A. Pra Kemerdekaan
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia yang dikenal juga dengan istilah politik
pintu terbuka merupakan latar belakang dilaksanakannya kegiatan penanaman modal di
Indonesia untuk pertama kalinya. Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak
terlepas dari perubahan politik di negeri Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal yang
berkuasa di pemerintahan Belanda berpendapat bahwa pengaturan kegiatan ekonomi di
daerah jajahan Indonesia tidak lagi tersentralisasi di tangan Negara, melainkan
diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta. Peran pemerintah dibatasi dalam bidang
pengawasan. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan
produksi perkebunan di Indonesia. Peningkatan produksi ini akan meningkatkan
pendapatan kerajaan Belanda.
Politik liberal yang mengakhiri praktek tanam paksa menjadi awal bagi kegiatan investasi
modal asing di Indonesia, khususnya di bidang perkebunan. Untuk mendukung
pelaksanaan politik liberal tersebut pemerintahan Hindia Belanda memberlakukan
Agrarische Wet pada tahun 1870. Agrarische Wet mengatur mengenai domein
verklaring yang menyatakan bahwa semua tanah di Indonesia selain tanah yang berstatus
hak eigendom adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Oleh karena itu, pemerintah
belanda dapat menyewakan tanah tersebut kepada pihak swasta dalam jangka waktu
hingga 75 tahun. Selain agrarisch wet, pemerintah Belanda juga memberlakukan UU
Gula 1870 yang mengatur bahwa perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan
dihapus secara bertahap dan pada
tahun 1891
semua
perusahaan gula
milik
B. Kemerdekaan
Kondisi sosial politik yang bergejolak pada masa awal kemerdekaan Indonesia menghambat
perkembangan perekonomian Indonesia. Pemerintah belum memberikan perhatian di bidang
pengaturan penananam modal untuk meningkatkan kondisi perekenomian Negara. Tiga belas
tahun kemudian barulah Indonesia memiliki pengaturan penanaman modal asing yang
pertama, yaitu UU No. 78 Tahun 1958 tentang penanaman modal asing.
1. UU Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing
Pada garis besarnya UUPMA 1958 tersebut menetapkan dan mengatur hal-hal sebagai
berikut :
- Pembatasan penanaman modal asing untuk sektor
a. Kereta Api
b. Telekomunikasi
c. Pelayaran dan penerbangan dalam negeri,
d. Pembangkitan tenaga listrik,
e. Irigasi dan air minum,
f. Pabrik mesiu dan senjata,
g. Pembangkit tenaga atom.
h. Pertambangan bahan-bahan vital, tertutup bagi modal asing
- pembentukan Dewan Penanaman Modal Asing (DPMA) , yang mengawasi pelaksanaan
penanaman modal asing di Indonesia
- Tidak membatasi pemilikan mayoritas modal oleh pihak asing
- Usaha patungan antara pihak asing dan dalam negeri diprioritaskan.
Menyusul kemudian pada tahun 1963, sebagai dampak dari konfrontasi dengan
Malaysia, maka investasi modal dari Malaysia dan Inggris juga dinasionalisasi.
Nasionalisasi yang dilakukan tidak disertai dengan kesiapan pemerintah Indonesia / swasta
nasional untuk menjalankan perusahaan sendiri, akibatnya menghambat kemajuan
perekonomian nasional. Dampak lainnya adalah menurunkan tingkat investasi di Indonesia.
2. Undang Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Peralihan rezim order lama ke orde baru pada 11 maret 1966 diawali dengan pembenahan
kembali perekonomian Indonesia. Dalam rangka merevitalisasi kegiatan penanaman modal di
Indonesia. Pemerintah orde baru memberlakukan Undang Undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing. Ketentuan baru ini memberikan sejumlah insentif seperti
keringanan pajak untuk menarik lebih banyak investor asing.
Sejumlah pertimbangan untuk mengeluarkan UUPMA baru tersebut didasarkan pada:
1. kebutuhan terhadap sumber dari luar negeri dapat dimanfaatkan untuk menutup
kekurangan modal dalam negeri, tanpa menimbulkan ketergantungan luar negeri.
2. Penanggunglangan inflasi
3. Pembangunan infrastruktur
4. meningkatkan modal, alih tehnologi, dan keahlian manajemen luar negeri untuk
membantu mempercepat pembangunan nasional dalam bentuk pemberian lapangan
kerja , peralihan tehnologi serta peningkatan produksi pada umumnya.
JOINT VENTURE
Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
modal (UUPM) mendefinisikan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Lebih lanjut untuk pengaturan
penanaman modal asing yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia dalam
pelaksanaannya dapat menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanaman modal dalam negeri.
Adapun mekanisme penanaman modal asing dapat dilakukan dengan cara:
a.Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan tebatas;
b.Membeli saham; dan
c.Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Joint Venture adalah bentuk kerja sama patungan antara investor asing dan investor dalam negeri
dalam menjalankan suatu kegiatan usaha di wilayah Indonesia yang didasarkan pada perjanjian
joint venture. Joint venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan penanaman
modal asing. Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing telah menjadi
kecenderungan umum baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun negara-negara
maju. Hal tersebut merupakan pencerminan nasionalisme di bidang ekonomi dan merupakan
keinginan untuk menghindari ketergantungan pada dan kontrol asing terhadap perekonomian
mereka.
Bentuk kerja sama joint veture berdasarkan pasal 5 ayat 2 wajib dilakukan dalam bentuk
perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Kerja sama joint venture ini didasarkan pada suatu perjanjian kerjasama patungan yang menjadi
dasar pembentukan atau pendirian joint venture company. Perjanjian ini berisikan kesepakatan
para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan,
keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan
terjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal
membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka
menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.
UUPM memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan
koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam pasal
27 ayat 2 UUPM.
Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c) Perka BKPM No.
13/2009 dilakukan melalui:
(i) penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas
yang telah diberikan;
(ii) pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan
(iii) tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.
Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal tersebut
adalah:
a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM) terhadap seluruh
kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;
b.
c.
BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang menjadi kewenangan
pemerintah;
d.
instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha.
Dalam hal-hal tertentu, BKPM dapat langsung melakukan pemantauan, pembinaan dan
pengawasan atas kegiatan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi atau kabupaten/kota. Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Perka BKPM No.
13/2009. Perka BKPM ini kemudian diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun
2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang
Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Perka BKPM No.
7/2010).
LKPM merupakan laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan
kendala yang dihadapi penanam modal yang disampaikan secara online melalui Sistem
Pelayanan Informasi dan Pemberian Izin Investasi Secara Elektronik atau langsung kepada
BKPM dan kepada Badan Penanaman Modal Provinsi serta Kabupaten/Kota dimana proyek
penanaman modal berlokasi.
Bagi PT PMA yang masih dalam tahap pembangunan, kewajiban menyampaikan LKPM
menjadi setiap tiga bulanan atau per triwulan yaitu:
1.
LKPM triwulan I untuk periode pelaporan Januari sampai dengan Maret, disampaikan
paling lambat pada 5 April bulan yang bersangkutan;
2.
LKPM triwulan II untuk periode pelaporan April sampai dengan Juni, disampaikan
paling lambat pada 5 Juli bulan yang bersangkutan;
3. LKPM triwulan III untuk periode pelaporan Juli sampai dengan September, disampaikan
paling lambat pada 5 Oktober bulan yang bersangkutan; dan
4.
b.
Bagi PT PMA yang telah memiliki Izin Usaha, kewajiban menyampaikan LKPM menjadi
per enam bulan atau per semester yaitu:
1.
LKPM semester I untuk periode pelaporan Januari sampai dengan Juni, disampaikan
pada minggu pertama Juli bulan yang bersangkutan; dan
2. LKPM semester II untuk periode pelaporan Juli sampai dengan Desember, disampaikan
pada minggu pertama Januari tahun berikutnya.
c.
Bagi PT PMA yang memiliki kegiatan penanaman modal lebih dari satu kabupaten/kota
wajib menyampaikan LKPM untuk masing-masing kabupaten/kota.
d. Bagi PT PMA yang memiliki beberapa bidang usaha wajib merinci realisasi investasi untuk
masing-masing bidang usaha dalam LKPM.
Dengan adanya LKPM ini, maka segala perkembangan realisasi investasi dan produksi dari PT
PMA dapat diawasi oleh BKPM yang kewenangannya dapat didelegasikan kepada PDKPM atau
PDPPM yang terkait. LKPM ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan:
(i) penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas
yang telah diberikan;
(ii) pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan
(iii) tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.
Apabila PT PMA tidak menyampaikan kewajiban menyampaikan LKPM, maka PT PMA dapat
dikenakan sanksi administratif di antaranya pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas
penanaman modal sebagaimana diatur dalam UU Penanaman Modal.
Bahan Tambahan.
Pra dan pasca kemerdekaan Pra
Iklim Investasi di Indonesia Sejarah dan Latar Belakangnya
Mulai 2007 : UU no 5 tahun 2007 tentang penanaman modal (UUPM), diikuti dengan
serangkaian PP dan peraturan di bawahnya
Tahun 2006, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan dan perbaikan iklim investasi
melalui INPRES no 3 tahun 2006
Tujuannya untuk memenuhi tuntutan dunia usaha untuk perbaikan iklim investasi yang
dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan investasi, dan mendorong percepatan
pertumbuhan perekonomian yang dibutuhkan untuk membuka lapangan pekerjaan baru,
meningkatkan penghasilan masyarakat dan mengurangi kemiskinan
Sejarah Orde Baru selama periode 1966-1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran
investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal Asing) sebagai salah satu motor
penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia.7
Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No 1 Tahun 1967
Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang N0. 6
Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
kemudian diubah dengan Undang-undang Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman
Modal.
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal
selanjutnya
disebut
UUPM,
menyatakan
bahwa:
Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilyah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan
lain
oleh
undang-undang.8