Anda di halaman 1dari 42

A.

DEFINISI
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital
anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada
struktur wajah.
Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah
palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan
susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu.
B.ETIOLOGI
FAKTOR HERIDITER
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75%
dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan.
1.Mutasi gen.
2.Kelainan kromosom.
FAKTOR EKSTERNAL / LINGKUNGAN :
1.Faktor usia ibu
2.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,

Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat


menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik,
Kortikosteroid
3.Nutrisi
4.Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
5.Radiasi
6.Stres emosional
7.Trauma, (trimester pertama)
C.PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa
mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan
bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan
sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada
kondisi normal, langit2 menutup rongga antara
mulut dan hidung. Pada bayi yang langit2nya
sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan
menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah

capek pada saat menghisap, keadaan ini


menyebabkan intake minum/makanan yg masuk
menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga
mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena
terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung
dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai
ke telinga.
D.MANIFESTASI KLINIS
Pada labio Skisis:
1.Distorsi pada hidung
2.Tampak sebagian atau keduanya
3.Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato
lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2.Adanya rongga pada hidung
3.Distorsi hidung
4.Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit

saat diperiksa dengan jari


5.Kesukaran dalam menghisap atau makan
E.KOMPLIKASI
1.Gangguan bicara dan pendengaran
2.Terjadinya otitis media
3.Asirasi
4.Distress pernafasan
5.Risisko infeksi saluran nafas
6.Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Foto rontgen
2.Pemeriksaan fisisk
3.MRI untuk evaluasi abnormal
G.PEMERIKSAAN TERAPEUTIK
1.Penatalaksanaan tergantung pada beratnya
kecacatan
2.Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian

nutrisi yang adekuat


3.Mencegah komplikasi
4.Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5.Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan
palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3
hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis
intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps
maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan
membantu dalam perkembangan bicara dan
makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan
perbaikan.
6.Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6
bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat
kecacatan. Awal fasilitaspenutupan adalah untuk
perkembangan bicara.
H.PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak
ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah,

sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap,


keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan
yg masuk menjadi kurang. Untuk membantu
keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di
pasang:
1.Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah
selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi
untuk memasukkan susu langsung ke dalam
lambung untuk memenuhi intake makanan.
2.Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan
akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih
lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan
pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli
beranggarapan obturator menghambat
pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa
menganggap justru mengarahkan. Pada center2
cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di
Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena
pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan
dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau

dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan


dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru
sesuai dg pertumbuhan pasien.
3.Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa
dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih
panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot
biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi
lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk
ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang
rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut :
1. Penjelasan kepada orangtuanya
2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan
alanasi(hidung), evaluasi telinga.
3. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langitlangit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech
theraphist setelah 3 bulan pasca operasi
5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy
atau/dan Pharyngoplasty

6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang,


evaluasi pendengaran.
7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft
(penambahan tulang pada celah gusi)
8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikanperbaikan bila diperlukan.
9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka,
bila diperlukan advancementosteotomy LeFORTI
I.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
atau tidak efektif dalam meneteki ASI b/d
ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam
makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2.Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis
3.Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi)
dan atau insisi pembedahan
4.Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik
pemberian makan, dan perawatan dirumah

5.Nyeri b/d insisi pembedahan


J.INTERFENSI
1.Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang
ditandai adanya peningkatan berat badan dan
adaptasi dengan metode makan yang sesuai
2.Anak akan bebas dari aspirasi
3.Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
sebelum dan sesudah operasi, luka tampak bersih,
kering dan tidak edema.
4.Orang tua dapat memahami dan dapat
mendemonstrasikan dengan metode pemberian
makan pada anak, pengobatan setelah
pembedahan dan, harapan perawat sebelum dan
sesudah operasi.
5.Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang
ditandai dengan anak tidak menangis, tidsk lsbil
dan tidak gelisah.
K.IMPLEMENTASI

1.Mempertahankan nutrisi adekuat


1.Kaji kemampuan menelan dan mengisap
2.Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau
dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk
pemberian minum
3.Tempatka dot pada samping bibir mulut bayi dan
usahakan lidah mendorong makan/minuman
kedalam
4.Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk
selama makan
5.Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman
yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama
bayi menghisap
6.Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal
dan kebutuhan
7.Jelaskan pada orang tua tentang prosedur
operasi, puasa 6 jam dan pemberian infus lainnya
8.Prosedur perawatan setelah operasi,
ranngsangan untuk menelan ata menghisap, dapat
menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang

bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila sudah


toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman
atau makanan lunak untuk anak sesuai dengan
diitnya.
2.Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan napas
1.Kaji status pernafasan selama pemberian makan
2.Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan
sentuhan dot pada bibir
3.Perhatikan posisi bayi saat memberi makan,
tegak atau setengah duduk
4.Beri makan secara perlahan
5.Lakukan penepukan punggung setelah
pemberian minum
3.Mencegah infeksi
1.Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring
kekanan kepala agak sedikit tinggi supaya
makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang
dapat berakibat pnemonia
2.Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau
dan demam.

3.Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan


menggunakan teknik steril
4.Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak
dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat
tenun dan lainnya.
5.Perhatikan perdarahan, edema, dan drainage
6.Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2
minggu
4.Mempersiapkan orang tua untuk menerima
keadaan bayi/anak dan perawatan dirumah
1.Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah
operasi
2.Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ;
cara pemberian makan/minum dengan alat,
mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi
pada saat pemberian makan/minum,
lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut
setelah makan
5.Meningkatkan rasa nyaman
1.Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan

2.Tenangkan bayi
3.Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang
sesuai dengan usia dan kondisinya
4.Berikan analgetik sesuai program
http://prastyawan.blogspot.com/2008/11/labiopalat
oskisis.html
http://lakshminawasasi.blogspot.com/2005/12
adalah

suatu

kelainan

bawaan

yang

ditandai

dengan adanya celah pada bibir, gusi dan langitlangit yang dapat timbul sendiri atau bersamaan.
Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu
tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan
tahap setelah operasi. Pada
operasi

yang

dipersiapkan

tahap
adalah

sebelum
ketahanan

tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi


yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan
yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan
yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat
badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb

lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu ,


jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa
nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar
kelainan

dan

komplikasi

yang

terjadi

tidak

bertambah parah. Misalnya memberi minum harus


dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu
dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah
yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga
membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga
membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi
cukup

diberi

minum

dengan

bantuan

sendok

secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau


tegak untuk menghindari masuknya susu melewati
langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada
bibir

harus

direkatkan

dengan

menggunakan

plester khusus non alergenik untuk menjaga agar


celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat
proses

tumbuh

kembang

yang

menyebabkan

menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre

maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium ,


karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada
saat

operasi

akan

menjadi

sulit

dan

secara

kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna.


Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba. Tahapan selanjutnya
adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi
menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa
diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal
untuk operasi bibir sumbing (labioplasty)
adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat
pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6
bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari
usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah
terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi
pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang
sempurna.

Operasi

untuk

langit-langit

(palatoplasty) optimal pada usia 18 20


bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun

dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang


dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti
dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak,
setelah operasi suara sengau pada saat bicara
tetap

terjadi

melafalkan

karena

suara

anak

yang

sudah

salah,

terbiasa

sudah

ada

mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada


posisi yang salah.. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis)

kelainannya

menjadi

labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi


dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja
sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi Tahap
selanjutnya

adalah

tahap

setelah

operasi,

penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis


operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah
yang menangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir
sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan
tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk
memberikan minum bayi. Banyaknya penderita

bibir sumbing yang datang ketika usia sudah


melebihi batas usia optimal untuk operasi
membuat

operasi

hanya

untuk

keperluan

kosmetika saja sedangkan secara fisiologis


tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu
seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf
tetap

tidak

sempurna,

tindakan

speech

teraphy pun tidak banyak bermanfaat


LABIO PALATO SKISIS
A. PENGERTIAN
1. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang
berupa adanya kelainan bentuk pada struktur
wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
2. Bibir sumbing adalah malformasi yang
disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal
median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
3. Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada
polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk

menyatu karena perkembangan embriotik (Wong,


Donna L. 2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu
sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
4. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan
yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis
(subbing palatum) dan labio skisis (sumbing
tulang) untuk menyatu selama perkembangan
embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
B. ETIOLOGI
1. Faktor herediter

2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya


belum diketahui
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan
prosessus medialis menyatu
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi
gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan
cacat pada embrio).
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan,
klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.
C. PATOFISIOLGI
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan
jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio
pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena
kegagalan proses nosal medial dan maksilaris
untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8
minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis

tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan


penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 712 minggu.
4. penggabungan komplit garis tengah atas bibir
antara 7-8 minggu masa kehamilan.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan
gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
8. Pada Palati skisis

a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato


lunak, keras dan faramen incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit
saat diperiksadn jari
e. Kesukaran dalam menghisap/makan.
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi
tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang

dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung
darah lengkap
2. Pemeriksaan Diagnosis
a. Foto Rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan
bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin
ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya
kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak,
dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi
kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik.

Tergantung dari berat ringan yang ada, maka


tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan
secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui
pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah
berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan
penambahan berat badan yang memuaskan dan
bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau
sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada
usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus,
pembedahan pada hidung hendaknya ditunda
hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai
ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar,
maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan
langit-langit bervariasi dari 6 bulan 5 tahun. Jika
perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3

tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan


pada bagian belakang geligi maksila sehingga
kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat
menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan
dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup
nasoporing.
2. Penta laksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua
terhadap bayi.
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan
perasaannya.
c) Diskusikan tentang pembedahan
d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan
dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua
tentang prognosis dan pengobatan bayi.

a) Tahap-tahap intervensi bedah


b) Teknik pemberian makan
c) Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi
yang adequate.
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu
formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor
atau mengobservasi kemampuan menelan dan
menghisap.
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan
arahkan aliran susu ke dinding mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat
lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama
pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan
nafas
a) Pantau status pernafasan

b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit


ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adequate
a) Berikan makan cair selama 3 minggu
mempergunakan alat penetes atau sendok.
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai
toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan
integritas daerah insisi anak.
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura
(Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah
pemberian makan.
d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut

anak sesudah pemberian makan untuk mencegah


terjadinya aspirasi.
e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi
dan secara sistemik.
f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat
pereda nyeri.
g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h) Monitor keutuhan jaringan kulit
i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak
dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
H. PATHWAY KEPERAWATAN
Etiologi :
Faktor herediter
Kegagalan fase embrio
Akibat gagal prosesus maksilaris dan prosesus
nasalis untuk menyat
Kegagalan penyatuan Kegagalan penyatuan pada
Susunan palato Proses nasal medial dan maksilaris

Timbul celah pada garis tengah palato


Terbentuknya bibir dan hidung

Labiopalatoskisis
Pre Operasi Pasca Operasi
Koping keluarga tidak efektif
Kerusakan komunikasi verbal
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Resiko Aspirasi
Nyeri
Resiko infeksi
Sumber : Betz, Cecily,. 2002. Keperawatan
Pedriatik. Jakarta ; EEC

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos
kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir,
pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat
badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran
pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk
mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari

f. Kaji tingkat nyeri pada bayi


3. Pengkajia Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari
anak/orangtua
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan
dilakukan
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan
dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kuping Keluarga melemah berhubungan dengan
situasi lain atau krisis perkembangan /keadaan dari
orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi
yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan ketidakseimbangan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
infasif
C. INTERVENSI
1. DX.1 : Koping keluarga melemah berhubungan
dengan situasi lain dan krisis perkembangan /
keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul
ke permukaan.
NOC.: Family kuping
KH :
a. Mengatur masalah
b. Mengekspresikan perasaan dan emosional
dengan bebas
c. Menggunakan startegi pengurangan stress
d. Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan
keluarga

Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Family Support
a. Dengarkan apa yang diungkapkan
b. Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
c. Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan
untuk keluarga
d. Gunakan mekanisme kopoing adaptif
e. Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga
utnk menambahkan kopoing yang efektif.
2. DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan
kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian
atas.
NOC : Risk Control
KH :

a. Monitor lingkungan faktor resiko


b. Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
c. Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
e. Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution
a. Monitor status hormonal
b. Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen
amat tebal
c. Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk
menjadi bolu sebelum ditelan.
d. Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
e. Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.

f. Cek NGT sebelum memberi makan


3. DX. III : Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
a. Menggunakan pesan tertulis
b. Menggunakan bahasa percakapan vokal
c. Menggunakan percakapan yang jelas
d. Menggunakan gambar/lukisan
e. Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi
a. Membantu keluarga dalam memahami
pembicaraan pasien

b. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan


dengan suara yang jelas.
c. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
d. Mendengarkan pasien dengan baik
e. Memberikan reinforcement/pujian positif pada
keluarga
f. Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika
belum jelas
4. DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
a. Stamina
b. Tenaga
c. Penyembuhan jaringan
d. Daya tahan tubuh
e. Pertumbuhan (untuk anak)

Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Nutrition Monitoring
a. BB dalam batas normal
b. Monitor type dan jumlah aktifitas yang biasa
dilakukan
c. Monitor interaksi anak/orangtua selama makan
d. Monitor lingkungan selama makan
e. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
f. Monitor turgor kulit
g. Monitor rambut kusam, kering dan mudah patah
h. Monitor pertumbuhan danperkembangan
5. DX. V : Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik

NOC : Tingkat Kenyamanan


KH :
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan managemen nyeri.
b. Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas,
frekwensi, dan tanda nyeri.
c. TTV dalam batas normal
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pain Management
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meiputi :
Lokasi, karkteristik, durasi, frekwensi, kualitas dan
intensitas nyeri.
b. Observasi isarat-isarat non verbal dari
ketidaknyamanan

c. Gunakan komunikasi teraupeutik agar pasien


dapat nyaman mengekspresikan nyeri.berikan
dukungan kepada pasien dan keluarga.
6. DX. VI : Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur infasif
NOC : Risk Control
KH :
a. Monitor gejala kemunduran penglihatan
b. Hindari tauma mata
c. Hindarkan gejal penyakit mata
d. Gunakan alat melindungi mata
e. Gunakan resep obat mata yang benar
Indikator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

NIC : Identifikasi Resiko


a. Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan
rencana berkelanjutan
b. Menentukan sumber yang finansial
c. Identifikasi sumber agen penyakit untuk
mengurangi faktor resiko
d. Menentukan pelaksanaan dengan treatment
medis dan perawatan

D. EVALUASI
1. Diagnosa I : Koping keluarga melemah
berhubungan dengan situasi lain atau krisis
perkembangan keadaan dari orang terdekat
mungkin muncul ke permukaan.
Mengatur masalah
Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan
bebas
Menggunakan startegi pengurangan stress
Membuat jadwal untuk rutinitas dan kegiatan

keluarga
2. Diagnosa II : Resiko aspirasi berhubungan
dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh
bagian atas.
Monitor lingkungan faktor resiko
Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
Monitor perubahan status kesehatan
Monitor faktor resiko individu
3. Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan ketidakseimbangan.
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan vokal
Menggunakan percakapan yang jelas
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa non verbal

4. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
mampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis.
Stamina
Tenaga
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Pertumbuhan (untuk anak)
5. Diagnosa V : Nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan managemen nyeri.
Mampu mengenali nyeri (skal), intensitas,
frekwensi, dan tanda nyeri.
TTV dalam batas normal
6. Diagnosa VI : Resiko infeksi berhubungan

dengan prosedur infasif.


Monitor gejala kemunduran penglihatan
Hindari tauma mata
Hindarkan gejal penyakit mata
Gunakan alat melindungi mata
Gunakan resep obat mata yang benar
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan


Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu
Keperawatan An
Diposkan oleh EnDaH IsTiQoMaH di 07:05 0
komentar

Anda mungkin juga menyukai