I. Kejahatan Seksual
I.1 Definisi
Kejahatan seksual adalah tingkah laku seksual yang melanggar hukum (tindak pidana).
Oleh kalangan hukum, senggama didefinisikan sebagai perpaduan antara 2 alat kelamin
yang berlainan jenis guna memenuhi kebutuhan biologik, yaitu kebutuhan seksual. Perpaduan
tersebut tidak harus sedemikian rupa sehingga seluruh penis masuk ke dalam vagina. Menurut
Nojon, penetrasi paling ringan, yaitu masuknya ujung penis ( glans penis ) diantara kedua labium
mayor ( bibir luar ) sudah dapat dikategorikan sebagai senggama, baik diakhiri ataupun tidak
diakhiri dengan orgasme / ejakulasi. (sofwan, 2007)
I.2 Jenis
Senggama terbagi 2:
a. Legal
Senggama yang legal (tidak melanggar hukum) adalah yang dilakukan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Ada izin (consent) dari wanita yang disetubuhi
- Wanita tersebut sudah cukup umur, sehat akalnya, tidak sedang dalam keadaan terikat
perkawinan dengan laki-laki lain dan bukan dalam anggota keluarga dekat.
Adapun izin (consent) yang sah menurut hukum adalah dengan sadar (conscious),
wajar (naturally), tanpa keragu-raguan (unequivocal) dan atas kemauan sendiri
(voluntary). (sofwan, 2007)
Izin yang tidak sah menurut hukum dengan cara paksaan atau (force), tipu daya
(fraud) atau menciptakan ketakutan (fear). Adapun ikatan perkawinan dapat dianggap
sebagai ijin (consent) bagi suami untuk melakukan persetubuhan dengan istrinya.
(sofwan, 2007)
b. Ilegal
Persetubuhan dibagi menjadi 2, yaitu dalam perkawinan (ps.288) dan diluar perkawinan.
Diluar perkawinan dibagi menjadi 2, yaitu dengan persetujuan si perempuan dan tanpa
persetujuan si perempuan. Dengan persetujuan si perempuan, dibagi menjadi umur si perempuan
lebih dari 15th. (ps.284) dan umur si perempuan belum cukup 15th. (ps.287). Tanpa persetujuan
si perempuan dibagi menjadi dengan kekerasan/ancaman kekerasan (ps.285) dan si perempuan
dalam keadaan pingsan / tidak berdaya (ps.286). (Munim,2011 )
II. Perkosaan
II.1 Definisi
Perkosaan (rape) dalam bahasa latin rapere yang berarti mencuri, memaksa, merampas,
atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Umumnya negara-negara negara maju mendefinisikan
perkosaan sebagai perbuatan bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan
(force), menciptakan ketakutan (fear), atau dengan cara memperdaya (fraud) (Sofwan, 2007).
Penentuan usia korban sangat penting, karena persetujuan untuk melakukan hubungan
seksual yang diberikan oleh seorang wanita dibawah usia dianggap tidak sah. Menurut World
Health Organization (WHO) dan Undang-Undang Republik Indonsia No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.(Haryanto, 1997)
Berdasarkan penjelasan pasal 1 (1) undang undang di atas, maka seorang perempuan yang
kurang dari 18 tahun termasuk anak dan jika usianya sudah melebihi 18 tahun maka orang
tersebut dinyatakan dewasa. Tapi jika seorang berusia kurang dari 18 tahun pernah menikah
kemudian bercerai atau ditinggal mati suaminya maka menurut Undang Undang Perlindungan
Anak dinyatakan dewasa. (Sofwan, 2007)
Di Indonesia, pengertian perkosaan dapat dilihat pada Pasal 285 KUHP yang bunyinya:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengannya, dihukum karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-
lamanya 12 tahun. (Sofwan, 2007).
Berdasarkan bunyi pasal tersebut perkosaan di sini digolongkan sebagai tindak pidana
yang hanya dapat dilakukan oleh laki laki (male crime) terhadap wanita yang bukan istrinya
(extra marital crime) dan persetubuhan nyiapin harus bersifat intravaginal coitus. Jika
seandainya wanita menjadi pelaku perkosaan dan laki-laki menjadi korbannya maka
persetubuhan yang menjadi salah satu unsur dari perkosaan diragukan dapat terjadi karena dalam
keadaan sedang mengalami tekanan jiwa karena dipaksa, diragukan dapat mengalami respon
seksual (ereksi) yang merupakan syarat terjadinya penetrasi penis (Sofwan, 2007).
Dalam KUHP pasal 286 dijelaskan Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di
luar perkawinan padahal diketahui bahwa wanita ini dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,
diancam dengan tindak pidana penjara paling lama sembilan tahun. (Sofwan, 2007)
Sedangkan berdasarkan usia, dijelaskan dalam KUHP pasal 287 (1) Barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bawa
belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2)
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas
tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.(Sofwan, 2007)
II.3 Unsur-unsur
Jadi tindak pidana perkosaan di Indonesia harus memenuhi unsur unsur sebagai berikut:
(Sofwan, 2007)
Perkosaan di sini juga tidak mungkin dilakukan terhadap istrinya sendiri sebab ikatan
perkawinan dianggap sebagai suatu persetujuan bagi laki-laki untuk melakukan senggama
dengan wanita yang dinikahi. Dengan kata lain, kebijakan kriminal yang dianut di sini adalah
sebagai extra marital crime.
1. Tanda-tanda kekerasan :
Kekerasan adalah tindakan pelaku yang bersifat fisik dan dilakukan dalam rangka
memaksa korban agar dapat disetubuhi. Kekerasan tersebut dimaksud untuk menimbulkan
ketakutan atau untuk melemahkan daya lawan korban. Pada pemeriksaan dicari tanda-tanda
bekas kekerasan pada tubuh korban berupa: goresan, garukan, gigitan serta luka lecet maupun
luka memar dan ini dapat dicaripada: (Sofwan, 2007).
Diperiksa juga tekanan darah, jantung, paru, abdomen, reflek-reflek serta pupil mata.
Pemeriksaan rectum dan kavum oris juga perlu untuk mengetahui apakah korban setelah
diperkosa masih dilanjutkan dengan perbuatan seperti koitus peranum atau fatalis untuk benar-
benar memuaskan hasrat seksnya mengingat korban sudah tidak berdaya sama sekali. Tindakan
pembiusan dikategorikan sebagai kekerasan maka dengan sendirinya diperlukan pemeriksaan
untuk menentukan ada tidaknya obat atau racun yang kiranya membuat korban pingsan.
Sehingga dalam setiap tindakan kejahatan seksual, pemeriksaan toksikologi menjadi prosedur
rutin dikerjakan. (Sofwan, 2007).
Pemeriksaan tubuh korban secara khusus Yang diperiksa secara khusus disini adalah
perubahan-perubahan pada alat kelamin korban. Mencari adanya benda asing, perdarahan,luka,
robekan atau pembengkakan pada daerah pubis, vulva, vagina, fornik anterior dan fornik
posterior. (Sofwan, 2007).
2. Tanda-tanda persetubuhan
Mengenai ejakulasi dapat dibuktikan secara medic dengan ditemukannya sperma pada
liang vagina, sekitar alat kelamin atau pada pakaian korban. Adanya sperma di liang vagina
merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Pemeriksaan sperma tersebut sangat penting karena
Tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kedokteran Forensik Page 5
Rumah Sakit Bhayangkara
Kejahatan Seksual
bukan hanya untuk mengungkapkan adanya persetubuhan, tetapi juga identitas pelakunya
melalui pemeriksaan DNA dan golongan darah pelaku. (Sofwan, 2007).
Adanya sperma merupakan tanda pasti persetubuhan, maka perlu saat terjadinya
persetubuhan harus ditentukan karena menyangkut alibi pelaku, sperma di liang vagina masih
bergerak dalam 4 - 5 jam post senggama, masih dapat ditemukan bergerak sampai 36 jam. Pada
jenazah masih dapat ditemukan sampai 1 minggu. Pada pemeriksaan pubis dilihat apakah ada
perlekatan rambut atau adanya benda-benda asing. Bila rambut saling melekat maka sebaiknya
digunting dan dikirim ke laboratorium. Adanya kehamilan dan penyakit kelamin merupakan
bukti tak langsung tentang adanya persetubuhan. Hanya saja untuk menghubungkan apakah
kehamilan itu sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan pelaku, perlu dilakukan pemeriksaan
DNA. (Sofwan, 2007).
Pemeriksaan dilakukan untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan
persetubuhan dengan seseorang wanita. Pemeriksaan dilakukan dengan cara lugol. (Budiyanto,
1997)
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian kolum,
korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen menghadap kebawah diatas tempat
yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil
akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen. (Budiyanto, 1997)
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang
ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran
inti dengan diameter kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti. (Budiyanto, 1997)
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah berlangsung lama
atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka pemeriksaan ini tidak akan berguna
lagi. Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan anak-
anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban Pengumpulan barang
bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.
(Budiyanto, 1997)
Pada kasus tindak pidana seksual seringkali dapat ditemukan barang bukti medik berupa
bagian-bagian dari tubuh pelaku, antara lain sperma atau bercak sperma, rambut, darah, gigi,
jejas gigit dan air liur. (Sofwan, 2007)
Korban jangan diperkenankan membersihkan bagian tuubuh/lubang yang dicederai oleh karena
akan merusak semua barang bukti. Contoh barang bukti harus diambil oleh dokter yang
berpengalaman. (Munim, 2011)
Keterangan:
Spesimen basah dapat diambil dari liang senggama dengan ose platina atau pipet. Jika
dengan cara ini tidak ada cairan yang terambil maka perlu dilakukan penyemprotan dengan
cairan fisiologis ke dalam liang senggama (fornix posterior), kemudian cairan tersebut diambil
dan dipusingkan (disentrifusir).(Sofwan, 2007)
Spesimen kering diambil dari bercak-bercak yang telah kering lalu ditetsi dengan cairan
fisiologis atau asam acetat glacial. Jika bercak menempel pada pakaian dan sulit dikerok maka
bercak yang menempel itu diletakan di atas gelas objek dan di atasya ditetesi cairan HCl 1% atau
asam acetat glacial 0,3%. Sesudah itu dilihat di bawah mikroskop secara langsung atau dilakukan
pengecatan labih dahulu. Sebaiknya dilakukan tes skrinning lebih dahulu dengan menggunakan
ultra violet.(Sofwan, 2007)
Satu tetes cairan vaginal diletakan pada gelas ojek dan kemudian ditutup, pemeriksaan
secara mikroskopis dengan pembesaran 500 kali. Sperma dapat ditemukan dalam keadaan
bergerak dalam vagina sampai 4 5 jam setelah persetubuhan. Pada orang yang hidup sperma
masih dapat diketemukan (tidak bergerak) sampai 24 36 jam setelah persetubuhan, sedangkan
pada orang yang mati, sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama sampai 7 8
hari setelah persetubuhan. (Munim,2011)
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, kemudian keringkan di udara, fiksasi
dengan api dan kemudian diwarnai dengan Malachite green 1 % (dalam air) selama 10-15 menit.
Kemudian cuci dengan air, warnai lagi dengan Eosin Yellowish 1% (dalam air) selama 1 menit,
cuci dengan air, keringkan baru diperiksa dibawah mikroskop.(Munim,2011)
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel
epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala sperma tampak merah,
lehernya merah muda, dan ekornya berwarna hijau. (Budiyanto, 1997)
Pewarnaan Baeechi dibuat dari: Ascid fuchsin 1% (1 tetes atau 1 ml), methylene blue 1% (1
tetes atau 1 ml), dan HCl 1 %(40 tetes atau 40 ml). (Munim, 2011)
Bercak pada pakaian diambil sedikit pada bagian tengahnya (konsentrasi sperma paling
banyak), digunting sebesar 5 mm x 5 mm. Bahan diwarnai dengan pewarnaan Baeechi selama 2 -
5 menit, kemudian dicuci dengan HCl 1%, kemudian dilakukan dehidrasi dengan alcohol 70%,
85% dan alcohol absolut (95 100%), bersihkan dengan Xilol, keringkan dan letakkan pada
kertas saring. (Munim, 2011)
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak tersebut, diambil 1-2 helai benang dan
diuraikan sampai serabut-serabut terpisah pada gelas objek, teteskan Canada balsam dan
kemudian ditutup dengan gelas penutup, selanjutnya diperiksa dibawan mikroskop dengan
pembesaeran 400 kali. Serabut pakaian tidak akan mengambil warna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah, ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut
benang. (Budiyanto, 1997)
Cairan mani merupakan cairan agak putih kental ,berwarna putih kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi
cair dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3
5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai
bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60
sampai 120 juta per ml. (Budiyanto, 1997)
Keterangan:
Jika pada pemeriksaan tidak ditemukan sperma bukan berarti yang diperiksa bukan sperma,
mungkin pemerkosa menderita azoospermia atau telah menjalani vasektomi. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui adanya unsur-unsur plasma (Sofwan,
2007
Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan cepat karena zat ini merupakan enzym yang
mudah rusak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Adanya
enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Aktivitas
enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.K.A (kaye) dalam sekret vagina setelah
3 hari abstinensi sekssual ditemukan 0 6 Unit. (Budiyanto, 1997)
Larutan A Larutan B
Dasar reaksi dari pemeriksaan metode ini adalah, asam fosfatase akan
menghidrolisa alpha naphthyl phosphate dan alpha naphtol yang dibebaskan akan
mengadakan reaksi dengan Brentamine dan membentuk warna ungu. (Munim, 2011)
Cairan vagina ditaruh diatas kertas Whatman, dan didiamkan sampai menjadi
kering, kemudian disemprot dengan reagensia, perhatikan warna yang timbul dan catat
dalam berapa detik warna ungu tersebut tampak pada kertas Whattman. (Munim, 2011)
Pemeriksaan ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi dengan feses, air
the, kontraseptik, sari buah and tumbuh-tumbuhan. Bercak yang tidak mengandung
fosfatase member warna yang serentak dengan intensitas yang menetap sedangkan bercak
yang mengandung enzim akan memberikan intensitas warna yang berangsur-angsur.
(Budiyanto, 1997)
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya kholin. Bercak diekstraksi dengan
sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca
penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup. Bila terdapat mani, tampak
kristal kholin-peryodida berwarna coklat, berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
(Budiyanto, 1997)
Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak berbagai organ, putih telur dan
ekstrak serangga sering memberikan kristal serupa. Sekret vagina kadang-kadang
memberikan hasil positif. Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermi dan cara lain untuk
menentukan semen tidak dapat dilakukan. (Budiyanto, 1997)
Dasar reaksi Berberio adalah untuk menentukan adanya spermin dalam semen. Cara
pemeriksaan sama dengan reaksi Florence, dengan menggunakan reagen asam pikrat jenuh.
Hasil positif menunjukan kristal spermin yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan
ujung yang tumpul, dan kadang terdapat garis regraksi yang terletak longitudinal. Kristal
mungkin pula berbentuk ovoid. (Budiyanto, 1997)
iv. Pemeriksaan dengan metode inhibisi asam fosfatase dengan L-asam tartat
Reagen
Reagen 1 Larutan Na-alfa naftil fosfat dan Brentamine fast blue salt, dalam larutan
penyangga sitrat denga pH 4,9
Reagen 2 9 bagian larutan sitrat (pH 4,9) dan 1 bagian 0,4 M l-asam tartrat dengan pH 4,9
Bahan yang diduga mengandung bercak air mani dipotong kecil-kecil dan diekstraksi
dengan beberapa tetes aquadest. Pada dua helai kertas saring diteteskan masing-masing satu
tetes ekstrak. Pada kertas saring pertama disemprot dengan reagensia 1, sedangkan yang
kedua disemprot dengan reagensia 2. Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu
dalam satu menit sedangkan pada kertas saring kedua tidak terjadi warna ungu, maka dapat
disimpulkan bahwa bercak pada pakaian tersebut adalah bercak air mani. Akan tetapi bila
dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada kedua kertas saring maka bercak pada
pakaian yang diperiksa bukan bercak air mani, namun asam fosfatase tang berasal dari
sumber lain. (Munim, 2011)
Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquadest diletakan pada pakaian atau
bahan yang diperiksa selama 5-10 menit, kemudian kertas saring itu diangkat dan
dikeringkan. Setelah kering di semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti
bahan tersebut mengandung air mani. (Munim, 2011)
vi. Visual
Secara visual bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada
sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. (Budiyanto A, 1997)
- Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
- Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat
dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna
kuning sampai coklat.
- Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
b. Rambut
Sering kali korban tindak pidana seksual berhasil menjambak rambut pelaku.
Oleh sebab itu perlu dicari di sela-sela jari tanga korban. Dari rambut tersebut dapat
diketahui suku bangsa, golongan darah dan bahkan DNA asalkan pada pangkal dari
rambut tersebut ditemukan sel. Begitu juga dengan rambut kelamin sering ditemukan
pada tubuh korban sehingga juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi
(Sofwan, 2007).
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut. Kutikula merupakan lapisan paling luar
dari rambut, di bawahnya terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut
dengan pigmen. Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung
pigmen dalam jumlah terbanyak. (Budiyanto A, 1997)
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada hewan
padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan diameter rambut
manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut
hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula merupakan pemeriksaan
terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut hewan. (Budiyanto A, 1997)
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala; alis,
bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan rambut
kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut
tersebut di atas. (Budiyanto A, 1997)
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang dengan
penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval atau elips
(pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar,
kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar
sedangkan rambut badan halus dan pendek. (Budiyanto A, 1997)
c. Darah
Jika korban mencakar pelaku maka ada kemungkinan di bawah kukunya
ditemukan sel-sel darah sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui golongan darah
serta DNA pelaku (Sofwan, 2007)
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan
untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut. (Budiyanto A, 1997)
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus
dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan diatas, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium
sebagai berikut : (Budiyanto A, 1997)
1. Persiapan
Bercak yang menempel pada suatu objek dapat dikerok kemudian direndam dalam
larutan fisiologis, atau langsung direndam dengan larutan garam fisiologis bila menempel pada
pakaian. (Budiyanto A, 1997)
Terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan bercak darah tersebut
benar berasal dari manusia, yaitu : (Budiyanto A, 1997)
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa
itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal hemoglobin yang dapat dilihat dengan
mata telanjang atau dengan mikroskopik. (Budiyanto A, 1997)
Pemeriksaan Tes Teichman (Tes Kristal haemin) Pemeriksaan Wagenaar
Cara o Seujung jarum bercak kering o Seujung jarum bercak kering
Pemeriksaan diletakkan pada kaca obyek tambahkan diletakkan pada kaca obyek,
1 butir kristal NaCL dan 1 tetes asam letakkan juga sebutir pasir, lalu
asetat glacial, tutup dengan kaca tutup dengan kaca penutup
penutup dan dipanaskan. sehingga antara kaca obyek
o Kesulitan: Mengontrol panas dari dan kaca penutup terdapat
sampel karena pemanasan yang terlalu celah untuk penguapan zat.
o Pada satu sisi diteteskan aseton
panas atau terlalu dingin dapat
dan pada sisi lain di tetes kan
menyebabkan kerusakan pada sampel.
HCL encer, kemudian
dipanaskan.
Hasil o Positif: Kristal hemin HCL yang o Positif: kristal aseton hemin
berbentuk batang berwarna coklat yang berbentuk batang coklat
terlihat dengan mikroskopik. o Negatif: bukan darah, darah
yang struktur kimiawinya telah
rusak.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Untuk itu
dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan
dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu. (Budiyanto A, 1997)
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan antibody
(antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi aglutinasi. (Budiyanto A, 1997)
jam. Pemisahan antara antigen dan antibody bukan dari manusia maka tidak
akan mulai berdifusi ke lapisan lain pada akan muncul reaksi apapun.
perbatasan kedua cairan.
Reaksi o Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai Positif: presipitum jernih pada
presipitasi bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar perbatasan lubang tengah dan
dalam agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang lubang tepi.
pada agar dengan diameter kurang lebih 2 mm,
yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.
o Masukkan serum anti-globulin manusia ke
lubang di tengah dan ekstrak darah dengan
berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang
sekitarnya.
o Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab
(moist chamber) pada temperature ruang selama
satu malam.
Pemeriksaan o Darah yang masih basah atau baru mengering Kelas mamalia sel darah
Mikroskopik ditaruh pada kaca obyek kemudian ditambahkan merah berbentuk cakram dan
1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan tidak berinti
kaca penutup, lihat dibawah mikroskop. Kelas lain berbentuk oval atau
o Cara lain, dengan membuat sediaan apus elips dan tidak berinti
dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Bila terlihat adanya drum stick
o Kelebihan: > 0,05%, darah tersebut
o Dapat terlihatnya sel sel leukosit berasal dari seorang wanita.
berinti banyak. Dapat terlihat adanya
drum stick pada pemeriksaan darah
seorang wanita.
Keterangan:
Pembuatan agar buffer :
1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium
Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air
mendidih sampai terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es, yang bila akan
digunakan dapat dicairkan kembali dengan menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk
Tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kedokteran Forensik Page 20
Rumah Sakit Bhayangkara
Kejahatan Seksual
melapisi gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan ke atasnya dengan
menggunakan pipet. (Budiyanto A, 1997)
Penentuan jenis antigen dapat dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi, absorpsi elusi atau
aglutinasi campuran. Cara yang biasa dilakukan adalah cara absorpsi elusi dengan prosedur
sebagai berikut: (Budiyanto A, 1997)
Cara pemeriksaan :
o 2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alcohol selama
15 menit.
o Benang diangkat dibiarkan mengering penguraian benang tersebut menjadi serat-
serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum. Lakukan juga terhadap benang yang
tidak mengandung bercak darah sebagai control negative.
o Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama diteteskan
serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut benang tersebut
teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 4 derajat Celcius selama satu malam.
o Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat Celcius)
sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indicator (sel daram merah
golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua), pusing dengan
kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan
kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan pada suhu 56 derajat
Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung lain. Tambahkan 1 tetes
suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit, lalu
pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
d. Gigi
Dalam kasus perkosaan mungkin terjadi perlawanan sengit yang mengakibatkan
gigi pelaku tanggal. Dari gigi tersebut dapat diketahui ras, golongan darah serta DNA
(Sofwan, 2007).
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva)
terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti
tiosianat, klorida dan lain lain. (Budiyanto A, 1997)
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasus-
kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara
absorpsi inhibisi. (Budiyanto A, 1997)
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari laboratorium
transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat dibuat dari biji-biji Ulex
europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin.
Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok selam 1 jam dan dipusing
selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan supernatan disaring dan dapat
segera dipergunakan. Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang
telah diketahui golongan sekretor atau non sekretor. (Budiyanto A, 1997)
menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah 30 menit
berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara
yang sama. (Budiyanto A, 1997)
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali. (Budiyanto A, 1997)
f. Urine
i. Pemeriksaan untuk Timbal
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila lebih dari 70
mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100 mikro gr/100 ml
berarti telah terjadi keracunan.Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam
urin dapat dengan cara sebagai berikut : (Budiyanto A, 1997)
- Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk endapan
PbSO4 berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi larut
dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya
digunakan urin 24 jam.
- Dalam urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan abnormal bila sama
atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan keracunan bila sama atau
lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada keracunan didapatkan pula kadar
koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml kreatin, dan d-ALA 2 mg/ 100 mg kreatin.
- Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan untuk
skrining masal.
Daftar Pustaka
1. Budiyanto, A., Wibiatmaka, W., Sudiono, S., Mun'im, T., Hertian, S., Sampurna, B.,
Purwadianto, A., Atmadja, D., Budiningsih, Y. and Purnomo, S. (1997). Ilmu Kedokteran
Forensik: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Dahlan, S. (2007). Ilmu Kedokteran Forensik; Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
3. Haryanto. (1997). Dampak Sosio-Psikologis Korban Tindak Perkosaan Terhadap
Wanita. Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada.
4. Idries, A., Tjiptomarnoto, A., Kristanto, E., Untoro, E., Yudhistira, A., Sugiharto, A. and
Budiningsih, Y. (2011). Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan.
Jakarta: Sagung Seto.