INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Presentasi
Rumah sakit
Gelombang Periode
A.
B.
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 35 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Mondok di bangsal
: VK
Pekerjaan
: Wiraswasta
Tanggal masuk
: 30 Mei 2014
Nomor CM
: 567902
Nama Suami
: Tn. S
ANAMNESIS
Diberikan oleh
Nyeri kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Goeteng dengan surat rujukan dari bidan karena nyeri
kepala sejak 1 hari yang lalu dan tekanan darah tinggi. Hasil cek laboratorium di
puskesmas menyatakan proteinuria (+). Pasien G2P1A0 dengan usia kehamilan 34+2
minggu. Selain itu pasien juga mengeluhkan kakinya membengkak kurang lebih satu
1
minggu ini. Pasien merasa kaki dan jari tangan bengkak baru akhir-akhir ini, kurang
lebih seminggu. Pasien memiliki riwayat kejang saat kehamilan sebelumnya. Pasien
belum pernah usg pada kehamilan sekarang.
Riwayat Perkawinan
Kawin
: 2x
: 33 tahun
: 32 tahun
Lama perkawinan
Riwayat Menstruasi
Menarche
: 15 tahun
Menstruasi
: 23 hari
: Banyak
: Nyeri/sakit
: -
Riwayat Fertilitas
Anak I
: perempuan, 2700 gr
: 11 Oktober 2013
HPL
: 18 Juli 2014
Mual-muntah
Sesak napas
: -
Gangguan BAK/BAB
: -
Hipertensi
: (+)
Kejang
: (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Vital Sign
Kepala
Nadi
: 74 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36,4C (aksial)
Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
: Cembung gravida (+), lebih tinggi dari dinding dada (+),
jaringan parut (-)
: Pemeriksaan Leopold
Perkusi
: -
Ekstremitas
STATUS OBSTETRI
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
Leopold II
: Punggung kiri
Leopold III
: Teraba kepala
3
Leopold IV
: Floating
Auskultasi
Vaginal Toucher :
Lain-lain
Kesimpulan ANC
Periksa I
Umur Kehamilan (minggu)
TFU (cm)
Presentasi
Letak anak dan turunnya bagian bawah
Punggung
DJJ
Edema
Tekanan Darah (mmHg)
Berat Badan (Kg)
D.
34+2 minggu
27 cm
Kepala
Floating
Kiri
152 x/menit
+
180/100 mmHg
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laborat Darah
- Hb
13,6
- Leukosit
9600/l
- Hematokrit
39%
- Eritrosit
45000000/l
- Trombosit
150000/l
- Gol. Darah
- CT/BT
4.30/4.0 menit
- HbsAg
(-)
Urinalisis
- Proteinuria (+++)
E.
DIAGNOSIS
G2P1A0 dengan usia kehamilan 34+2 minggu, janin tunggal intra uteri letak kepala
puki dengan preeklampsia berat.
F.
PROGNOSIS
4
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
Ad cosmeticam
: Bonam
: Dubia et bonam
: Dubia et bonam
: Dubia et bonam
TINJAUAN PUSTAKA
PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
I.
Pendahuluan
Gangguan hipertensi pada Kehamilan diklasifikasikan menjadi tiga (El-Mowafi,
2008), yaitu:
1. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya (kronis):
Hipertensi yang ada sebelum kehamilan, terdeteksi pada awal kehamilan (sebelum 20
minggu dalam ketiadaan mol vesikular) dan postpartum. Contoh: hipertensi esensial,
sekunder untuk gangguan ginjal kronis misalnya pielonefritis dan stenosis arteri
ginjal, koarktasio aorta, lupus eritematosus sistemik dan pheochromocytoma.
2. Pregnancy-induced hypertension (PIH):
a. Hipertensi Transient: Hipertensi onset akhir, tanpa proteinuria atau edema
patologis
b. Pre-eklampsia: Hipertensi dengan proteinuria dan / atau edema setelah 20 minggu
kehamilan, tetapi mungkin awal mol vesikular.
c. Eklampsia: Pre-eklampsia + kejang.
3. Superimposed pre-eklampsia atau eklampsia:
Pengembangan pre-eklampsia atau eklampsia pada hipertensi yang sudah ada
terdeteksi oleh peningkatan lebih lanjut dari 30 mmHg atau lebih pada tekanan darah
sistolik atau 15 mmHg atau lebih pada tekanan darah diastolik.
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Eklampsia
merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre-eklampsia, dengan
tambahan gejala-gejala tertentu.Di Indonesia, eklampsia masih merupakan sebab utama
kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini
pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya
perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu
ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,
6
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan
eklampsia. (Muardi, 2008)
Pre-eklampsia sering juga disebut toxemia atau keracunan, yaitu kondisi ibu hamil
yang ditandai dengan tekanan darah yang tiba-tiba meningkat disertai kadar protein tinggi
didalam urinnya. Terjadi pembengkakan akibat timbunan cairan pada kaki, tungkai dan
tangannya yang sulit hilang , wajahnya sembab. Penyebabnya yang tepat belum diketahui
secara jelas. Namun hal ini dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya. Eklampsia adalah
puncak dari kondisi pre-eklampsia yang berlanjut akibat terlambatnya penanganan ketika
wanita hamil masih dalam kondisi pre-eklampsia. Selain tanda-tanda yang sudah
disebutkan sebagai gejala pre-eklampsia, maka pada fase eklampsia jika terlambat
ditangani akan menyebabkan ibu dalam kondisi koma dan meninggal, yang bisa terjadi
pada sebelum kelahiran, saat proses kelahiran ataupun pasca persalinan. (Anonim, 2013)
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester
ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
(Muardi, 2008)
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan / atau koma yang timbul bukan akibat
kelainan neurologi. (Shafa, 2010)
II.
Etiologi
Penyebab preeklampsia dan eklampsia belum diketahui dengan pasti dan berbagai
teori telah dikemukakan tentang penyebab preeklampsia, akan tetapi sampai saat ini
belum ada yang dapat menerangkan terjadinya segala aspek dari penyakit ini beserta
kaitannya satu sama lain. Zweifel (1916) menamakannya sebagai the disease of
theories. (Shafa, 2010)
Kejadian preeklampsia dilaporkan sekitar 2-8 % pada kehamilan, bagaimanpun
keadaan geografi, sosial ekonomi dan ras berpengaruh terhadap angka kejadian ini.
Angka kejadian preeklampsia tertinggi terjadi di negara Zimbabwe, 7,1 % dan angka
kejadian eklampsia tertinggi di negara Kolombia, 0,81 % (WHO, 1990-2002). Sedangkan
di Indonesia angka kejadian preeklampsia 4,8 % (SKRT, 1992). (Shafa, 2010)
7
B. Karakteristik lingkungan
1. Kemiskinan
Mempunyai hubungan erat dengan preeklampsia-eklampsia. Sebagian diantaranya
dapat dihubungkan dengan kehamilan yang terjadi pada usia lanjut dan kurangnya
pemeliharaan kesehatan. Clemendor et al (1969) melaporkan kejadian yang tinggi
pada orang Negro akibat kemiskinan di daerah selatan Amerika Serikat. Chesley
(1985) mengatakan tingginya kematian ibu akibat eklampsia pada daerah yang
miskin.
2. Gizi
Banyak penelitian melaporkan hubungan nutrisi dengan kejadian preeklampsiaeklampsia. Kumar dan Nath (1940) mendapatkan kejadian eklampsia yang tinggi
karena miskinnya kadar nutrisi.
3. Kebudayaan
Diperkirakan adanya hubungan antara corak kebudayaan dengan kehamilan
pertama dan multipara pada usia lanjut. Dalam hal ini mungkin mempunyai
pengaruh ialah tabu yang menyangkut gizi.
Di samping dua karakteristik di atas, pemeriksaan antenatal memegang peranan
penting di dalam terjadinya eklampsia ini. Kejadian eklampsia sangat tinggi pada kasus
yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal atau pada kasus yang tidak terdaftar seperti
yang dilaporkan oleh Baens et al (1957) di filipina dan Harbert et al (1968) di Amerika
Serikat. (Shafa, 2010)
III. Patofisiologi
Seperti yang telah dijelaskan diatas, karena etiologi pasti masih belum bisa
diketahui jelas, maka patofisiologi juga masih belum jelas. Pada saat ini hipotesis utama
yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor
imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast
yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap
arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri
spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran
darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas,
9
disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai
organ. (Putra, 2011)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah
iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang
bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor
yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan
sering kali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. (Muardi, 2008)
Anonim, 2013, menuliskan hipotesis seputar penyebab preeklampsia, yaitu:
Peneliti Eropa memiliki lebih banyak bukti yang menunjukkan bahwa masalahnya
adalah dilapisan dalam pembuluh darah, yang akan memiliki konsekuensi yang sama
seperti teori Amerika. Apa yang dapat menyebabkan masalah ini, masih belum jelas.
Saat ini hipotesis mengarah pada kemungkinan diet yang buruk sebagai kemungkinan
penyebab preeklampsia. Ini bisa menyebabkan penebalan darah dan menyebabkan
gejala. Juga, kurangnya adaptasi untuk kehamilan. Sebagai contoh, sebuah
peningkatan kecil dalam jumlah timbal dalam darah dapat menyebabkan retensi air
dan penyempitan pembuluh darah.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut : (1) sebab
Uteroplasental bed:
Pada awal kehamilan, sitotrofoblas menyerang arteri desidua membuat otot mereka
lebih lembek dan melebar. Selama trimester kedua kehamilan normal, gelombang
10
kedua invasi terjadi ke dalam segmen miometrium arteri spiral. Jika invasi kedua
tidak terjadi pre-eklampsia berkembang.
Faktor imunologi:
Stimulasi sistem kekebalan tubuh ibu dengan konsepsi awal sangat penting untuk
produksi faktor blocking yang mencegah penolakan janin dan plasenta. Hasil respon
Hypoimmune kerusakan plasenta dan selanjutnya pre-eklampsia.
Bukti-bukti adalah pre-eklampsia jarang terjadi pada kondisi imunitas yang
sebelumnya pernah dirangsang seperti dalam: pernah hamil, pernah transfusi darah
sebelumnya, pernikahan antar kerabat, peningkatan antibodi
maternal anti-HLA
Faktor genetik:
Sebuah gen resesif autosomal ibu atau komponen genetik janin bisa bertanggung
jawab. Peningkatan HLA-DR4 (subtipe dari human leucocyte antigen) telah dicatat
pada wanita pre-eklampsia, bayi mereka dan saudara mereka yang mengembangkan
PIH.
Renin-angiotensin system:
Ditemukan bahwa sensitivitas vaskular menjadi angiotensin II berkurang pada
kehamilan normal sementara itu meningkat di PIH.
Angiotensin II-situs mengikat pada trombosit meningkat pada wanita dengan PIH
dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal ini dapat mengidentifikasi perempuan
dalam risiko mengembangkan PIH dan karenanya profilaksis terhadap itu dapat
dicapai dengan anti-platelet seperti aspirin.
11
Prostaglandin:
Prostasiklin merupakan vasodilator dan inhibitor trombosit agregasi sementara
tromboksan merupakan vasokonstriktor dan trombosit aggregator. Di PIH, ada
ketidakseimbangan terhadap peningkatan produksi tromboksan.
Neutrofil:
Aktivasi neutrofil menyebabkan kerusakan dan disfungsi endotel pembuluh darah
yang mengarah ke agregasi platelet, aktivasi koagulasi, hipertensi dan proteinuria.
Pada penyelidikan akhir-akhir-ini dengan biopsi hati dan ginjal, didapatkan bahwa
Plasenta.
Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat
tuanya kehamilan, serta menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah
dalam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik,
dipercepat prosesnya pada pre-eklampsia dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang
jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama
perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami konstriksi
dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriophaty. (Muardi,
2008)
Ginjal.
Alat ini biasanya normal atau sedikit membengkak. Pada simpai ginjal dan pada
pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.Penyelidikan biopsi
pada gimjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan bahwa pada pre12
eklampsia kelainan yang terjadi berupa : (1) kelainan glomerulus; (2) hiperplasia selsel juksta glomeruler; (3) kelainan pada tubulus-tubulus Henle; dan (4) spasmus
pembuluh darah ke glomerulus. (Muardi, 2008)
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai
berikut: a) sel-sel di antara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa
bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi
ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron terlihat disebabkan oleh
bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen
menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan
dalam kapsul Bowman. (Muardi, 2008)
Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan
sitoplasma sel dan bervakuolisasi. (Muardi, 2008)
Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen inti sel
terpecah-pecah. Pembengkakan sitoploasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada
tempat lain tampak regenerasi. Perubahan-perubahan tersebutlah yang tampaknya
menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam
dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan
menghilang, hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks
mesangial. (Muardi, 2008)
Hati.
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat
perdarahan yang tidak teratur. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan
perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah
kecil, terutama di sekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal,
namun perubahan tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu,
rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dengan luas perubahan
pada hati. (Muardi, 2008)
13
Vasospasme
Perubahan vaskular dan hipoksia lokal dari jaringan sekitarnya menyebabkan
perdarahan, nekrosis dan perubahan patologis lainnya.
-
Jantung dan paru-paru: perdarahan miokard dan endokard dan nekrosis. Paru-paru
menunjukkan perdarahan dan bronkopneumonia sekunder.
Retina: kejang Vascular, perdarahan, eksudat dan detasemen jarang retina pada
kasus yang berat.
Status Koagulasi
-
Faktor VII, faktor VIII terkait antigen dan fibrin / fibrinogen produk degradasi
(FDP) konsentrasi dalam plasma semua meningkat.
Trombositopenia.
menggabungkan agen dan memiliki tingkat yang lebih rendah dari 5hydroxytryptamine.
Hasil akhir dari perubahan ini adalah hiperkoagulabilitas dan disseminated
intravascular coagulation (DIC) dalam berat pre-eklampsia dan eklampsia.
kejadiannya. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya
dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat
kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini
dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka
dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot
otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara
bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang kadang begitu hebatnya
sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.
Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot otot rahang. Fase ini dapat
berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin
lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak. (Putra, 2011)
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa
detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita
bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak
ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang kejang berikutnya
yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut
status epileptikus. (Putra, 2011)
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat.
Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang,
penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus
kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami
kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi
hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian. (Putra, 2011)
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat
mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat,
tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam
tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka
penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat. (Putra, 2011)
16
2.
3.
Pada kasus pre-eklampsia berat, dengan sakit kepala hebat, tensi darahpun diatas
160/110. Penglihatan kabur dan sulit buang air kecil. Jika tidak ditangani segera akan
mengarah menjadi eklampsia. (Anonim, 2013)
Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan
berat jika satu atau lebih dari gejala/tanda di bawah ini ditemukan :
1) tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih;
2) proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif;
3) oligouria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam;
4) keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium;
5) edema paru-paru atau sianosis. (Muardi, 2008)
Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, preeklampsia terbagi menjadi preeklampsia ringan: tekanan darah 140/90 mmHg edema, dan pre-eklampsia berat:
tekanan darah> 140/90 mmHg + proteinuria edema, atau tekanan darah diastolik> 110
mmHg atau terdapat gangguan otak atau penglihatan.
Selain jenis pre-eklampsia yang diatas, perlu diketahui juga mengenai eklampsia
imminent atau impending, yaitu keadaan di mana pasien akan mengembangkan
eklampsia. Gejalanya adalah tekanan darah lebih tinggi dari 160/110 mmHg, proteinuria
berat, hiperreflexia, sakit kepala terus menerus parah, mengaburkan visi, nyeri
epigastrium. Selain itu ada juga istilah fulminan pre-eklampsia, yaitu pre-eklampsia yang
memburuk dengan cepat menjadi imminent eklampsia. (El-Mowafi, 2008)
17
Diagnosa
1) Anamnesa
Selain edema yang mungkin bisa muncul, perlu ditanyakan juga jika ada
keluhan berikut:
Sakit kepala: biasanya frontal tetapi mungkin oksipital. Hal ini karena
edema serebral dan hipertensi.
Mual dan muntah: karena kongesti mukosa lambung dan / atau edema
serebral.
2) Pemeriksaan Fisik
-
Edema: Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg dalam satu minggu atau 2,25
kg dalam satu bulan. Edema klinis hadir dalam sekitar dua pertiga pasien
dengan PIH. Namun, dua-pertiga dari wanita hamil dengan edema klinis
tidak mengembangkan hipertensi.
18
Gangguan penglihatan.
Nyeri epigastrium
Pembesaran hepar
3) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Shafa, 2010, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah:
- Urin : protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin.
- Darah : trombosit, ureum, kreatinin, SGOT, LDH, dan bilirubin.
- USG
Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, pemeriksaan yang perlu dilakukan
adalah:
Pemeriksaan urin lengkap: untuk proteinuria, sel nanah, sel darah merah, gips,
berat jenis, kultur dan sensitivitas.
Tes fungsi ginjal: serum asam urat> 6 mg% tidak normal selama kehamilan.
Hal ini lebih spesifik untuk pre-eklampsia dibandingkan kreatinin.
Pengujian kesehatan janin: USG, menghitung gerakan janin sehari-hari, Nonstress test, dan uji oksitosin (jika diperlukan).
Proteinuria (albuminuria):
Protein urin lebih besar dari 0.3gm / L dalam 24 jam atau lebih besar dari 1gm
/ L dalam dua sampel acak yang diperoleh setidaknya dari rentang waktu 6
jam yang terpisah.
VI. Komplikasi
Pre-eklampsia mengakibatkan plasenta tidak cukup menerima pasokan darah yang
dapat berdampak bayi dilahirkan dengan berat badan rendah. Ini juga yang menjadi sebab
19
bayi lahir prematur, bahkan dapat mengakibatkan penyakit lain yang diderita bayi kelak
pada pasca kelahirannya seperti epilepsi, Cerebral palsy, kesulitan belajar, bermasalah
pada pendengaran dan penglihatannya. (Anonim, 2013)
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi
uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas. (Shafa, 2010)
Komplikasi pada preeklampsia antara lain: eklampsia, sindrom HELLP
(hemolysis, elevated liver enzymes and low platelet), perdarahan otak (Stroke), gangguan
fungsi sistem kardiovaskuler, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, solutio
plasenta, DIC, IUGR dan IUFD (Anonim, 2010)
Sedangkan komplikasi pada eklampsia, Shafa, 2010, menuliskan anatara lain:
solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak (penyebab utama
kematian maternal), kelainan mata, edem paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, kelainan
ginjal, prematuritas, dismaturitas dan kematian janin. Penyebab kematian ibu yang paling
sering adalah perdarahan otak, dekompensasi kordis dan edema paru. Penyebab kematian
janin terutama karena hipoksia intra uterin dan prematuritas.
Menurut Shafa, 2010, komplikasi yang muncul tergantung derajat preeklampsia
atau eklampsianya, yaitu atonia uterus (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis,
elevated liver enzymes, low platelet count), ablasio retina, KID (koagulasi intravaskular
diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan
kematian. (Shafa, 2010)
VII. Terapi
Tujuan penanganan :
1.
2.
3.
Lahirkan janin dengan trauma yang sekecil-kecilnya pada ibu dan anak. (Shafa,
2010)
(Shafa, 2010) Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan
medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi
pada saat optimal. Penilaian kondisi janin pada preeklampsia meliputi :
1. Penilaian pertumbuhan janin
20
Pemeriksaan USG
gerakan janin
tonus janin
Penanganan Pre-eklampsia
A. Preeklampsia Ringan
Shafa, 2010, menuliskan penanganan preeklampsia ringan, yaitu:
a. Jika kehamilan < 37 minggu, lakukan penilaian 2 x seminggu secara rawat jalan:
Diet biasa
B. Preeklampsia Berat/Eklampsia
Sedangkan untuk penanganan preeklampsia berat/eklampsia dapat aktif atau
konservatif. Aktif berarti kehamilan diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian pengobatan medisinal. (Shafa, 2010)
21
a. Penanganan Aktif
Penderita harus segera dirawat dan sebaiknya dirawat diruangan khusus di daerah
kamar bersalin. Tidak perlu ruangan yang gelap, tetapi ruangan denagn penerangan
cukup. Penderita ditangani secara aktif bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah
ini : ibu dengan kehamilan 35 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda impending
eklampsia, adanya sindrom HELLP, atau kegagalan penanganan konservatif. Atau
pada janin ditemukan tanda-tanda gawat janin atau adanya tanda-tanda IUGR.
b. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan
magnesium sulfat. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis awal 4 gram dalam 250
cc dekstrose 10 %. Dosis pemeliharaan dilanjutkan sebanyak 2 gram/jam. Syarat
pemberian magnesium sulfat : refleks patella (+), frekuensi nafas > 16 x/menit, tidak
ada tanda-tanda distress pernapasaan, dan diuresis > 100 cc/ 4jam.
Kadar terapeutik MgSO4 .7H2O USP adalah 4,8 8,4 mg/dl. Efek utama adalah
blokade perifer dari neuromuscular jnction, efek hipotensi ringan dan tokolisis pada
persalinan premature.
Sulfat magnesikus dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi atau 24 jam pasca
persalinan atau setelah 6 jam pasca persalinan terdapat perbaikan yang nyata.
Untuk anti dotum magnesium sulfat perlu disediakan kalsium glukonas 10% (1 gr
dalam 10cc diberikan i.v dalam 3 menit).
1. Diazepam 20 mg IM
2. klorpromazin 50 mg IM
Obat-obatan antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau
tekanan diastolic > 110 mmHg. Obat yang dipakai adalah nifedipin dengan dosis 3-4
x 10 mg oral. Bila dalam 2 jam tidak terdapat penurunan tekanan darah dapat
diberikan 10 mg lagi.
Obat hipertensi lain yang dapat digunakan adalah klonidin (catapres). Pemberian
klonidin apa bila tekanan darah systole > 180 mmHg atau diastole > 120 mmHg. Cara
pemberiannya adalah 150 ngr catapres diencerkan dengan 10cc dekstrose 5 %, 75
nmgr diberikan pelan-pelan iv selama 5 menit dan diperiksa tekanan darah setelah
22
pemberian. Bila tak ada penurunan tekanan darah, klonidin sisa 75 ngr tadi dapat
diberikan.
c. Pengobatan Obstetrik
Cara Terminasi Kehamilan
Bila penderita belum inpartu maka lakukan induksi persalinan dengan amniotomi,
oksitosin drip, kateter foley, prostaglandin E2. Pertimbangkan SC bila syarat oksitosin
drip tak terpenuhi atau adanya kontra indikasi untuk oksitosin drip.
Kala II : dibantu dengan forseps ekstraksi dalam narkose.
Penanganan Konservatif
Pada kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
keadaan janin baik dilakukan penanganan secara konservatif .
Penanganan Medikamentosa : sama perawatan medicinal pada cara aktif.
Pengobatan Obstetrik : selama perawatan konservatif observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi.
Sulphat magnesikus, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila dalam 24 jam
tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medicinal dan harus diterminasi.
Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, penanganan pre-eklampsia tebagi menjadi
profilaksis, kuratif, dan tindakan obstetrik.
A. Profilaksis
Perawatan antenatal:
-
Deteksi dini kasus yang sudah dikembangkan PIH dan memeriksa lebih
sering.
Rawat Inap: dengan istirahat total lebih di kiri posisi lateral untuk mencegah
kompresi vena cava inferior. Hal ini akan menurunkan tekanan darah,
menginduksi diuresis, mengurangi edema dan meningkatkan ginjal dan aliran
darah plasenta.
Pengamatan:
Untuk Ibu: mengukur tekanan darah dua kali sehari, mengukur volume urin dan
proteinuria setiap hari, memeriksa edema harian, mengecek berat badan dua kali
seminggu, mengecek fundus oculi sekali seminggu, mengecek gambaran darah
termasuk jumlah trombosit, hati dan fungsi ginjal asam urat terutama serum pada
masuk.
Untuk janin: menghitung gerakan janin sehari-hari, sonografi serial, non-stres dan
stress test jika diperlukan.
Antihipertensi: untuk mengurangi komplikasi otak dan jantung ibu tetapi tidak
mempengaruhi janin.
Alpha-methyl-dopa (Aldomet):
Hydralazine (Apresoline):
Contoh: Captopril.
25
darah.
Efek samping: hipotensi dan hiperglikemia.
Diuretik:
Contoh:
"Loop" diuretik:
jam.
Tiazid: lebih baik harus dihindari pada kehamilan.
yang juga mengurangi edema otak, pasokan energi dan mendukung hati.
-
Obat lain:
-
Deksametason:
efektif
dalam
mengurangi
edema
serebral
tetapi
Antibiotik:
untuk
profilaksis
atau
pengobatan
infeksi
terutama
bronkopneumonia.
-
C. Tindakan obstetri
Waktu kelahiran:
Pre-eklampsia berat biasanya dirawat secara konservatif sampai akhir minggu ke36 untuk memastikan pematangan yang cukup pada janin. Indikasi terminasi
sebelum minggu ke-36 meliputi:
Janin: penurunan fungsi plasenta sebagaimana dinilai oleh:
oligohidramnion,
oliguria,
Metode Kelahiran:
-
prostaglandin
tablet
vagina
(PGE2)
jika
serviks
tidak
menguntungkan.
-
Perawatan intrapartum:
-
Sedasi yang tepat dan analgesia pada ibu. Hipotensif dapat diberikan jika
diperlukan.
Perawatan Postpartum:
-
Obat penenang dan obat hipotensi yang terus dalam dosis menurun selama
48 jam.
28
Penanganan Eklampsia
Putra, 2011, mengutip pedoman pengelolaan eklampsia dari Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi
Dalam Kehamilan di Indonesia, sebagai berikut:
A. Penatalaksaan Medis
1. MgSO4 :
Initial dose :
-
2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan
interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak
boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg,
penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine sangat
dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan mudah pengaturan
dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000
ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
4. Perawatan pada serangan kejang :
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang. Masukkan sudip lidah ( tong spatel )
kedalam mulut penderita. Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah
orofarynx. Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar
guna menghindari fraktur. Pemberian oksigen. Dipasang kateter menetap ( foley
kateter ).
5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma
memakai GlasgowPittsburg Coma Scale. Perlu diperhatikan pencegahan
29
dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan
melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).\
6. Diuretikum, tidak diberikan kecuali jika ada :
-
Edema paru
Edema anasarka
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ).
Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan
diurese (Putra, 2011)
B. Penatalaksanaan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme
ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :
dan mengatasi timbulnya penyulit khususnya krisis hipertensi. Sebagai penunjang untuk
stabilisasi keadaan seoptimal mungkin. (Shafa, 2010)
Pengobatan medikamentosa :
Sama dengan preeklampsia berat.
Dosis tambahan magnesium sulfat : bila timbul kejang kejang lagi maka dapat
diberikan tambahan magnesium sulfat 2 gr iv, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit
setelah pemberian akhir.
Dosis tambahan 2 gram diberikan 1 kali saja, bila setelah pemberian dosis tambahan
masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg bb /iv pelan-pelan.
Penanganan Obstetrik
Sikap dasar terhadap kehamilan : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
-
Stabilisasi yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini:
Setelah kejang berakhir
Setelah pemberian anti kejang
Setelah pemberian anti hipertensi berakhir
Penderita mulai sadar (responsive dan orientasi)
Untuk yang koma, perlu dibuat skor tanda vital (STV)
STV > 10 : boleh diterminasi.
STV < 9 : tunda 6 jam, kalau tak ada perubahan, terminasi.
31
Poin untuk penilaian STV adalah tekanan darah, nadi, suhu rektal, nafas, GCS
(Glasgow coma score).
Untuk prognosis dari PEB dibuat kriteria EDEN. Bila kriteria Eden
1,
2)
3)
4)
5)
Suhu > 39 C
6)
Edema (+)
7)
menjaga saluran pernapasan bagian atas yang jelas dengan aspirasi lendir
melalui saluran udara plastik,
32
Observasi untuk Ibu berupa nadi, suhu, tekanan darah, tingkat pernapasan, refleks
tendon, urin , jumlah fits dan durasi koma, serta kontraksi uterus, dan untuk janin
berupa FHS.
A. Tindakan medis
Sedasi:
-
Antihipertensi:
Obat yang kuat dan bereaksi cepat digunakan bila diperlukan. Contohnya adalah:
Hydralazine IV dan Diazoxide IV.
Terapi antikonvulsan:
-
Magnesium sulfat:
Tindakan: menghambat transmisi neuromuskular, sedasi,
diperiksa: refleks patela harus ada, tingkat pernapasan tidak kurang dari
16/min. dan output urine tidak kurang dari 30 ml / jam.
Phenytoin:
Sebuah obat anti-epilepsi yang dapat digunakan untuk mencegah terulangnya
cocok bukan untuk diputus karena bertindak setelah sekitar 20 menit. Dosis:
18 gm / kg berat badan perlahan-lahan IV.
Relaksan otot:
Biasanya digunakan sebelum prosedur yang mungkin memicu kejang sebagai
intubasi endotrakeal.
Diuretik
Obat lain
B. Tindakan Kebidanan
Persalinan spontan biasanya dimulai dalam waktu 6 jam. Jika tidak menginduksi
persalinan dengan oksitosin selama tidak ada indikasi lain untuk operasi caesar
dan persalinan pervaginam diantisipasi dalam waktu 8-12 jam. Jika tidak, operasi
caesar diindikasikan tetapi jangan pernah memberikan anestesi umum sebelum
mengontrol kejang atau jika pasien dalam keadaan koma.
34
Daftar Pustaka
1. Anonim,
2010.
Catatan
Coass
Obsgyn.
http://karikaturijo.blogspot.com/2010/04/catatan-coass-obsgyn.html
2. Anonim, 2013. Hipertensi dalam Kehamilan/ Pre-eklampsia dan eklampsia.
http://rsudkapal.badungkab.go.id/?p=516
3. EI-Mowafi, D. M., 2008. Hypertensive Disorders in Pregnancy.
http://www.gfmer.ch/Obstetrics_simplified/Hypertensive_disorders_in_pregnancy.htm
4. Muardi,
2008.
Pre-eklampsia
dan
Eklampsia.
http://irkoas.blogspot.com/2008/02/pre-eklampsia-dan-eklampsia-ir-obgyn.html
5. Putra,
K.,
2011.
Kejang
Saat
Hamil
(Eklampsia).
http://residenobgyn.blogspot.com/2011/11/kejang-saat-hamil-e-k-l-m-p-s-i.html
6. Shafa,
2010.
Pre-eklampsia
dan
Eklampsia.
http://dokterie.wordpress.com/2010/11/16/pre-eklamsia-dan-eklamsia/
35