disebut
juga
pneumonia
lobularis
adalah
18,19
Bakteri seperti
Blastomices
dermatides,
Cocedirides
hampir
semua
organisme
dapat
immitis,
menyebabkan
18
19
19,21
Komplemen
bekerja
sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru
dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak
yang
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
seluruh
daerah
yang
cedera
dan
terjadi
fagositosis
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
2.5.4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.6. Epidemiologi Bronkopneumonia
2.6.1. Distribusi Bronkopneumonia
a. Distribusi Bronkopneumonia Berdasarkan Orang
Berdasarkan hasil SKRT 2001, angka prevalensi ISPA 2% dari
lima penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi,
kulit, dan sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%) dan balita
(42%). ISPA merupakan penyebab utama kematian pada
dengan CFR masing- masing (27,6%), dan (22,8%). Angka kematian bayi dan
balita menjadi indikator derajat kesehatan masyarakat.
13
22
12
23
25
13
provinsi DI Yogyakarta 1,81%, Kepulauan Riau 2,08%, dan NAD 4,56%. Profil
Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2004 prevalensi ISPA (97,9 %) dan di kota
Makasar (29,47%).
22
26
dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada bayi
27
dan balita yang sedang menderita pneumonia. Menurut hasil penelitian Taisir
(2005) di Kelurahan Lhok Bengkuang Kecamatan Tapak Tuan Aceh Selatan
(33,7%).
28
29
30
fisik,
umur,
31
31
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingka n balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu
makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita
lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
31
baik
atau
sedang.
Status
gizi
berhubungan dengan daya tahan tubuh, makin baik status gizi makin baik
daya tahan tubuh, sehingga memperkecil risiko pneumonia.
29
tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatakan insidens ISPA
terutama pneumonia.
33
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan
mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak.
Peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
ISPA. Untuk mengurangi faktor yang
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan
balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan
31
pneumonia
kemungkinan
1,76
kali
lebih
besar
mempunyai status
imunisasi yang tidak lengkap dibandingkan yang
29
lengkap.
Menurut hasil penelitian Hatta (2000) di Sumatera Selatan dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukka n
imunisasi campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia
pada balita umur
9-59 bulan (OR = 2,307; p=0,003), dapat dikatakan bahwa balita yang
mengalami pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi
campak dibandingkan yang telah diimunisasi campak.
34
b. Faktor Agent
Bronkopneumonia umumnya
disebabkan oleh
bakteri seperti
influenza,
Basilus
friendlander
(Klebsial
pneumonia),
Virus
Criptococcus
sitomegalik.
nepromas,
Jamur
Blastomices
seperti
Citoplasma
dermatides,
capsulatum,
Cocedirides
immitis,
35
20%
dari
seluruh
penderita
pneumonia,
menggantikan
stafilokokus sebagai penyebab kedua yang paling sering. Pneumonia sebab gram
negatif tetap mempunyai angka kematian yang tinggi 79%.
35
30
mengalami pneumonia kemungkinan 1,3 kali lebih besar pada bayi yang
memiliki keluarga yang berpenghasilan kurang (dibawah Upah Minimal Propinsi
<Rp. 510.000,00) dibandingkan bayi yang memiliki keluarga yang
berpenghasilan cukup (Rp.510.000,00).
36
mengalami pneumonia
kemungkinan 2,04 kali lebih besar memiliki ibu yang berpendidikan rendah
dibandingka n yang berpendidikan
tinggi dan 2,4 kali lebih besar memiliki ibu yang berpengetahuan
rendah dibandingka n yang berpengetahuan tinggi.
34
37
Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh
yang diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola
asuh yang kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang
positif dari kedua orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang
diterapkan sejalan dengan usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada
anak yang berumur 1 tahun tentu berbeda dengan jenis makanan anak yang
berumur 5 tahun, pola asuh bersifat sesuai artinya orang tua menerapkan pola
asuh sesuai dengan kondisi balita itu sendiri karena pola asuh pada balita
yang memiliki ganaguan kesehatan tentu berbeda dengan pola asuh pada balita
normal. Pola asuh yang baik yaitu pola asuh yang bersifat konsisten dalam
penerapan pola asuh cenderung bersifat tetap sebagai contoh balita boleh
bermain asal ditempat yang bersih dan saat tiba waktu makan balita harus
berhenti bermain dulu unuk makan, berbagi dan berkasih sayang dengan saudara
dan anggota keluarga yang lain, lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal
tersebut dan pada akhirnya balita akan mengerti hal mana yang boleh atau baik
dan hal mana yang tidak boleh atau tidak baik
Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola
asuh yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif dimana balita tidak
diberi kepercayaan sama sekali seperti tidak memperbolehkan bermain diluar
rumah dan harus didalam rumah terus membuat anak stres sehingga dapat
membuatnya sakit,
dan pola asuh yang diterapkan terlalu bebas artinya disini orang tua
memperbolehkan segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si balita tidak mau
makan dibiarkan saja padahal balita tersebut perlu nutrisi yang kuat untuk
meningkatkan kualitas gizinya sehingga pada akhirnya status gizi si balita
semakin buruk dan orang tua tidak memperdulikan lingkungan sekitar yang
mungkin kurang baik bagi kesehatan sehingga membuatnya mudah terserang
penyakit.
Adapun faktor lain adalah ekonomi keluarga yang tidak yang terlihat
pada pendapatan keluarga yang kurang dan ditambah lagi faktor jumlah
anak.Bagi
orang
tua
yang
memiliki
anak
tunggal,
secara
ekonomis
menguntungkan. Orang tua tidak perlu bersusah payah mencari penghasilan yang
besar karena tanggung jawab untuk memberi atau memenuhi kebutuhan fisik
anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila mempunyai banyak anak, di mana tiap
anak memunyai kebutuhan-kebutuhan sendiri yang harus dipenuhi oleh kedua
orang tuanya seperti kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan perumahan atau
tempat tinggal yang lebih luas, dan kebutuhan lainnya.
Pada masyarakat petani, di mana tanah-tanah masih banyak yang
harus digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya
tanah yang dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan
dengan masyarakat kota yang mengandalkan penghasilan sebagai pegawai. Bila
lowongan pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas
ternyata berpendapat lain.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak,
maka persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini
berarti juga
sebaliknya, artinya dengan memiliki sedikit anak, berarti sedikit pula persoalan
yang harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis
mungkin benar, tetapi secara psikologis belum tentu.
Dengan hanya memiliki seorang anak atau anak tunggal, maka
perhatian orang tua memang akan terfokus kepada anak tersebut seperti dalam
hal kasih sayang, perhatian, kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan lain. Anak
tidak akan merasa kekurangan kebutuhan yang diinginkan daripada orang tua
yang memiliki banyak anak, maka orang tua harus membagi kasih sayang,
perhatian, dan memenuhi kebutuhan yang lebih banyak karena setiap anak
berbeda kebutuhan termasuk kesehatan anak. Anak yang memiliki banyak
saudara harus bisa saling berbagi dengan saudara yang lainnya berbeda dengan
anak tunggal sehingga anak tungga sering tidak bisa berbagi, egois dan ini
merupaka permasalahan yang harus dihadapi oleh orang tua yang memiliki anak
tunggal. Pembentukan kepribadian dan kesehatan anak sangat bergantung kepada
pola asuh orang tua yang baik, dinamis,konsisten, dan sesuai.
tinggal yang
buruk (kurang
baik) dapat
adalah infeksi saluran nafas. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya
kurang dan dapur terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang
tempat bayi dan balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan balita lebih lama berada di
rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang
pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
31
Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh
asap
yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil pembakaran
bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus atau bakteri,
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga
akan memudahkan timbulnya ISPA.
31,39
nyamuk bakar.
23
polusi asap dapur dibandingkan yang tidak memilki polusi asap dapur.
hunian
dalam
rumah
menurut
keputusan
menteri
31
40
34
21,39
40 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispnue, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai
pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, inspeksi : perlu diperhatikan
adanya tahipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan
cuping
hidung, distensi
abdomen,
retraksi
sela
iga,
batuk
semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.
Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi yang
Auskultasi,
auskultasi
sederhana
dapat
dilakukan
dengan
sakit.
cara
Pada bronkopneumonia,
luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras.
2.8.
2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun
a.
b.
bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1
- <5 tahun adalah 40 kali atau lebih permenit.
c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan
dinding dada.
inap adalah < 7 hari yaitu 101 orang (72,7%) dan 7 hari yaitu 38 orang
41
(27,3%).
Menurut penelitian Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun
20042007 lama rawatan rata-rata penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.
42
43
tingkat
pertama
ini
merupakan
upaya
untuk
mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang
sehat agar tidak sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa
pencegahan umum dan pencegahan khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko
30
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu
kali (pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali
(pada usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan
Hepatitis B sebanyak 3 kali (0-9 bulan)..
b.
Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi
neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi
di luar ruangan.
d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.
43
Pencegahan
sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat
mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan
26
antara lain :
43
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu
proses pemberian makan.
c. Berikan anak cairan tambahan untuk
minum. d. Tingkatkan pemberian ASI.
e. Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.