TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan
Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks dengan bebagai jenis
tumbuh-tumbuhan yang rapat, mulai dari yang kecil sampai yang berukuran besar
(Arief, 1994). Selanjutnya Barnes (1997), menyatakan bahwa hutan dianggap sebagai
persekutuan antara tumbuhan dan binatang dalam suatu asosiasi biotis. Asosiasi ini
bersama-sama dengan lingkungannya membentuk suatu sistem ekologis dimana
organisme dan lingkungan saling berpengaruh di dalam suatu siklus energi yang
kompleks.
Daniel et al. (1992), menjelaskan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi
kehidupan manusia, antara lain : (1) pengembangan dan penyediaan atmosfer yang
baik dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batu bara),
(3) pengembangan dan proteksi lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi
daerah aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk
binatang, serangga, ikan, dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar
dan hasil hutan dan (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetika, rekreasi, kondisi
alam asli, dan taman. Semua manfaat tersebut kecuali produksi bahan bakar fosil,
berhubungan dengan pengolahan hutan.
dan 470 spesies). Hutan hujan tropis juga terdiri dari jutaan spesies flora dan fauna,
setengah dari spesies hewan, tumbuhan dan 25% adalah arthropoda yang telah diberi
nama (Smith, 1992).
Istilah Hutan Sekunder telah digunakan di dalam nomenklatur ilmiah paling tidak
sejak tahun 1950-an. Walaupun akhir-akhir ini istilah tersebut semakin sering
digunakan, namun istilah ini masih belum biasa dipakai di banyak negara. Hutanhutan yang terdiri dari jenis-jenis pohon lokal biasanya didefinisikan sebagai hutan
atau hutan alami, tanpa mempedulikan apakah hutan tersebut merupakan hutan
primer, hutan bekas tebangan, atau hutan hasil regenerasi. Oleh karena itu, istilah
hutan sekunder dapat mempunyai arti yang sangat berbeda-beda. Hal ini disebabkan
karena
istilah
hutan
sekunder,
sebagai
padanan
yang
dari
subyektif,
istilah hutan
yang
sulit
Hutan sekunder tropis sangat penting sebagai sumber kayu, bermanfaat untuk
lingkungan seperti perlindungan dari erosi dan fiksasi karbon atmosfer, tempat untuk
rehabilisasi hutan, perlindungan keanekaragaman tumbuhan dari fragmentasi
lansekap, dan sebagai pusat penyedia lokal untuk tumbuhan yang bermanfaat dan
tumbuhan obat. Area hutan sekunder tropis juga diprediksi dapat meningkatkan proses
industri dan urbanisasi, karena sering terjadi aktifitas agrikultur (Guariguata &
Ostertag, 2001).
Herba merupakan salah satu jenis tumbuhan penyusun hutan yang batangnya basah,
tidak berkayu dan ukurannya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan habit semak
ataupun pohon (Nadakavukaren & McCraken, 1985). Tumbuhan ini memiliki organ
tubuh yang tidak tetap di atas permukaan tanah, siklus hidup yang pendek dengan
jaringan yang cukup lunak (Wilson & Loomis, 1962).
Tumbuhan herba di hutan hujan, tergantung pada tumbuhan lain dan saling
mendukung untuk mendapakan nutrisi seperti liana, epipit dan parasit. Semua
kehidupan dibawah kondisi ekologi yang khusus dan spesies-spesies utamanya yang
tinggi keanekaragaman dalam struktur dan fisiologi. Herba sangat menarik bagi para
ahli ekologi, tidak hanya dikarenakan oleh keanekaragamannya yang tinggi atau
struktur
adaptasinya,
tetapi juga
dikarenakan oleh
kesamaan dalam
cara
Polunin (1990), menjelaskan bahwa vegetasi herba dalam hutan hujan tropika
kurang beraneka ragam dibandingkan dengan vegetasi pohon pada kondisi yang relatif
terbuka, sehingga besar kemungkinannya membentuk satu suku saja. Ini berbeda
dengan herba di lereng-lereng yang lebih terjal dengan penetrasi cahaya yang lebih
banyak menyebabkan keanekaragaman herba lebih melimpah, tetapi tetap saja jauh
lebih kecil daripada jenis pohon-pohonnya.
Hutan yang baru mengalami suksesi ditandai dengan banyaknya tumbuhan pionir dan
tumbuhan kecil lainnya seperti herba dan semak. Kehadiran herba dalam suatu
kawasan hutan mempunyai peranan yang sangat penting. Herba merupakan komunitas
awal yang memegang peranan penting dalam memantapkan tanah-tanah yang peka
terhadap erosi (Anwar et al., 1987). Arief (2001), menambahkan herba, serasah dan
tumbuhan lainnya sangat menentukan permeabilitas tanah dalam menyerap air yang
jatuh dari tajuk pohon serta akan mencegah laju aliran air permukaan (surface run-off)
sehingga terserap oleh tanah (infiltrasi).
Di lain pihak warna mencolok atau keperak-perakan pada herba hutan akan
memantulkan cahaya merah kembali kepada jaringan-jaringan yang mengandung
klorofil, merupakan suatu adaptasi untuk meningkatkan jumlah cahaya yang berguna
untuk fotosintesis di dalam hutan yang sangat gelap (Mackinnon et al., 2000).
Herba dapat tumbuh subur di sepanjang aliran sungai karena memiliki nutrisi yang
tinggi dan pH yang cocok di tanah dan air. Pertumbuhan tanaman terhambat oleh
kondisi cahaya yang sedikit, air keruh dan kuatnya tingkat fluktuasi air. Siklus herba
yang relatif singkat dan pertumbuhan yang cepat, maka herba memiliki kemampuan
yang besar untuk menempati suatu habitat, dan merupakan indikator yang baik untuk
mengetahui kondisi ekologi pada habitat tertentu. Distribusi dan komposisi jenis herba
tergantung pada fase air dan darat, stabilitas fisik habitat, sedimentasi, erosi,
gelombang, arus, tindakan manusia, dan proses suksesi (Junk & Piedade, 1997).
Pada suatu komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai
pada lantai hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena terhalang oleh
lapisan tajuk yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh
dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya matahari. Menurut Polunin (1990),
jika penetrasi cahaya tidak cukup herba tidak dapat berkembang dengan baik,
sehingga tumbuhan ini lebih subur di tempat bukaan hutan atau tempat terbuka lain
yang tanahnya lebih banyak mendapat cahaya (Ewusie, 1990). Dengan demikian
vegetasi herba pada hutan hujan dataran rendah ditemukan pada hutan yang terbuka,
dekat aliran-aliran air, dan tempat-tempat yang terbuka tetapi sempit (seperti jalanjalan setapak, sungai-sungai) dengan penyinaran yang cukup baik, sedangkan pada
bagian dalam hutan hujan vegetasi herba yang berwarna hijau ditemukan jauh
terpencar-pencar atau sama sekali langka (Arief, 1994).
Hutan yang tumbuh dan berkembang, tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya, terutama lingkungan. Faktor-faktor tersebut menentukan variasi
tumbuhan hutan, di mana hal ini juga berhubungan dengan keadaan atmosfir yang
ditentukan oleh sinar matahari, suhu, angin dan kelembaban. Di samping itu, suhu
akan menurun mengikuti ketinggian tempat. Di daerah tropika misalnya suhu akan
turun 0.40C setiap kenaikan ketinggian tempat 100 meter, hal ini menyebabkan terjadi
pembagian zona dan spesies yang berubah seperti pada daerah iklim sedang (Arief,
1994).