PENDAHULUAN
tidak pernah sakit selama dalam kandungan. Perlindungan janin dalam rahim
akan terputus ketika bayi lahir ke dunia (Hartono dkk, 2002:45).
Pemberian makanan yang benar merupakan dasar yang penting untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan bayi dan anak
balita. Keadaan gizi ibu yang baik sebelum dan selama kehamilan akan
mempengaruhi kesehatan anak dikemudian hari. Status gizi ibu juga sangat
mempengaruhi kemampuan ibu untuk kehamilan dan melahirkan, dan
keberhasilan dalam menyusui bayinya. Manfaat menyusui baik untuk ibu
maupun anak. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya maupun intensitas
menyusui. Umur bayi saat mendapatkan cairan dan makanan pendamping juga
mempengaruhi status gizi mereka (Prawirohardjo, 2009:376).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation
Childrens
Fund
(UNICEF)
dan
World
Health
Organization
(WHO)
merekomendasikan agar anak sebaiknya disusui hanya Air Susu Ibu (ASI)
selama paling sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah
anak berumur 6 bulan dan pemberian ASI seharusnya dilanjutkan sampai anak
berumur dua tahun. ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama
kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang
diperlukan anak pada usia tersebut. Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia
merubah rekomendasi lamanya pemberian ASI eksklusif dari 4 bulan menjadi
6 bulan (PERINASIA, 2004:3).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai usia
sekitar 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan cairan
lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pemberian awal ASI
sangat dianjurkan, karena ASI yang keluar pertama sangat bergizi dan
mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi baru lahir dari penyakit.
Menyusui seawal mungkin mempengaruhi kesehatan ibu baru melahirkan, yaitu
dengan menimbulkan kontraksi uterus, yang membantu mengurangi kehilangan
darah masa nifas. Untuk jangka yang lebih panjang, ibu yang menyusui
cenderung memperpanjang jarak kelahiran, karena efek supresi yang dimiliki
ketika menyusui terhadap kembalinya haid setelah melahirkan. Selang kelahiran
yang lebih panjang memberi kesempatan kepada tubuh ibu untuk pulih dari
kekurangan fisik yang berhubungan dengan kehamilan. Efek menyusui terhadap
kembalinya kesuburan berhubungan dengan lama dan intensitas menyusui
(Departemen Kesehatan, 2003).
Pemberian ASI tak lepas dari tatanan budaya. Perilaku dibentuk oleh
kebiasaan, yang bisa diwarnai oleh adat (budaya), tatanan norma yang berlaku
di masyarakat (sosial), dan kepercayaan (agama). Perilaku umumnya tidak
terjadi secara tiba-tiba. Perilaku adalah hasil dari proses yang berlangsung
selama masa perkembangan. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh
kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pemahaman terhadap latar belakang
sosial, budaya, agama dan pendidikan seseorang akan lebih memudahkan upaya
1500 gram) bagi yang tidak diberi ASI ternyata mempunyai skor lebih rendah
dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal, kemampuan visual motorik
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Penelitian lain di Jerman tahun
2003 pada 6650 anak usia sekolah berumur antara 5-14 tahun memberi
gambaran bahwa pemberian ASI terbukti menjadi faktor pelindung terhadap
obesitas. Efek perlindungannya menjadi lebih besar ketika bayi diberi ASI
eksklusif. Studi kasus terkontrol di Uni Emirat Arab meneliti 117 kasus
leukemia limfosit akut dan 117 anggota kelompok kontrol mereka
menyimpulkan bahwa masa pemberian ASI selama enam bulan atau lebih dapat
melindungi anak dari leukemia akut dan kelenjar getah bening (limfoma)
di masa kanak-kanak. Para ahli meneliti 1.204 bayi yang meninggal pada usia
28 hari sampai satu tahun akibat selain kelainan bawaan atau tumor berbahaya
dan 7.740 bayi yang masih hidup pada usia satu tahun. Mereka menelusuri
angka kematian, keterkaitan bayi tersebut dengan ASI. Bayi yang tidak pernah
mendapat ASI beresiko meninggal 21% lebih tinggi dalam periode sesudah
kelahiran dari pada bayi yang mendapat ASI (Roesli, 2008:50).
Contoh kasus lain, seorang wanita yang melahirkan dua bayi kembar, satu
perempuan dan satu bayi laki-laki. Bayi yang menyusu dengan botol adalah
bayi perempuannya, yang meninggal setelah beberapa hari lahir kedunia.
Sedangkan, bayi lelakinya diberi ASI eksklusif. Menurut ibu mertua wanita
muda ini, ASI menantunya tidak cukup untuk kedua bayinya sehingga hanya
bayi lelakinya yang diberi ASI. Padahal sebenarnya hampir dapat dipastikan
bahwa si ibu dapat memberikan ASI pada kedua bayinya, karena produksi ASI
disesuaikan dengan kebutuhan atau pengeluaran ASI. Menyusui adalah hadiah
yang sangat berharga yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada bayinya. Pada
keadaan miskin, menyusui mungkin merupakan pemberian satu-satunya
walaupun dalam kondisi sakit, hal ini dikarenakan menyusui merupakan
pemberian yang menyelamatkan jiwanya (Roesli, 2009:48).
Pada tahun 2006, cakupan standar Nasional pemberian ASI eksklusif telah
ditetapkan, yaitu 80% (Amirudin, 2007, www.thesisfull.com, diperoleh tanggal
16 Juli 2010), saat ini usaha untuk meningkatkan penggunaan ASI telah menjadi
tujuan global. Setiap tahun pada tanggal 1-7 Agustus adalah pekan ASI sedunia.
Pada saat itu kegiatan meningkatkan penggunaan ASI dievaluasi. Di Indonesia
walaupun sejak tahun 1992 telah dilakukan kegiatan Rumah Sakit Sayang Bayi
kemudian ditambah lagi dengan kegiatan yang diharapkan. Harapannya adalah
bahwa di Indonesia pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan pada tahun 2010
menjadi 80%. Kenyataannya pada SDKI tahun 2002-2003 walaupun pemberian
ASI rata-rata 22,3 bulan tetapi inisiasi dini pemberian ASI < 1 jam hanya 3,7%.
ASI eksklusif 0-4 bulan 55,1%, ASI eksklusif 0-6 bulan 39,5%, rata-rata durasi
ASI eksklusif 1,6 bulan, penggunaan botol 32,4% (Prawirohardjo, 2009:376).
Presentase di Indonesia ibu yang masih menyusui bayi sampai usia enam
bulan adalah 59% (Roesli, 2008 : 33). Data ibu menyusui ASI eksklusif di Jawa
Barat 36,3% (Program Perbaikan Gizi pada Propinsi Jawa Barat, 2009).
Data yang menunjukan bahwa dari 16.669 ibu menyusui 10.189 (61,3%)
memberikan ASI eksklusif pada anaknya (Dinkes Kabupaten Subang, 2009).
Data lain menunjukan dari 1.151 ibu menyusui 729 (64%) memberikan ASI
eksklusif pada anaknya (Profil Puskesmas Purwadadi, 2009). Selanjutnya
menurut rekapitulasi hasil pendataan tingkat Desa atau Kelurahan tahun 2009,
di Desa Koranji yang wilayahnya termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas
Purwadadi Subang terdapat bayi usia 0-12 bulan sebanyak 89 orang dan 38
orang ibu menyusui (42,7%) memberikan ASI eksklusif pada anaknya (PWS
KIA, 2009).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/Menkes SK/IV/2004, tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif
pada
bayi
Indonesia,
disampaikan
bahwa
untuk
mencapai
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal ASI perlu diberikan secara
eksklusif sampai umur enam bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur
dua tahun. Dalam Keputusan Menkes tersebut ditetapkan semua tenaga
kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar menginformasikan
kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif
(Roesli, 2008:36).
Trend para ibu muda di tanah air yang enggan menyusui anaknya dengan
ASI cenderung meningkat, yaitu hampir 60%. Keadaan ini membuat pemerintah
tergerak untuk mengesahkan undang-undang yang memuat pemberian ASI
eksklusif, yaitu Undang-Undang No 36/2009. ASI dalam Undang-Undang
tersebut, disebutkan dalam pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan,
kecuali atas indikasi medis. Pada pasal 128 ayat (2) dan (3) menyatakan bahwa
selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan
waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja dan sarana umum.
Bahkan dalam undang-undang ini dinyatakan secara tegas adanya sanksi pidana,
yaitu pada pasal 200, yang menyatakan bahwa barang siapa yang dengan
sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif akan di pidana penjara
paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) (http://keluarga. rasyid.net, diperoleh kamis 15 Juli 2010 pukul 22.00
WIB).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui dengan Pemberian
ASI Eksklusif di Desa Koranji Wilayah Kerja Puskesmas Purwadadi Kabupaten
Subang Tahun 2010.
10
pengembangan
penelitian
lebih
lanjut
tentang
hubungan