Anda di halaman 1dari 19

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM

KARDIOVASKULAR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kebutuhan Oksigenasi I
Dosen Pembimbing : Ns. Henni Kusuma, S. Kep., M. Kep., Sp.KMB
Oleh
Andrian Setyo Hutomo

(22020111130040)

Bunga Anggraini

(22020111130027)

Fransisca Ayu S.M

(22020111130039)

Galuh Ayu Pravitasari

(22020111110104)

Thatit Sinubawardani

(22020111130052)

Wulan Suciningrum M

(22020111130097)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM KARDIOVASKULAR


Fungsi sistem kardiovaskular adalah memberikan dan mengalirkan suplai
oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme.
Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam
jumlah yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan
adekuat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskuler. Faktorfaktor tersebut dapat diklasifikasikan menurut dua hal, yakni berdasarkan regulasi
tekanan darah dan sifat faktor tersebut.
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler berdasarkan
regulasi tekanan darah
Faktor-faktor utama yang memengaruhi tekanan darah adalah curah jantung,
tekanan pembuluh darah perifer, dan volume/aliran darah. Kontrol terhadap tekanan
darah bergantung pada sensor-sensor yang secara terus-menerus mengukur tekanan
darah dan mengirim informasinya ke otak. Otak mengintegrasikan semua informasi
yang masuk dan berespons dengan mengirim rangsangan eferen ke jantung dan
sistem pembuluh melalui saraf-saraf otonom. Berbagai hormon dan mediator
kimiawi lokal berperan dalam mengontrol tekanan darah.

Sensor baroreseptor
Tekanan darah secara terus-menerus dipantau oleh sensor-sensor yang
disebut baroreseptor (mekanoreseptor). Refleks ini berperan penting dalam
menentukan kontrol regulasi denyut jantung dan tekanan darah.
Baroreseptor sensistif terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri.
Baroreseptor menerima rangsangan berupa peregangan atau perubahan tekanan
arteri yang berlokasi di arkus aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini juga
dirangsang oleh peregangan dinding aorta atau arteri karotis. Pada saat tekanan
darah arteri meningkat dan arteri meregang, reseptor-reseptor ini dengan cepat
mengirim impulsnya ke pusat vasomotor. Pusat vasomotor di hambat,
mengakibatkan vasodilatasi pada arteriol dan vena sehingga tekanan darah
menurun.
Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan dilatasi vena
menyebabkan darah menumpuk pada vena sehinga mengurangi aliran balik vena
dan menurunkan curah jantung. Impuls aferen dari baroreseptor juga mencapai
pusat jantung di mana akan merangsang aktivitas pusat parasimpatis dan

menghambat pusat simpatis (kardioselator) sehingga menyebabkan penurunan


jantung dan penurunan daya kontraksi jantung.
Sebaliknya penurunan tekanan arteri rata-rata menyebabkan reflex
vasokonstriksi dan meningkatkan curah jantung, dengan demikian meningkatkan
tekanan darah. Fungsi reaksi cepat dari baroreseptor adalah melindungi siklus
darah selama fase akut perubahan tekanan darah.
Kinerja Sistem saraf
Sistem saraf simpatis mengontrol tekanan darah melalui mekanisme
peningkatan curah jantung dan memengaruhi tahanan pembuluh perifer. Tujuan
utama pengontrolan ini adalah:
1 Mempengaruhi distribusi darah sebagai respons terhadap peningkatan
kebutuhan bagian tubuh yang lebih spesifik akan darah. Misalnya saat
melakukan olahraga maka distribusi darah ke sistem pencernaan di
alihkan ke bagian tubuh yang terlibat dalam aktivitas tersebut seperti otot
rangka dan kemudian panas tubuh dikeluarkan melalui dilatasi pembuluh
2

darah kulit.
Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (mean arteri pressure-MAP)
yang adekuat dengan memengaruhi diameter pembuluh darah. Sedikit
perubahan pada diameter pembuluh darah dapat menyebabkan perubahan
yang bermakna pada tekanan darah. Penurunan volume darah dapat
menyebabkan konstriksi pembuluh darah di seluruh tubuh kecuali
pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak. Tujuannya adalah
untuk mengalirkan darah ke organ organ vital sebanyak mungkin.
Umumnya kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah

melibatkan baroreseptor dan serabut serabut aferennya, pusat vasomotor,


dan serabut vasomotor di medula oblongata dan otot polos pembuluh darah.
Kemoreseptor dan pusat kontrol tetinggi di otak juga mempengaruhi
mekanisme kontrol saraf.
Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter pembuluh adalah
pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat
vasomotor dan pusat kardiovaskular bersama-sama meregulasi tekanan
darah dengan mempengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah.
Pusat vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabut eferen saraf
simpatis (serabut motorik) yang keluar dari medula spinalis pada segmen T1
sampai L2 dan masuk menuju otot polos pembuluh darah dan yang
terpenting adalah pembuluh darah arteriol, akibatnya pembuluh darah

arteriol hampir selalu dalam keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan
tonus vasomotor.
Derajat konstriksi setiap organ bervariasi. Umumnya pembuluh darah
arteriol kulit dan sistem pencernaan menerima impuls vasomotor lebih
sering dan cenderung berkonstriksi lebih kuat dibandingkan pembuluh
arteriol pada otot rangka. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan
vasokonstriksi menyeluruh dan meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya,
penurunan aktivitas simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh
darah dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal.
Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang merupakan
vasokonstriktor kuat, akan tetapi pada otot rangka beberapa serabut
vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh

darah.
Kontrol Kimia
Kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar karbondioksida
dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan
pembuluh-pembuluh darah besar di leher mengirim impuls ke pusat
vasomotor dan terjadilah vaasokonstriksi. Selanjutnya peningkatan tekanan
darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan ke paru. Selain
itu sejumlah kimia darah yang terdapat pada otot polos atau pusat vasomotor
juga mempengaruhi tekanan darah. Hormon yang berfungsi sebagai kontrol
kimia adalah :
a. Hormon yang dikeluarkan oleh Medula Adrenal
Selama masa stress, kelenjar adrenal melepaskan norepinefrin dan
epinefrin ke dalam darah dan kedua hormon ini meningkatkan respons
fight or fight.
b. Faktor Natriuretik Atrium
Dinding atrium jantung mengeluarkan hormon peptide yang disebut
dengan faktor natriuretik atrial yang menyebabkan volume darah dan
tekanan darah menurun. Hormon ini adalah antagonis aldosterone dan
menyebabkan ginjal mengeluarkan garam dan air yang lebih banyak dari
tubuh, dengan demikian menurunkan volume darah. Hormon ini juga
menyebabkan dilatasi menyeluruh dan menurunkan pembentukan cairan
serebrospinal di otak.
c. ADH (Hormon Antidiuretik)

Hormon ini diproduksi di hipotalamus dan berfungsi untuk merangsang


ginjal meretensi (menahan) air.
d. Angiotensin II
Angiotensin II terbentuk akibat adanya renin yang dikeluarkan oleh
ginjal saat pefusi ginjal tidak adekuat. Hormon ini menyebabkan
vasokonstriksi yang hebat, dengan demikian terjadi peningkatan tekanan
darah yang cepat. Hormon ini juga merangsang pengeluaran aldesteron
yang akan meregulasi tekanan darah untuk jangka panjang dengan
menahan pengeluaran air.
e. Faktor Endothelium-derived
Endotelin bekerja pada otot polos pembuluh darah dan merupakan
vasokonstriktor yang kuat. Hormon ini dikeluarkan sebagai respons
terhadap penurunan aliran darah dan mempunyai efek yang lama dengan
meningkatkan masuknya kalsium ke otot polos pembuluh darah. Nitric
Oxide (NO) disebut juga dengan Endothelium derived relaxing factor
(EDRF), merupakan vasokonstriktor yang dikeluarkan oleh sel endotel
akibat adanya peningkatan kecepatan aliran darah dan adanya molekulmolekul seperti asetilkolin, bradiknin,dan nitroliserin. Hormon ini
bekerja melalui Cyclic GMP second messenger. Hormon ini sangat cepat

dihancurkan dan efek vasodilatasinya sangat singkat.


Regulasi dari ginjal (Kontrol tekanan darah jangka panjang)
Ginjal mempertahankan homeostasis tekanan darah dengan meregulasi
volume darah. Walaupun volume darah bervariasi sesuai usia dan jenis
kelamin, ginjal akan mempertahankan volume darah kira-kira 5 liter.
Volume darah merupakan faktor penentu utama curah jantung (melalui
pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastolik, dan
volume sekuncup). Peningkatan volume darah diikuti dengan peningkatan
tekanan darah dan pola hidup yang meningkatkan tekanan darah seperti
konsumsi garam yang berlebihan akan menyebabkan penahanan (retensi)
cairan yang selanjutnya meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Dengan proses
yang sama, penurunan volume cairan akan menurunkan tekanan darah.
Peningkatan volume darah serta tekanan darah juga merangsang ginjal untuk
mengeluarkan cairan.
Ginjal bekerja baik langsung maupun tidak langsung dalam meregulasi
tekanan arteri dan dalam mengontrol tekanan darah untuk jangka panjang.

Volume darah akan mempengaruhi mekanisme ginjal secara langsung. Saat


volume darah atau tekanan darah meningkat, kecepatan filtrasi cairan di ginjal
dipercepat. Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk memproses hasil
filtrasi (filtrate) lebih cepat dan dengan demikian akan lebih banyak cairan
yang meninggalkan tubuh melalui urin, akibatnya volume darah akan menurun
yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Sebaliknya saat tekanan darah
atau volume darah menurun, maka cairan akan ditahan dan kembali ke sistem
aliran darah.
Pada saat tekanan darah arteri menurun, sel khusus pada ginjal
mengeluarkan enzim renin ke dalam darah. Renin ini

akan memicu

serangkaian reaksi enzimatika yang akan memproduksi angiotensin II (suatu


vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistemis) untuk
meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal
meningkat.

Angiotensin

II

juga

merangsang

korteks

adrenal

untuk

mengeluarkan aldesteron (suatu hormon yang mempercepat absorpsi garam


dan cairan) serta selanjutnya meningkatkan tekanan darah. Mekanisme renin
angiotensin merupakan mekanisme ginjal secara tidak langsung.
Perubahan tekanan darah menstimulasi baroreseptor di ginjal. Apabila
tekanan darah tinggi, maka pelepasan hormon renin berkurang. Sebaliknya,
apabila tekanan darah turun, maka pelepasan hormon renin meningkat.
Pelepasan juga dirangsang oleh saraf simpatis. Hormon renin mengontrol
pembentukan hormon lain yaitu angiotensin II.
Renin beredar dalam darah dan bekerja sebagai suatu enzim yang
mengubah protein angiotensinogen menjadi angiotensin I (suatu protein yang
terdiri atas asam amino yang segera diuraikan oleh enzim pengubah
angiotensin) menjadi angiotensin II. Enzim pengubah angiotensin juga
menguraikan (dan menyebabkan inaktivasi) hormon vasodilator bradikinin.
Penghambatan

kerja

enzim pengubah angiotensin akan

menghambat

pembentukan angiotensin dan penguraian bradikinin.


Angiotensin II memegang peranan utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan

tekanan

darah

melalui

beberapa

mekanisme

yaitu

vasokonsrtriksi, retensi garam dan cairan, serta takikardia. Mekanisme ini


bekerja secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem saraf simpatis,
hormon antidiuretic (ADH), dan aldosterone atau penghambat vagal.

Aldosterone dibawa ke ginjal melalui peredaran darah dan menyebabkan


sel-sel tubulus distal meningkatkan reabsorpsi natrium. Di bawah berbagai
keadaan, reabsorpsi air mengikuti penyerapan natrium sehingga terjadi
peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma meningkatkan
volume sekuncup dan curah jantung. Hal ini meningkatkan tekanan darah.
Ada beberapa mekanisme umpan balik yang berinteraksi untuk
mengendalikan aktivitas sistem RAA. Angiotensin II memegang peranan
penting pada mekanisme ini. Angiotensin II dapat menyebabkan umpan balik
negative terhadap sekresi renin, baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui aktivasi pada natriuretic atrial (PNA). Peningkatan aktivasi vagal,
maupun peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga bekerja pada
mekanisme umpan balik positif untuk merangsang produksi angiotensinogen.
Rangsangan bagi pelepasan renin, penurunan tekanan darah, dan
penurunan konsentrasi natrium plasma dilawan oleh kerja angiotensin II dan
aldosterone.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem kardiovaskular berdasarkan


sifatnya adalah sebagai berikut:
a Faktor yang tidak dapat diubah
Heredity
Riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung, terutama sebelum
berusia 50 tahun dapat menjadi pemicu peyakit jantung pada
keturunannya. Misal: penyakit jatung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya

penyakit jantung iskemik pada keturunannya. (Muttaqin, 2009).


Usia
Pertambahan usia meningkatkaan risiko terkena serangan jantung
koroner secara nyata pada pria maupun wanita. Hal ini mungkin
merupakan pencerminan lamanya terpajang faktor risiko digabung
dengan kecenderungan bertambah beratnya derajat tiap-tiap faktor risiko,
seiring dengan pertambahan usia. (Lilik Saptawati, 2009)
Secara klinis, usia senja yang mengalami stenosis pembuluh
darah ini mengeluhkan nyeri di daerah dada kiri, terutama setelah
melakukan aktivitas fisik, yang populer dengan angina pektoris.
Meskipun pada usia senja keluhan angina ini jarang ditemukan karena
mereka sudah sedikit melakukan aktivitas fisik. Tidak jarang pula usia
senja mengeluhkan sakit mirip angina padahal sebetulnya keluhan nyeri
daerah saluran cerna, misalnya perih lambung pada sakit maag (gastritis).
Dalam kondisi seperti ini diperlukan pemeriksaan EKG untuk
meyakinkan penyakitnya.
Kejadian kerusakan otot jantung mendadak, masih sering terjadi
pada usia senja meskipun teknologi pengobatan dan kesehatan sudah
maju. Ini merupakan tantangan bagi para klinisi pengelola usia senja.
Kelainan jantung yang sering pada usia senja:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penyakit katub, baik aorta maupun katub mitral


Rematik jantung akut
Peradangan selaput lendir (endokarditis)
Pembesaran jantung karena bendungan (kongetif)
Peradangan selaput luar jantung (perikardiotis).
Penyakit jantung kongenital yang menjelma setelah usia senja, misalnya
katub serambu jantung membelah.

Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal


jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per
1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat
karena peningkatan usia popu;asi dan perbaikan ketahanan hidup setelah
infark miokard akut. Di inggris. Sekitar 100.000 pasien dirawat dirumah
sakit setiap tahun untuk gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua
perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan
kesehatan nasional. (Huon H. Gray, 2003)
Makin tua seseorang makin berkurang kemampuan atau aktivitas
reseptor LDL-nya sehingga risiko terjadinya arterosklerosis atau plak
pada arteri meningkat.

Keterangan :
Angka-angka perubahan karena usia antara laki-laki dibanding
perempuan akan menunjukkan bahwa HDL pada laki-laki relatif tetap
pada angka yang sama, sedangkan pada perempuan menunjukkan adanya
kenaikan. Untuk total kolesterol dan LDL keduanya menunjukkan
adanya kenaikan dengan laju kecepatan yang sama.

Gender
Gender merupakan faktor yang berpengaruh karena perempuan
tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia.

Laki-laki dan perempuan mempunyai kerentanan yang sangat berbeda


terhadap salah satu penyakit dalam sistem kardiovaskular yaitu MJM
(Mati Jantung Mendadak), dan perbedaan gender (jenis kelamin) ini
menurun dengan bertambahnya usia. Rasio laki-laki atau perempuan
seluruhnya sekitar 4:1, tetapi pada kelompok usia 45 sampai 64 tahun ,
kelebihan MJM laki-laki mendekati 7:1. Kelebihan ini turun sampai
sekitar 2:1 pada kelompok usia 65 sampai 74 tahun. Perbedaan risiko
untuk MJM serupa dengan risiko untuk menifestasi lain dari penyakit
jantung koroner pada laki-laki dan perempuan. Dan perbedaan pada
manifestasi penyakit jantung koroner lain mendekati usia dekade ketujuh
dan kedelapan kehidupan, risiko kelebihan MJM menyempit.
Wanita mempunyai faktor resiko terkena serangan penyakit jantung
lebih rendah daripada pria. Penyakit jantung koroner jarang terjadi pada
wanita premenopause, kecuali apabila terdapat faktor risiko yang
multipel (berganda). Namun, ada kekecualian pada wanita dengan
pennyakit diabetes melitus dan obesitas. Pada wanita pascamenopause,
risiko terkena serangan jantung koroner mendekati risiko pada pria
sehingga penting sekali mengendalikan faktor risiko pada wanita
menopause. (Lilik Saptawati, 2009)
b Faktor yang dapat diubah
Hiperlipidemia
Meningkatnya kadar kolesterol dan atau trigliserida. Lipid plasma
yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas berasal
dari eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak. Kolesterol
dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna
klinis yang penting sehubungan dengan arteriogenesis. Lipid tidak larut
dalam plasma tetapi terikat pada protein sebagai mekanisme transport
dalam serum. Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan
meningkatnya risiko terhadap koronaria, sementara kadar kolesterol
HDL yang tinggi tampaknya berperan sebagai faktor pelindung
terhadap penyakit arteri koronaria. (Price,1995 - dalam Pengantar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular)

Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling
membahayakan karena biasanya tidak menunjukkan gejala sampai
kondisi telah menjadi lanjut atau kronis. Tekanan darah tinggi
menyebabkan tingginya gradient tekanan yang harus dilawan oleh
ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang tidak dikontrol
dapat menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.

Merokok
Risiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang digunakan
per hari, bukan pada lamanya seseorang merokok. Seseorang yang
merokok lebih dari satu bungkus rokok berisiko mengalami masalah
kesehatan, khususnya gangguan jantung daripada orang yang tidak
pernah merokok. 3 cara rokok memperburuk kondisi penyakit arteri
coroner :
1

Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbonmonoksida (CO)


darah. Hemoglobin, komponen darah yang mengangkut oksigen,
lebih mudah terikat pada karbon monoksida daripada oksigen. Hal
ini menyebabkan oksigen yang disuplai ke jantung menjadi sangat
berkurang,

sehingga

jantung

bekerja

lebih

berat

untuk

menghasilkan energi yang sama besarnya.


Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin,

yang menyebabkan konstriksi arteri


Merokok meningkatkan adhesi

trombosit,

mengakibatkan

peningkatan pembentukan thrombus.

Diabetes Melitus
Penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
arteriosklerosis yang lebih tinggi, demikian pula pada kasus
arteriosclerosis

coroner

premature

dan

berat.

Hiperglikemia

menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan


pembentukan thrombus. Hiperglikemia bisa menjadi penyebab kelainan
metabolisme lemak atau predisposisi terhadap degenerasi vascular yang
berkaitan dengan gangguan toleransi terhadap glukosa.

Diet
Diet yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam
merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam timbulnya
penyakit hiperlipoproteinemia dan obesitas. Obesitas meningkatkan
beban kerja jantung. Orang yang mengalami obesitas juga berisiko
menderita infark miokardium Akut (IMA) yang disebabkan karena
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
coroner.

Homocysteine
Peran normal homocysteine (kadar homocysteine normal: 9
mg/dl)

adalah

mengendalikan

pertumbuhan

dan

menyokong

pembentukan jaringan. Akan tetapi jika berlebihan homocysteine akan


merusak sel-sel dinding arteri menghancurkan elastisitas arteri dan
menyebabkan pengapuran plak (arteroslekrosis). Hal ini dikarenakan
homocysteine

meningkatkan

trigliserida

dan

membentuk

LDL

teroksidasi sehingga menyebabkan penyumbatan arteri. Suatu risiko


independen

untuk

penyakit

arterosklerosis

adalah

hiperhomosisteinemia.

Obat-obatan
Sistem sirkulasi terdiri atas jantung dan pembuluh darah sehingga
disebut juga sistem kardiovaskular. Banyak obat yang mempengaruhi
fungsi fisiologis dan biokimia kardiovaskular seperti stimulansia SSP,
depresansia SSP., dan obat otonom. Obat kardiovaskular adalah obat
yang mempunyai efek utama pada jantung dan pembuluh darah. Obat
yang termasuk dalam golongan obat-obatan kardiovaskular ialah:

1.
2.
3.
4.
5.

Obat gagal jantung


Antiaritmia
Antihipertensi
Vasodilator
Obat-obat arterosklerosis (antilipidemia)
Dopamine merupakan salah satu obat inotropic positif bisa juga
dipakai untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta 1) pada keadaan

bradikardia saat pemberian atropine padadosis 5-20 mg/kg/menit tidak


menghasilkan kerja yang efektif.
Kerja dopamine tergantung pada dosis yang diberikan. Padadosis
(1-2 g/kg/menit), dopamine akan mendilatasi pembuluh darah ginjal
dan pembuluh darah mesentrik serta menghasilkan peningkatan
pengeluaran urine (efek dopaminergic). Padadosis 2-10 g/kg/menit
dopamine akan meningkatkan curah jantung melalui peningkatan
kontraktilitas jantung (efek beta) dan

meningkatkan tekanan darah

melalui vasokonstriksi (efekalfa-adrenergik).


Yang kedua, yaitu Dobutamin (Dobutrex) adalah suatu obat
simpatominetik dengan kerja beta-1 adrenergik. Efek beta-1 adalah
meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropic positif)
dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

pH darah
Pusat kontrol pernapasan (brathing control center) kita berlokasi
di dua daerah otak, yaitu medula oblongata dan pons. Dibantu oleh
pusat kontrol di pons, pusat medula menentukan irama dasar
pernapasan. Ketika kita bernapas dalam-dalam, mekasnisme umpanbalik negatif mencegah paru-paru kita supaya tidak membesar secara
berlebihan; sensor peregangan dalam jaringan paru-paru mengirimkan
impuls saraf kembali ke medula, yang akan menhambat pusat kontrol
pernapasannya.
Pusat kontrol yang ada di medula oblongata juga membantu
mempertahankan homeostasis dengan cara memonitor kadar CO2 dalam
darah dan mengatur jumlah CO2 yang dibuang oleh alveoli ketika kita
menhembuskan napas. Petunjuk utama mengenai konsentrasi CO 2
datang dari munculnya sedikit perubahan pH darah dan cairan jaringan
(cairan serebrospinal) yang menggenangi otak. Karbon dioksida
bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang akan
menurunkan pH. Ketika pusat kontrol yang ada di medula oblongata
mendeteksi

sedikit

penurunan

pH

(peningkatan

CO2)

cairan

serebrospinal atau darah, pusat kontrol tersebut akan meningkatkan

kedalaman dan laju pernapasan, dan kelebihan CO2 dibuang di dalam


udara yang di hembuskan. Hal tersebut terjadi ketika kita berolahraga.
Konsentrasi O2 dalam darah umumnya mempunyai sedikit
pengaruh pada pusat kontrol pernapasan. Akan tetapi, ketika kadar O 2
turun sangat hebat pada ketinggian yang sangat tinggi, misalnya sensor
O2 di aorta dan arteri karotid di leher akan mengirimkan sinyal
peringatan ke pusat kontrol pernapasan, dan pusat itu merespons
dengan cara meningkatkan kedalaman dan laju pernapasan. Peningkatan
konsentrasi karbon dioksida umumnya merupakan indikasi kuat
mengenai adanya penurunan konsentrasi oksigen, karena CO2
dihasilkan

melalui

proses

yang

sama

dengan

proses

yang

mengkonsumsi O2, yaitu respirasi seluler. Akan tetapi, pusat kontrol


pernapasan

dapat

dikelabui

dengan

ventilasi

yang

berlebihan

(hiperventilasi). Pernapasan yang dalam dan cepat secara berlebihan


mengeluarkan banyak sekali CO2 dari darah sehingga pusat pernapasan
untuk sementara waktu berhenti mengirimkan impuls ke otot rusuk dan
diagfragma. Pernapasan akan berhenti sampai kadar CO 2 meningkat
cukup banyak untuk menghidupkan kembali pusat pernapasan.
Kemudian, pusat pernapasan merespons tehadap berbagai ragam
sinyal saraf dan sinyal kimiawi, menyesuaikan laju dan kedalaman
pernapasan untuk memenuhi permintaan tubuh yang berubah. Akan
tetapi, kontrol pernapasan hanya akan efektif jika dikoordinasikan
dengan kontrol sistem sirkulasi. Selama olahraga, misalnya, curah
jantung akan di sesuaikan dengan laju pernapasan yang meningkat,
yang akan meningkatkan suplai O2 dan pengeluaran CO2 ketika darah
mengalir melalui paru-paru.

Kelebihan dan Kekurangan Cairan


Dehidrasi adalah gangguan keseimbangan cairan pada tubuh,
dimana

tubuh

mengalami

kekurangan

cairan.

Kondisi

ini

mengakibatkan aliran darah dalam tubuh terganggu karena hilangnya


cairan yang membantu peredaran darah. Suplai darah menuju jantung
pun menjadi lebih sedikit.
Overhidrasi adalah kondisi dimana tubuh mengalami kelebihan
jumlah cairan dalam tubuh. Overhidrasi menyebabkan konsentrasi
natrium dalam darah menjadi sangat kecil. Hal ini menyebabkan

volume darah menurun dan membuat denyut jantung meningkat.


Kondisi Hipokalemia dan Hiperkalemia
Kalium adalah salah satu ion utama tubuh. Sekitar 98% kalium
tubuh berada pada inta seluler. Rasio kalium intraseluler sangat penting
dalam menentukan potensi membran sel. Sedikot perubahan saja pada
kalium ekstra seluler dapat menimbulkan efek yang cukup berarti
terhadap fngsi kardiovaskuler.

Kepentingan utama dari kalium adalah untuk mencegah gejala


hipokalemia (rendah kalium tubuh), seperti lemas, kurang bertenaga,
kram otot, gangguan pencernaan, debaran jantung tidak teratur dan
EKG yang abnormal. Penyebab Hipokalemia tersering adalah
kehilangan melalui kencing dan saluran cerna. Bisa juga karena diet
rendah kalium.
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium serum
kurang dari 3,5 mmol. Hipokalemia merupakan gangguan elektrolit
yang palik sering ditemukan pada pasien yang dirawat dirumah sakit,
sebagian besar disebabkan oleh terapi diuretik. Sedangkan penyebab
utama dari hiperkalemia adalah gagal ginjal (karena gangguan ekskresi
kalium). Penyebab lain adalah kadar mineralokortikoid yang berkurang,
seperti pada penyakit addison, pemberian spironolakton (antagonis
aldosteron), inhibitor ACE dan diuretik hemat kalium seperti amilorid.
Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam
pengobatan kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang memungkinkan
terlalu banyaknya kalium masuk kedalam pembuluh darah.(Ilmu Gizi,
1991, hal 99)
Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya
untuk memantau timbulnya hipokalemia pada pasien-pasien yang
beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot, penurunan
mortilitas usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat
untuk

memeriksa

konsentrasi

kalium

serum.

Jika

tersedia,

elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang bermanfaat.


Pasien-pasien yang menerima digitalis yang berisiko mengalami
defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda
terjadinya toksisitas digitalis karena hipokalemia meningkatkan aksi
digitalis.

Olahraga dan Aktifitas


Olahraga dan aktifitas fisik yang melibatkan kinerja otot akan
mempengaruhi curah jantung. Olahraga menyebabkan perubahan besar
pada sistem kardiovaskuler dan pernafasan. Aktifitas yang kurang juga

dapat menyebabkan jantung koroner, karena lemak dalam tubuh tidak


terbakar dan mengganggu peredaran darah menuju jantung.

Stress dan Koping


Stress termasuk etiologi dari penyakit jantung koroner. Stress bisa
berupa stress emosional dan stress fisik. Berbagai teori patogenesis
penyakit jantung koroner berasal dari studi yang mencari hubungan
antara diet tinggi lemak, situasi kehidupan penuh stress, dan
perkembangan penyakit. Orang dengan hiperkolesterolemia mempunyai
resiko lebih tinggi menderita penyakit jantung aterosklerotik daripada
orang dengan kadar normal.

Alkohol
Mengkonsumsi
inotropik

negative,

alkohol
dan

mengubah

dapat

keseimbangan

memperburuk

hipertensi,

cairan,
serta

mempresifitasi aritmia (terutama AF). Penghentian konsumsi alkohol


memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna. Maka
konsumsi alkohol harus tetap dijaga dalam batas minimal atau bahkan
di hindari, terutama bila dipertimbangkan merupakan penyebab
kardiomiopati. Mengkonsumsi alcohol juga dapat menurunkan tekanan
darah melalui penghambatan pengeluaran ADH dan penekanan pada

pusat vasomotor. Hal ini dapat menyebabkan vasodilatasi pada kulit.


Cuaca
Pada kasus pasien dengan hipotermia, pada awalnya terjadi
peningkatan denyut jantung dan penurunan curah jantung yang
kemudian diikuti dengan penurunan frekuensi serta curah jantung yang
disertai pemanjangan interval QT dan gelombang J atau Osborne (yang
merupakan defleksi positif pada bagian terminal [0,04 sekon] dari
kompleks QRS; gambaran ini timbul ketika suhu di bagian dalam tubuh
turun hingga di bawah 33,3-32,2oC dan paling menonjol pada suhu
28,9oC).
Ibrilasi ventrikel dapat terjadi karena stimulasi dan selanjutnya
berkurang pada core temperature yang mencapai (27,8oC). Asistole
terjadi pada suhu (23,9oC).

DAFTAR PUSTAKA
Campbeli, Neil A. 2004. BIOLOGI Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Dalimartha, Setiawan., dkk. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.
Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga
F. Roizen, Michael., C.Oz., Mehmet. 2007. You The Owners Manual. Yogyakarta: BFirst
Gray, Huon H dkk. 2003. Lecturer Notes: Kardiologi. Jakarta: Erlangga
Guyton AC, Hall JE.2007 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC.
Guyton & hall. 1997. Kalium Dalam Cairan Ekstraselular. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Planck, Nina. 2007. Real Food : Hidup Bebas Penyakit dengan Makanan Alami.
Yogyakarta: B-First
Saptawati, Lilik. 2009. Bersahabat dengan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Kanisius
Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai