PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gel yang kadang disebut jelly merupakan sistem semi padat (massa
lembek) terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dianggap dapat
terbentuk akibat panggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini,
partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang, rantai ini
kemudian akan saling bertaut sehingga menbentuk suatu struktur padatan dimana
medium pendispersi cair terperangkap dalam lubang-lubang struktur tersebut.
Dengan demikian terbentuk suatu massa berpori yang semi padat dengan struktur
gel (Depkes, 1979).
Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari
gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang diinjeksikan secara
intramuscular, cairan oral, dan basis suppositoria (Depkes, 1979).
Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.
(Depkes, 1995).
Menurut Anief, jelly (gel) adalah suatu salep yang lebih halus, umumnya
cair dan mengandung sedikit atau tanpa lilin dipergunakan terutama pada
membran mukosa, sebagai pelicin atau dasar salep terdiri campuran sederhana
dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Washable Jelly mengandung
mucilagines seperti Gom, Tragacanth, Amylum, Pektin dan Alginat. Sebagai
contoh: Starch Jellies (10% Amylum dengan air mendidih) (Anief, 1993).
Salah satu derivat sintesis dari substansi alam Yang digunakan untuk
membuat gel yaitu Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC). HPMC merupakan
suatu polimer glukosa yang tersubstitusi dengan hidroksipropil dan metil pada
gugus hidroksinya. Nama lain dari Hidroksipropil Metilselulose adalah Cellulose,
HPMC, Metocel, Methylcellulose propylene glycol ether, Metolose, Pharmacoat
(Ansel, 1989).
1.2 Prinsip Percobaan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gel
Gel yang kadang disebut jelly merupakan sistem semi padat (massa
lembek) terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri
atas jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase
(misalnya gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel
dari fase terdispersi relatif besar, massa gel kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya magma bentonit), di mana massanya bersifat tiksotropik, artinya massa
akan mengental jika didiamkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Jika
massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly (Syamsuni, 2006).
Gel merupakan sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan
mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang
disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Dalam
industri farmasi, sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel
farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta
bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan
gugus karboksil yang terionisasi (Depkes, 1995).
Gel dapat diberikan untuk penggunaan topikal atau dimasukkan ke dalam
lubang tubuh. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan
antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat
dari makromolekul sintetik (misalny karbomer) atau dari gom alam (misalnya
tragakan). Sediaan tragakan disebut juga mucilago, walaupun gel-gel ini
umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin
polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak (Depkes, 1995).
Menurut Ansel, Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat
yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel dalam nama
makromolekulnya disebarkan ke seluruh caiarn sampai tidak terlihat ada batas di
antaranya, cairan ini disebut gel satu fase. Dalam hal di mana massa gel terdiri
dari
kelompok-kelompok
partikel
kecil
yang
berbeda,
maka
gel
ini
dikelompokkan sebagai sistem dua fase dan sering pula disebut magma atau susu.
Gel dan magma dianggap sebagai dispersi koloid oleh karena masing-masing
mengandung partikel-partikel dengan ukuran koloid (Ansel, 2005).
Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
menganyam dari fase terdispers yang mengurung dan memegang medium
pendispers. Perubahan dalam temperatur dapat menyebabkan gel tertentu
mendapatkan kembali bentuk cairnya. Gel mempunyai sifat tiksotropi dimana gel
menjadi encer setelah pengocokan dan segera menjadi setengah padat atau padat
kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu.
Tiksotropi adalah suatu sifat yang diinginkan dalam suatu sistem farmasetis cair
yang idealnya harus mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah, namun dapat
dituang dan tersebar dengan mudah (Ansel, 1989).
Kandungan air yang tinggi dalam basis gel dapat menyebabkan terjadinya
hidrasi pada stratum korneum sehingga akan memudahkan penetrasi obat melalui
kulit. Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk
menghasilkan efek terapetik pada tempat- tempat spesifik di jaringan epidermis.
Gel mempunyai sifat yang menyejukkan, melembabkan, mudah penggunaannya,
mudah berpenetrasi pada kulit sehingga memberikan efek penyembuhan. Secara
ideal, basis dan pembawa harus mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi
dan nyaman digunakan pada kulit. Basis gel yang digunakan dalam sediaan gel
adalah hidroksipropil metil selulosa (HPMC) yang merupakan derivat sintetis
selulosa dan termasuk dalam basis hidrofilik (Lachman, 1989).
Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel
- Keuntungan sediaan gel :
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan
sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak
menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan
air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
- Kekurangan sediaan gel :
Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel
tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan
untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila
terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan
meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif (Lachman, 1989).
2.2 Penggolongan Gel
2.2.1 Berdasarkan sifat fasa koloid
- Gel anorganik, contoh : bentonit magma
- Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2.2.2 Berdasarkan sifat pelarut
- Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang
saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi
ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai
biokompatibilitas yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan
yang rendah dengan cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan
adsorbsi protein dan adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel
biological, sel dan jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak,
elastis sehingga meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan
sekitarnya. Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan
yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
- Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)
Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut
dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam
stearat dalam minyak.
- Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui
sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa
sisa kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan
semula dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan
matriks gel. Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan
sellulosa kering dan polystyrene (Lachman, 1989).
2.2.3 Berdasarkan bentuk struktur gel
-
Kumparan acak
Heliks
Batang
Bangunan kartu
(Lachman, 1989).
digunakan). Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer
seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang akan
membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation (Lachman, 1989).
Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut :
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit.
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
penambahan
pengawet
sebab
10
11
a. Sifat kulit, yaitu kondisi kulit, jenis kulit, dan perlakuan kulit.
b. Sifat dan pengaruh obat, yaitu konsentrasi, kelarutan di dalam basis,
ukuran molekul, daya difusi, kecepatan pelarutan, daya disosiasi, distribusi
antara fase basis, situasi distribusi antara sediaan dan kulit.
c. Sifat dan pengaruh sediaan obat, yaitu sifat pembawa (hidrofil, lipofil,
jenis
emulsi),
tingkat
keteraturan
fase
pembentuk
perancah
Alat
-
3.2
Beaker glass
Cawan porselin
Lumpang dan stamper
Spatula
Sudip
Batang pengaduk
Objek glass
Timbangan gram
Timbangan miligram
Kertas perkamen
Bahan
HPMC
12
Propilen glikol
Metil Paraben
Minyak sereh
3.3
Formula
R/
HPMC
2,5%
Propilen glikol
15
Metil Paraben
0,1%
Minyak sereh
1%
Aquadest
ad
100
m.f. jelli
3.4
1.
2.
3.
4.
5.
Perhitungan Bahan
HPMC
Propylenglikol
Metil Paraben
Minyak sereh
Aquadest
gelembung
udara
dalam
sediaan
yang
nantinya
dapat
mempengaruhi pH sediaan.
4. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam pot plastik dan diberi etiket.
3.5 Evaluasi
a. Uji homogenitas (F.Ind.Ed.III, 1979)
Alat : Objek glass/kertas perkamen
Cara : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lainnya
yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen.
b. Uji Viskositas
Alat : Viskometer Brookfield type RVF 100
13
yaitu homogen.
Uji Viskositas
50 Rpm = 52,4 %
Cp = 6290
4.2 Pembahasan
Percobaan yang dilakukan adalah membuat gel yang merupakan sediaan
semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan
dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
berikatan pada fase terdispersi.
Pada percobaan ini dilakukan uji homogenitas dan uji viskositas gel, uji
homogenitas
dilakukan
untuk
mengetahui
kehomogenan
sediaan
yang
menekan saklar kearah on, biarkan piringan skala penunjuk berputar sampai stabil
(6 x putaran), tekan pemutar handle pemutar piringan skala agar kedudukan
penunjuk skala dapat dibaca dengan jelas, lalu tekan saklar ke arah off. Ulangi
cara yang sama dengan memasukkan spindel no.4, 3 dan 2,5. Catat skala yang
ditunjukkan dan besarnya viskositas dihitung. Dari hasil pengujian yang telah
dilakukan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Gel dibuat dengan menggunakan basis gel yaitu kombinasi propilenglikol
-
5.2 Saran
- Pada saat melakukan penggerusan diharapkan praktikan benar-benar
menggerus dengan baik dan benar-benar halus agar gel yang dihasilkan
-
15
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L., V., (2002). The Art, Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding. Washington D.C: American Pharmaceutical Association.
Anief, Moh. (1993). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, C.H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
Ansel, C.H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press.
DITJEN POM. (1979). Famakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
DITJEN POM. (1995). Famakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman, L., H.A. Lieberman., dan J. L. Kaning. (1994). Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Terjemahan oleh : S. Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Mappa, Tiara., Hosea Jaya Edy., dan Novel Kojong. (2013). Formulasi Gel
Ekstrak Daun Sasaladahan (Peperomia pellucida (L.) H.B.K) Dan Uji
Efektivitasnya Terhadap Luka Bakar Pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus.
Dalam Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2): 49-55.
Rowe, R. C., P.J. Sheskey., dan S.C. Owen. (2006). Handbook of Pharmaceutical
Excipients edisi V. Washington: American Pharmaceutical Press.
Syamsuni, A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
Sulaiman, T. N. S., dan Kuswahyuning, R., (2008), Teknologi dan Formulasi
Sediaan Semipadat. Yogyakarta: UGM Press.
Voight, S. (1995). Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi edisi ke-5. Yogyakarta:
UGM Press.
16
LAMPIRAN
17