Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA DI RUANG IGD


RUMAH SAKIT SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI
A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hematemisis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter ( Soeparman, 1997)
Hematemesis adalah muntah darah yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung
pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung
dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau
kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996)
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama
dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100
ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis dan
melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan
segera di rumah sakit.
2. Etiologi
Penyebab hematemesis dan melena:
a. Kelainan di esofagus
1) Varises esofagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan

masif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan


tidak membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
2) Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia,badan mengurus dan
anemis, hanya seseklai penderita muntah darah dan itupun tidak
masif. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang
hampir menutup esofagus dan mudah berdarah yang terletak di
sepertiga bawah esofagus.
3) Sindroma Mallory-Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntahmuntah hebat
yang pada akhirnya baru timbul perdarahan, misalnya pada
peminum alkohol atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh
karena terlalu sering muntah-muntah hebat dan terus menerus. Bila
penderita mengalami disfagia kemungkinan disebabkan oleh
karsinoma esofagus.
4) Esofagitis korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan
seorang pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri.
Dari hasil analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam
sitrat dan asam HCl, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut,
esofagus dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga
mengeluh rasa nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan
epigastrum.
5) Esofagitis dan tukak esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermittem atau kronis dan biasanya ringan, sehingga
lebih sering timbul melena daripada hematemsis. Tukak di
esofagus

jarang

sekali

mengakibatkan

perdarahan

dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum

jika

b. Kelainan di lambung
1) Gastritis erosiva hemorhagic
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati. Perlu ditanyakan juga
apakah penderita sedang atau sering menggunakan obat rematik
(NSAID + steroid) ataukah sering minum alkohol atau jamujamuan.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu
hatidan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrum yang berhubungan dengan makanan. Sesaat sebelum
timbul hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin
hebat. Setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif dan melene lebih dominan dari
hematemesis.
3) Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut,
dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hati sering
mengeluh merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih
sering mengeluh karena melena.
c. Penyakit

darah:

leukemia,

DIC

(disseminated

intravascular

coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain


d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain
e. Pemakaian

obat-obatan

yang

ulserogenik:

golongan

salisilat,

kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.


3. Manifestasi Klinik
Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan

bergumpal-gumpal. Pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam


seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas.
4. Komplikasi
a. Syok hipovolemi
b. Anemia
5. Patofisiologi dan Pathway
PATOFISOLOGI
Varises esofagus yang pecah/ perforasi lambung mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan
kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah
jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan
gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system
tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan
mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus,
darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna
disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena
adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna
bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru
dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama
48 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses
yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.

Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 10 hari setelah


episode perdarahan tunggal.
PATHWAYS
Sirosis hepatis

Gastritis

Obstruksi sirkulasi
vena porta

Ulkus peptikum

Hipertensi portal

Perforasi
lambung/
duodenum

Pembentukan
sirkulasi kolateral

Varises esofagus

Perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh

tekanan
vaskuler
Perdarahan
(hematemesis,
melena)

Anemia

Kelemahan

Intoleransi
aktifitas

Nyeri akut

Syok
hipovolemik

beban nitrogen,
amonia serum

perfusi serebral,
hepatic, ginjal

ensefalopati

Potensial
gangguan perfusi
jaringan

Defisit volume
cairan

6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


Penanganan harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah
sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan pertolongan yang
lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi:
a. Pengawasan dan pengobatan umum
1) Penderita

harus

diistirahatkan

mutlak,

obat-obat

yang

menimbulkan efek sedatif morfin, meperidin dan paraldehid


sebaiknya dihindarkan
2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan
bila perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
3) Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam
fisiologis selama belum tersedia darah.
4) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan
bila perlu dipasang CVP monitor.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan
untuk mengikuti keadaan perdarahan.
6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
7) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10
mg/hari, karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2
reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin) berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
8) Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan
sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.

b. Pemasangan pipa naso-gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi
cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian
obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan
vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah
di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti.
Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air
sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila
perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan
endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung
sudah jernih.
c. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian
pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan
splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan
demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat
bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian
obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
d. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube
dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita
dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan
pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran
makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi

pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,


obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
e. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang
fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan
balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan
dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer
dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
f. Tindakan operasi
Bila

usaha-usaha

penanggulangan

perdarahan

diatas

mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat


dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang biasa dilakukan
adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan portokaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hati membaik.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway
Kaji jalan nafas pasien. Muntahan pada penderita dengan
kesadaran yang menurun dapat mengakibatkan aspirasi. Stolsel
yang kemungkinan mengakibatkan sumbatan jalan napas.
2) Breathing
Kaji pola nafas, apakah ada perubahan pola nafas akibat pasien
mengalami aspirasi. Kaji pula kecukupan oksigenasinya.
3) Circulation

Kaji penurunan sirkulasi akibat adanya perdarahan, CRT.


4) Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien, ukuran dan reaksi pupil pasien.
5) Exposure
Kaji adanya injury atau kelaianan yang lain.
b. Pengkajian sekunder
1) Full Set of Vital Sign
Tekanan darah dapat normal/ turun. Nadi dapat normal, tidak
adekuat dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia). Respirasi bisa normal maupun meningkat. Suhu bisa
normal maupun meningkat.
2) Histori and Head to Toe
a) History (menggunakan prinsip SAMPLE)
S : Subyektif
Kaji keluhan utama pasien
A: Allergies
Kaji apakah pasien ada alergi terhadap makanan ataupun
obat obatan.
M: Medikation
Kaji pada pasien setelah muntah darah apakah sudah
mengkonsumsi obat obatan.
P: Past medikal Histori
Apakah pasien pernah menderita hepatitis, gastriti
sebelumnya..
L: Last oral intake
Masukan oral terakir, apakah benda padat atau benda
cair.
E: Event

Kapan terjadi muntah darah, tindakan apa saja yang telah


dilakukan untuk pertolongan pertama.
b) Head to Toe
Kepala
Ada tidaknya ikterik pada mata, conjungtiva anemis.
Leher
Ada tidaknya kaku kuduk, pembesaran kelenjar tyroid.
Dada
Inspeksi : kesimetrisan, gerakan dada, ada tidaknya
retraksi dada.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan daerah dada.
Perkusi : ada tidaknya perubahan suara.
Auskultasi : ada tidaknya suara tambahan.
Abdomen
Adakah

terjadi

nyeri

tekan/

distensi

abdomen,

peningkatan bising usus.


Ekstrimitas
Adakah kelainan pada daerah extrimitas, baik atas
maupun bawah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan
secara aktif)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/
terbakar pada mukosa lambung atau spasme otot dinding perut)..
c. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan.

d. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kehilangan nafsu makan akibat mual muntah
e. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kesejahteraan
diri
3. Perencanaan Keperawatan

No
.
1.

Diagnosa
Keperaw

Tujuan dan Kriteria


Hasil

atan
Kekurang Setelah dilakukan

NIC LABEL : Fluide management

an

tindakan keperawatan 1. Pertahankan catatan intake dan

volume

selama 3 x 24 jam,

cairan

diharapkan kebutuhan 2. Monitor status hidrasi (kelembaban

berhubun

cairan dan elektrolit

membran mukosa, nadi adekuat,

gan

dalam tubuh pasien

tekanan ortostatik), jika diperlukan

dengan

dapat teratasi dengan

output yang akurat

3. Monitor vital sign

perdaraha kriteria hasil:

4. Kolaborasikan cairan IV

Input dan output

5. Monitor status nutrisi

(kehilang

cairan elektrolit

6. Dorong masukan oral

an secara

seimbang.

7. Kolaborasi dengan dokter.

aktif)

Menunjukkan
membran
mukosa lembab
dan turgor
jaringan normal.

2.

Intervensi

Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
2. Monitor tingkat HB dan hematokrit
3. Monitor respon pasien terhadap

penambahan cairan
4. Monitor berat badan
diberikan NIC LABEL : Pain Management

Nyeri

Setelah

akut

asuhan

berhubun

selama 3 x24

keperawatan
jam

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan


durasi nyeri. Gunakan skala nyeri

gan

diharapkan

level

dengan

ketidaknyamanan

agen

pasien

cedera

dengan kriteria hasil :

dengan pasien dari 0 (tidak ada


nyeri) 10 (nyeri paling buruk).

berkurang

biologis

2. Gunakan komunikasi terapeutik


untuk mengetahui

nyeri dan

respon pasien terhadap nyerinya


NOC

Label

3. Kaji dengan pasien faktor-faktor

Discomfort Level

yang

meningkatkan/mengurangi

Pasien
meringis

tidak
(skala

Pasien

tidak

tampak ketakutan

Pasien

terhadap

kualitas

tidak

yang dapat

memberikan respon

tidak

(skala 5)

temperature
dapat

nyaman,

misalnya
ruangan,

pencahayaan dan kebisingan


6. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis,

beristirahat
dengan

nafsu

makan, aktivitas dan suasana hati

tampak cemas
Pasien

tidur,

5. Kontrol lingkungan sekitar pasien

(skala 5)

nyerinya
4. Kaji efek dari pengalaman nyeri

5)

dapat

cukup

(misalnya

guided

imageri,

distraksi, relaksasi, terapi musik,

(skala 5)

massage), sebelum, setelah, dan


NOC Label : Pain
Pasien

dapat

menyebutkan
faktor

yang

menyebabkan
nyerinya

timbul

(skala 5)

Pasien

mungkin

berlangsung,

control

jika

dapat

meningkat,

selama
sebelum

dan

selama

nyeri
nyeri
nyeri

berkurang
7. Ajarkan

tentang

penggunaan

farmakologikal dalam mengurangi


nyeri
8. Kolaborasi

dalam

pemberian

analgetik sesuai indikasi

melaporkan
perubahan

pada

tanda-tanda nyeri
kepada

petugas

kesehatan
/perawat (skala 5)

Pasien

dapat

melaporkan
bagaimana

cara

mengontrol
nyerinya

(skala

5)

Pasien
menggunakan
cara

non-

analgesics untuk
mengurangi
nyerinya

(skala

5)

Pasein
menggunakan
obat

analgesics

sesuai
rekomendasi
3.

Intolerasi

(skala 5)
Setelah
dilakukan NIC Label : Activity Therapy

aktivitas

tindakan

berhubun

keperawatan selama

gan

dengan

diharapkan

kelemaha

toleran

1. Bantu
24

jam,
klien

terhadap

akvitas

klien
yang

untuk
sesuai

memilih
dengan

kemampuan klien
2. Anjurkan klien untuk berfokus
pada

aktivitas

yang

mampu

n umum,

aktivitas

dengan

ketidakse

kriteria hasil :

imbangan NOC Label : Activity


antara
suplai

dalam

atau pergerakan
4. Ciptakan lingkungan yang aman

normal

untuk pergerakan klien berikutnya

TTV

dan

rentang

kebutuha

(TD:

n oksigen

120/70-90

110NIC Label : Energy Management

mmHgRR:

16-

20x/ menit HR:


60-100x/menit
37,5

36,5 C) (skala

5)
Kebutuhan ADL
klien

terpenuhi

(skala 5)
NOC

Label

penyebab

kelemahan

nyeri,

pengobatan)
7. Monitor intake

atau

nutrisi

yang

adekuat
8. Batasi stimulus lingkungan yang
mengganggu

seperti

keributan

:
NIC Label : Self Care Assistance-

Klien

tidak ADL

mengalami

9. Bantu kebutuhan klien dalam

kelemahan

perawatan diri
10. Anjurkan pada keluarga untuk

(skala 5)
NOC Label : Self
Care Status

6. Kaji

untuk memfasilitasi relaksasi

Fatigue Level

5. Kaji keterbatasan fisik klien


(treatment,

Suhu:
0

mampu dilakukan oleh klien


3. Fasilitasi aktivitas klien yang
terbatas karena waktu, energy

Intolerance

dilakukan daripada yang tidak

Klien

mampu

makan, toileting,
berpakaian,
menjaga
kerbersihan diri
secara

mandiri

membantu ADL klien

(skala 5)
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3
Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah rd ed.). Jakarta: EGC.
Jhoxer (2010). Asuhan Keperawatan Hematomesis Melena. Diambil pada 3
November

2015

dari

http://kumpulan

asuhankeperawatan.

blogspot.com/asuhankeperawatan-hematomesis-melena.html.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta:
Media. Aesculapius.
Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi
(2ndEd.). Jakarta: EGC.
NANDA Internasional (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 20122014. Budi Santosa (Penerjemah). Philadelpia: Prima Medika.
Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan
Praktis (105-110). Jakarta: Binarupa Aksara.
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta :
EGC
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.
Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai