Anda di halaman 1dari 7

ABSES BARTOLINI

I. PENDAHULUAN
Abses Bartolini adalah pengeluaran pus dari kelenjar bartolini akibat adanya
sumbatan pada kelenjar bartolini. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh Organisme
pyococcal, gonococcus dan Chlamydia Trachomatis. Abses bartolini cenderung
mengenai wanita dengan usia reproduktif, dengan gambaran klinis yang paling
sering adalah rasa tidak nyaman di sekitar vulva dan vagina. Abses Bartolini
memiliki gambaran klinis yang hampir sama dengan bartholinitis dan kista Bartolin.
Penatalaksanaan untuk abses bartolini dapat berupa terapi farmakologi, drainase dan
tindakan bedah, dengan prognosis yang baik. 1,2
II. ANATOMI
Kelenjar bartholin adalah kelenjar pada wanita yang homolong dengan kelenjar
Cowper pada pria dan juga dikenal sebagai Glandula vestibularis major adalah
sepasang kelenjar mukosa kecil yang letaknya tertutup oleh bagian posterior bulbus
vestibule dan labium majus pudendi. Setiap kelenjar mengalirkan sekretnya ke dalam
vestibulum melalui saluran kecil yang bermuara pada alur antara hymen dan bagian
posterior labium minus pudenda. Kelenjar bartolini menghasilkan cairan pelumas
selama hubungan seksual dan menjaga kelembaban vulva. Secara embriologis,
struktur ini berasal dari embriologi yang sama dengan dua pertiga dari vagina dan
selaput darah dari sinus urogenital, yang merupakan pengembangan dari kloaka.2,3
Suplai darah kelenjar ini berasal dari arteri pudenda eksterna dan aliran getah
bening mengalir melalui bagian medial dari kelenjar getah bening inguinalis
superfisialis di pangkal paha ke kelenjar getah bening femoralis. Kelenjar ini terletak
bilateral di dasar labia minora dekat pembukaan vagina dan mengalir melalui 2-2,5
cm saluran panjang yang kosong ke ruang depan pada posisi pukul 4 dan 8. Kelenjar
biasanya berukuran seperti kacang polong dan jarang melebihi 1 cm. Kelenjar

bartolini tidak teraba kecuali terjadi penyakit atau infeksi.2,3


Gambar 2 : Kelenjar Bartolini4

III.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian case control kasus abses bartolini lebih banyak mengenai
wanita dengan kulit hitam dan kulit putih dibandingkan dengan wanita hispanik.2 %
kasus kista bartolin pada wanita berkembang menjadi abses. Jika dibandingkan
dengan kista bartolini, abses 3x lebih banyak ditemukan. Abses bartolin banyak
mengenai wanita reproduktif dengan usia 20 29 tahun dan resiko abses bartolin
menjadi rendah pada seseorang yang memiliki paritas tinggi. 1 Menurut penelitian
yang dilakukan di Korea Selatan pada tahun 2009 tercatat dari 599.186 pasien
wanita dari sampel total 1.160.40 orang. Usia pasien rata-rata adalah 38,1 0,0
tahun. Jumlah Kista Bartholin dalam sampel adalah 587; jumlah abses Bartolini
adalah 757. Jumlah kejadian dari Kista Bartholin adalah 0,55 0,04 per 1000
orang/tahun, dan kejadian Abses Bartholin adalah 0,95 0,06 per 1000 orang/tahun.
Di antara perempuan berusia 15-50 tahun, kejadian kista Bartholin atau abses adalah
2,24 0,12 per 1.000 orang-tahun.5

IV.

ETIOLOGI
Pathogen aerobik yang paling umum menyebabkan abses bartolini adalah
Escherichia coli, spesies Staphylococcus dan spesies Streptococcus. Spesies

Bacteroides adalah bakteri anaerob yang paling umum hadir dan menyumbang
proporsi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan Microbials. Abses Bartolini juga
dapat disebabkan oleh Organisme pyococcal, gonococcus dan Chlamydia
Trachomatis. Dalam penelitian 21 dari 109 kasus disebabkan oleh Staphylococci,
sementara itu 50 kasus disebabkan oleh Eschericia Coli dan 46 kasus disebabkan
oleh Streptococcus Faecalis. Abses bartolin juga dapat timbul akibat kelenjar
bartolin yang tersumbat dan jika tidak diobati dapat menjadi rekuren atau menjadi
kista. 1,3
V. PATOGENESIS
Obstruksi duktus distal Bartholin dapat mengakibatkan retensi sekresi, dengan
pelebaran resultan dari saluran dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan
abses dapat berkembang pada kelenjar. Namun abses bartolin tidak harus selalu
diawali dengan kista bartolin. Neisseria gonorrhoeae adalah isolat aerobik yang
dominan menyebabkan abses kelenjar bartolin, Chlamydia trachomatis juga
mungkin menjadi organisme kausatif. Namun transmisi seksual tidak lagi dianggap
sebagai penyebab kista duktus bartholin dan abses kelenjar bartholin.2
VI.
GEJALA KLINIS
Gejala yang ditemukan pada abses kelenjar bartolin adalah nodul yang nyeri
pada vulva, kemerahan, rasa tidak nyaman di area vagina saat berjalan dan duduk.
Bengkak pada kelenjar akibat akumulasi secret. Pasien wanita juga dapat datang
dengan keluhan nyeri pada saat melakukan hubungan seksual (dyspareunia). Rasa
panas pada palpasi kelenjar namun umumnya tidak disertai dengan demam. Dapat
pula ditemukan adanya sekret dari vagina yang berupa pus. Abses terjadi pada
sepertiga bagian bawah introitus, antara ruang depan dan labia majora, tetapi dapat
berkembang luas ke bagian anterior dan dapat mencapai ukuruan 8 cm.2,4,7
Gambar 2: Abses Bartolini 7

VII.

DIAGNOSISBANDING
Bartholinitis adalah pembengkakan di daerah kelenjar bartholin, yang terasa

nyeriketikaberjalandanpenderitasukaruntukduduk.Labiummayorpadasisiyang
terkenaakanmembengkak,merahdannyeritekan.InfeksikelenjarBartholindapat
melibatkansaluranutama(yangmembukadekatpersimpangananteriorduapertiga
danposteriorsepertigadarimajorumlabia)sertasaluranminordanasinuskelenjar.
Peradangan Ductal dan obstruksi dapat menyebabkan abses Bartholin atau kista,
yangbisamencapai18cm.BartolinitisumumnyadisebabkanolehN.gonorrhoeae,
atau C. trachomatis. Selain itu, bartholinitis juga dapat disebabkan oleh bakteri
pathogendisaluranpernapasansepertiStreptococcuspneumoniaedanHaemophilus
sp.Ductaleksudatatauaspirasidariabsesataukistadapatdigunakansebagaibahan
untukmendiagnosisbartolinitissecaramikrobiologis.Pemberianantibiotik,drainase
abses,daneksisiataumarsupulizationkistayangumumdigunakan.8
Kista Bartolini merupakan kista berukuran relative besar yang paling sering
dijumpai. Pembesaran kista tersebut terjadi akibat parut setelah infeksi (yang
terutama disebabkan oleh Neisseria Gononorrheae atau trauma yang kemudian
menyebabkan sumbatan pada kelenjar bartolini. Jika kista ini tidak disertai dengan
infeksi lanjutan atau sekunder umumnya tidak menyebabkan gejala apapun.
Biasanya ditemukan ketika seorang wanita datang ke dokter untuk pemeriksaan

umum tanpa keluhan apapun, tanpa rasa sakit vagina. Namun, jika kista tumbuh
lebih besar dari diameter 1 inci, dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika duduk,
atau selama berhubungan seksual.9
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap abses bartolini umunya bersifat simtomatik, gejala yang
asimtomatik tidak perlu pengobatan, tetapi pada abses maupun kista yang bergejala
dapat diatasi dengan drainase . Jika abses pecah, maka biasanya tidak lagi dapat
terjadi penyembuhan secara spontan. 1
Pengobatan sistemik
Pada abses bartolini juga dapat diberikan antibiotik, namun dalam pemberian
antibiotik harus dilakukan tes senstivitas terlebih dahulu. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah Doxycilin 2 x 100 mg dan natrium diclofenac 2 x 50 mg , Doxycilin
adalah generasi ke dua dari tetrasiklin yang bekerja menghambat sintesis proten
dengan meningkat ribosom 30s Subunitdan 50s yang dapat diberikan pada bakteri
gram negatif dan gram positif. Edukasi juga harus diberikan kepada pasien untuk
senatiasa menjaga kebersihan tubiuh terutama organ sexual. Drainase defnitif juga
dapat dilakukan dengan tehnik word kateter.1,7
Tindakan Operatif
Penanganan dari abses bartolini salah satunya dengan penanganan bedah, termasuk di
dalamnya insisi dan drainase, serta marsupialisasi.
1. Insisi dan drainase
Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah
dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur ini
harus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses.1
Pertama bersihkan permukaan mukosa dengan povidone-iodine dan kemudian
irigasi dengan normal saline atau air steril. Suntik anesetesi pada jaringan di atasnya
dengan lidokain 1% dan epinefrin. Gunakan scalpel No. 11 untuk membuat sayatan
sekitar 5 mm dengan kedalaman sekitar 1,5 cm, di belakang cincin himen. Tahan

traksi pada kista dengan tang kecil untuk mencegah runtuhnya dinding kista, dan
mempertahankan visualisasi dari rongga.7
2.
Word catheter
Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Adapun prosedur yang
digunakan yaitu : 10
a. Pasien dalam posisi litotomi
b. Disinfeksi daerah labium dan vagina dengan antiseptic solution.
c. Insisi daerah abses dengan scalpel no. 11
d. Masukkan kateter ke dalam daerah abses yang telah diinsisi lalu kembangkan
balon kateter dengan menginjeksikan 3 ml salin solution

Gambar 4: Insisi pada daerah kista bartholini sebelum dilakukan pemasangan


word catheter (kiri). Pemasangan word catheter pada penderita kista bartholini (kanan).6

3. Marsupializasi
Marsupializasi dari kelenjar bartholini pada umumnya dilakukan jika terjadi rekurensi
dari abses bartholini. Tindakan ini ditujukan bila ada abses besar yang membuat
bedah eksisi kelenjar menjadi sulit. Tujuan dari marsupialisasi kelenjar bartholin
adalah untuk menghilangkan abses sedemikian rupa sehingga akan terjadi epitelisasi
pada bagian dasar.11
Adapun prosedur yang dapat dilakukan :
a. Pasien dalam posisi litotomi.
b. Disinfeksi daerah perineum.
c. Inspeksi sejauh mana kista pada kelenjar bartolini.
d. Lakukan sayatan berbentuk elips.
e. Irigasi rongga kista dengan normal saline.
f. Pada operasi ini, ahli bedah akan membuka lebar dinding abses sehingga
memungkinkan untuk mengeluarkan eksudat purulen. Membran abses
kemudian dijahit ke mukosa vagina dan kulit pada introitus vagina untuk efek
granulasi dan reepitelisasi dari luka dari bagian bawah abses ke bagian atas.

g. Anjurkan pasien untuk melakukan mandi setiap hari selama 3 atau 4 hari dan
kembali untuk follow up dalam waktu sekitar satu minggu

Gambar 7: Marsupializasi pada kista bartholini. Insisi vertikal dilakukan sepanjang


garis tengah dari kista bartholini (kiri). Penjahitan secara inturuptus dinding dari
kista dengan mukosa vestibulum (kanan).6

IX.

PROGNOSIS
Prognosis dari abses adalah baik dan tingkat rekurensi yang terjadi kurang dari
20%.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Tri Endang, Dali Amiruddin Muhammad Mappiasse Alwi,. Bartholins Abscess


Caused by Eschercia coli Case Report. Vol. 1 No. 1 2012 p: 68-72
2. Patil S et all. Bartholins cyst and abscess. Journal of Obstetric and Gynaecology.
2007. p 241-5
3. Sung Yuk et all. Insidence of Bartholin duct cyst and abscess in Republic of Korea.
International Journal of Gynecology and Obstetric. 2013. p62-64
4. Bora A Shabana et all. Bartholins Vulval And Perineal Abscesses. Best Practice
and Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. Elsevier. 2009 p:661-6
5. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling.. Textbook of Dermatology. 8th edition.
2010 ; p.71.68
6. Wrightington et all. Bartholins Cyst/Abscess. Obstetric & Gynaecology
Departemen. NHS Foundation Trust.
7. PhilipButtaravoli,andStephenM.Leffler.BartholinAbscess.In:Minor
Emergencies.3rdEdition.2012.
8. Hobbs M Marcia. In Holmes King K et All Sexually Transmitted Disease 4 th
Edition. The McGraw-Hili Companies, United States of America.2008 ;p 771,778
9. Anwar Mochamad. Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta. 2011; p 252- 253
10. L. Michael T. Bartholins Cyst and Abscess Word Catheter Insertion,
Marsupialization. In :

Anda mungkin juga menyukai