Selama penguatan, proses pertumbuhan bibit menjadi lebih lambat tetapi jaringan
menjadi lebih kuat. Penguatan bibit berlangsung 7 hari (Knott dan Deanon
1970). Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan adalah bibit yang telah
berumur 3-4 minggu sejak dibumbung. Pada umur tersebut bibit sudah
membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi bibit antara 5-10 cm (Kusumainderawati
1979; Sunu 1998).
Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, terutama
dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan gangguan hama dan
penyakit.Penanaman cabai dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
a
b
Cabai ditanam dengan pola segitiga, jarak tanamnya adalah 50-60 cm dari
lubang satu ke lubang lainnya. Jarak antar barisan 60-70 cm dibudidaya
secara monokultur tidak dicampur dengan tanaman lain.
Lubang dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara
menggali tanah dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter
lubang sesuai dengan diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa
lebih lebar sedikit daripada lubang tanam.
Polibag dibuka kemudian media bersama tanaman yang tumbuh disemai,
dipindahkan, bongkahan tanah media dipertahankan utuh tidak pecah,
kedalaman pembuatan bibit sebatas leher akar media semai, tidak terlalu
dalam terkubur. (Hewindati, 2006).
Bibit cabai dipersemaian yang telah berumur 1517 hari atau telah
memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan
fungisida dan insektisida 13 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah
serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam. Penanaman
sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas,
dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan
langsung dimasukkan pada lubang tanam (Dermawan, 2010).
Pengajiran dilakukan dengan tujuan menopang tanaman agar tidak mudah
roboh/rebah. Ajir dipasang pada saat tanam dilapang. Pemasangan ajir yang
terlambat akan mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman pada saat memasang
(menancapkan) ajir.
3.1.2
Pemeliharaan
3.1.3
Pemanenan
1999). Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, di antaranya adalah cabai mini,
cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak.
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting
yang dibudidayakan secara komersil dan termasuk sayuran yang paling banyak
ditanam dibandingkan sayuran lainnya di Indonesia (Setiadi, 1996). Produktivitas
tanaman cabai di Sumatera Barat pada tahun 2008 adalah 6,07 ton/ha (Badan
Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2009). Produktivitas ini jauh lebih rendah
dibandingkan tanaman cabai yangdipelihara secaraintensif, dapatmencapai 1018ton/ha(Prajnanta,1999)
Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya
lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga
berwarna kuning kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah
hanya mencapai 3,7 5,3 cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya
kuning kecoklatan (Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat
dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua
minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2 3 tahun, berbeda
dengan cabai merah yang lebih genjah (Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003).
Tanaman cabai akan tumbuh baik pada lahan dataran rendah yang
tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, pH tanah
berkisar antara 5.5 6.8, drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi
pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah 18 30oC
(Cahyono, 2003). Secara geografis tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian
01200 m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi yang berkabut dan
kelembabannya tinggi, tanaman cabai mudah terserang penyakit. Cabai akan
tumbuh baik pada daerah yang rata-rata curah hujan tahunannya antara 6001250
mm dengan bulan kering 38,5 bulan dan pada tingkat penyinaran matahari lebih
dari 45 % (Suwandi dkk., 1997).
Badan Pusat Statistik. 2009. Sumatera Barat dalam AngkaTahun2009. Padang
Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Cabai rawit dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.
Nawangsih, A.A., H. Purwanto, W. Agung. 1999. Budidaya Cabai Hot Beauty.
Cetakan kedelapan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajnanta, F. 1999. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Cetakan ke 4.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajnanta, F.1999.Agrobisniscabaihibrida.Penebar swadaya.Jakarta. 115hal.
Setiadi. 1996. Bertanam Cabai. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sulandari S. 2004. Karakterisasi Biologi, Serologi dan Analisis Sidik Jari DNA
Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. Disertasi SPs
IPB. Bogor.
Warisno. K. D. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta