Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Makhluk sosial, manusia selalu mengadakan interaksi
dengan lingkungan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Individu selalu berusaha mencapai hubungan yang harmonis
dengan lingkungannya. Manusia juga dituntut untuk mampu
mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari
interaksi

dengan

lingkungan

sosial

dan

harus

mampu

menampilkan diri sesuai dengan norma atau aturan yang


berlaku.
Konseli sebagai individu yang dinamis dan berada dalam
proses perkembangan memiliki kebutuhan dan dinamika dalam
interaksinya dengan lingkungan. Manusia sebagai pribadi yang
unik memiliki perbedaan karakteristik antara individu yang satu
dengan individu yang lain. Saat konseli memasuki masa remaja,
terkadang konseli mengalami berbagai masalah yang ada karena
terjadi perubahan fisik, psikis, dan juga lingkungan sosial. Masa
transisi ini sangat banyak menimbulkan kesulitan-kesulitan
dalam penyesuaian dirinya terhadap lingkungan yang baru.
Perkembangan

remaja

pada

hakekatnya

adalah

usaha

penyesuaian diri yaitu usaha secara aktif mengatasi tekanantekanan dan mencoba mencari jalan keluar dari berbagai
masalah yang dihadapinya. Kemampuan individu mengatasi
1

masalah yang ada tersebut tergantung dari bagaimana seorang


remaja

mempergunakan

pengalaman

yang

diperoleh

dari

lingkungan dan selanjutnya kemampuan menyelesaikan masalah


tersebut akan dapat membentuk sikap pribadi yang optimis dan
dewasa.
Penyesuaian diri adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
seorang individu yang bertujuan untuk mengubah dirinya agar
sesuai dengan lingkungan yang baru ditempatinya. Penyesuaian
diri

merupakan

proses

bagaimana

inidividu

mencapai

keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan


lingkungan (Sunarto & Agung, 2002: 222). Penyesuaian diri
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan
bagaiamana indvidu tersebut memperoleh keharmonisan baik
secara

jasmani

ataupun

rohani.

Penyesuaian

diri

dalam

prosesnya muncul berbagai hambatan atau masalah yaitu


berupa konflik, tekanan, dan juga frustasi, dan dalam keadaan
tersebut individu berusaha untuk mencoba berbagai perilaku
agar dirinya tersebut dapat membebaskan diri dari masalah yang
ada agar inidividu tersebut dapat meningkatkan kemampuan
penyesuaian dirinya. Penyesuaian diri menuntut kemampuan
remaja

untuk

hidup

dan

bergaul

secara

wajar

terhadap

lingkungannya, sehingga remaja merasa puas terhadap dirinya


dan juga terhadap lingkungannya.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di kelas VII SMP


Negeri 5 Trenggalek pada bulan September sampai Nopember Tahun Pelajaran
2015/2016, ternyata ditemukan ada beberapa siswa yang mengalami penyesuaian
diri terhadap kematangan emosi. Diperoleh hasil bahwa, sebagian besar
siswa kelas VII yang berjumlah 8 kelas, diketahui secara
keseluruhan setiap kelas terdapat siswa yang penyesuaian
dirinya kurang. Remaja yang mengalami penyesuaian diri yang
buruk, kehidupan kejiwaannya ditandai dengan kegoncangan
emosi atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, cemas,
merasa tidak puas dengan apa yang telah didapatkan, dan
keluhan terhadap apa yang dialaminya. Jika seorang remaja
tersebut berhasil dalam melakukan proses penyesuaian diri,
maka remaja tersebut merasa aman, bahagia, memiliki sikap dan
juga pandangan yang positif. Guna mencapai penyesuaian yang tinggi
diperlukan pemberian interaksi keuarga agar siswa memiliki prestasi yang
maksimal.
Dalam interaksi keluarga penyampai pesan dapat ayah, ibu, orang tua,
anak, suami, isteri, mertua, kakek, nenek. Begitupun sebagai penerima pesan.
Pesan yang disampaikan dapat berupa informasi, nasihat, petunjuk, pengarahan,
meminta bantuan. Interaksi yang terjadi dalam keluarga merupakan komunikasi
yang unik. Interaksi yang terjadi dalam keluarga melibatkan paling sedikit dua
orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran dan perilaku
yang khas dan berbeda-beda. Relasi orang tua dan anak dipengaruhi dan
ditentukan oleh sikap orang tua. Sikap yang berhubungan dengan afeksi dan

dominasi; ada orang tua yang mendominasi, yang memanjakan, acuh tak acuk dan
oang tua akrab, terbuka, bersahabat. Sikap orang tua yang berhubungan dengan
ambisi dan minat yaitu sikap orang tua yang mengutamakan sukses sosial, milik
keduniawian, suasana keagamaan dan nilai-nilai artistik. Berdasarkan interaksi
keluarga, perlu adanya kematangan emosi untuk melakukan proses
penyesuaian diri.
Young (1950, dalam artikel psikologi, 2005) dalam bukunya Emotion in
Man and Animal memberi pengertian bahwa kematangan emosi adalah
kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya.
Seseorang yang mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat
terpengaruh oleh rangsang stimulus baik dari dalam maupun dari luar. Emosi yang
sudah matang akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan responresponnya dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya, misalnya bermain,
melaksanakan hobinya, dsb. Setelah kematangan emosi sudah dimiliki siswa
diharapkan terdapat perubahan perilaku pada siswa yaitu dapat mengatasi
hambatan-hambatan yang membuat siswa kurang dalam penyesuaian diri.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam upaya meningkatkan penyesuaian
diri bagi siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek. Peneliti tertarik mengadakan
penelitian dengan judul Pengaruh Interaksi Keluarga dan Kematangan Emosi
Terhadap Penyesuaian Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek Tahun
Ajaran 2015 / 2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahannya


sebagai berikut:
a. Masih ada beberapa siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek yang
menunjukkan kurang penyesuaian diri.
b. Kurangnya pemahaman pada diri siswa tentang pentingnya penyesuaian diri
pada proses pembelajaran.
c. Kurangnya kesadaran untuk meningkatkan penyesuaian diri pada siswa tersebut.

C. Batasan Masalah
Terdapat beberapa masalah yang dapat diteliti berkaitan dengan judul
yang telah dipilih sebelumnya. Namun dalam penelitian ini hanya membatasi pada
dua variabel, yaitu variabel bebas berupa interaksi keluarga dan kematangan emosi;
yang kedua variabel terikat berupa penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 5
Trenggalek.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada batasan masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
a. Adakah pengaruh antara interaksi keluarga dan kematangan emosi terhadap
penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek tahun ajaran 2015 /
2016?

E. Tujuan Penelitian
Melihat paparan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah :

Untuk menguji signifikansi pengaruh interaksi keluarga dan kematangan emosi


terhadap penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek tahun ajaran
2015 / 2016.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
serta membantu perkembangan keilmuan dalam interaksi keluarga, terutama
masalah yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap kematangan emosi
pada siswa yang dapat ditingkatkan melalui interaksi keluarga.

b. Secara Praktisi
1. Bagi Guru Pembimbing
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan,
acuan, atau pertimbangan apabila penelitian ini terbukti
bahwa interaksi keluarga dapat meningkatkan penyesuaian
diri terhadap kematangan emosi pada siswa.

2. Bagi Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengarah dan


motivator

pelaksana

pembelajaran,

khususnya

dalam

kegiatan layanan bimbingan dan konseling.


G. Definisi Istilah
Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu interaksi keluarga dan
kematangan emosi sebagai variabel bebas, dan penyesuaian diri sisiwa sebagai
variabel terikat. Kedua variabel tersebut secara operasional penulis definisikan
sebagai berikut.:

a) Interaksi yang terjadi dalam keluarga melibatkan paling sedikit dua orang yang
mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran dan perilaku yang khas
dan berbeda-beda. Relasi orang tua dan anak dipengaruhi dan ditentukan oleh
sikap orang tua. Sikap yang berhubungan dengan afeksi dan dominasi; ada
orang tua yang mendominasi, yang memanjakan, acuh tak acuk dan oang tua
akrab, terbuka, bersahabat.
b) Young (1950, dalam artikel psikologi, 2005) dalam bukunya Emotion in Man
and Animal memberi pengertian bahwa kematangan emosi adalah kemampuan
seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Seseorang yang
mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh
rangsang stimulus baik dari dalam maupun dari luar. Emosi yang sudah matang
akan selalu belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon-responnya
dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya.
c) Penyesuaian diri adalah suatu upaya yang dilakukan oleh
seorang individu yang bertujuan untuk mengubah dirinya agar
sesuai

dengan

lingkungan

yang

baru

ditempatinya.

Penyesuaian diri merupakan proses bagaimana inidividu


mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan
sesuai dengan lingkungan (Sunarto & Agung, 2002: 222).
Penyesuaian diri mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menentukan bagaiamana indvidu tersebut memperoleh
keharmonisan

baik

secara

jasmani

ataupun

rohani.

Penyesuaian diri dalam prosesnya muncul berbagai hambatan


atau masalah yaitu berupa konflik, tekanan, dan juga frustasi,
dan dalam keadaan tersebut individu berusaha untuk mencoba

berbagai perilaku agar dirinya tersebut dapat membebaskan


diri dari masalah yang ada agar inidividu tersebut dapat
meningkatkan kemampuan penyesuaian dirinya.

BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teori
a. Tinjauan tentang Interaksi Keluarga
i.
Pengertian Interaksi Keluarga
Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial
akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu
sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan
gaya dan cara yang berbeda pula. Interaksi merupakan
dasar dari seluruh interaksi/hubungan antar manusia .
Interaksi

manusia

baik

antara

perorangan,

kelompok

maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi.


Thibaut dan Kelley, mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa
saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir
bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau berkomunikasi
satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan
untuk mempengaruhi individu lain.

Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai


suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang
dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu
tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu
stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Shaw

mendefinisikan

bahwa

interaksi

adalah

suatu

pertukaran

antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu


sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing- masing perilaku
mempengaruhi satu sama lain. (Ali, 2004: 87).
Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar
pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun
dengan keluarga yang lain sebagai perorangan, kelompok
maupun sebagai keluarga itu sendiri. Dalam interaksi
keluarga penyampai pesan dapat ayah, ibu, orang tua, anak,
suami, isteri, mertua, kakek, nenek, begitupun sebagai
penerima pesan. Interaksi yang disampaikan dapat berupa
informasi, nasihat, petunjuk, pengarahan, meminta bantuan.
Interaksi yang terjadi dalam keluarga merupakan hubungan
yang unik. Interaksi yang terjadi dalam keluarga melibatkan
paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai,
pendapat, sikap, pikiran dan perilaku yang khas dan
berbeda-beda.

Interaksi

keluarga

tidak

sama

dengan

interaksi antar anggota kelompok biasa. Interaksi yang

10

terjadi dalam suatu keluarga tidak sama dengan interaksi


keluarga

yang

lain.

Setiap

keluarga

mempunyai

pola

hubungan tersendiri. Relasi antara anak dan orang tua


menunjukkan adanya keragaman yang luas. Relasi orang tua
dan anak dipengaruhi dan ditentukan oleh sikap orang tua.
Sikap yang berhubungan dengan afeksi dan dominasi; ada
orang tua yang mendominasi, yang memanjakan, acuh tak
acuk dan oang tua akrab, terbuka, bersahabat. Sikap orang
tua yang berhubungan dengan ambisi dan minat yaitu sikap
orang

tua

yang

mengutamakan

sukses

sosial,

milik

keduniawian, suasana keagamaan dan nilai-nilai artistik.


Perbedaan struktur sosial dapat menyebabkan perbedaan
relasi antara orang tua dan anak.
a. Masyarakat
melakukan

industri
relasi

modern
dengan

anak

orang

sering

tuanya

kurang
sehingga

koordinasi relasi lemah.


b. Masyarakat pertanian : terdapat relasi yang dekat dengan
tetangga dekat.

c. Masyarakat yang mengenal pemisahan orang dewasa dan anak : banyak


menimbulkan prasangka.
d. Kehidupan di rumah sewaan (di kota besar) dan rumah sederhana (di
desa) : Proses hidup dan kehidupan terbuka.

ii.

Komponen-Komponen Atau Unsur-Unsur Dalam Interaksi Keluarga

11

Komponen-komponen atau unsur-unsur dalam interaksi keluarga,


umumnya merupakan hubungan antar pribadi anggota keluarga saling
berpengaruh dan terjadi keterpaduan. Komponen mana yang awal dan akhir,
tidak tertentu, sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan anggota
keluarga.

iii.

Jenis Komunikasi Dalam Interaksi Keluarga


Dalam interaksi keluarga dapat digunakan jenis-jenis komunikasi.
Jenis-jenis komunikasi dapat dikelompokaan dalam empat macam, yaitu:
a) Komunikasi tertulis: Komunikasi yang disampaikan secara tertulis.
Keuntungannya: telah dipersiapkan terlebih dahulu secara baik dan
dapat dibaca berulang-ulang, menurut prosedur tertentu dan mengurang
biaya. Kerugiannnya : memrlukan dokumentasi yang cukup banyak,
kadang-kadang tidak jelas dan tidak langsung mendapat umpan balik.
b) Komunikasi lisan : Komunikasi dilakukan secara lisan. Kebaikannya:
dilakukan cepat, langsung, terhindar dari salah faham, jelas dan
informal.
c) Komunikasi nonverbal : Komunikasi dengan menggunakan mimik,
pantonim, bahasa isyarat. Kekurangannya menimbulkan salah tafsir.
d) Komunikasi satu arah : Komunikasi berbentuk perintah, intruksi,
memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi.
e) Komunikasi dua arah lebih bersifat informative dan persuasive dan
memerlukan hasil.

12

iv.

Pola Interaksi Keluarga


Pola interaksi dalam keluarga menurut Don Jackson ada empat
kategori, yaitu: Relasi seimbang dan memuaskan, Tidak seimbang dan
memuaskan, Tidak seimbang dan tidak memuaskan, Seimbang dan tidak
memuaskan.
Pola dalam interaksi keluarga, yaitu pola roda, pola rantai, pola
lingkaran dan pola bintang. Pola roda terjadi bila seseorang berinteraksi
dengan banyak orang. Komunikasi Pola rantai yaitu seseorang berinteraksi
dengan orang kesatu, kemudian dengan orang kedua, ketiga, keempat dst.
Pola lingkaran seperti pola rantai, tetapi yang terakhir berinteraksi pula
dengan orang yang mengajak berinteraksi pertama. Pola bintang, semua
anggota saling berinteraksi. Penyampaian pesan dari komunikator dapat
berbagai cara yang dapat ditempuh, proses interaksi satu tahap, dua tahap
dan interaksi banyak tahap tergantung pada pengetahuan, pendidikan, sosial
budaya dan latar belakang anggota keluarga.

b. Tinjauan tentang Kematangan Emosi


i.
Pengertian Kematangan Emosi
Young (1950, dalam artikel psikologi, 2005) dalam
bukunya Emotion in Man and Animal memberi pengertian
bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang
dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Seseorang
yang mempunyai ciri emosi yang sudah matang tidak cepat
terpengaruh

oleh

rangsang

stimulus

baik

dari

dalam

maupun dari luar. Emosi yang sudah matang akan selalu


belajar menerima kritik, mampu menangguhkan respon-

13

responnya dan memiliki saluran sosial bagi energi emosinya,


misalnya bermain, melaksanakan hobinya, dsb.

ii.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kematangan


Emosi
Dalam proses pencapaiannya, kemasakan emosi
dipengaruhi
dikemukakan

oleh

beberapa

faktor-faktor

faktor.

yang

Berikut

berpengaruh

ini

akan

terhadap

pencapaian kematangan emosi sebagai berikut:


a. Faktor Fisik
Dalam studi yang dilakukan oleh Davidson dan Gottlieb
(www.artikel.com) ternyata ditemukan adanya perbedaan
tingkat perkembangan emosi maupun intelegensi antara
wanita yang belum mengalami menarche (pre-menarcheal
girls). Wanita yang telah mengalami masa menarche
memiliki tingkat perkembangan emosi maupun inteligensi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum
mengalami masa menarche. Hal tersebut diakibatkan
karena

terjadinya

perubahan

hormonal

tubuh

yang

dimilikinya. Dalam studi lainnya dengan subjek yang


berjenis

kelamin

laki-laki,

Mussen

dan

Jones

(www.artikel.com) menunjukkan hasil studinya bahwa


anak

laki-laki

yang

terlambat

masak

secara

fisik

(physically retarded) ternyata menunjukkan kebutuhan


akan social-acceptance dan agresivitas yang tinggi bila

14

dibandingkan dengan anak laki-laki yang telah masak


secara

cepat,

setelah

subjek

diperintahkan

untuk

merating dari sembilan jenis kebutuhan yang disediakan.


Hal ini dikarenakan, anak laki-laki yang secara fisik
terlambat masak memiliki rasa insecure dan dependence
yang lebih besar.
b. Pola-pola Kontrol Terhadap Emosi
Livson dan Bronson (Nuryoto dalam www.wikipedia.com)
berpendapat bahwa dalam mencapai kematangan emosi,
pola-pola kontrol emosi yang ideal perlu dimiliki oleh
individu, misalnya tidak melakukan represirepresi emosi
yang tidak perlu dan mengendalikan emosi dengan wajar
dan sesuai dengan harapan-harapan sosial.

c. Intelegensi
Faktor-faktor intelegensi berpengaruh dalam persepsi diri,
self evaluation, atau penilaian (appraisal) terhadap orang
lain dan situasi lingkungan. Individu dengan inteligensi
tinggi, kemungkinan akan memperoleh insight dalam
pemecahan masalah emosianalnya secara lebih besar.

d. Jenis Kelamin
Perbedaan hormonal maupun kondisi psikologis antara
laki-laki dan wanita menyebabkan perbedaan karakteristik
emosi diantara keduanya. Kahn (dalam Hasanat, 2005)

15

menyatakan

bahwa

wanita

mempunyai

kehangatan

emosionalitas, sikap hati-hati dan sensitif serta kondisi


yang tinggi daripada lakilaki. Oleh karena itu, laki-laki
lebih tinggi dalam hal stabilitas emosi daripada wanita.
Lone menerangkan penyebab mengapa wanita lebih
bersifat emosionalitas daripada laki-laki. Hal tersebut
terjadi karena wanita memiliki kondisi emosi didasarkan
peran sosial yang diberikan oleh masyarakat, yaitu wanita
harus mengontrol perilaku agresif dan asertifnya, tidak
seperti peran sosial laki-laki. Hal ini menyebabkan wanita
kurang dapat mengontrol lingkungannya, yang pada
akhirnya menimbulkan kecemasan-kecemasan (www.epsikologi.com).

e. Usia
Kematangan emosi seseorang, perkembangannya seiring
dengan

pertambahan

usia.

Hal

ini

dikarenakan

kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan


dan

kemasakan

fisik-fisiologis

daripada

seseorang.

Sedangkan aspek fisik- fisiologis sudah dengan sendirinya


ditentukan oleh faktor usia. Akan tetapi, tiap-tiap individu
adalah berbeda (menurut pendekatan ideografi). Faktor
fisik-fisiologis

juga

belum

tentu

mutlak

sepenuhnya

mempengaruhi perkembangan kematangan emosi, karena

16

kematangan emosi merupakan salah satu fenomena


psikis. Tentunya determinan psikis terhadap kematangan
emosi ini beragam, baik faktor pola asuh keluarga,
lingkungan sosial, pendidikan dan sebagainya. Jelasnya
individu pada usia yang sama belum tentu mencapai taraf
kematangan

emosi

yang

sama

pula

(www.e-

psikologi.com).
iii.

Kriteria Kematangan Emosi


Kriteria-kriteria kematangan emosi pada siswa antara lain
yaitu:
a) Kemampuan untuk beradapatasi dengan realitas.
b) Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahaan.
c) Dapat mengontrol gejala emosi yang mengarah pada
kemunculan kecemasan
d) Kemampuan untuk menemukan kedamaian jiwa dari
memberi dibandingkan dengan menerima.
e) Konsisten terhadap prinsip, janji dan keinginan untuk
menolong orang yang mengalami kesulitan.
f) Dapat meredam instink negatif menjadi energi kreatif
dan konstruktif.
g) Kemampuan untuk mencintai.

iv.

Ciri-ciri Kematangan Emosi Remaja dan Perkembangan


Kematangan Emosi
Nuryoto (www.wikipedia.com) menyebutkan ciri-ciri
kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan

17

sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap kekanak-kanakan,


(2) bersikap rasional, (3) bersikap objektif, (4) dapat
menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk
bertindak lebih lanjut, (5) bertanggung jawab terhadap
tindakan yang dilakukan, (6) mampu menghadapi masalah
dan

tantangan

yang

dihadapi.

(www.wikipedia.com)

Perkembangan kematangan emosi selain ditentukan oleh


interaksi proses biologis, kognitif dan sosial tetapi juga oleh
interaksi dengan lingkungan dan pengalaman. Pengalaman
dalam hal ini adalah mencakup lingkungan biologis anak,
lingkungan

sosial,

keluarga,

teman

sebaya,

sekolah,

masyarakat, media dan budaya (Santrock, 2003).


Hubungan yang positif antara orang tua dan anak di
masa awal anak-anak dapat membentuk kematangan emosi
remaja yang tinggi atau positif. Melalui hubungan yang
positif antara orang tua dan anak, dapat menimbulkan rasa
aman pada anak, rasa percaya diri sehingga menjadi bekal
anak didalam berinteraksi dengan lingkungannya.
c. Tinjauan tentang Penyesuaian Diri
i.
Pengertian Penyesuaian Diri
Dalam kenyataannya,

tidak

selamanya

individu

akan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, hal itu


disebabkan adanya rintangan atau hambatan tertentu yang
menyebabkan individu
secara

optimal.

tidak

mampu menyesuaikan diri

Hambatan-hambatan

tersebut

dapat

18

bersumber dari dalam diri individu ataupun diluar diri


individu. Dalam hubungannya dengan hambatan-hambatan
tersebut, ada individu-individu yang mampu melakukan
penyesuaian diri secara tepat dan juga ada individu yang
melakukan penyesuaian diri secara kurang tepat. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan diuraikan pengertian penyesuaian
diri menurut beberapa ahli. Penyesuaian diri dalam bahasa
aslinya dikenal dengan istilah adjusment atau personal
adjusment. Penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang, (Schneiders dalam Ali, 2005: 173-175) yaitu:
a) Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), pada
mulanya

penyesuaian

diri

diartikan

sama

dengan

adaptasi, padahal adaptasi ini pada umumnya lebih


mngarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis
atau biologis.
b) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity),
penyeuaian diri juga diartikan sama dengan penyesuaian
yang

mencakup

Pemaknaan

konformitas

penyesuaian

diri

terhadap
sebagai

suatu
suatu

norma.
usaha

konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakanakan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu
menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik
secara moral, sosial, maupun emosional.
c) Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery),
penyesuaian diri diartikan sebagai usaha penguasaan,

19

yaitu

kemampuan

untuk

merencanakan

dan

mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu


sehingga

konflik-konflik,

kesulitan

dan

frustasi

tidak

terjadi.
Penyesuaian diri dalam arti yang luas dan dapat
berarti: mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan,
tetapi juga: mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama
disebut juga penyesuaian diri yang autoplastis (dibentuk
sendiri), sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut
penyesuaian diri yang aloplastis (alo = yang lain). Jadi,
penyesuaian diri ada artinya yang pasif, dimana kegiatan
kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada artinya yang aktif,
dimana kita pengaruhi lingkungan (Gerungan, 2009: 59-60).
Penyesuaian diri merupakan perbaikan perilaku
yang dibangun oleh seseorang. Seseorang yang merasa
kalau selama ini perilakunya menyebabkan dirinya sulit untuk
menyatu dan diterima dalam kelompok, maka orang tersebut
akan berusaha untuk memperbaiki perilakunya, sehingga
dapat diterima oleh kelompok (Hurlock, 1994: 278).
Penyesuaian diri adalah sebagai suatu proses ke
arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan
tuntutan eksternal (Sunarto, 2002: 222- 223). Penyesuaian
diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang
bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan

20

yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya (Fatimah,


2006: 194). Tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai
reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan
tempat ia hidup, seperti cuaca dan berbagai unsur alamiah
lainnya. Semua makhluk hidup secara alami telah dibekali
kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan alam untuk
dapat bertahan hidup (Carles Darwin dalam Fatimah, 2006:
194).
Jadi penyesuaian diri menurut peneliti adalah suatu
usaha atau proses yang dilakukan oleh seorang individu
dalam

keadaan

di

lingkungan

atau

situasi

yang

baru

dikenalnya yang bertujuan untuk mencapai suatu hubungan


yang harmonis antara lingkungan yang baru dengan individu
tersebut. Penyesuaian diri di dalam penelitian ini lebih
difokuskan pada lingkungan sekolah, yang dimana individu
yang baru dalam subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII
yang baru masuk di dalam lingkungan sekolah yang baru
yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP).
ii.

Karakteristik Penyesuaian Diri


Kategori

penyesuaian

diri

ada

dua

yaitu

penyesuaian diri secara positif dan penyesuaian diri secara


negatif (Sunarto, 2002: 224-230).
a. Penyesuaian Diri secara Positif

21

Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian


diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut: (1) tidak
menunjukkan adanya ketegangan emosional yaitu apabila
ketika individu mampu menghadapi suatu masalah yang
dihadapi mampu menghadapi dengan tenang dan tidak menunjukkan
ketegangan, misalnya tenang, ramah, senang, dan tidak mudah
tersinggung, (2) tidak menunujukkan adanya frustasi pribadi yaitu
individu tidak menunjukkan perasaan cemas dan tegang pada situasi
tertentu atau situasi yang baru, misalnya percaya diri dan tidak mudah
putus asa, (3) memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri yaitu
individu mampu menunjukkan atau memiliki pilihan yang tepat dan logis,
individu mampu menempatkan dan memposisikan diri sesuai dengan
norma yang berlaku, misalnya mempertimbangkan dahulu apa yang akan
dilakukan dan berhati-hati dalam memutuskan sesuatu, (4) mampu dalam
belajar yaitu individu dapat mengikuti pelajaran yang ada di sekolah, dan
dapat memahami apa yang diperoleh dari hasil belajar, misalnya senagn
terhadap pelajaran dan berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru, (5) menghargai pengalaman yaitu individu mampu belajar dari
pengalaman sebelumnya, dan individu dapat selektif dalam bersikap
apabila menerima pengalaman yang baik atau yang buruk, misalnya
belajar dari pengalaman dan tidak melakukan kesalahan yang sama, (6)
bersikap realistik dan objektif yaitu individu dapat bersikap sesuai dengan
kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya, tidak membedak-bedakan

22

antara satu dengan yang lainnya, dan bertindak sesuai aturan yang
berlaku.
b. Penyesuaian Diri secara Negatif
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara
positif,

dapat

mengakibatkan

individu

melakukan

penyesuaian diri yang salah. Ada tiga bentuk reaksi dalam


penyesuaian diri yang salah, yaitu:
1) Reaksi Bertahan (defence reaction)
Individu

berusaha

untuk

mempertahankan

dirinya,

seolah-olah tidak mengahdapi kegagalan. Ia selalu


berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami
kegagalan. Bentuk reaksi bertahan antara lain: a)
rasionalisasi

yaitu

suatu

usaha

bertahan

dengan

mencari alasan yang masuk akal; b) represi yaitu suatu


usaha

menekan

menyenangkan;

atau
c)

melupakan

proyeksi

hal

yaitu

yang

suatu

tidak
usaha

memantulkan ke pihak lain dengan alasan yang dapat


diterima.
2) Reaksi Menyerang (aggressive reaction)
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah
menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang
untuk menutupi kegagalannya, ia tidak mau menyadari
kegagalannya. Reaksi yang muncul antara lain: a)
senang membantu orang lain; b) menggertak dengan

23

ucapan

atau

perbuatan

menunjukkan

sikap

permusuhan secara terbuka; c) menunjukkan sikap


merusak; d) keras kepala; e) balas dendam; f) marah
secara sadis.
3) Reaksi Melarikan Diri (escape reaction)
Reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan
melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya. Reaksi
yang muncul antara lain: a) banyak tidur; b) minum-minuman keras;
c) pecandu ganja, narkotika; d) regresi/kembali pada tingkat
perkembangan yang lalu.
Penyesuaian ada dua macam, yaitu penyesuaian baik dan
penyesuaian buruk. Karakteristik penyesuaian yang baik adalah: a) mampu
dan bersedia menerima tanggung jawab yang sesuai dengan usia; b)
berpartisipasi dengan gembira dalam kegiatan yang sesuai untuk tiap tingkat
usia; c) bersedia menerima tanggung jawab yang berhubungan dengan peran
mereka dalam hidup; d) segera menangani masalah yang menuntut
penyelesaian; e) senang memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan yang
mengancam kebahagiaan; f) mengambil keputusan dengan senang, tanpa
konflik dan tanpa banyak menerima nasihat; g) tetap pada pilihannya sampai
diyakinkan bahwa pilihan itu salah; h) lebih banyak memperoleh kepuasan
dari prestasi yang nyata ketimbang dari prestasi yang imajiner; i) dapat
menggunakan pikiran sebagai alat untuk merencanakan catak biru tindakan,
bukan sebagai akal untuk menunda atau menghindari suatu tindakan; j)
belajar dari kegagalan dan tidak mencari-cari alasan untuk menjelaskan

24

kegagalan; k) tidak membesar-besarkan keberhasilan atau menerapkannya


pada bidang yang tidak berkaitan; l) mengatahui bagaimana bekerja bila
saatnya bekerja dan bermain bila saatnya bermain; m) dapat mengatakan
tidak dalam situasi yang membahayakan kepentingan sendiri; n) dapat
mengatakan ya dalam situasi yang pada akhirnya akan
menguntungkan; o) dapat menunjukkan amarah secara
langsung bila tersinggung atau bila hak-haknya dilanggar; p)
dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan
cara takaran yang sesuai; q) dapat menahan sakit dan
frustasi emosional bila perlu; r) dapat berkompromi bila
menghadapi kesulitan; s) dapat memusatkan energi pada
tujuan yang penting, t) menerima kenyataan bahwa hidup
adalah perjuangan yang tak kunjung akhir (Hurlock, 1999:
258).
Tanda bahaya penyesuaian buruk yang umum
menurut Hurlock (1999:269) adalah: a) mengantuk akibat
provokasi kecil; b) menunjukkan tanda-tanda khawatir dan
cemas secara berlebihan; c) sering tampak depresif dan
jarang tersenyum atau bergurau; d) berulangkali mencuri
barang-barang kecil meskipun dihukum berat; e) sering
tampak hanyut dalam lamunan; f) menunjukkan kepekaan
besar

terhadap

sindiran,

yang

nyata

maupun

yang

dibayangkan; g) sangat kasar terhadap anak kecil atau


hewan; h) kecemasan abnormal dalam keinginan mencapai

25

kesempurnaan; i) sering menyatakan lebih sering dihukum


dari orang lain; j) ketidakmampuan menghindari perilaku
salah meskipun berulangkali diperingatkan dan dihukum; k)
perhatian berlebihan pada penampilan fisik; l) kebiasaan
berbohong untuk memenuhi suatu tujuan; m) keragu-raguan
yang berlebihan dalam menentukan pilihan yang relatif kecil;
n)

permusuhan

terhadap

setiap

jenis

kekuasaan;

o)

cenderung mudah mendapat kecelakaan; p) nafsu makan


tidak menentu dan rewel dalam pilihan makanan; q) enuresis;
r) lari dari rumah; s) hiperkritis dan merasa dirinya selalu
benar;

t)

berusaha

hiperaktifitas
melakukan

difusi;

bunuh

u)

diri;

membicarakan
v)

tindakan

atau

merusak

berulang-ulang; w) mengganggu dan menggertak orang lain


bila merasa ditolak; x) merasa rindu bila jauh dari keluarga
dan tempat yang dikenal; y) membadut untuk menarik
perhatian; z) memproyeksikan kesalahan pada orang lain dan
mencari-cari alasan bila dikritik; aa) mengadukan orang lain
untuk

mendapatkan

perhatian

dan

persetujuan

orang

dewasa; ab) sikap iri hati menutupi kekecewaan dengan


mengecilkan nilai dalam hal-hal yagn tidak dapat dicapai.
Dari

beberapa

teori

diatas

mengenai

karakteristik

penyesuaian diri, maka dalam penelitian ini seorang individu


dalam hal ini siswa yang mempunyai tingkat penyesuaian diri
yang positif ataupun yang negatif mudah untuk diketahui,

26

sehingga membantu peneliti untuk mengkategorikan siswa


dalam

tingkat

penyesuaian

yang

tinggi

atau

rendah.

Karakteristik penyesuaian diri tersebut juga dapat menjadi


bagian

utama

dari

bahan

acuan

sebagai

penyusunan

instrumen penelitian ini.

iii.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri


Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dari dilihat
dari konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa
penyesuaian diri dipengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial individu,
terutama pengalaman khusus yang membentuk perkembangan psikologis
(Desmita, 2009: 196-197). Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan
dengan latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspekaspek:
1) Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial

dalam keluarga, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau


otoriter yang mencakup:
a. Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak.
b. Perlindungan dan kebebasan yang diberikan kepada anak.
c. Sikap dominatif-integratif (permisif atau sharing).
d. Pengembangan sikap mandiri-ketergantungan.
2) Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauhmana iklim keluarga

memberikan

kemudahan

bagi

perkembangan

intelektual

pengembangan berpikir logis atau irrasional, yang mencakup:

anak,

27

a. Kesempatan untuk berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan.

b. Kegemaran membaca dan minta kultural.


c. Pengembangan kemampuan memecahkan masalah.
d. Pengembangan hobi.
e. Perhatian orangtua terhadap kegiatan belajar anak.
3) Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauhmana stabilitas
hubungan dan komunikasi di dalam keluarga terjadi, yang mencakup:

a. Intensitas kehadiran orangtua dalam keluarga.


b. Hubungan persaudaraan dalam keluarga.
c. Kehangatan hubungan ayah-ibu.
Sementara itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian
diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di
dalamnya. Bagi peserta didik, faktor sosiopsikogenik yang dominan
mempengaruhi penyesuaian dirinya adalah sekolah, yang mencakup:

1) Hubungan guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam


sekolah, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter, yang
mencakup:

a. Penerimaan-penolakan guru terhadap siswa.


b. Sikap dominatif (otoriter, kaku, banyak tuntutan) atau integratif
(permisif, menghargai dan mengenal perbedaan individu).

c. Hubungan yang bebas ketegangan atau penuh ketegangan.

28

2) Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru
terhadap siswa dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan
intelektual siswa sehingga tumbuh perasaan kompeten, yang mencakup:

a. Perhatian terhadap perbedaan individual siswa.


b. Intensitas tugas-tugas belajar.
c. Kecenderungan untuk mandiri atau berkonformitas pada siswa.
d. Sistem penilaian.
e. Kegiatan ekstrakurikuler.
f. Pengembangan inisiatif siswa.
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal
(Fatimah, 2006: 199-203). Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Faktor fisiologis yaitu kesehatan dan penyakit jasmaniah berpengaruh
terhadap penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya
dapat dicapai dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula.
Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya
kepercayaan diri, perasaan rendah diri, rasa ketergantungan, perasaan
ingin dikasihi dan sebagainya.
2) Faktor psikologis, banyak faktor psikologis yang mempengaruhi
kemampuan penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar,
kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi dan sebagainya.

29

3) Faktor perkembangan dan kematangan, dalam proses perkembangan,


respons berkembang dari respons yang bersifat instinktif menjadi respon
yang bersifat hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia,
perubahan dan perkembangan respons, tidak hanya diperoleh melalui
proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk
melakukan respons dan ini menentukan pola penyesuaian dirinya.
4) Faktor lingkungan, beberapa faktor lingkungan yang dianggap dapat
menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja.
5) Faktor agama dan budaya, proses penyesuaian diri anak, mulai
lingkungan

keluarga,

sekolah

dan

masyarakat

secara

bertahap

dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural


tempat individu berada dan berinterakasi akan menentukan pola-pola
penyesuaian dirinya.
Faktor-faktor penyesuaian diri diatas terbagi menjadi dua konsep
yaitu konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Penelitian ini sangat berkaitan
dengan salah satu diantara konsep tersebut, yaitu konsep sosiopsikogenik,
dimana dalam penelitian ini lebih fokus pada penyesuaian diri dengan
lingkungan sekolah. Konsep psikogenik dalam penelitian ini juga bermanfaat
karena seorang individu atau siswa juga tidak akan pernah lepas dari
keluarga.

iv.

Proses Penyesuaian Diri

30

Proses penyesuaian diri setidaknya melibatkan tiga unsur, yaitu:


1) motivasi; 2) sikap terhadap realitas, dan; 3) pola dasar penyesuaian diri
(Schneiders dalam Ali, 2005: 176-177).
1) Motivasi dan Proses Penyesuaian Diri
Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi, sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan
emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan
ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbangan
merupakan kondisi yang tidak menyenangkan karena sesungguhnya
kebebasan dari ketegangan dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar
dalam organisme apabila dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut.

2) Sikap terhadap Realitas dan Proses Penyesuaian Diri


Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu
dan cara individu bereaksi terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda,
dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Sikap yang sehat
terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat
diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Berbagai tuntutan
realitas, adanya pembatasan, aturan, dan norma-norma menuntut individu
untuk terus belajar menghadapi dan mengatur suatu proses ke arah
hubungan yang harmonis antara tuntutan internal yang dimanifestasikan
dalam bentuk sikap deangan tuntutan eksternal dar realitas.
3) Pola Dasar Penyesuaian Diri

31

Proses penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari terdapat suatu pola


dasar penyesuaian diri. Misalnya, seorang anak yang membutuhkan kasih
sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk. Dalam keadaan tersebut, anak
akan mengalami frustasi dan berusaha menemukan pemecahan yang
berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang
dengan frustasi yang dialami. Akhirnya dia akan beralih melakukan
kegiatan lain untuk mendapatkan kasih sayang yang dibutuhkannya,
misalnya dengan mengisap-isap ibu jarinya.
Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang
ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka
proses penyesuaian diri menurut (Sunarto dalam, Ali & M. Asrori 2005:
178), dapat ditunjukkan sebagai berikut:
a) Mula-mula individu di satu sisi merupakan dorongan keinginan untuk
memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi
lain dapat mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri.
b) Kemampuan menerima atau menilai kenyataan lingkungan di luar
dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan
rasional dan perasaan.
c) Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yanga ada
pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.
d) Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes, dan tidak kaku sehingga
menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan atau
ketakutan.

32

e) Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak


dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan,
tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika
lingkungan.
f) Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran,
selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan
martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang
lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.
g) Kesanggupan merespons frustasi, konflik, dan stres
secara wajar, sehat dan profesional, dapat mengontrol
dan

mengendalikan

manfaat

tanpa

sehingga

harus

dapat

menerima

memperoleh

kesedihan

yagn

mendalam.
h) Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup
menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni
sehingga sanggup memperbaiki tindakan-tindakan yang
sudah tidak sesuai lagi.
i) Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh
lingkungannya

serta

selaras

dengan

hak

dan

kewajbannya.
j) Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri
sendiri, orang lain, dan segala sesuatu di luar dirinya
sendiri sehingga tidak pernah merasa tersisih dan
kesepian.

33

Proses penyesuaian diri merupakan suatu langkah


atau cara yang dilakukan oleh seorang individu atau siswa
yang mempunyai tingkat penyesuaian diri yang sedang dan
rendah. Unsur penyesuaian diri ada tiga unsur, yaitu:
motivasi, sikap terhadap realitas, dan pola dasar penyesuaian
diri. Ketiga unsur tersebut harus dapat diperoleh atau
dilakukan oleh siswa yang mempunyai tingkat penyesuaian
diri yang rendah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti
dapat

memberikan

pengarahan

kepada

siswa

yang

mempunyai tinkgat penyesuaian diri yang rendah untuk


dapat melakukan proses penyesuaian diri yang meliputi
ketiga unsur tersebut.
Dari

penjelasan-penjelasan

tentang

proses

penyesuaian diri di atas dapat disimpulka bahwa individu


dapat dikatakan berhasil melakukan penyesuaian diri apabila
inidividu dapat memenuhi kebutuhan dengan cara-cara yang
wajar dan dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan
dan mengganggu lingkungan yang lain.

B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat
disusun suatu kerangka pemikiran bahwa interaksi keluarga dan kematangan emosi
merupakan salah satu faktor yang dapat membantu siswa untuk lebih bisa dalam

34

penyesuaian diri. Interaksi keluarga dan kematangan emosi diperlukan untuk


memberikan dorongan positif agar mereka mampu manghadapi hambatan dan
mengatasi kesulitan terutama dalam hal belajar. Dalam hal ini peneliti
menggunakan interaksi keluarga agar siswa juga dapat termotivasi sehingga dapat
memperkuat motivasi internalnya. Melalui upaya bantuan tersebut diharapkan
siswa menjadi termotivasi baik secara internal maupun eksternal sehingga mampu
menghadapi hambatan dalam pencapaian prestasi. Tujuan akhirnya yaitu siswa
dapat mencapai prestasi optimal dan berpengaruh baik pada kehidupan sosialnya
yaitu menjadi pribadi yang berdaya juang tinggi dan meraih sukses di masa depan.

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan.
Berdasarkan permasalahan dan tinjauan pustaka pada penelitian ini, maka peneliti
mengajukan hipotesis yaitu:
a. Ada pengaruh antara interaksi keluarga dan kematangan emosi terhadap
penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek tahun ajaran 2015 /
2016.
b. Tidak ada pengaruh antara interaksi keluarga dan kematangan emosi terhadap
penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek tahun ajaran 2015 /
2016.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


a. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa SMP Negeri 5 Trenggalek kelas
VII. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan hasil pengamatan penulis saat

33

melaksanakan PPL dan informasi dari guru SMP Negeri 5 Trenggalek yang
mengampu di kelas VII dan guru pamong BK SMP Negeri 5 Trenggalek,
bahwa siswa kelas VII kurang penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah.
Siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek tersebut menunjukkan
karakrakteristik kurangnya penyesuaian diri.
b. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 5 Trenggalek, yang terletak
di JL.RA.KARTINI 98 TELP (0355) 791388 Kecamatan Trenggalek
Kabupaten Trenggalek. Peneliti tertarik mengadakan penelitian di SMP
tersebut dikarenakan sebelum peneliti mengadakan penelitian di SMP Negeri 5
Trenggalek, peneliti sudah mengadakan observasi selama PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) yang diadakan selama bulan September sampai
Nopember dan kondisi siswa di SMP Negeri 5 Trenggalek lah yang
memungkinkan untuk diteliti karena ada beberapa siswa yang memiliki
perilaku yang menunjukkan kurangnya penyesuaian diri. Alasan yang kedua
yaitu, keharmonisan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru maupun
siswa dengan perangkat sekolah lainnya. Dan masyarakat begitu mendukung
berdirinya sekolah tersebut.
Secara geografis, SMP Negeri 5 Trengalek terletak sekitar 200m
dari jalan raya. Hal ini mempermudah siswa yang menggunakan transportasi
umum untuk sampai di sekolah. Dari segi ekonomi, sebagian besar orang tua
siswa mepunyai pekerjaan sebagai petani, pedagang dan buruh walaupun ada
sebagian kecil yang bekerja sebagai Pegawai Negeri. Keberagaman pekerjaan
orang tua siswa tidak membuat jurang pemisah antar siswa yang mempunyai
ekonomi tinggi dengan ekonomi menengah ke bawah.

34

Dari segi sosial budaya SMP Negeri 5 Trenggalek cukup kondusif,


pihak sekolah mudah untuk diajak berkoordinasi dalam melaksanakan
penelitian, selain itu peserta didik memiliki rasa antusias yang tinggi terhadap
hal yang ada kaitannya dengan pendidikan.
c. Waktu Penelitian
Berdasarkan situasi dan kondisi peneliti maupun pihak yang
diteliti, dalam hal ini siswa kelas VII SMP Negeri 5 Trenggalek maka,
penelitian akan dilaksanakan mulai Maret 2016 sampai pada Juli 2016.

Rincian Jadwal Penelitian


N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kegiatan
Pengajuan Judul
Pengajuan
Proposal
Penulisan Bab 1
Penulisan Bab II
Penulisan Bab III
Penyusunan
angket
Pengambilan data
Analisis data
Penulisan Bab IV
dan V
Penyusuanan
Laporan Hasil

B. Desain Penelitian

Waktu
Maret
April
Mei
Juni
Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

35

Desain penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dalam bentuk


One grups pretest-posttest design.
Sugiyono (2014: 72) menelaskan bahwa metode eksperimen adalah
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap orang lain.
Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakuakan dengan
melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi
terhadap perilaku individu yang diamati (Latipun, 2006).
Alasan penggunaan metode eksperimen sesuai dengan pendapat
Sugiyono (2010: 107), karena metode eksperimen sebagai bagian dari metode
kuantitatif. Alasan lain, penggunaan metode ini ialah untuk menguji hipotesis yang
diajukan dalam penelitian setelah diberikan perlakuan (treatment). Jenis Preeksperimental design dalam bentuk pretest-posttest one group design dengan
rancangan satu kelompok subyek.
One group pretest-posttest design adalah rancangan yang digunakan
dalam satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan
perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk
jangka waktu tertentu, kemudian pengukuran untuk kedua kalinya (Suryabrata,
2003: 101).
Latipun (2006: 114) menyebutkan Desain perlakuan ulang (one group
pre and posttest design) merupakan desain eksperimen yang hanya menggunakan
satu kelompok subjek (kasus tunggal) serta melakukan pengukuran sebelum dan
sesudah pemberian perlakuan pada subjek.
Adapun desain penelitiannya sebagai berikut :
O1XO
Gambar. One-group
pretest-posttest
design
2

Keterangan :

36

O1

= Nilai Pretest (sebelum diberikan layanan)

O2

= Nilai Posttest (sesudah diberikan layanan)

(O1-O2) = Pengaruh perlakuan


C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
a. Populasi
Populasi (penelitian) adalah seluruh individu yang menjadi subyek
penelitian (penduduk) yang bersifat universal, yang memiliki sifat dan ciri-ciri
yang sama (Vitalis, 2013: 2).
Penelitian ini mengambil populasi pada seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 5 Trenggalek dalam semester genap tahun ajaran 2015/2016
sejumlah 280 orang siswa yang terdiri dari 8 kelas.
b. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah populasi, atau sejumlah
penduduk yang memberi gambaran tentang sebagian dari anggota populasi,
yang memiliki paling sedikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrati maupun
sifat pengkhususan (Vitalis, 2013: 3).
Sampel penelitian ini adalah 20 siswa kelas VII SMP Negeri 5
Trenggalek. Jumlah ini dianggap sudah representatif dalam mewakili siswa
yang mengalami masalah penyesuaian diri.
c. Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel jenuh sebagai
pengambilan sampel penelitian. Sugiono (2014 : 85) berpendapat bahwa
sampel jenuh ialah teknik penentuan sampel bila semua anggota digunakan
sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari
30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan
yang kecil.
Untuk menentukan sampel yang representatif maka langkahlangkah pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

37

a. Menentukan siswa yang memiliki masalah tentang penyesuaian diri


melalui observasi dan wawancara dengan konselor sekolah.
b. Mengelompokkan siswa yang memiliki masalah tentang penyesuaian diri
tersebut berdasarkan dokumentasi yang dimiliki konselor sekolah, yaitu
siswa yang memiliki masalah tentang penyesuaian diri sebanyak 20 siswa.
c. Selanjutnya sebanyak 20 siswa dijadikan sampel penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan bahan-bahan sebagai data. Metode pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah sebagai berikut:
1) Angket
a. Pengertian
Angket adalah salah satu teknik pengumpulan data atau informasi
tentang sesuatu yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang harus dijawab
oleh responden. Angket merupakan suatu daftar yang berisikan rangkaian
pertanyaan atau pernyataan tertulis mengenai suatu masalah atau bidang
yang akan diteliti.
Langkahlangkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Memberi arahan kepada siswa
2. Menjelaskan tentang cara pengisian angket
3. Mengumpulkan angket
4. Melakukan penskoran
5. Menyusun hasil angket dalam bentuk tabulasi data.
Proses penyebaran angket penyesuaian diri dilakukan pada waktu
ada jam kosong yang peniliti manfaatkan untuk membagikannya. Dalam
penyebaran angket melibatkan peneliti dan konselor sekolah.

E. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang ditetapkan yaitu angket.
Angket digunakan untuk mengungkapkan data tentang penyesuaian diri siswa.
Angket disusun oleh peneliti dalam bentuk angket tertutup. Peneliti menggunakan

38

angket tertutup karena pertanyaan atau pernyataan dalam angket, jawabannya telah
diatur oleh peneliti sehingga siswa hanya memilih jawaban yang sesuai dengan
keadaan dirinya.
Jumlah item yang disediakan adalah 20 item. Menggunakan satu seri
angket, disebarkan pada waktu ada jam kosong yang peniliti manfaatkan untuk
membagikannya. Angket tertutup dibuat oleh peneliti dengan dikonsultasikan
kepada pembimbing. Dalam penyebaran angket melibatkan peneliti dan konselor.
Skala pengukuran angket disusun dengan menggunakan skala likert
sebagai alat ukur sikap responden terhadap pernyataan atau pertanyaan yang
diberikan. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau kelompok orang tentang konsekuensi sosial.
Bentuk instrument angket berupa pilihan ganda dengan cara memberi
tanda lingkaran atau tanda silang pada pilihan jawaban yang tersedia. Peneliti
menyusun instrumen berupa pertanyaan dan pernyataan tersebut berdasarkan
variabel penelitian. Cara penetapan skor hasil isian angket ditunjukkan pada tabel.
Jawaban

Selalu

Sering

Skor positif
Skor negatif

4
1

3
2

Kadangkadang
2
3

Tidak
pernah
1
4

Angket penelitian disusun atas dasar kisi-kisi yang mengacu pada


indikator yang terdapat pada penyesuaian diri. Sebelum angket disebarkan kepada
responden, maka peneliti melakukan uji coba angket untuk mengatahui validitas
dan reabilitasnya.
1. Uji Validitas

39

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur


dalam melakukan fungsi ukurnya, yang digunakan untuk mengukur variabel
dalam penelitian.
Populasi di SMP Negeri 5 Trenggalek berjumlah 280 siswa. Dari
280 siswa diambil 20 siswa untuk dijadikan subyek sampel. Sisanya adalah 260
siswa. Dari 260 siswa diambil 30 siswa untuk sampel uji validitas instrument
tanpa melibatkan subyek sampel.
Dalam uji validitas, 30 siswa tersebut diberikan instrument untuk
mengetahui apakah instrument yang diberikan valid atau tidak. Jika instrument
tersebut valid maka instrument tersebut layak diberikan kepada subyek sampel
guna mengetahui penyesuaian diri siswa.
Untuk mengukur kevalidan instrumen menggunakan rumus
korelasi product moment sebagai berikut :
r xy=

N rx ( x )( y )

{N x ( x )}{N y ( y ) }
2

Keterangan :
rxy

= Koefisien korelasi product moment

= Jumlah individu dalam sampel

= Variabel x

= Variabel y

2. Uji Reliabilitas
Untuk mengukur reliabilitas instrumen menggunakan rumus alpha
sebagai berikut :

40

][

r 11 =
1 2b
( k1 )
t

Keterangan :
r11

= Reliabilitas instrumen

= Banyaknya butir pertanyaan atau pernyataan

b2 = Jumlah varian butir


t2 = Varians total

Sedangkan untuk rumus varians butir dan varians total


adalah :
Rumus varians butir
2

( X )

2
b

Rumus varians total


2

2
t

Keterangan :
b2

= Varians butir

( Y )

41

t2

= Varians total

= Skor butir

= Skor total

= Jumlah responden

F. Teknik Analisis data


Untuk menguji hipotesis pengaruh interaksi keluarga dan kematangan
emosi terhadap penyesuaian diri, maka analisis data penelitian menggunakan Uji t
sebagai berikut :
Md
t=
x2 d
N ( N 1 )

Keterangan :
Md

= Mean antara pretest dan postest

xd

= Perbedaan deviasi dengan mean

= Banyaknya subyek

Nilai dari t ditentukan dari jumlah sampe (N) 20 siswa dan tingkat
signifikansi 5% Ha diterima dan Ho ditolak jika nilai t hitung t tabel pada (N) 20
siswa dengan taraf signifikansi 5%.

42

43

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori, 2005. Psikologi Remaja


Perkembangan

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Nuryoto,

Kematangan

Emosional

Remaja,

http://id.wikipedia.org.html, 2008.
Cecep Darmawan. (2007). Pendidikan Keluarga dalam Perspektif
Moral dan

Global

dalam

Keluarga dalam kehidupan

Perspektif
Keluarga

Pendidikan
Sekolah

dan

Kesejahteraan
Masyarakat.

Bandung: Jurusan PKK FPTK UPI.


Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usana Offset.

Anda mungkin juga menyukai