Anda di halaman 1dari 19

Penyakit Diabetes Melitus

Ramli Saibun Hasudungan Simandjuntak


10.2010.356

Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta Barat 11510, No telp:(021) 56942061, Fax:
(021)5631731,
E-mail: ramli.giggs@yahoo.com.

Pendahuluan
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi, diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
akan lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya. Terkadang pula gambarannya klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan
diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan
penyakit. Dapat pula gejala diabetes melitusnya lebih nyata dan timbul
mendadak serta dramatis sekali. Gejala dan tanda-tanda diabetes melitus
dijumpai lengkap beserta tanda-tanda ketoasidosisnya. Ketoasidosis tersering
dicetuskan oleh adanya infeksi dan terkadang oleh stres lain, seperti tindakan
pembedahan.1 Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ingin mengetahui lebih
dalam tentang tipe-tipe serta komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Hipotesis
yang dibuat ialah seorang laki-laki berusia 37 tahun menderita diabetes melitus.

ISI
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati
yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan
nonverbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat
karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan
dengan

baik

maka

lebih

kurang

70%

diagnosis

penyakit

sudah

dapat

ditegakkan.1,2
Beberapa komponen riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan:
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan utama.
Keluhan utama pasien : sesak yang sudah setengah tahun, sering lemas dan
BB turun 6 kg selama 5 bulan malam hari, betis keram dan pegal, sering
terbangun 3-4 kali pada malam hari untuk BAK.
3. Riwayat penyakit sekarang :
- Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing ?
- Menanyakan adanya buram, katarak, buta, galucoma?
- Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi?
- Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas?
- Menanyakan ada riwayat sakit jantung (nyenyi dada kiri)?
- Menanyakan adanya hipertensi?
- Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan
luka yang bau?
Menanyakan apakah ada batuk lebih 3 minggu?
4. Riwayat penyakit keluarga.
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
-

dengan yang dialami oleh pasien?


5. Riwayat penyakit dahulu.
- Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
lupa makan setelah minum obat? Karena diare berlebihan? Karena suatu
keadaan stress(infeksi, mci)?
6. Riwayat sosial.
7. Riwayat pengobatan/ penggunaan obat.2

Pemeriksaan
2

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan kesadaran, tanda-tanda vital: Suhu, Tekanan Darah, Nadi,
Frekuensi Pernapasan. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting
untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis
meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan
raba (Palpasi), pemeriksaan ketok (Perkusi) dan Pemeriksaan mendengar dengan
menggunakan stetoskop (Auskultasi).
-

Inspeksi
Warna kulit dan kondisi kulit (kering, normal, lembab)
Atrofi atau hipotrofi otot
Lesi kulit (infiltrate, ulkus, abses, gangren)
Gerakan yang terbatas dan kontraktur
- Palpasi
Pemeriksaan suhu raba
Pemeriksaan pulsasi a. Dorsalis pedis dan tibialis posterior
Pemeriksaan sensibilitas dengan monofilament
Pemeriksaan reflex fisiologis (APR,KPR) dan patologis (Babinsky). 3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penyaring DM
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
mempunyai gejala DM tetapi mempunyai resiko DM. Bila hasil pemeriksaan
penyaring positif maka perlu dilakukan serangkaian uji diagnostik untuk
memastikan

diagnostik

definitif.

Pemeriksaan

penyaring

dilakukan

pada

kelompok dengan salah satu risiko DM yaitu:


-

Usia > 45 tahun;


Berat badan > 110% BB ideal atau Indeks Massa Tubuh (IMT) 23 kg/m 2;
Hipertensi (Tekanan darah 140/90 mmHg);
Riwayat DM dalam garis keturunan;
Riwayat abortus beulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000

gram;
Kadar kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau kadar trigliserida 250 mg/dL.

Bagi kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan penyaring negatif,


pemeriksaan perlu dilakukan setiap tahun. Bagi mereka yang berusia di atas 45
tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 (tiga)
tahun.

Pemeriksaan

laboratorium

yang

dapat

digunakan

sebagai

pemeriksaan

penyaring adalah kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa.
Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai
pemeriksaan penyaring DM tercantum pada
Tabel-1. Penilaian Hasil Pemeriksaan Penyaring DM
Kadar Glukosa

Bukan DM

Belum Pasti

DM

Darah
(Plasma Vena)
Glukosa Darah

DM
<110 mg/dL

110 - 199 mg/dL

200 mg/dL

Sewaktu
Glukosa Darah Puasa

<110 mg/dL

110 - 125 mg/dL

126 mg/dL

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Pada penderita tanpa keluhan khas DM, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah dalam batas peralihan yaitu kadar glukosa darah puasa antara 110-125
mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu antara 110-199 mg/dL, harus dilakukan
TTGO untuk memastikan diagnosis DM. Penilaian hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita tanpa keluhan khas DM yang hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dL tercantum pada
Tabel-2.
Tabel-2.
Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah Puasa
110-125 mg/dL.
Kadar Glukosa Darah Puasa

Penilaian

(mg/dL)
< 140
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
140-199
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
200
Diabetes Melitus
Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita
tanpa keluhan khas DM yang hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
antara 110-199 mg/dL tercantum pada Tabel-3.

Tabel-3.
4

Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah
Sewaktu 110-199 mg/dL.
Kadar Glukosa Darah Sewaktu

Penilaian

(mg/dL)
< 140
140-199
200

Normal
Toleransi Glukosa Terganggu
Diabetes Melitus

Cara Penatalaksanaan TTGO (WHO, 1999)

Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup);


Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan;
Puasa paling sedikit 8 jam, mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air

putih diperbolehkan;
Diperiksa kadar glukosa darah puasa;
Diberikan 75 gram glukosa (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum habis dalam waktu 5 menit;
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.4

HBA1C
Pemeriksaan HbA1c untuk memantau kadar glukosa rata-rata selama sekitar

3 bulan. Prinsipnya adalah glukosa bereaksi secara non enzimatik dengan


hemoglobin menjadi glikosilat yang stabil. Banyaknya hemoglobin glikosilat yang
terbentuk setara dengan glukosa darah. Karena RBC rata-rata berumur 120 hari,
HbA1c menggambarkan rata-rata kadar glukosa selama sekitar 3 bulan. Sampel
yang digunakan adalah darah EDTA, dengan penyimpanan pada suhu 4

C.

nilai normal HbA1c adalah antara 4-8% dan bila diperoleh hasil penetapan HbA1c
13-20%, hal ini menunjukkan bahwa pengandalian kadar glukosa buruk.
-

Hematologi

Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk menentukan kadar glukosa darah


adalah plasma darah vena dengan metoda pemeriksaan cara enzimatik. Pada
kondisi tertentu di mana sulit mendapat darah vena, dapat juga dipakai darah
utuh (whole blood) vena atau kapiler dengan memperhatikan angka kriteria
diagnosis yang berbeda sesuai dengan pembakuan oleh WHO.

Selain plasma vena, pada kondisi tertentu bila sulit mendapatkan darah vena,
dapat juga dipakai darah kapiler. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dengan
menggunakan sampel darah vena mungkin akan berbeda dengan hasil
pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah kapiler. Hal ini disebabkan
karena kadar glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% daripada kadar glukosa
darah vena. Pada keadaan puasa, perbedaan kadar glukosa darah vena dan
arteri hanya 2-3 mg/dL, dan setelah makan perbedaan ini dapat mencapai 20-30
mg/dL. Kadar glukosa darah arteri dapat dianggap tidak berbeda dengan kadar
glukosa darah kapiler.
Kadar glukosa darah utuh (whole blood) dipengaruhi oleh nilai hematokrit dan
jarak waktu melakukan pemeriksaan setelah pengambilan sampel darah. Kadar
glukosa darah utuh dengan hematokrit yang tinggi akan lebih tinggi sedangkan
kadar glukosa darah utuh dengan hematokrit yang rendah menjadi lebih rendah.
Hal ini disebabkan kandungan air dalam sel darah merah sebanyak 73%
sedangkan kandungan air dalam plasma sebanyak 93%.
Kadar glukosa darah utuh berkurang sesuai dengan berjalannya waktu karena
glukosa akan digunakan untuk metabolisme sel-sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit) dan juga kuman. Kecepatan berkurangnya kadar glukosa darah utuh
pada suhu kamar adalah 7 mg/dL/jam sedangkan pada suhu 4C sebanyak 2
mg/dL/jam. Oleh karena itu, bila pemeriksaan terpaksa ditunda dan tidak segera
dilakukan maka darah utuh harus diberikan pengawet NaF sebanyak 2 mg/mL.
Dengan penambahan NaF, pemeriksaan dapat ditunda sampai 48 jam.
Diagnosis
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah dikenalkan, berdasarkan metode
presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Suatu klasifikasi yang
diperkenalkan

oleh

American

Diabetes

Association

(ADA)

berdasarkan

pengetahuan muktahir mengenai pathogenesis sindrom diabetes dan gangguan


toleransi glukosa.
1). Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2
Diabetes t ipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependent
insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens
diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi
dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan
sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimundan tidak diketahui
6

sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika
dan Asia.

Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes Melitus tipe 2

Sel beta pankreas dapat hasilkan

Sel beta pankreas dapat menghasilkan

sedikit insulin atau sama sekali tidak

insulin secara normal tetapi reseptor

menghasilkan insulin (insulinopenia)

insulin tidak responsive

Umumnya terjadi sebelum usia 30

Bisa terjadi pada dewasa setelah usia

tahun, yaitu anak-anak dan remaja

30 tahun

Para ilmuwan percaya bahwa faktor

Faktor

lingkungan (berupa infeksi virus atau

dimana

faktor gizi pada masa kanak atau

mengalami

dewasa awal) menyebabkan sistem

keturunan dari orang tuanya yang

autoantibodi yang menghancurkan

menderita DM tipe 2.

sel

beta,

penghasil

insulin

resikonya
sekitar

adalah
80-90%

obesitas

obesitas
penderita

dan

juga

di

pankreas. Untuk terjadinya hal ini


diperlukan kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel beta)

Adanya

mengalami

reseptor pada membrane sel yang

kerusakan

Terjadi

kekurangan

berat

dan

permanen.

insulin

penderita

yang
harus

menjadi
insulin

kelainan
tidak

pada

responsive

akibatnya

mendapatkan suntikan insulin secara

penggabungan

teratur

kompleks

abnormal

reseptor

insulin

reseptorterhadap
terjadi
antara
dengan

sistem transport gula darah yang pada


akhirnya menimbulkan kerusakan pada
sel beta sehingga menurunkan jumlah
insulin (defisiensi relative)
Tabel 5. Perbedaan DM tipe 1 dan DM tipe 2. 5,6

Diabetes insipidus

Diabetes insipidus adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyebab yang dapat
mengganggu

mekanisme

neurohypophyseal-renal

reflekx

sehingga

mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasuskasus yang ditemukan merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi
pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak
dapat mencapai 5-10 liter sehari, berat jenis urin sangat rendah berkisar antara
1001-1005 atu 50-200 m-Osmo/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia,
biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang
menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal-renal
reflex tersebut.
Selama pusat rasa haus pasien tetap utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut
dalam cairan tubuh akan mendekati nilai normal. Bahaya baru timbul jika intake
air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin yang ada dengan akibat pasien
akan mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat-zat yang terlarut.
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi 2 jenis, yaitu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pengeluaran hormon
antidiuretik ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau
penyimpanan. Secara anatomis, kelainan ini terbagi akibat kerusakan nukleus
supraoptik,

paraventrikuler

dan

filiformis

hipotalamus

yang

menyintesis

ADH,selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangutan ADH akibat
kerusakan pada akson traktus supraoptikus pofisealis dan akson hipofisis
posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam
sirkulasi jika dibutuhkan
Diabetes insipidus nefrogenik dipakai pada diabetes insipidual yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen, secara eksogen DIN dapat disebabkan oleh:
1. Kegagalan pembentukan dan pemeligaraan gradient osmotik dalam
medula renalis.
2. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam
jumlah yang cukup berfungsi normal.
Etiologi
8

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacammacam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan
mengarah

pada

insufisiensi

insulin,

tetapi

determinan

genetic

biasanya

memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus.


Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai
pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot
hampir 100%. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling
kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY),
yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal
dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan
nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier)
diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptorreseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor
glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang
selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin
intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat
mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan
menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami
obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya
akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2.
Pengurangan

berat

badan

seringkali

dikaitkan

dengan

perbaikan

dalam

sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa. 7

Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16
juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat
9

dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopai
diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2,5 kali lebih
sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita diabetes. Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya
meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan
gangrene adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus
intrauterine pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga
meningkat.8

Patofisiologi
Tiap-tiap sel dalam tubuh memerlukan energy dalam menjalankan fungsinya.
Sumber energi utama tubuh adalah glukosa, gula yang sederhana dihasilkan dari
pencernaan makanan yang berisi karbohidrat. Glukosa dari pencernaan makanan
diedarkan

dalam

darah

sebagai

sumber

energy

untuk

sel

yang

membutuhkannya.
Hormon insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel dalam
pancreas. Hormon insulin berikatan dengan suatu reseptor di luar sel dan
bertindak sebagai suatu kunci untuk membuka pintu ke dalam sel sehingga
glukosa dapat masuk. Sebagian dari glukosa dapat dikonversi untuk sumber
energi konsentrat seperti glikogen atau fatty acids dan disimpan sebagai
cadangan. Saat hormone insulin yang diproduksi tidak mencukupi atau manakala
pintu sel tidak mengenali kunci hormone insulin, glukosa akan tetap berada di
dalam darah dan tak dapat memasuki sel. Tubuh akan mencoba untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darah, yang disebut hyperglycemia dengan
menarik air ke luar dari sel dan ke dalam bloodstream sebagai suatu usaha untuk
menurunkan kadar gula dan mengeluarkan melalui urin.
Bukan suatu hal biasa untuk orang dengan DM yang tidak terdiagnosa untuk
selalu merasa haus, minum air dalam jumlah besar, dan buang air kecil sering
sebagai

usaha

tubuh

untuk

menghindari

kelebihan

tersebut.

Hal

ini

menyebabkan tingginya kadar glukosa urin. Pada waktu yang sama tubuh
berusaha untuk menghindari glukosa dari darah, sek kekurangan glukosa dan
mengirim isyarat kepada tubuh untuk makan lebih banyak makanan, sehingga
membuat pasien sangat lapar.

10

Untuk menyediakan energy bagi sel-sel yang merasa lapar, tubuh mencoba
mengonversi lemak dan protein menjadi glukosa. Penggunaan lemak dan protein
untuk energy menyebabkan terbentuknya keton dalam darah. Keton juga akan
dikeluarkan melalui urin. Saat keton terbentuk dalam darah,

suatu keadaan

yang disebut ketoasidosis dapat terjadi, hal ini dapat mengancam jiwa jika
terlambat ditangani karena dapat mengarah pada koma dan kematian. 9

Manifestasi klinik
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi

insulin.

Pasien-pasien

dengan

defisiensi

insulin

tidak

dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi


glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi
ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glukosuria. Glikosuria ini akan
mengakibatkan

dieresis

osmotic

yang

meningkatkan

pengeluaran

urine

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
Gejala klinis pasien diabetes melitus sendiri, hal yang sering menyebabkan
pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes
melitus ialah keluhan:
-

Berat badan menurun tanpa sebab , lemah.


Kelainan kulit
: bisul-bisul, gatal,
Kelainan ginekologis
: keputihan
Kesemutan, rasa baal
Kelemahan tubuh
Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh.
Infeksi saluran kemih.8,9

Penatalaksanaan
1. Diet (Manajemen Nutrisi)
Standart diet yang praktis
Standar

Kalori

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat
(g)

900

50

30

100

II

1100

60

45

120
11

III

1300

60

50

150

IV

1500

65

60

180

1700

90

70

200

VI

1900

90

70

230

VII

2100

85

80

260

VIII

2300

90

85

300

IX

2500

95

85

340

Untuk penderita BB ideal V - VI

Untuk penderita obesitas I IV

Untuk penderita kursus VII - IX

Manajemen Nutrisi
Diet adalah dasar pengobatan diabetes. Nasihat diet yang baik sangat penting
untuk perawatan pasien diabetes. Perlu dilakukan anamnesis diet mengenai
kebiasaan dan pola makan. Rekomendasi diet meliputi:
Tahap 1
Tentukan kebutuhan energi total sehari seperti pada nondiabetes, kebutuhan
energi harus dihitung sesuai dengan usia, aktivitas, keadaan fisiologik dan
berdasarkan berat badan yang diharapkan.
Tahap 2
Tentukan

komposisi

diet

seimbang.

Umumnya

terdiri

dari

60%-65%

karbohidrat, 15%-20% protein dan 20%-25% lemak dengan lemak jenuh < 10%;
lemak tak jenuh ganda sampai 10%; sisanya lemak tak jenuh tunggal dan
kolesterol < 300 mg. Pada penderita diabetes dengan gangguan fungsi organ
(misalnya

dengan

nefropatia),

komposisi

diet,

khususnya

protein,

harus

disesuaikan dengan tingkat gangguan organ tersebut.


Jenis karbohidrat perlu dipertimbangkan. Efek mono dan disakarida terhadap
gula darah, tergantung dari jumlah yang dikonsumsi dan sifat bahan makanan
lain yang dikonsumsi pada waktu yang sama. Sukrosa sepanjang tidak
meningkatkan kadar glukosa darah dapat diberikan. Rekomendasi yang diajukan

12

saat ini untuk karbohidrat kompleks pada pasien diabetes yaitu 20-25 g/1000
kkal.
Suplementasi vitamin dan mineral dapat dipertimbangkan bila penilaian diet
tidak adekuat. Pada pasien diabetes dengan infeksi, poliuria dan ketoasidosis,
suplementasi vitamin (C dan B kompleks) dan mineral (kromium dan seng)
sangat dianjurkan. Vitamin A perlu diberikan karena betakaroten sukar di
konversi menjadi vitamin A, dan vitamin E untuk melindungi terhadap angiopati.
Tahap 3
Menterjemahkan semua perhitungan zat gizi ke dalam bahan makanan dan
menentukan distribusinya dalam porsi makanan dan snack. Jadwal makanan
disesuaikan dengan jadwal pemberian insulin atau obat hipoglikemik.
Untuk nutrisi oral, sebaiknya diberikan dengan porsi kecil tapi sering dengan
catatan, satu porsi sebelum tidur malam.
Tahap 4
Evaluasi asupan makan dan kebiasaan makan.9

2. Obat-obatan dan Insulin


Obat antidiabetes oral
Sulfonilurea diindikasikan pada pasien (terutama pasien yang mendekati berat
badan idealnya) yang dietnya gagal untuk mengendalikan hipoglikemia, tetapi
pada sekitar 30% control tidak dapat dicapai dengan obat ini. Obat ini
menstimulasi pelepasan insulin dari pulau-pulau pancreas sehingga pasien harus
mempunyai sel B yang berfungsi parsial agar obat ini bisa berguna. Glipizid dan
glikazid mempunyai waktu paruh yang relative singkat dan biasanya diberkan
pertama kali.
Glibenklamid mempunyai durasi kerja lebih panjang dan dapat diberikan sekali
sehari. Akan tetapi, terdapat lebih banyak kemungkinan hipoglikemia dan
gibenklamid sebaiknya dihindari pada pasien dengan risiko hipoglikemia
(misalnya orang lanjut usia). Pasien-pasien lanjut usia mungkin lebih aman diberi
tolbutamid yang mempunyai durasi kerja paling singkat.
Efek Samping
Terjadi gangguan gastrointestinal dan ruam, tetapi jarang. Hipoglikemia dan
koma hipoglikemik bisa diinduksi oleh obat kerja panjang, terutama pada pasien

13

lanjut usia. Sulfonilurea dikontraindikasikan pada hiperglikemia berat (terutama


ketotik), pembedahan dan penyakit mayor dimana seharusnya diberikan insulin.
Repaglinid adalah derivate benzamida dengan awitan cepat dan durasi kerja
singkat. Repaglinid dikonsumsi saat mulai makan untuk memberikan lonjakan
pelepasan

insulin

selama

proses

percernaan

dengan

penurunan

risiko

hipoglikemia interprandial.
Biguanid. Metformin bekerja di perifer untuk meningkatkan ambilan glukosa
oleh

mekanisme

yang

tidak

diketahui.

Metformin

jarang

menyebabkan

hipoglikemi karena obat ini tidak meningkatkan pelepasan insulin. Efek


simpangnya meliputi mual, muntah, diare dan sangat jarang menyebabkan
asidosis laktat yang fatal.
Akarbose menghambat glikoside a usus, memperlampat pencernaan tepung
dan sukrosa.Akarbose dikonsumsi bersama dengan makanan dan menurukan
peningkatan glukosa darah postprandial. Efek samping utamanya adalah
flatulensi.
Glitazon (tiazolidinedion). Obat baru ini meningkatkan sensivitas terhadap
insulin dengan terikat pada reseptor PPAR- nuclear dan dengan depresi,
meningkatkan transkripsi gen-gen tertentu yang sensitive insulin. Obat ini
diberikan dalam kombinasi dengan metformin atau sulfonylurea. Glitazon tidak
mempunyai keuntungan yang dapat dilihat diantara terapi-terapi yang lebih
lama dan keamanan penggunaan jangka panjangnya tidak diketahui.

3. Insulin
Sebagian besar pasien dabetes di Inggris saat ini diterapi dengan insulin
manusia. Insulin diberikan melalui suntikan subkutan dan kecepatan absorpsinya
dapat diperpanjang dengan memperbesar ukuran partikel (yaitu Kristal lebih
lambat daripada amorf) atau dengan membuat kompleks insulin dengan zink
atau protamin.
Insulin kerja singkat. Insulin yang dapat larut (soluble insulin) adalah larutan
insulin sederhana. (Awitan 30 menit, aktivitas puncak 2-4 jam, menghilang
dalam 8 jam). Insulin ini dapat diberikan intravena pada kegawatdaruratan
hiperglikemia, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 30 menit dengan cara
ini. Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang mempunyai
awitan lebih cepat dan kerja yang lebih singkat daripada insulin yang dapat larut.

14

Insulin kerja menengah dan panjang. Insulin ini mempunyai durasi kerja
antara 16 sampai 35 jam. Semilente adalah suspense insulin zink amorf. Lente
adalah campuran insulin zink amorf (30%) dan insulin zink Kristal (70%). Insulin
ink Kristal memperpanjang durasi sediaan ini.
Isofan insulin (NPH) adalah kompleks protamin dan insulin. Campuran ini
sedemikian rupa sehingga tidak terdapat tempat ikatan bebas yang tersisa pada
protamin. Setelah suntikan, enzim proteolitik mendegradasi protamin dan insulin
diabsorpsi. Durasi NPH sama dengan durasi lente (sekitar 20 jam).
Campuran tetap bifasik mengndung beberapa berbagai proporsi insulin yang
dapat larut dan isofan insulin (misalnya 30% dapat larut dan 70% isofan).
Komponen yang dapat larut memberikan awitan cepat dan isofan insulin
memperpanjang kerja obat.
Ultralente adalah suspense dan insulin zink Kristal yang kelarutannya buruk
dengan durasi sampai dengan 35 jam. Durasi panjang dari ultralente dapat
menyebabkan akumulasi urin dan hipoglikemia yang berbahaya.
Insulin glargin larut pada pH asam, namun membentuk presipitat pada pH
jaringan yang lebih netral. Isulin glargin memiliki aktivitas peakless (tanpa
puncak) yang panjang (1-12 jam) dan diberikan sekali sehari.

Efek samping
Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau asupan kalori yang
tidak adekuat merupakan komplikasi terapi insulin yang paling sering dan paling
serius. Pada keadaan hipoglikemia berat, koma dan kematian akan terjadi bila
pasien tidak diterapi dengan glukosa (secara intravena bila tidak sadar)
Antibodi insulin. Semua insulin adalah imunogenik untuk beberapa hal
(terutama bovin), tetapi resistensi imunologis terhadap insulin jarang terjadi.
Lipohipertrof sering terjadi dengan semua sediaan insulin, tetapi reaksi alergi
lokal pada tempat suntikan ini sangat jarang terjadi.
Regimen Insulin
Sebagian besar pasien diabetes tipe I menggunakan regimen yang mencakup
insulin kerja singkat dicampur dengan insulin kerja menengah yang disuntikan
subkutan dua kali sehari, sebelum makan pagi dan sebelum makan sore.
Regimen

kontrol

intensif

yang

lebih

banyak

dibutuhkan

dibuat

untuk

menghasilkan normoglikemia dengan tujuan mengurangi komplikasi diabetes


15

(kiri, berasir). Salah satu regimen adalah suntikan insulin kerja menengah, untuk
memberikan kadar insulin dasar, dan insulin yang dapat larut tiga kali sehari
sebelum makan.10

Komplikasi
-

KAD (Ketoasidosis Asidosis Diabetik)


Keadaan dekompensasi-kekacauan

metabolik

yang

ditandai

oleh

trias

hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi


-

insulin absolut tau relatif.


Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik
Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia
berat dan seringkali disertai gangguan neurologis denganatau tanpa adanya
ketosis.

Retinopati
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko
25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetik. Pasien
dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala penglihatan kabur
sampai kebutaan. Katarak lebih dini terjadi dibanding pada populasi orang

normal.
Nefropati
Sindroma

klinik

pada

pasien

diabetes

elitus

yang

ditandai

dengan

albuminemia menetap (>300mg/24 jam atau 200 ig/menit) pada minimal dua
kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien dengan
nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti
lemas, mua, pucat, sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan.
-

Neuropati
Komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Pada pasien
dengan

neuropati

autonom

diabetik

mungkin

dapat

dijumpai

gejala

gastrointestinal yang umumnya berupa mual, rasa kembung, muntah, diare


terutama pada malam hari. Maifestasi neuropati autonom diabetik lain ialah
adanya hipotensi ortostatik serta adanya keluhan gangguan pengeluaran
keringat. Terkadang pula dapat terjadi impotensi pada diabetes melitus lakilaki yang pada umumnya pada pasien yang sudah lanjut dan yang sudah
berlangsung lama
16

Ulkus gangren
Terjadinya masalah

kaki

diawali

dengan

adanya

hiperglikemia

pada

penyandang DM yang menyebabkan kelaianan neuropati dan kelainan pada


pembulu darah. Neuropati, baik neuropari sensorik maupun motorik dan
autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
aki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. 10,11
Pencegahan
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau
tahap yaitu:
1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat
dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada
komplikasi masih reversibel.
3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Usaha ini meliputi :
-mencegah timbulnya komplikasi
-mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan
organ
-mencegah kecacatan tubuh.12
Prognosis
Jika pada penderita DM kadar gula darah terkontrol dengan baik dan terjaga
kestabilannya atau jika pasien patuh dalam aturan pengobatan dan perencanaan
diet yang telah ditetapkan dokter prognosa umumnya akan baik. Sekitar 60%
pasien DM tipe II yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal.

Kesimpulan

17

Berdasarkan yang kasus diproleh, hipotesis yang dibuat benar pasien laki-laki
berusi 37 tahun menderita diabetes melitus. Diagnosis dan penatalaksanaan
yang tepat akan membantu pasien terhindar dari komplikasi.

Daftar pustaka
1. Barker M Helen. Diabetes melitus. Nutrition and dietetics for health care. Edisi
ke-10. USA : Chrunchill Livingstone.2006.h. 254-260.
2. Supartondo, Bambang Setiyohadi. Anamnesis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I, Edisi V. Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 25.
3. Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. Pemeriksaan Fisis Umum. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi V. Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 29.
18

4. Kurnia Nah Yasavati, Santoso Mardi, dkk. Buku Panduan Keterampilan Medik
(Skills Lab) V. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta;
2011: hal. 38.
5. Halim S.L., Iskandar Ign., Harny Edward, Richard Kosasih, Herawati Sudiono.
Patologi Klinik Kimia Klinik. Edisi I. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Ukrida. Jakarta; 2011: hal. 52-59.
6. Ajjan R. The pancreas. Endocrinology and Diabetes. UK : Wiley Blackwell;
2009. p.46-59.
7. Schteingart DE. Pankreas : Metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam:
Price SA, Wilson LM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h.1259-71.
8. Gallagher MP, Oberfield SE. Diabetes Mellitus and

hyperglycemia.

Comprehensive pediatrics hospital medicine UK : Mosby Elsevier; 2007.p.57982.


9. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam: Price SA,
Wilson LM, editor. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC,
2006.h.1857-9
10.Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga.2006.h.
78-9
11.Corwin EJ. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000.h. 239-77
12.Santoso M. Standar pelayanan medis penyakit dalam. Jakarta: Yayasan
Diabetes Indonesia. 2004.h.29-38.
.

19

Anda mungkin juga menyukai