Pendahuluan
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi, diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
akan lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya. Terkadang pula gambarannya klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan
diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan
penyakit. Dapat pula gejala diabetes melitusnya lebih nyata dan timbul
mendadak serta dramatis sekali. Gejala dan tanda-tanda diabetes melitus
dijumpai lengkap beserta tanda-tanda ketoasidosisnya. Ketoasidosis tersering
dicetuskan oleh adanya infeksi dan terkadang oleh stres lain, seperti tindakan
pembedahan.1 Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ingin mengetahui lebih
dalam tentang tipe-tipe serta komplikasi dari penyakit diabetes melitus. Hipotesis
yang dibuat ialah seorang laki-laki berusia 37 tahun menderita diabetes melitus.
ISI
Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati
yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan
nonverbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat
karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan
dengan
baik
maka
lebih
kurang
70%
diagnosis
penyakit
sudah
dapat
ditegakkan.1,2
Beberapa komponen riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan:
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan utama.
Keluhan utama pasien : sesak yang sudah setengah tahun, sering lemas dan
BB turun 6 kg selama 5 bulan malam hari, betis keram dan pegal, sering
terbangun 3-4 kali pada malam hari untuk BAK.
3. Riwayat penyakit sekarang :
- Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing ?
- Menanyakan adanya buram, katarak, buta, galucoma?
- Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi?
- Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas?
- Menanyakan ada riwayat sakit jantung (nyenyi dada kiri)?
- Menanyakan adanya hipertensi?
- Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan
luka yang bau?
Menanyakan apakah ada batuk lebih 3 minggu?
4. Riwayat penyakit keluarga.
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
-
Pemeriksaan
2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan kesadaran, tanda-tanda vital: Suhu, Tekanan Darah, Nadi,
Frekuensi Pernapasan. Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting
untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis
meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan
raba (Palpasi), pemeriksaan ketok (Perkusi) dan Pemeriksaan mendengar dengan
menggunakan stetoskop (Auskultasi).
-
Inspeksi
Warna kulit dan kondisi kulit (kering, normal, lembab)
Atrofi atau hipotrofi otot
Lesi kulit (infiltrate, ulkus, abses, gangren)
Gerakan yang terbatas dan kontraktur
- Palpasi
Pemeriksaan suhu raba
Pemeriksaan pulsasi a. Dorsalis pedis dan tibialis posterior
Pemeriksaan sensibilitas dengan monofilament
Pemeriksaan reflex fisiologis (APR,KPR) dan patologis (Babinsky). 3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penyaring DM
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
mempunyai gejala DM tetapi mempunyai resiko DM. Bila hasil pemeriksaan
penyaring positif maka perlu dilakukan serangkaian uji diagnostik untuk
memastikan
diagnostik
definitif.
Pemeriksaan
penyaring
dilakukan
pada
gram;
Kadar kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau kadar trigliserida 250 mg/dL.
Pemeriksaan
laboratorium
yang
dapat
digunakan
sebagai
pemeriksaan
penyaring adalah kadar glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa darah puasa.
Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai
pemeriksaan penyaring DM tercantum pada
Tabel-1. Penilaian Hasil Pemeriksaan Penyaring DM
Kadar Glukosa
Bukan DM
Belum Pasti
DM
Darah
(Plasma Vena)
Glukosa Darah
DM
<110 mg/dL
200 mg/dL
Sewaktu
Glukosa Darah Puasa
<110 mg/dL
126 mg/dL
Pada penderita tanpa keluhan khas DM, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah dalam batas peralihan yaitu kadar glukosa darah puasa antara 110-125
mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu antara 110-199 mg/dL, harus dilakukan
TTGO untuk memastikan diagnosis DM. Penilaian hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita tanpa keluhan khas DM yang hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dL tercantum pada
Tabel-2.
Tabel-2.
Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah Puasa
110-125 mg/dL.
Kadar Glukosa Darah Puasa
Penilaian
(mg/dL)
< 140
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
140-199
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
200
Diabetes Melitus
Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita
tanpa keluhan khas DM yang hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
antara 110-199 mg/dL tercantum pada Tabel-3.
Tabel-3.
4
Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah
Sewaktu 110-199 mg/dL.
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Penilaian
(mg/dL)
< 140
140-199
200
Normal
Toleransi Glukosa Terganggu
Diabetes Melitus
putih diperbolehkan;
Diperiksa kadar glukosa darah puasa;
Diberikan 75 gram glukosa (orang dewasa) atau 1,75 gram/KgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum habis dalam waktu 5 menit;
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.4
HBA1C
Pemeriksaan HbA1c untuk memantau kadar glukosa rata-rata selama sekitar
C.
nilai normal HbA1c adalah antara 4-8% dan bila diperoleh hasil penetapan HbA1c
13-20%, hal ini menunjukkan bahwa pengandalian kadar glukosa buruk.
-
Hematologi
Selain plasma vena, pada kondisi tertentu bila sulit mendapatkan darah vena,
dapat juga dipakai darah kapiler. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dengan
menggunakan sampel darah vena mungkin akan berbeda dengan hasil
pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah kapiler. Hal ini disebabkan
karena kadar glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10% daripada kadar glukosa
darah vena. Pada keadaan puasa, perbedaan kadar glukosa darah vena dan
arteri hanya 2-3 mg/dL, dan setelah makan perbedaan ini dapat mencapai 20-30
mg/dL. Kadar glukosa darah arteri dapat dianggap tidak berbeda dengan kadar
glukosa darah kapiler.
Kadar glukosa darah utuh (whole blood) dipengaruhi oleh nilai hematokrit dan
jarak waktu melakukan pemeriksaan setelah pengambilan sampel darah. Kadar
glukosa darah utuh dengan hematokrit yang tinggi akan lebih tinggi sedangkan
kadar glukosa darah utuh dengan hematokrit yang rendah menjadi lebih rendah.
Hal ini disebabkan kandungan air dalam sel darah merah sebanyak 73%
sedangkan kandungan air dalam plasma sebanyak 93%.
Kadar glukosa darah utuh berkurang sesuai dengan berjalannya waktu karena
glukosa akan digunakan untuk metabolisme sel-sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit) dan juga kuman. Kecepatan berkurangnya kadar glukosa darah utuh
pada suhu kamar adalah 7 mg/dL/jam sedangkan pada suhu 4C sebanyak 2
mg/dL/jam. Oleh karena itu, bila pemeriksaan terpaksa ditunda dan tidak segera
dilakukan maka darah utuh harus diberikan pengawet NaF sebanyak 2 mg/mL.
Dengan penambahan NaF, pemeriksaan dapat ditunda sampai 48 jam.
Diagnosis
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah dikenalkan, berdasarkan metode
presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Suatu klasifikasi yang
diperkenalkan
oleh
American
Diabetes
Association
(ADA)
berdasarkan
sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika
dan Asia.
30 tahun
Faktor
dimana
mengalami
menderita DM tipe 2.
sel
beta,
penghasil
insulin
resikonya
sekitar
adalah
80-90%
obesitas
obesitas
penderita
dan
juga
di
Adanya
mengalami
kerusakan
Terjadi
kekurangan
berat
dan
permanen.
insulin
penderita
yang
harus
menjadi
insulin
kelainan
tidak
pada
responsive
akibatnya
penggabungan
teratur
kompleks
abnormal
reseptor
insulin
reseptorterhadap
terjadi
antara
dengan
Diabetes insipidus
Diabetes insipidus adalah penyakit yang diakibatkan oleh penyebab yang dapat
mengganggu
mekanisme
neurohypophyseal-renal
reflekx
sehingga
mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasuskasus yang ditemukan merupakan kasus idiopatik yang dapat bermanifestasi
pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin.
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.
Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak
dapat mencapai 5-10 liter sehari, berat jenis urin sangat rendah berkisar antara
1001-1005 atu 50-200 m-Osmo/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia,
biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang
menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal-renal
reflex tersebut.
Selama pusat rasa haus pasien tetap utuh, konsentrasi zat-zat yang terlarut
dalam cairan tubuh akan mendekati nilai normal. Bahaya baru timbul jika intake
air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin yang ada dengan akibat pasien
akan mengalami dehidrasi dan peningkatan konsentrasi zat-zat yang terlarut.
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi 2 jenis, yaitu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes insipidus sentral disebabkan oleh kegagalan pengeluaran hormon
antidiuretik ADH yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis atau
penyimpanan. Secara anatomis, kelainan ini terbagi akibat kerusakan nukleus
supraoptik,
paraventrikuler
dan
filiformis
hipotalamus
yang
menyintesis
ADH,selain itu DIS juga timbul karena gangguan pengangutan ADH akibat
kerusakan pada akson traktus supraoptikus pofisealis dan akson hipofisis
posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam
sirkulasi jika dibutuhkan
Diabetes insipidus nefrogenik dipakai pada diabetes insipidual yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen, secara eksogen DIN dapat disebabkan oleh:
1. Kegagalan pembentukan dan pemeligaraan gradient osmotik dalam
medula renalis.
2. Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam
jumlah yang cukup berfungsi normal.
Etiologi
8
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacammacam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan
mengarah
pada
insufisiensi
insulin,
tetapi
determinan
genetic
biasanya
berat
badan
seringkali
dikaitkan
dengan
perbaikan
dalam
Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16
juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat
9
dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopai
diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2,5 kali lebih
sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita diabetes. Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya
meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan
gangrene adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu, kematian fetus
intrauterine pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga
meningkat.8
Patofisiologi
Tiap-tiap sel dalam tubuh memerlukan energy dalam menjalankan fungsinya.
Sumber energi utama tubuh adalah glukosa, gula yang sederhana dihasilkan dari
pencernaan makanan yang berisi karbohidrat. Glukosa dari pencernaan makanan
diedarkan
dalam
darah
sebagai
sumber
energy
untuk
sel
yang
membutuhkannya.
Hormon insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel dalam
pancreas. Hormon insulin berikatan dengan suatu reseptor di luar sel dan
bertindak sebagai suatu kunci untuk membuka pintu ke dalam sel sehingga
glukosa dapat masuk. Sebagian dari glukosa dapat dikonversi untuk sumber
energi konsentrat seperti glikogen atau fatty acids dan disimpan sebagai
cadangan. Saat hormone insulin yang diproduksi tidak mencukupi atau manakala
pintu sel tidak mengenali kunci hormone insulin, glukosa akan tetap berada di
dalam darah dan tak dapat memasuki sel. Tubuh akan mencoba untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darah, yang disebut hyperglycemia dengan
menarik air ke luar dari sel dan ke dalam bloodstream sebagai suatu usaha untuk
menurunkan kadar gula dan mengeluarkan melalui urin.
Bukan suatu hal biasa untuk orang dengan DM yang tidak terdiagnosa untuk
selalu merasa haus, minum air dalam jumlah besar, dan buang air kecil sering
sebagai
usaha
tubuh
untuk
menghindari
kelebihan
tersebut.
Hal
ini
menyebabkan tingginya kadar glukosa urin. Pada waktu yang sama tubuh
berusaha untuk menghindari glukosa dari darah, sek kekurangan glukosa dan
mengirim isyarat kepada tubuh untuk makan lebih banyak makanan, sehingga
membuat pasien sangat lapar.
10
Untuk menyediakan energy bagi sel-sel yang merasa lapar, tubuh mencoba
mengonversi lemak dan protein menjadi glukosa. Penggunaan lemak dan protein
untuk energy menyebabkan terbentuknya keton dalam darah. Keton juga akan
dikeluarkan melalui urin. Saat keton terbentuk dalam darah,
suatu keadaan
yang disebut ketoasidosis dapat terjadi, hal ini dapat mengancam jiwa jika
terlambat ditangani karena dapat mengarah pada koma dan kematian. 9
Manifestasi klinik
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic
defisiensi
insulin.
Pasien-pasien
dengan
defisiensi
insulin
tidak
dapat
dieresis
osmotic
yang
meningkatkan
pengeluaran
urine
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
Gejala klinis pasien diabetes melitus sendiri, hal yang sering menyebabkan
pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes
melitus ialah keluhan:
-
Penatalaksanaan
1. Diet (Manajemen Nutrisi)
Standart diet yang praktis
Standar
Kalori
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat
(g)
900
50
30
100
II
1100
60
45
120
11
III
1300
60
50
150
IV
1500
65
60
180
1700
90
70
200
VI
1900
90
70
230
VII
2100
85
80
260
VIII
2300
90
85
300
IX
2500
95
85
340
Manajemen Nutrisi
Diet adalah dasar pengobatan diabetes. Nasihat diet yang baik sangat penting
untuk perawatan pasien diabetes. Perlu dilakukan anamnesis diet mengenai
kebiasaan dan pola makan. Rekomendasi diet meliputi:
Tahap 1
Tentukan kebutuhan energi total sehari seperti pada nondiabetes, kebutuhan
energi harus dihitung sesuai dengan usia, aktivitas, keadaan fisiologik dan
berdasarkan berat badan yang diharapkan.
Tahap 2
Tentukan
komposisi
diet
seimbang.
Umumnya
terdiri
dari
60%-65%
karbohidrat, 15%-20% protein dan 20%-25% lemak dengan lemak jenuh < 10%;
lemak tak jenuh ganda sampai 10%; sisanya lemak tak jenuh tunggal dan
kolesterol < 300 mg. Pada penderita diabetes dengan gangguan fungsi organ
(misalnya
dengan
nefropatia),
komposisi
diet,
khususnya
protein,
harus
12
saat ini untuk karbohidrat kompleks pada pasien diabetes yaitu 20-25 g/1000
kkal.
Suplementasi vitamin dan mineral dapat dipertimbangkan bila penilaian diet
tidak adekuat. Pada pasien diabetes dengan infeksi, poliuria dan ketoasidosis,
suplementasi vitamin (C dan B kompleks) dan mineral (kromium dan seng)
sangat dianjurkan. Vitamin A perlu diberikan karena betakaroten sukar di
konversi menjadi vitamin A, dan vitamin E untuk melindungi terhadap angiopati.
Tahap 3
Menterjemahkan semua perhitungan zat gizi ke dalam bahan makanan dan
menentukan distribusinya dalam porsi makanan dan snack. Jadwal makanan
disesuaikan dengan jadwal pemberian insulin atau obat hipoglikemik.
Untuk nutrisi oral, sebaiknya diberikan dengan porsi kecil tapi sering dengan
catatan, satu porsi sebelum tidur malam.
Tahap 4
Evaluasi asupan makan dan kebiasaan makan.9
13
insulin
selama
proses
percernaan
dengan
penurunan
risiko
hipoglikemia interprandial.
Biguanid. Metformin bekerja di perifer untuk meningkatkan ambilan glukosa
oleh
mekanisme
yang
tidak
diketahui.
Metformin
jarang
menyebabkan
3. Insulin
Sebagian besar pasien dabetes di Inggris saat ini diterapi dengan insulin
manusia. Insulin diberikan melalui suntikan subkutan dan kecepatan absorpsinya
dapat diperpanjang dengan memperbesar ukuran partikel (yaitu Kristal lebih
lambat daripada amorf) atau dengan membuat kompleks insulin dengan zink
atau protamin.
Insulin kerja singkat. Insulin yang dapat larut (soluble insulin) adalah larutan
insulin sederhana. (Awitan 30 menit, aktivitas puncak 2-4 jam, menghilang
dalam 8 jam). Insulin ini dapat diberikan intravena pada kegawatdaruratan
hiperglikemia, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 30 menit dengan cara
ini. Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang mempunyai
awitan lebih cepat dan kerja yang lebih singkat daripada insulin yang dapat larut.
14
Insulin kerja menengah dan panjang. Insulin ini mempunyai durasi kerja
antara 16 sampai 35 jam. Semilente adalah suspense insulin zink amorf. Lente
adalah campuran insulin zink amorf (30%) dan insulin zink Kristal (70%). Insulin
ink Kristal memperpanjang durasi sediaan ini.
Isofan insulin (NPH) adalah kompleks protamin dan insulin. Campuran ini
sedemikian rupa sehingga tidak terdapat tempat ikatan bebas yang tersisa pada
protamin. Setelah suntikan, enzim proteolitik mendegradasi protamin dan insulin
diabsorpsi. Durasi NPH sama dengan durasi lente (sekitar 20 jam).
Campuran tetap bifasik mengndung beberapa berbagai proporsi insulin yang
dapat larut dan isofan insulin (misalnya 30% dapat larut dan 70% isofan).
Komponen yang dapat larut memberikan awitan cepat dan isofan insulin
memperpanjang kerja obat.
Ultralente adalah suspense dan insulin zink Kristal yang kelarutannya buruk
dengan durasi sampai dengan 35 jam. Durasi panjang dari ultralente dapat
menyebabkan akumulasi urin dan hipoglikemia yang berbahaya.
Insulin glargin larut pada pH asam, namun membentuk presipitat pada pH
jaringan yang lebih netral. Isulin glargin memiliki aktivitas peakless (tanpa
puncak) yang panjang (1-12 jam) dan diberikan sekali sehari.
Efek samping
Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau asupan kalori yang
tidak adekuat merupakan komplikasi terapi insulin yang paling sering dan paling
serius. Pada keadaan hipoglikemia berat, koma dan kematian akan terjadi bila
pasien tidak diterapi dengan glukosa (secara intravena bila tidak sadar)
Antibodi insulin. Semua insulin adalah imunogenik untuk beberapa hal
(terutama bovin), tetapi resistensi imunologis terhadap insulin jarang terjadi.
Lipohipertrof sering terjadi dengan semua sediaan insulin, tetapi reaksi alergi
lokal pada tempat suntikan ini sangat jarang terjadi.
Regimen Insulin
Sebagian besar pasien diabetes tipe I menggunakan regimen yang mencakup
insulin kerja singkat dicampur dengan insulin kerja menengah yang disuntikan
subkutan dua kali sehari, sebelum makan pagi dan sebelum makan sore.
Regimen
kontrol
intensif
yang
lebih
banyak
dibutuhkan
dibuat
untuk
(kiri, berasir). Salah satu regimen adalah suntikan insulin kerja menengah, untuk
memberikan kadar insulin dasar, dan insulin yang dapat larut tiga kali sehari
sebelum makan.10
Komplikasi
-
metabolik
yang
ditandai
oleh
trias
Retinopati
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki risiko
25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetik. Pasien
dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala penglihatan kabur
sampai kebutaan. Katarak lebih dini terjadi dibanding pada populasi orang
normal.
Nefropati
Sindroma
klinik
pada
pasien
diabetes
elitus
yang
ditandai
dengan
albuminemia menetap (>300mg/24 jam atau 200 ig/menit) pada minimal dua
kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien dengan
nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti
lemas, mua, pucat, sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan.
-
Neuropati
Komplikasi kronis paling sering ditemukan pada diabetes melitus. Pada pasien
dengan
neuropati
autonom
diabetik
mungkin
dapat
dijumpai
gejala
Ulkus gangren
Terjadinya masalah
kaki
diawali
dengan
adanya
hiperglikemia
pada
Kesimpulan
17
Berdasarkan yang kasus diproleh, hipotesis yang dibuat benar pasien laki-laki
berusi 37 tahun menderita diabetes melitus. Diagnosis dan penatalaksanaan
yang tepat akan membantu pasien terhindar dari komplikasi.
Daftar pustaka
1. Barker M Helen. Diabetes melitus. Nutrition and dietetics for health care. Edisi
ke-10. USA : Chrunchill Livingstone.2006.h. 254-260.
2. Supartondo, Bambang Setiyohadi. Anamnesis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I, Edisi V. Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 25.
3. Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. Pemeriksaan Fisis Umum. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi V. Internal Publishing. Jakarta; 2009: hal. 29.
18
4. Kurnia Nah Yasavati, Santoso Mardi, dkk. Buku Panduan Keterampilan Medik
(Skills Lab) V. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta;
2011: hal. 38.
5. Halim S.L., Iskandar Ign., Harny Edward, Richard Kosasih, Herawati Sudiono.
Patologi Klinik Kimia Klinik. Edisi I. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Ukrida. Jakarta; 2011: hal. 52-59.
6. Ajjan R. The pancreas. Endocrinology and Diabetes. UK : Wiley Blackwell;
2009. p.46-59.
7. Schteingart DE. Pankreas : Metabolisme glukosa dan diabetes melitus. Dalam:
Price SA, Wilson LM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h.1259-71.
8. Gallagher MP, Oberfield SE. Diabetes Mellitus and
hyperglycemia.
19