihah
dan diakhiri dengan surat al-Maidah. Jilid kedua diwali engan surat alAnam dan diakhiri dengan surat al-Anbiya. Jilid ketiga diawali dengan
surat al-Hajj dan diakhiri dengan surat al-Hujurat dan jilid yang keempat
diawali dengan surat Qaf dan diakhiri dengan surat al-Nass.
Nama lengkap imam al Zamakhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud
Ibnu Umar ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Umar al -Khuwarizmi al
Zamakhsyari. ia lahir pada hari Rabu 27 Rajab 467 H tepatnya pada
tahun 1074 M di Zamakhsyar, Suatu desa yang bertempat di daerah
Khuwarzmi, sekarang terletak di negara Turkestan, Rusia. AlZamakhsyari hidup ditengah-tengah lingkungan yang sangat bersemangat
dalam menuntut ilmu. Tidak banyak yang dikethui tentang latar belakang
keluarga al-Zamakhsyari. Yang jelas bahwa keluarganya adalah keluarga
yang taat terhadap ilmu juga taat dalam beribadah. Ayahnya adalah
seorang imam di desa Zamakhsyar. Meskipun ayahnya tergolong orang
8
5. Tafsir al-Mizan
Tafsir al-Mizan disusun oleh Allamah Sayyid Muh Husain Thabathabai,
seorang ulama Iran. Setiap kitab tafsir disusun dengan motivasi tertentu.
Ada kitab tafsir yang ditulis untuk memenuhi tuntutan masyarakat seperti
Maanil Quran karya al-Farra. Ada juga kitab tafsir yang ditulis dengan
tujuan merangkum kitab tafsir sebelumnya yang dinilai terlalu panjang
dan luas, seperti al-Dur al-Mansur karya al-Suyuthi dan banyak lagi
kitab-kitab tafsir lainnya. Adapun motivasi yang mendorong
Thabathabai untuk menulis kitab tafsirnya, al-Mizan adalah karena ia
ingin mengajarkan dan menafsirkan al-Quran yang mampu
mengantisipasi gejolak rasionalitas pada masanya. Di sisi lain, karena
gagasan-gagasan matrealistik telah sangat mendominasi, ada kebutuhan
besar akan wacana rasional dan filosofis yang akan memungkinkan
hawzah tersebut mengkolaborasikan prinsip-prinsip intelektual dan
doktrinal dalam islam dengan menggunakan argumen-argumen rasional
dalam rangka mempertahankan posisi islam. Nama al-Mizan, menurut alAlusi, diberikan oleh Thabathabai sendiri, karena di dalam kitab
tafsirnya itu dikemukakan berbagai pandangan para mufassir, dan ia
memberikan sikaap kritis serta menimbang-nimbang pandangan mereka
baik untuk diterimanya maupun ditolaknya. Meskipun tidak secara
eksplisit memberikan nama ini, namun pernyataan Thabathabai secara
implisit memang mengarahkan pada penamaan al-Mizan tersebut.
Allamah Thabathabai lahir pada tanggal 29 Dzulhijjah 1321 H dengan
nama Thabathaba'i At-Tabrizi al-Qadhi di desab Shadegan (Profinsi
Tabriz) dalam satu keluarga Sayyid (Keturunan Nabi Muhammad Jalur
Ja'far Shadiq). Thabathaba'i lahir dididik dalam lingkungan ulama dan
religius. Sehingga sebelum ayahnya wafat, Thabathabai memperoleh
pendidikan langsung dari Ayah dan Kerabatnya. Namun setelah Ayahnya
wafat, Ia dididik oleh guru Privat yang datang kerumah untuk mengajar
bahasa Parsi dan Ushuluddin. Setelah dirasa memiliki dasar-dasar agama,
pada tahun 1344 H Ia melanjutkan Studi tentang Al Quran dan pelajaran
agama lain di kota Tabriz. Selama 7 tahun Ia belajar Bahasa Arab dan
9
mengkaji ajaran agama dan teks klasik Islam. Setelah selesai tingkat
pelajaran awal pada tahun 1344 H Ia hijrah ke hauzah Najaf untuk
melanjutkan pendidikan.
D. METODE MUFASSIR
Ada dua cara untuk mengetahui manhaj seorang mufassir :
E. METODE MUHADDITS
Metode berbeda dengan nama Jami Al Atsar yang merupakan
kumpulan dalil-dalil yang digunakan oleh ulama Hanafiyah dan kitab
TabiAl Atsar yang merupakan pembahasan dalil-dalil yang dhahirnya
bertentangan, dicetak tahun 1315 H.
Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal minimal
40.000 (empat puluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum
matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya
pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw., sedangkan satu hadits
pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum
matannya. Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah
kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di
abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits
padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan
kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka hanyalah pencaci,
apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits
shahih. Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah
Rasululloh saw., sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nuaim,
Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya
Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam
hadits itu disebutkan Rasul saw. rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa :
Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan
mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah
10
11
12