Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Apendisitis Perforasi

Pembimbing :

dr. Beteng, Sp.B

Disusun oleh :

dr. Rico Pratama

INTERNSIP RSU KERTHA USADA

PERIODE SEPTEMBER 2017 – MEI 2018


Identitas Pasien

Nama : PAI
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Diketahui
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS : 17 November 2017 Jam 22.00

I. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesa dan alloanamnesa (dari keluarga pasien) tanggal 17
November 2017 jam 22.00 WITA

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Keluhan Tambahan : Mual dan muntah setiap makanan masuk, demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri di perut kanan bawah sejak tadi pagi 1 hari SMRS.
Nyeri dirasakan terus-menerus, tidak membaik dengan perubahan posisi. Nyeri tidak
menjalar ke bagian perut lain atau pinggang, nyeri dirasakan memberat saat berjalan.
Kemarin pasien mengeluh nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah. Muntah setiap
masuk makanan. Pasien juga mengeluh adanya demam kurang lebih 1 hari SMRS.
Demam turun dengan penurun panas lalu naik lagi setelah beberapa jam. Kemarin
pasien sudah berobat ke dokter praktek swasta diberikan obat Paracetamol, Antasida
dan Antibiotik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM, hipertensi, asma, dan penyakit jantung disangkal. Pasien


mengakui mempunyai riwayat gastritis.

Trauma terdahulu disangkal. Operasi terdahulu disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa dengan pasien disangkal.


Alergi : disangkal

2
Asma : disangkal
Tuberkulosis : disangkal
Hipertensi : disangkal
Jantung : disangkal
Ginjal : disangkal

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengakui suka makan – makanan pedas dan kurang menyukai buah –
buahan dan sayuran.

Riwayat Imunisasi
Lengkap sesuai umur

II. Status Presens


Status Umum Tanggal 17 November 2017 Jam 22.00 WITA
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6)
Keadaan Gizi : Baik
Tanda Vital : BB : 28 kg RR : 20 kali / menit
HR : 90 kali / menit S : 37 ºC
Kulit : Kecoklatan, turgor kulit baik, tidak ikterik, tidak pucat
Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Muka : Raut wajah baik dan simetris
Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak terlihat benjolan, rambut
kehitaman
Mata : Kedudukan bola mata normal, simetris

3
Pupil isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung dan tidak
langsung +/+
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

T Telinga: Bentuk normal, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik daun telinga (-)

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak ada depresi tulang

Mulut/ gigi : Simetris, warna normal, bibir tidak kering, mukosa merah muda

Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.

Dada dan Paru :

I : Bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis

P : Vokal fremitus pada kanan kiri dan depan belakang sama kuat

P : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar di linea midclav dekstra ICS
VI

A : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung :
I : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

P : Pulsasi ictus cordis pada ICS IV linea midclav sinistra

P : Batas kanan : ICS IV linea sterna dekstra


Batas kiri : ICS IV linea midclav sinistra
Pinggang Jantung: ICS III linea parasternal dekstra.
A : BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lihat status lokalis bedah
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-), deformitas (-)
Refleks : Fisiologis: patella (+/+), biceps (+/+), triceps (+/+)
Patologis: Babinski (-/-), Chaddok (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-)

III. Status Lokalis Bedah

Regio: Abdomen

Inspeksi : Datar, striae (-), bekas luka (-)


Auskultasi : BU (+) menurun

4
Perkusi : Timpani diseluruh regio abdomen, pekak hepar inferior
dilinea midklavikularis dekstra ICS VI, ballotement
(-), nyeri ketuk McBurney (+), Nyeri ketuk CVA (-)/(-)
Palpasi : Defans muskuler (+) pada kanan bawah, nyeri tekan : titik
McBurney (+), Blumberg (-), Rovsing sign (+), psoas sign (-),
obturator sign (-), nyeri tekan CVA (-)/ (-)
Rectal Touche : Nyeri tekan di arah jam 11, darah (-)

Pemeriksaan Penunjang
USG Abdomen Bawah ( 17 November 2017)
- Ginjal Kanan : Ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex
jelas, pelviocalyceal system tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
- Ginjal kiri : Ukuran normal, echocortex normal batas sinus cortex jelas,
pelviocalyceal system tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
- Buli : Terisi urine cukup, dinding buli tak tampak menebal, tak tampak
batu/massa
- Prostat : Ukuran normal, parenchym normal, tak tampak kalsifikasi
- Tak tampak echocairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis
- Mc. Burney area :
Distribusi gas usus meningkat, Appendiks tak tervisualisasi, Tampak
distensi usus-usus di regio Mc. Burney; nyeri tekan transducer (+)

Kesan :
- Appendiks tak tervisualisasi
- Distensi usus-usus di regio Mc. Burney dengan nyeri tekan transducer (+)
curiga tanda sekunder dari appendicitis akut (Mohon korelasi hasil lab.
Wbc)

Laboratorium ( Hasil tanggal 17 & 18 November 2017 22:26 WITA)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 12,6 g/dl 11,5 –
15,5
Hematokrit 36.3 % 35 – 45
Jumlah leukosit 13,80 10ˆ3/l 4.5 –
13.50
Jumlah trombosit 231 Ribu/l 150-450
MCV 82.7 fL 80-100
MCH 28.7 pg/ml 28-33
MCHC 34.7 g/dl 32-36
Eritrosit 4,39 juta/dl 4,6-6,20
Netrofil 82,1 % 50-70
Lymfosit 12.2 % 30-45
5
Hemostasis
BT 3’00” Detik 0-5
APTT 12’30” Detik 0-15
Immunologi
Rapid test HIV Non reaktif Neg / Pos Non
reaktif
Urinalisa
Warna Kuning Muda pH 6.5
Kekeruhan Jernih Protein Negatif
Glukosa Negatif Urobilinogen Normal
Bilirubin Negatih Nitrit Negatif
Keton Negatif Eritrosit Negatif
Berat Jenis < 1.005 Leukosit Negatif

Mikroskopis
Eritrosit Negatif /Lpb Negatif
Leukosit Negatif /Lpb 1-4
Epitel Gepeng 1-3 /Lpb -
Epitel Bulat Negatif /Lpb -
Bakteri Negatif Neg/Pos Negatif
Amorf Negatif Neg/Pos Negatif
Ca.Carbonat Negatif /Lpb Negatif
Ca.Oxalat Negatif /Lpb Negatif
Cystine Crystal Negatif /Lpb Negatif
Tripel Posfat Negatif /Lpb Negatif
Uric Acid Negatif /Lpb Negatif
Hipuric Acid Negatif /Lpb Negatif
Leucine Negatif Neg/Pos Negatif
Tyrosine Negatif Neg/Pos Negatif
Cast/Silinder Negatif Neg/Pos Negatif

IV. Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki 9 tahun dan dirawat dengan keluhan utama
nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak
menjalar ke bagian perut lain. Nyeri diperberat dengan aktifitas berjalan. Kemarin
nyeri dirasa di ulu hati, mual dan muntah tiap masuk makanan. Pasien mengaku
demam sejak 1 hari SMRS. BAK dalam batas normal, pasien belum BAB.

6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran GCS 15, pernapasan dan nadi
dalam batas normal. Suhu didapatkan subfebris yaitu 37°C. Pemeriksaan umum
lainnya dalam batas normal. Pada status lokalis daerah abdomen didapatkan
inspeksi normal, auskultasi bising usus (+) menurun, perkusi timpani di seluruh
regio abdomen, palpasi defans muskuler (+) di perut kanan bawah, massa (-),
McBurney sign (+), Rovsing’s sign (+). RT : nyeri tekan di arah jam 11, darah (-).
Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan leukositosis 13.80. USG tampak
tanda sekunder appendicitis.

V. Diagnosis Kerja
Apendisitis Perforasi
VI. Diagnosis Banding
1. Kolik Ureter Dextra
2. Gastroenteritis akut
VII. Tatalaksana
 Operasi : Appendiktomi drainage
 Medikamentosa :
- IVFD RL
- Cefotaxime 2 x 1 gam (IV)
VIII. Prognosis
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA

BAB. I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai
cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang
tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini
belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ
ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks

7
menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran
tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam
apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif
terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak
terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan
terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah
jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang
ada pada saluran cerna lain.2
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendisitis akut menjadi salah satu
pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala
iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak penyebab persisten, progressive
abdominal pain pada remaja. Belakangan ini gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena
akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan
dari apendisitis. Satu-satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas
adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene3.

8
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

3. INSIDEN
Insiden apendisitis akut menurun ditandai antara tahun1940 dan 1960, kemungkinan
karena adanya penggunaan antibiotic secara luas. Saat ini apendiktomi merupakan salah satu
pilihan pembedahan. Apenndisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi semakin sering pada
masa anak-anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah
insiden apendisitis menurun, meskipun masih banyak keingin tahuan mengenai apendisitis,
tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam berbagai literature sejak 500 tahun
yang lalu3.
Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis disebut
sebagai “perityphitis” karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan kematian dianggap
berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah apendisitis
perforasi.
Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan kebenaran bahwa purulen
“iliac tumor” pada inflamasi apendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun 1886 setelah Fitz
mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada awal kasus yang sebelumnya dianggap
sebagai “perityphitis”. Fitz beranggapan bahwa apendiktomy penting untuk menyembuhkan
pasien.
Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya telah
rupture dan dilakukan apendiktomy, setelah itu pasiennya sembuh dan peneilitian ini
dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, dokter di daerah rural Kanada telah
berhasil melakukan apendiktomy 6 tahun sebelumnya, sayangnya kasus ini tidak
dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889, McBurney menjelaskan temuan klinis pada
apendisitis akut yang sebelumnya telah rupture, termasuk gambaran abdominal tenderness

9
yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya. Irisan lapangan operasi biasanya
dikaitkan dengan McBurney sebenarnya dibuat oleh McArthur3.

4. ANATOMY
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnyas.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum,
dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika
arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :
 Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum
 Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam pelvis
 Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
 Appendix retroileal
 Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.

10
5. ETIOLOGI
a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:
1. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang mengakibatkan
obstruksi
2. Oleh karena sebab lain termasuk:
a. Limfoid hipertrofi
b. Barium
c. Cacing di intestinal
d. Kanker sekum
b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan inflamasi
pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti
oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi lumen.

6. PATOFISIOLOGY
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus
berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan
hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya
dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada
obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel
adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi
pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka3.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma1.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

11
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium1.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut1.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang1.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah1.

7. GEJALA
1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama
a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region umbilical,
dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region kuadrant kanan bawah.
b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau
pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang berbeda.
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa
derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.
3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh
nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri
harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.

Gambaran klinis apendisitis akut


 Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai
mual dan anoreksia
 Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local dititik McBurney

12
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg
sign)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
Dikutip dari buku ajar ilmu bedah wim de Jong hal. 641

8. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi dari
apendiks.
1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina iliaca
anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi apendiks pada
pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan hanya
pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsing’s sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi kuadran kiri
bawah.
b. Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri2.
c. Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul
kanan, pasien dalam posisi terlentang5.

Pemeriksaan rectal toucher pada


13
apendisitis

rovsing sign
PSOAS sign

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan predominan
neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat menyingkirkan adanya
apendisitis5.
2. Urinalisis untuk menyingkirkan gangguan pada saluran kemih

10. PEMERIKSAAN X-Ray


1. USG abdomen
2. Barium enema mungkin dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi diagnosis
tetap sukar untuk ditegakkan. Barium enema akan mengisi defek pada sekum, hal ini
adalah indicator yang sangat bisa dipercaya pada banyak penelitian apendisitis.

11. DIAGNOSA BANDING


 Kelainan ovulasi  folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut
kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama
pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam
waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2 hari.

14
 Infeksi panggul  salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut
lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
 Kehamilan di luarr kandungan  hamper selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan diluar
rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
 Kista ovarium terpuntir  timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok
rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.
 Endometriosis eksterna  nyeri ditempat endometrium berada.
 Urolitiasis  batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke perut
menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di
sebelah kanan dan piuria2.
12. PENATALAKSANAAN
1. Apendiktomi adalah terapi utama
2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi
kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi
apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis
ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture
dengan peritonitis diffuse.

13. KOMPLIKASI
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi
appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam

15
tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi
dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang
(Price dan Wilson, 2006).
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan
oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses
radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu
masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri.
Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum
telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa
berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

14. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30%
kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah Digestif”,
dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius,
Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum”,
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.

[3] Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice fourteenth
edition. 1991. International edition; W.B. Saunders

[4] Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international edition.
Edition 9. 1990. Lange medical book.

[5] Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2 nd
edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.

17
[6] Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta; Erlangga
Medical Series.

[7]Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.

[8] Koesoemawati, H. dkk. Editor. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

[9] Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.

[10] Wibowo,S, dkk. Editor. 1987. Pedoman Teknik Operasi “OPTEK” hal.75-88. Surabaya:
Airlangga University press.

18

Anda mungkin juga menyukai