Anda di halaman 1dari 6

3.1.

Persiapan Lahan Dan Penanaman

Berdasarkan luas areal penanamannya, lahan paling cocok untuk tanaman


cabai merah di Indonesia dijumpai pada jenis tanah Mediteran dan Aluvial dengan
tipe iklim D3/E3, yaitu 0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering (Nurmalinda dan
Suwandi 1992).
Cabai merah mempunyai toleransi yang sedang terhadap kemasaman
tanah, dan dapat tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 - 6,8. Pada pH >
7,0 tanaman cabai merah seringkali menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman
kerdil dan daun menguning karena kekurangan hara besi (Fe). Pada pH < 5,5
tanaman cabai merah juga akan tumbuh kerdil karena kekurangan Ca, Mg dan P
atau keracunan Al dan Mn (Knott 1962). Tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan
pengapuran dengan Kaptan atau Dolomit dengan dosis 1-2 t/ ha untuk
meningkatkan pH tanah dan memperbaiki struktur tanah. Pengapuran dilakukan 34 minggu sebelum tanam, dengan cara menebarkan kapur secara merata pada
permukaan tanah lalu kapur dan tanah diaduk.
Tanah yang ideal terdiri atas tiga komponen, yaitu masa padatan, air dan
udara, masing-masing dengan volume sepertiga bagian. Keadaan ini akan
menjamin aerasi, daya tahan air, drainase, dan aktivitas biologi tanah yang cukup
baik. Perbaikan sifat fisik tanah antara lain dapat dilakukan dengan pengolahan
tanah dan pemberian bahan organik.
Pengolahan tanah ditujukan untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah,
meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma, sehingga akar-akar
tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan leluasa (Hilman dan Suwandi
1992). Untuk keperluan tersebut diperlukan tindakan-tindakan pengolahan tanah
yang terdiri atas pembajakan (pencangkulan tanah), pembersihan gulma dan sisasisa tanaman, perataan permukaan tanah, serta pembuatan bedengan dan garitangaritan.
Penyemaian sebelumnya dilakukan untuk mempersiapkan bibit cabai yang
siap ditanam di lapang. Benih cabai di semai pada trai dengan ukuran 3-4 cm
menggunakan media tanam tanah, pupuk kandang, dan kokopit dengan
perbandingan 1:1:1. Pembumbungan bibit dapat mengurangi kerusakan akar dan
keterkejutan bibit bila dipindahkan ke lapangan. Bibit yang dibumbung dapat
lebih cepat beradaptasi dan tidak mudah mati setelah dipindahkan ke lapangan
dibandingkan dengan bibit yang tidak dibumbung (sistem cabutan)
(Kususmainderawati 1979; Vos 1995).
Sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sebaiknya dilakukan penguatan
bibit (hardening) dengan jalan membuka atap persemaian supaya bibit
menerima langsung sinar matahari dan mengurangi penyiraman secara bertahap.

Selama penguatan, proses pertumbuhan bibit menjadi lebih lambat tetapi jaringan
menjadi lebih kuat. Penguatan bibit berlangsung 7 hari (Knott dan Deanon
1970). Bibit yang sehat dan siap dipindahkan ke lapangan adalah bibit yang telah
berumur 3-4 minggu sejak dibumbung. Pada umur tersebut bibit sudah
membentuk 4-5 helai daun dengan tinggi bibit antara 5-10 cm (Kusumainderawati
1979; Sunu 1998).
Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, terutama
dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan gangguan hama dan
penyakit.Penanaman cabai dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
a
b

Cabai ditanam dengan pola segitiga, jarak tanamnya adalah 50-60 cm dari
lubang satu ke lubang lainnya. Jarak antar barisan 60-70 cm dibudidaya
secara monokultur tidak dicampur dengan tanaman lain.
Lubang dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara
menggali tanah dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter
lubang sesuai dengan diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa
lebih lebar sedikit daripada lubang tanam.
Polibag dibuka kemudian media bersama tanaman yang tumbuh disemai,
dipindahkan, bongkahan tanah media dipertahankan utuh tidak pecah,
kedalaman pembuatan bibit sebatas leher akar media semai, tidak terlalu
dalam terkubur. (Hewindati, 2006).

Bibit cabai dipersemaian yang telah berumur 1517 hari atau telah
memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan
fungisida dan insektisida 13 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah
serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam. Penanaman
sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas,
dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan
langsung dimasukkan pada lubang tanam (Dermawan, 2010).
Pengajiran dilakukan dengan tujuan menopang tanaman agar tidak mudah
roboh/rebah. Ajir dipasang pada saat tanam dilapang. Pemasangan ajir yang
terlambat akan mengakibatkan kerusakan pada akar tanaman pada saat memasang
(menancapkan) ajir.

3.1.2

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan


pada saat kondisi tanah tampak kering. Pada musim hujan, penyiraman tidak
dilakukan secara rutin. Penyiraman dilakukan secukupnya sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Penyiraman bermanfaat untuk menjaga kelembapan tanah
terjaga, agar tidak kekeringan dan pertumbuhan tanaman menjadi baik.
Pewiwilan perlu dilakukan pada tunas yang tumbuh pada ketiak yang
berada dibawah cabang utama dan bunga pertama yang muncul pada cabang
utama. Pewiwilan ini dilakukan agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat
optimal. Pewiwilan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu. Hal ini
dilakukan agar tunas air tidak menyerap zat makanan yang terdapat pada tanah.
Tetapi kegiatan tersebut belum dilakukan secara penuh karena keterbatasan tenaga
kerja.
Pemupukan susulan perlu diberikan pada tanaman cabai. Agar memacu
pertumbuhan, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif
tanaman. (ga ngerti pupuke opo dosise piro ). Cara pemupukan susulan ini
adalah dengan sistem kocor, yaitu mengiramkan cairan pupuk yang telah
dilarutkan dengan air ke samping pertanaman cabai.
Guna mencegah
persaingan unsur hara dengan gulma disekitar
pertanaman cabai penyingan gulma harus dilakukan. Penyiangan perlu dilakukan
sesegera mungkin apabila disekitar tanaman cabai yang ditanam sudah terlihat
banyak gulma. Penyiangan dilakukan menggunakan tangan.

3.1.3

Pemanenan

Pemanenan cabai dilakukan setelah tanaman berumur 2,5 bulan sampai 5


bulan. Waktu pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah embun atau
air habis dari permukaan kulit buah. Hal ini dimaksudkan agar buah yang dipetik
tidak terkontaminasi oleh mikroba pembusuk. Oleh karena itu, cara pemanenan
cabai yang baik dengan memetik buah bersama tangkainya secara hati-hati disaat
cuaca terang. Hindari terjadinya luka serta patahnya cabang dan ranting dengan
melakukan pemetikan yang tepat dan hati-hati.
Cabai dapat dipanen sesuai dengan permintaan pasar, dapat dipanen muda
yang masih berwarna hijau atau dipanen ketika sudah tua dan berwarna merah.
Ketika cabai dipanen hijau akan tetap berwarna hijau mesti didiamkan dan
diperam. Namun, jika cabai dipanen sudah menunjukkan gurat-gurat merah

namun belum merah sempurna akan berangsur-rangsur berubah menjadi berwarna


merah karena buah cabai merupakan salah satu contoh dari buah klimakterik.

Tanaman cabai (Capsicum annum Linn) merupakan tanaman sayuran yang


tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu, dari suku (famili) terong-terongan
(Solanaceae). Menurut Tindal (1983( tanaman ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermaophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Ordo
: Polemoniales
Famili
: Solanaceae
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annum L.
Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan
secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang
telah didomestikasi, namun hanya Capsicum annuum L. dan C. frutescens L. yang
memiliki potensi ekonomis (Sulandari, 2004). Cabai yang dibudidayakan secara
luas di Indonesia juga termasuk kedua spesies ini. Cabai besar dan cabai keriting,
misalnya, termasuk spesies C. annuum sedangkan cabai rawit termasuk C.
frutescens.
Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self
pollinated crop). Namun demikian, persilangan antar varietas secara alami sangat
mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan
sendirinya (Cahyono,2003), sehingga bisa juga terjadi penyerbukan silang.
Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar
varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, pembungaan tanaman, ukuran
ruas, dan tipe buahnya (Prajnanta,1999).
Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas batang dan jumlahnya
bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. C. annuum
mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (C. frutescens)
mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari
pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan
diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara
lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan
tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah, cabai
besar dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu : cabai merah, cabai keriting dan
cabai paprika (Prajnanta,1999). Karakteristik agronomi cabai merah (besar)
buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, berumur genjah, kurang
tahan simpan dan tidak begitu pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Timur,
Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi. Sedangkan cabai merah keriting buahnya
bergelombang atau keriting, ramping, kulit buah tipis, berumur lebih lama, lebih
tahan simpan, dan rasanya pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Barat dan
Sumatera. Cabai paprika buahnya berbentuk segi empat panjang dan biasa
dipanen saat matang hijau (Nawangsih dkk., 1999).
Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai
besardan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama
kali umur 70 75 hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi
lebih lambat yaitu sekitar 4 5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus
dilakukan sampai tanaman berumur 6 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan
dalam 3 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali (Nawangsih dkk.,

1999). Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, di antaranya adalah cabai mini,
cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak.
Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting
yang dibudidayakan secara komersil dan termasuk sayuran yang paling banyak
ditanam dibandingkan sayuran lainnya di Indonesia (Setiadi, 1996). Produktivitas
tanaman cabai di Sumatera Barat pada tahun 2008 adalah 6,07 ton/ha (Badan
Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2009). Produktivitas ini jauh lebih rendah
dibandingkan tanaman cabai yangdipelihara secaraintensif, dapatmencapai 1018ton/ha(Prajnanta,1999)
Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya
lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga
berwarna kuning kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah
hanya mencapai 3,7 5,3 cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya
kuning kecoklatan (Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat
dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua
minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2 3 tahun, berbeda
dengan cabai merah yang lebih genjah (Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003).
Tanaman cabai akan tumbuh baik pada lahan dataran rendah yang
tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, pH tanah
berkisar antara 5.5 6.8, drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi
pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah 18 30oC
(Cahyono, 2003). Secara geografis tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian
01200 m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi yang berkabut dan
kelembabannya tinggi, tanaman cabai mudah terserang penyakit. Cabai akan
tumbuh baik pada daerah yang rata-rata curah hujan tahunannya antara 6001250
mm dengan bulan kering 38,5 bulan dan pada tingkat penyinaran matahari lebih
dari 45 % (Suwandi dkk., 1997).
Badan Pusat Statistik. 2009. Sumatera Barat dalam AngkaTahun2009. Padang
Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Cabai rawit dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.
Nawangsih, A.A., H. Purwanto, W. Agung. 1999. Budidaya Cabai Hot Beauty.
Cetakan kedelapan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajnanta, F. 1999. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Cetakan ke 4.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajnanta, F.1999.Agrobisniscabaihibrida.Penebar swadaya.Jakarta. 115hal.
Setiadi. 1996. Bertanam Cabai. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sulandari S. 2004. Karakterisasi Biologi, Serologi dan Analisis Sidik Jari DNA
Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. Disertasi SPs
IPB. Bogor.
Warisno. K. D. 2010. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai