406127028
1. Pemeriksaan lab
HIV
Diagnosis infeksi HIV adalah berdasarkan deteksi antibodi dalam darah orang yang
terinfeksi.
Jenis tes Antibodi HIV
Telah tersedia bermacam-macam tes antibodi HIV . Tes-tes ini dapat digolongkan dalam 3
kelompok : (1) Rapid Tests, (2) Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA); dan (3)
Western Blot. Ketiga tes ini menggunakan metode yang berbeda. Kebanyakan tes antibodi
yang ada sekarang mampu mendeteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2.
Rapid tests: Bermacam-macam rapid tests telah tersedia dan memakai berbagai
teknik termasuk aglutinasi partikel, aliran membran lateral (lateral flow membrane);
melalui aliran membran dan comb / sistem tes yang memakai dipstick. Rapid tests
lebih tepat digunakan oleh institusi kesehatan kecil yang hanya memeriksa sedikit
sampel setiap hari. Rapid tests, sesuai dengan namanya, hanya membutuhkan
waktu pemeriksaan 10 menit. Kebanyakan adalah dot-blot immunoassays atau tes
aglutinasi yang tidak membutuhkan peralatan atau pelatihan khusus dan
mebutuhkan waktu 10 20 menit untuk menjalankannya. Kebanyakan rapid tests
mempunyai sensitivitas dan spasifisitas diatas 99% dan 98%.
WHO
merekomendasikan rapid tes untuk menjamin tingkat sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi.
Keuntungan utama dari rapid tes HIV adalah bahwa hasil dapat diberikan pada hari
yang sama pada saat testing, sehingga mengurangi jumlah kunjungan klien. Jumlah
klien yang mau menerima hasil juga lebih banyak bila hasil pemeriksaan dapat
diperoleh pada hari yang sama. Keuntungan lain adalah bahwa klien lebih suka
menerima hasil tesnya dari petugas pelayanan kesehatan yang sama yang
memberikan pre-tes konseling.
Western blot:
Antibodi HIV dalam serum
dideteksi melalui reaksi dari bermacam-macam protein virus. Awalnya, protein virus
dipisahkan ke dalam pita menurut berat molekul pada gel elektroforesis. Protein ini
lalu di transfer atau ditandai pada kertas nitroselulosa. Kertas tsb lalu di inkubasi
dengan serum pasien. Antibodi HIV yang spesifik akan terikat pada kertas
nitroselulosa secara tepat pada titik dimana protein target berpindah. Antibodi yang
diikat dideteksi melalui teknik kolorimetri.
Sensitifitas :
Menunjukkan
kemampuan tes untuk menemukan kasus yang terinfeksi (true case). Tes yang
mempunyai sensitifitas tinggi akan memberikan hasil negatif palsu yang sedikit. Tes
yang mempunyai sensitifitas tinggi digunakan bila ada kebutuhan absolut untuk
mendapat sangat sedikit negatif palsu, seperti pada testing darah untuk pelayanan
transfusi.
Spesifisitas :
Menunjukkan
kemampuan untuk menemukan kasus yang tidak terinfeksi (true non-case). Tes
yang mempunyai spesifisitas tinggi akan memberikan hasil positif palsu yang sangat
sedikit. Tes yang mempunyai spesifisitas tinggi digunakan pada kebutuhan absolut
untuk mendapat sedikit hasil positif palsu, seperti pada kasus untuk diagnosis klinis
pada individu dengan infeksi HIV.
Hasil tes
+
-
Sensitifitas = a/a+c
Spesifisitas = d/b+d
+
a
Benar positif
c
Negatif palsu
a+c
a+b
c+d
Standar minimum yang direkomendasi WHO untuk sensitifitas 99% dan untuk spesifisitas
95%.
Strategi / algoritma testing
Ketepatan hasil tes meningkat bila memakai 2 tes antibodi HIV, karena hasil positif palsu
mungkin terjadi pada setiap tes. Keuntungan dalam ketepatan pengulangan testing HIV
harus dipertimbangkan untuk menekan peningkatan biaya. UNAIDS dan WHO
merekomendasikan tiga strategi testing untuk memaksimalkan ketepatan sekaligus
mengurangi biaya.
Strategi dua ::
Pertama kali,
seluruh darah dites dengan satu Elisa atau Rapid Test. Setiap serum yang ditemukan
reaktif pada tes awal, akan dites dengan tes kedua yang berbeda dari tes pertama
dalam hal metode dan target peptida. Serum yang reaktif dengan kedua tes,
dipertimbangkan terinfeksi HIV dan serum yang non reaktif dengan kedua tes
dipertimbangkan negatif. Hasil yang berbeda (contoh: tes awal positif dan tes kedua
negatif) harus diulang dengan tes yang sama. Walaupun hasil tetap berbeda
sesudah pengulangan testing, serum harus dipertimbangkan tidak dapat ditentukan
atau indeterminate. Strategi ini terutama digunakan untuk diagnosis klinis dari infeksi
HIV. Walaupun itu juga digunakan untuk program surveilans pada populasi dengan
prevalensi rendah. Pengulangan strategi testing direkomendasi untuk surveilans
pada negara dengan prevalensi rendah karena nilai prediktif positif rendah pada tes
tunggal. Seluruh sampel untuk program surveilans yang tetap berbeda sesudah
Strategy II
Surveilens
Diagnosis
A11
A1+
Pertimbangkan2
positive
Strategi III
Diagnosis
A1
A1Lapor3
negative
A1+
A1
A1Lapor
negative
A1+
A2
A1+A2+
Lapor
positive4
A1Lapor
negative
A2
A1+A2-
A1+A2+
Ulang A1 and A2
A1+A2-
Ulang A1 and A2
A1+A2+
A1+A2A1-A2Lapor
Pertbgkn
Lapor
positive4 intermediate5 negative
A1+A2+
A1+A2- A1-A2Lapor
negative
A3
A1+A2+A3+
Lapor
positive4
A1+A2+A3- or
A1+A2-A3+
A1+A2-A3-
Pertbgkan
indeterminate5
High risk Low risk
Pertbgkn
Pertbgkn
indeterminate5 negative6
2. HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) adalah standar pengobatan untuk terapi
HIV menggunakan obat anti HIV yang minimal merupakan kombinasi dari 3 obat (2 NRTI +
1NNRTI atau 2NRTI + 1PI)
3. PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission) adalah usaha pencegahan
penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi.
4. Jenis-jenis demam
Pada jenis demam ini suhu tubuh akan mengalami kenaikan pada waktu malam hari,
dan akan turun di bawah suhu normal tubuh pada pagi hari, contohnya yaitu demam tifoid.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber timbulnya demam tifoid. Masa
inkubasi demam septik dapat berlangsung 7-21 hari, beberapa gejala awal dari demam ini
antara lain sakit kepala bagian depan, nyeri otot, bercak-bercak pada lidah kotor, dan
gangguan pada perut.
Demam remiten
Pada jenis demam ini suhu tubuh justru turun setiap hari dan tidak dapat kembali
mencapai suhu normal kembali. Demam ini banyak terjadi pada anak-anak (pediatrik),
awalnya penyebab demam belum mengarah pada suatu penyakit atau infeksi tertentu.
Diagnosa penyakit biasanya baru dapat diketahui pada hari ke-3. Penyakit-penyakit infeksi
yang timbul akibat demam ini antara lain adalah infeksi saluran nafas atas (flu, batuk), otitis
media (nyeri pada telinga), tonsilitis faringitis dan laryngitis (nyeri pangkal kerongkongan,
suara serak), stomatitis herpetika (radang rongga mulut), dan demam pasca imunisasi.
Demam intermiten
Pada jenis demam ini suhu tubuh dapat turun beberapa jam dalam satu hari,
contohnya malaria, limfoma (kelainan pada kelenjar getah bening), endokarditis
(peradangan pada otot jantung).
Demam Kontinyu
Pada jenis demam ini suhu tubuh akan bervariasi atau terus berubah-ubah
sepanjang hari, contohnya malaria falciparum malignan (tipe malaria yang banyak dijumpai
di daerah endemis).
Demam Siklik
Pada jenis demam ini suhu tubuh akan mengalami kenaikan selama beberapa hari
dan kemudian turun menjadi normal. Namun, beberapa hari kemudian suhu akan
mengalami peningkatan kembali. Contoh dari demam ini adalah demam berdarah (demam
dengue), demam kuning, poliomielitis (lumpuh layu), cikungunya (nyeri pada sendi), dan
leptospirosis (kencing tikus yang dapat menyerang saraf manusia).
Anemi
Granulositopeni
Stavudine
Didanosine
Pankreatitis 1-9%
Neuropati perifer 20%
Zalcitabine
Neuropati perifer
Stomatitis
Lamivudine
Diare 18%
Nyeri perut 9%
Emtricitabine
Hiperpigmentasi kulit
Toksisitas ginjal
Tenofovir
Flatulence
Delavirdine
Sindrom flu.
Efavirenz
Nevirapine
Peningkatan transaminase
Nelfinavir
Saquinavir
Indinavir
Amprenavir
Lopinavir/ritonavir
Diare, mual, sakit kepala, lemas, nyeri perut, triglycerides & cholesterol
6. Tatalaksana TB-HIV
OAT sebaiknya tidak dimulai bersama-sama dengan ARV ( Anti Retro Viral) untuk
mengurangi kemungkinan interaksi obat
Lama pengobatan sama seperti TB non HIV 6 bulan: 2 RHZE + 4RH
Didanosin (ddl) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat
sebagai buffer antasida.
Kadar cd4
(sel/l)
Rekomendasi
< 200
200-350
> 350