Anda di halaman 1dari 23

EKONOMI PERTANIAN

MODERNISASI PERTANIAN BERPENGARUH TERHADAP


TENAGA KERJA DI SEKTOR PERTANIAN DAN PERAN SERTA
PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA DIMASA
DEPAN

OLEH :
DEFRIZAL SAPUTRA (1303630/2013)

EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia yang merupakan negara agraris sebagian besar penduduknya yang hidup di
pedesaan bermata pencaharian sebagai petani (sekitar 60 persen, data Sensus Penduduk
tahun 2000). Selama ini kawasan perdesaan dicirikan antara lain oleh rendahnya tingkat
produktivitas tenaga kerja, masih tingginya tingkat kemisikinan, dan rendahnya kualitas
lingkungan permukiman perdesaan. Rendahnya pruduktivitas tenaga kerja di perdesaan
bisa dilihat dari besarnya tenaga kerja yang ditampung sektor pertanian (46,26 persen dari
90,8 juta penduduk yang bekerja), padahal sumbangan sektor pertanian terhadap
perekonomian nasional menurun menjadi 15,9 persen (Susenas, 2003). Sementara itu
tingginya tingkat kemiskinan di perdesaan bisa ditinjau baik dari indikator jumlah dan
persentase penduduk miskin (head count), maupun tingkat kedalaman dan keparahan
kemisikinan.
Pada mumnya petani di perdesaan memiliki keinginan untuk meningkatkan produksi
pertaniannya tetapi karena banyak masalah yang dihadapinya sehingga sulit untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Masalah sempitnya lahan usahatani di Indonesia
umumnya melanda kalangan petani yang menjadi penyebab semakin menjalarnya
kemiskinan pada golongan petani kecil.
Masalah tenaga kerja pertanian yang banyak tetapi lahan yang sangat terbatas
membuat pekerja disektor pertanian banyak yang menganggur dan juga dengan kemajuan
teknologi yang memajukan pertanian kepada pertanian modern yang menggunakan
banyak alat-alat modern yang membuat tenaga kerja manusia berkurang dipertanian yang
dimana itu membuat masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian (buruh tani) akan
semakin banyak menganggur dan itu akan membuat kemiskinan jadi tambah tinggi karna
teknologi tadi dan yang memiliki lahan dan alat modern akan mendapat pendapatan yang
meningkat dan juga produksi yang semakin efektif dan efisien, jadi dengan modernisasi
pertanian memilki dampak positif dan negatif dalam bidang pertanian.
Sektor pertanian berperan penting terhadap perekonomian nasional, sumbangannya
terhadap pendapatan devisa negara di luar minyak dan gas bumi serta dalam
perekonomian rakyat tidak bisa di abaikan. Sejalan dengan hal ini, kondisi pertanian yang
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki pasar yang luas akan mendapat
prioritas utama dalam pengembangannya. Dengan demikian, penemuan terhadap
kebutuhan pangan, bahan baku industri, peningkatan lapangan kerja, peningkatan
kesempatan berusaha dan peningkatan ekspor komoditi pertanian diharapkan dapat
terjamin dan berkesinambungan.
Pertanian akan menjadi kekuatan besar jika dikelola dapat secara terpadu dalam satu
kesatuan sistem agribisnis. Membangun sistem dan usaha agribisnis yang kokoh berarti
pula membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi keseimbangan
antar sektor. Ini juga berarti menciptakan meaningful employment yaitu di luar sektor
pertanian, sehingga beban pertanian yang terlalu berat menampung tenaga kerja dapat
teratasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh modernisasi terhadap tenaga kerja pertanian?
2. Bagaimana pengaruh modernisasi pertanian terhadap masyarakat pertanian?
3. Bagaimana pengaruh modernisasi terhadap kemajuan perekonomian indonesia?

C. TUJUAN
1. Mengertahui dampak modernisasi terhadap tenaga kerja dipertanian
2. Dapat membaca dampak jelas modernisasi
3. Melihat potensi pertanian indonesia
BAB II
KAJIAN TEORI

A. PERTANIAN

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan


manusia untuk menghasilkan bahan pangan , bahan baku industri , atau sumber energi
, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya .[1] Kegiatan pemanfaatan sumber daya
hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami orang sebagai budidaya tanaman
atau bercocok tanam (bahasa Inggris : crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak
(raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan
bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe ,
atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan .

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di


lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah
Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor
pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting
dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di
berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di
Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya
menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.

Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu


pendukungnya. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu
pendukung, seperti ilmu tanah , meteorologi , teknik pertanian , biokimia , dan
statistika juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari
pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya.
"Petani" adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh
"petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara
khusus disebut sebagai peternak
B. TENAGA KERJA
Menurut KamusBesar Bahasa Indonesia, tenaga artinya
- daya yg dapat menggerakkan sesuatu
- kegiatan bekerja, berusaha dsb
- orang yg bekerja atau mengerjakan sesuatu
sedangkan kerja artinya kegiatan melakukan sesuatu.
Sumber daya Manusia (human resource) adalah tenaga kerja yang mampu bekerja
melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mempunyai nilai
ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja (man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age
population).
Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variabel
yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi.Yang
dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam usahatani, yakni tidak hanya sebagai
penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer pula. Kedudukan
si petani sangat menentukan dalam usahatani. Dalam usahatani yang semakin besar, maka
petani makin tidak mampu merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja
harus dilepaskan, dan memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usahatani
(manajer)..

C. MODERNISASI PERTANIAN
Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang
mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara tradisional menjadi cara-cara yang
lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam
pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pengunaan sarana-
sarana produksi pertanian, dan pengaturan waktu panen. Pengenalan terhadap pola yang
baru dilakukan dengan pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan
dengan pertanian, seperti, kelompok Tani, KUD, PPL, Bank Perkreditan, P3A, dan
sebagainya. Selanjutnya ditetapkan pola pengembangan dalam bentuk, usaha
ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi.Selama beberapa pelita, modenisasi
pertanian telah membawa perubahan-perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan produksi pertanian yang mencapai puncak ketika tercapainya swasembada
pangan.Namun kondisi ini tidak bertahan lama, dan pada akhirnya membawa kembali
bidang pertanian di Indonesia dalam suasana keperhatinan yang ditandai dengan
menurunnya tingkat produksi, sehingga menjadikan Indonesia kembali sebagai
pengimpor beras. Sebagai asumsi dasar, kondisi ini terbentuk melalui berbagai proses
yang tidak dapat di lepaskan. Pertama, dari aspek modernisasi itu sendiri, dan Kedua
berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial yang muncul dari modernisasi yang tidak
diantisipasi secara dini.

Perubahan-perubahan sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan


diperkenalkannya mesin-mesin, seperti mesin penuai dan traktor tangan telah
menghilangkan mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari
menuai.Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga
sebagaian besar petani tidak lagi berternak kerbau. Untuk kasus ini, hasil penelitian Scott
tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan
teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh
tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah
memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan
para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga
telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi
sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000:
202).Penelitian Scott menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai
dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap
pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur
kemiskinan.Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya
adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan.

Pada sebagian besar Negara Sedang Berkembang, teknologi baru di bidang pertanian
dan inovasi-inovasi dalam kegiatan-kegiatan pertanian meruapakan prasyarat bagi upaya-
upaya dalam peningkatan output dan produktivitas. Ada 3 tahap perkembangan
modernisasi pertanian yakni, tahap pertama adalah pertanian tradisonal yang
produktivitasnya rendah. Tahap kedua adalah tahap penganekaragaman produk pertanian
sudah mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada yang dijual ke sektor komersial,
tetapi pemakaian modal dan teknologi masih rendah. Tahap yang ketiga adalah tahap
yang menggambarkan pertanian modern yang produktivitasnya sangat tinggi.
Modernisasi pertanian dari tahap tradisional (subsisten) menuju peranian moderen
membutuhkan banyak upaya lain selain pengaturan kembali struktur ekonomi pertanian
atau penerapan teknologi pertanian yang baru.

D. PROSPEK PERTANIAN INDONESIA


Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis
bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Potensi
agribisnis tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto , sektor agribisnis merupakan
penyumbang nilai tambah (value added) terbesar dalam perekonomian nasional,
diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah.
2. Sektor agrbisnis merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar diperkirakan
sebesar 74 persen total penyerapan tenaga kerja nasional.
3. Sektor agribisnis juga berperan dalam penyediaan pangan masyarakat. Keberhasilan
dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara strategis
dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat
kaitannya dengan ketahanan social (socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas
politik, dan keamanan atau
ketahanan nasional (national security).
4. Kegiatan agribisnis umumnya bersifat resource based industry. Tidak ada satupun
negara di dunia seperti Indonesia yang kaya dan beraneka sumberdaya pertanian
secara alami (endowment factor). Kenyataan telah menunjukkan bahwa di pasar
internasional hanya industri yang berbasiskan sumberdaya yang mempunyai
keunggulan komparatif dan mempunyai konstribusi terhadap ekspor terbesar, maka
dengan demikian pengembangan agribisnis di Indonesia lebih menjamin
perdagangan yang lebih kompetitif.
5. Kegiatan agribisnis mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang yang sangat
besar (backward dan forward linkages) yang sangat besar. Kegiatan agribisnis
(dengan besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang) jika dampaknya dihitung
berdasarkan impact multilier secara langsung dan tidak langsung terhadap
perekonomian diramalkan akan sangat besar.
6. Dalam era globalisasi perubahan selera konsumen terhadap barangbarang konsumsi
pangan diramalkan akan berubah menjadi cepat saji dan pasar untuk produksi hasil
pertanian diramalkan pula terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi model
Kentucky. Dengan demikian agroindustri akan menjadi kegiatan bisnis yang paling
attraktif.
7. Produk agroindustri umumnya mempunyai elastisitas yang tinggi, sehingga makin
tinggi pendapatan seseorang makin terbuka pasar bagi produk agroindustri.
8. Kegiatan agribisnis umumnya menggunakan input yang bersifat renewable, sehingga
pengembangannya melalui agroindustri tidak hanya memberikan nilai tambah namun
juga dapat menghindari pengurasan sumberdaya sehingga lebih menjamin
sustainability.
9. Teknologi agribisnis sangat fleksibel yang dapat dikembangkan dalam padat modal
ataupun padat tenaga kerja, dari manejement sederhana sampai canggih, dari skala
kecil sampai besar. Sehingga Indonesia yang penduduknya sangat banyak dan padat,
maka dalam pengembangannya dimungkinkan oleh berbagai segmen usaha.
10. Indonesia punya sumberdaya pertanian yang sangat besar, namun produk pertanian
umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan musiman. Sehingga dalam era
globalisasi dimana konsumen umumnya cenderung mengkonsumsi nabati alami
setiap saat, dengan kualitas tinggi dan tidak busuk dan makan tempat, maka peranan
agroindustri akan dominant.
BAB III
PEMBAHASAN

A. TENAGA KERJA PERTANIAN


Pada tahun 2011, International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa
setidaknya terdapat 1 miliar lebih penduduk yang bekerja di bidang sektor pertanian.
Pertanian menyumbang setidaknya 70% jumlah pekerja anak-anak, dan di berbagai
negara sejumlah besar wanita juga bekerja di sektor ini lebih banyak dibandingkan
dengan sektor lainnya.[24] Hanya sektor jasa yang mampu mengungguli jumlah pekerja
pertanian, yaitu pada tahun 2007. Antara tahun 1997 dan 2007, jumlah tenaga kerja di
bidang pertanian turun dan merupakan sebuah kecenderungan yang akan berlanjut.[25]
Jumlah pekerja yang dipekerjakan di bidang pertanian bervariasi di berbagai negara,
mulai dari 2% di negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, hingga 80% di
berbagai negara di Afrika.[26] Di negara maju, angka ini secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan abad sebelumnya. Pada abad ke 16, antara 55 hingga 75 persen
penduduk Eropa bekerja di bidang pertanian. Pada abad ke 19, angka ini turun menjadi
antara 35 hingga 65 persen.[27] Angka ini sekarang turun menjadi kurang dari 10%.

Tenaga Kerja (Labor)


Lynn (2003) menjelaskan bahwa ada 2 karakteristik penting tenaga kerja pada pertanian:

1. Orang yang menanam harus memiliki keahlian yang banyak.


2. Perempuan dan anak-anak memiliki bagian yang signifikan dalam tenaga kerja

pertanian. Lynn (2003) menjelaskan bahwa kegiatan pertanian sangat bermacam-macam.


Kegiatan tersebut adalah:

1. Persiapan pengadaan alat kerja, tenaga kerja, bibit, pupuk dan hal lain yang
dibutuhkan.
2. Persiapan tanah.

3. Penanaman, penyiangan.
4. Penyemprotan pestisida.

5. Pengusiran burung dan binatang dari sawah.

6. Pengambilan hasil panen.

7. Penyimpanan hasil panen.

8. Penjualan hasil panen.

9. Perawatan peralatan.

Beberapa tanaman ditanam dan dipanen tidak dalam waktu bersamaan, hal ini sering
dilakukan lebih dari sekali setahun. Pertanian melibatkan juga peternakan, baik skala
besar, skala kecil, untuk diperdagangkan maupun konsumsi sendiri (Lynn, 2003).
Lynn (2003) juga menjelaskan bahwa selain aktivitas di atas, petani juga memiliki tugas
lain. Tugas tersebut adalah:

1. Merawat rumah
2. Merawat anak dan orang tua.
3. Mencari pinjaman.
4. Berurusan dengan pemerintah.
5. Berpartisipasi pada politik desa dan organisasi sosial.

Kegiatan ini memerlukan penjadwalan yang tepat. Anak mungkin diperlukan untuk
bekerja di sawah, opportunity cost dari pendidikan mereka akan menjadi lebih tinggi saat
puncak musim, contohnya saat panen (Lynn, 2003).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam mengembangkan produksi pertanian adalah
pembagian kerja berdasarkan gender. Di banyak negara terutama di Afrika, bisnis
pedesaan didominasi oleh wanita. Wanita dan anak-anak mengemban beban yang paling
berat secara fisik. Contohnya adalah jalan jauh untuk mencari kayu bakar dan air,
menyiapkan tanah, menyiangi, dan memanen. Selain itu wanita sering menggendong
anak. Wanita harus menjual sebagian atau seluruh hasil panen serta mengerjakan
pekerjaan rumah (Lynn, 2003).
Ringkasan dari 12 penelitian mengenai jam kerja harian di daerah pedesaan menunjukkan
bahwa hanya 2 kasus pria bekerja lebih lama, itupun tidak signifikan (8,54 jam per hari
dibandingkan 8,50 jam kerja wanita). Sedangkan 10 penelitian lainnya mengungkapkan
bahwa wanita bekerja lebih lama (9,93 jam per hari dibandingkan 7,13 jam kerja pria)
(Lynn, 2003).
Penyuluhan pemerintah ke desa biasanya hanya mengundang penduduk pria saja,
walaupun sebenarnya wanita yang mengerjakannya. Jarang ada proyek pengembangan
yang berorientasi kepada wanita (Lynn, 2003).

Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi


Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat
dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula
diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja
adalah:

1.) Tersedianya tenaga kerja


Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja
yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga
jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak
dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah
tenaga kerja.
2.) Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan,
selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah
tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah
dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan,
maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi
canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai
klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
3.) Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi
pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu
seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4.) Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan
pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka
konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003).
Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga
kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara
keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan
tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan
ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja
ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih
tinggi daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995). Soekartawi (2003), Umur
tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang
tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila
dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah
perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja setara pria (HKSP).
Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja,
makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan
manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja.
Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga
kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih
tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan nilai tenaga kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga
kerja tersebut (Soekartawi, 2003).
Sebagai salah satu dari faktor produksi, dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas,
SDM sangat dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara penawaran tenaga
kerja dan permintaan tenaga kerja.
Berhasilnya usaha peningkatan produksi maupun faktor-faktor produksi menjadi salah
satu ukuran bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan terhadap petani diarahkan
sehingga menghasilkan penngkatan pendapatan petani. Kebijaksanaan dasar
pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran, dan kelembagaannya dan
memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri.

Produktivitas Tenaga Kerja


Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan
keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu.
Peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan sasaran strategis karena
peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemajuan tenaga
manusia yang memanfaatkannya.
Kualitas dan kemampuan dipengaruhi : Tingkat pendidikan, Latihan/pengalaman,
Motivasi, Etos kerja, mental dan fisik. Sedangkan sarana pendukung produktivitas yakni
lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.
Faktor-faktor ang mempengaruhi kepuasan kerja; gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan
sekerja, atasan, promosi, dan lingkungan kerja.
Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pekerja sebagai konsekuensi dari
kedudukannya sebagai seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam mencapai
tujuan. Gaji merupakan salah satu alasan bagi seseorang untuk bekerja dan barangkali
merupakan alasan yang paling penting diantara yang lain seperti untuk berpretasi, atau
mengembangkan diri. Tujuan perusahaan memberikan gaji dalam meningkatkan
kepuasan kerja antara lain, memotivasi pegawai, merangsang pegawai baru yang
berkualitas untuk memasuki organisasi, mempertahankan pegawai yang ada serta
meningkatkan produktivitas.
Produktivitas rendah karena;
- Teknologi yang dipakai masih didominasi oleh teknologi tradisional.
- Rendahnya laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja
- Rendahnya kualitas sumber daya pertanian dan rendahnya curahan jam kerja
- Upah yang rendah
- Tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang rendah.
Mobilitas dan Efisiensi Tenaga Kerja
Perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu sasaran pokok pembangunan, di
samping peningkatan produksi nasional dan pemerataan hasil-hasil dan kegiatan
pembangunan. Dengan demikian usaha perluasan kesempatan kerja merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari usaha-usaha meningkatkan produksi dan pemerataan hasil serta kegiatan
pembangunan.
Usaha-usaha pengembangan produksi di sektor-sektor yang banyak memerlukan tenaga kerja,
seperti sektor pertanian, industri kecil, dan industri ekspor, pada hakekatnya juga merupakan
usaha-usaha meningkatkan lapangan kerja, baik dalam arti menciptakan lapangan kerja baru
maupun dalam arti meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka yang telah
mempunyai pekerjaan dalam lapangan kerja yang ada.
Usaha-usaha pembangunan di daerah pedesaan, seperti pembangunan sekolah dasar dan pusat
kesehatan masyarakat, memberikan kesempatan pendidikan lebih luas kepada masyarakat
pedesaan dan meningkatkan pula tingkat kesehatan masyarakat. Hal-hal ini pun memperluas
kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan meningkatkan pula
intensitas dan produktivitas kerja.

Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Perkembangan tenaga kerja pertanian selama periode 2010-2014, mengalami penurunan


sebesar 1,93 persen per tahun. Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2010 mencapai 38,69
juta orang, tahun 2011 mengalami penurunan sebasar 5,57% menjadi 36.54 juta orang.

Tahun 2012 turun sebesar 0,31% menjadi 36,42 juta orang. Tahun 2013 kembali turun
lagi menjadi 38,70 juta orang atau turun sebesar 1,05%, kemudian pada tahun 2014
menurun menjadi 35,54 juta atau menurun sebesar 0,77%.

Penyerapan tenaga subsektor tanaman semakin menurun sedangkan 3 subsektor yang


lainnya (TP, HORT, NAK) mengalami peningkatan, hal ini disebabkan beberapa
hal diantaranya adalah makin berkurangnya luas areal tanaman pangan di pulau jawa,
sehingga tenaga kerja bermigrasi ke sub sekor terutama ke sektor perkebunan,
hortikultura dan peternakan, atau malah beralih ke luar sektor pertanian.

Perkembangan tenaga kerja Subsektor Pertanian berdasarkan jenis kelamin dan Subsektor
pada tahun 2014 menunjukkan bahwa tenaga kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan tenaga kerja perempuan.

Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan umur yang paling tinggi pada kelompok
umur 30th-44th sebanyak 12,63 juta orang dan yang paling sedikit pada kelompok umur
>60 sebanyak 4,98 juta orang. Hal ini memperlihatkan bahwa struktur kelompok umur
masing didominasi oleh tenaga kerja produktif (umur 15th 59 th). Apabila tenaga kerja
tenaga kerja dikelompokan menjadi generasi muda dan generasi tua maka
perbandingannya pada tahun 2012 adalah 18% generasi muda dan 82% generasi tua.

Komposisi tenaga kerja berdasarkan pendidikan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut
Tidak/Belum Pernah Sekolah sebanyak 3,79 Juta orang (10,60 %), Tidak/Belum Tamat
SD sebanyak 8,45 juta orang (23,90 %), Pendidikan SD sebanyak 14 15 juta orang (39,57
%), SLTP sebanyak 5 57 juta orang (15,58 %), SLTA sebanyak 3 41 juta orang (9,54%),
dan Perguruan Tinggi sebanyak 0,28 juta orang (0,81 %). Dengan demikian maka tenaga
kerja di sektor pertanian masih didominasi oleh tingkat pendidikan SD ke bawah yaitu
sebanyak 74,07 persen, hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas
tenaga kerja pertanian.

Perkembangan jumlah tenaga kerja pertanian berdasarkan status pekerjaan menunjukkan


bahwa pada periode 2010-2014 terjadi penurunan untuk masing-masing jenis status
pekerjaan seperti berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar; pekerja bebas
pertanian dan pekerja keluarga; sedangkan berusaha sendiri; berusaha dibantu buruh
tetap/ buruh dibayar, buruh/karyawan mengalami peningkatan.(Grand Desain
Ketenagakerjaan Pertanian 2015-2019)

B. MODERNISASI PERTANIAN
Usaha pertanian merupakan salah satu sektor yang terus menerus dikembangkan
pemerintah, dengan maksu agar dapat meningkatkan produksi yang tidak hanya
diperuntukkan bagi konsumsi penduduk setempat, namun diusahakan dapat dinikmati
oleh seluruh upaya peningkatan produksi. Maka dalam penggunaan lahan sawah harus
berpengairan teknis dengan melakukan modernisasi dalam sistem pertanian yang akan
mendukung terhadap kualitas hasil panen. Karena kenyataan yang tidak menjadi rahasia
umum lagi bahwa pemilikan lahan pertanian kaum tani adalah sangat sempit, sehingga
apapun yang dihasilkan di atas lahan pertanian itu hampir sulit dipercaya untuk bisa
memenuhi kebutuhan petani. Sebagai salah satu desa yang mayoritas jumlah
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, maka dalam kegiatan di sawah petani
di desa Pagergunung telah melakukan mekanisasi dalam sistem pertanian
Contoh pertanian moderen (spesialisasi) bisa berbeda-beda dalam ukuran dan
fungsinya. Mulai dari jenis pertanian buah-buahan dan sayur-sayuran yang ditanam
secara intensif, sampai kepada pertanian gandum dan jagung yang sangat besar seperti dai
Amerika Utara. Hampir semuanya menggunakan peralatan mekanis yang sangat hemat
tenaga kerja, mulai dari jenis tarktor yang paling besar dan mesin-mesin panen yang
moderen. Keadaan atau gambaran umum dari semua pertanian moderen dalah titik
beratnya pada salah satu jenis tanaman tertentu, menggunakan intensifikasi modal dan
pada umumnya berproduksi dengan teknologi yang hemat tenaga kerja memperhatiak
skala ekonomis (economic of scale) yaitu denga cara meminumkan biaya untuk
mendapatkan keuntungan tertentu. Untuk mencapai semua tujuan, pertanian moderen
praktis tidak berbeda dalam konsep atau operasinya denga perusahan industri yang besar.
Sistem pertanian moderen yang demikian itu sekarang dikenal denga agri-bisnis.
Kita telah mengetahui bahwa dalam hampir bagi semua masayrakat tradisional,
pertanian bukanlah hanya sekedar kegiatan ekonomi saja, tetapi suda merupakan bagian
dari cara hidup mereka. Setiap pemerintah yang berusaha menstranformasi pertanian
tradisional haruslah menyadari bahwa pemahaman akan perubahan-perubahan yang
mempengaruhi seluruh sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan adalah
penting. Tanpa adanya perubahan-perubahan seperti itu, modernisasi pertanian tidak akan
pernah bisa berhasil seperti yang diharapkan.
C. DAMPAK MODERNISASI PERTANIAN TERHADAP TENAGA KERJA
Pengaruh moderinisasi terhadap ketersedian lapangan pekerjaan bagi buruh tani.
Tentunya dengan penerapan modernisasi pertanian secara otomatis tanpa adanya
penanganan yang seius akan menimbulkan masalah baru yaitu berkurngnya lapangan
pekerjaan karena peranan pekerja tergantikan oleh peralatan dan cara yang berbasis
teknologi sehingga dalam pengelolaan lahan dapat mengurangi jumlah pekerja.Hal ini
tentunya menguntungkan bagi pelaku tani dalam skala besar , tetapi tidak untuk petani
kecil yang tidak dapat menjangkau dalam pembiayaan peralatan pertanian yang berbasis
teknologi tersebut.Dengan demikian penerapan suatu teknologi dalam upaya efisiensi dan
intensifikasi pertanian guna mendapatkan kualitas produk yang dihasilkan baik juga harus
dikaji ulang mengenai dampak social yang ditimbulkan.Jangan sampai penggunaan suatu
teknologi akan mematikan mata pencaharian petani kecil yang mengakibatkan
kesenjangan social sehingga rentan terhadap konflik social.Oleh karena itu, dalam
penerapan modernisasi pertanian harus dikaji juga mau kemana para buruh tani yang
peranannya tergantikan oleh suatu teknologi tepat guna, sepertihalnya solusi permaslahan
sebelumnya, maka dalam penerapan modernisasi pertanian perlu adanya perluasan
cakupan produksi yang tadinya hanya menghasilkan bahan mentah saja, dengan adanya
penerapan modernisasi pertanian proses produksi ditingkatkan menjadi produk yang siap
dipasarkan , sehingga dalam proses tersebut terdapat perluasan lapangan pekerjaan yang
nantinya akan diisi oleh para buruh tani yang kehilangan pekerjaan akibat adanya
penerapan teknologi.Dengan kata lain para pengambil kebijakan harus juga
memperhatikan para buruh tani yang pekerjaannya digantikan oleh suatu teknologi
dengan memberikan pekerjaan pengganti yang dihasilkan dari perluasan produksi
pertanian.Sehingga terciptanya hubungan yang sinergis antara pemerintah selaku
pengambil kebijiakan, petani dan para buruh tani dalam upaya menghasilkan produk dan
jasa yang mempunyai daya saing di era perdagangan pasar bebas ini.

D. KEMAJUAN PERTANIAN BAGI PEREKONOMIAN


Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan
pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat
perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain
pertumbuhannya negatif. Beberapa alas an yang mendasari pentingnya pertanian di
Indonesia:
(1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam,
(2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
(3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan
(4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan
Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang
termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi
sektor pertanian keseluruhan. Disisi lain adanya peningkatan investasi dalam pertanian
yang dilakukan oleh investor PMA dan PMDN yang berorientasi pada pasar ekspor
umumnya padat modal dan perananya kecil dalam penyerapan tenaga kerja atau lebih
banyak menciptakan buruh tani.
Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya
aksesibilitas pada investor asing /swasta besar dibandingkan dengan petani kecil dalam
pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand
strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi
tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada
gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia,
khususnya dalam hal pencapaian sasaran :
(1) mensejahterkan petani,
(2) menyediakan pangan,
(3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan
antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah,
(4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,
(5) menghasilkan devisa,
(6) menyediakan lapangan pekerjaan,
(7) peningkatan pendapatan nasional, dan
(8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini dapat dismpulkan sebagai berikut:
Modernisasi pertanian merupakan tuntutan jaman yang tidak biasa dielakan lagi guna
peningkatan produksi pertanian secara kualitas dan kuantitas.
2. Penerapan modernisasi pertanian dapat menghilangkan mata pencaharian buruh tani
yang peranannya tergantikan oleh adanya alat mesin pertanian sehingga
kesejahteraannya dapat berkurang jika tidak ada tindak lanjut pihak pengambil
kebijakan untuk memperhatikan nasib buruh tani tersebut.
3. Pengaruh modernisasi pertanian bagi para petani dapat mengurangi lapangan
pekerjaan jika penerapannya tidak memperhatikan aspek social yang
ditimbulkan.Modernisasi pertanian dapat berdampak buruk terhadap hubungan
petani dengan buruh tani, tetapi dapat mempererat hubungan antar petani dengan
membuat suatu wadah yang menciptakan suasana gotong royong dalam penyediaan
peralatan pertanian serta kebijakan yang bermutu dan searah.
4. Tetapi dengan adanya modernisasi juga dapat memajukan pertanian indonesia dari
segi produksi dan kualitas pertanian, tetapi juga memliki hal negatif dari penguran
tenaga kerja manusia yang digunakan yang telah dialihkan ke mesin, dan itu
menyebabkan pengangguran

B. SARAN
Sebagai saran dari penulis apabila ingin menganalisi tentang modernisasi pertanian
alahkah baiknya dikaji tentang bagaimana kaitannya penerapan modernisasi pertanian
dengan punahnya produk unggulan local suatu daerah. Dan juga pelatihan terhadap
tenaga kerja manusia dalam pertanian agar tidak tertinggal dengan kemajuan zaman dan
menambah pengalaman dan pengetahuan petani itu membuat tenaga kerja manusia tetap
dipakai dalam pertanian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://meelaisme.wordpress.com/2011/10/20/tenaga-kerja-dalam-usaha-tani/

http://riberuphilip.blogspot.co.id/2011/05/tenaga-kerja-dalam-ekonomi-pertanian.html

http://www.slideshare.net/BagusCahyoJayaP/peranan-pertanian-di-dalam-pembangunan-
perekonomian-indonesia-bab-9

http://www.yohanli.com/peranan-pertanian-dalam-pembangunan.html

(http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&file=185597.pdf&ftyp=poto
ngan&tahun=2014&potongan=S1-2014-185597-chapter1.pdf), diakses 2 Desember 2014.

Maryani, Enok & Waluya, Bagja. 2008. Hand out Mata Kuliah Desa Kota, (Online),

(https://www.academia.edu/8163050/Handout_UPI_Geo_Desa_Kota), diakses 2
Desember 2014.

Rusapande,Iphenk. 2011. Desa dan Pertanian. (Online)

Suparmini. 2013. Masyarakat Desa-Kota, (power point). Yogyakarta-Fakultas Ilmu Sosial


UNY.

Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Todaro, Michael P dan Stephan C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Edisi


Kesembilan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Case, Karl E dan Ray C. Fair. 2007. Prinsip Prinsip Ekonomi Jilid 2. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
LAMPIRAN

DATA PENGANGGURAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN

Tingkat Tingkat
Angkatan Partisipasi Pengangguran
Bekerja Pengangguran
Tahun Kerja Angkatan Kerja Terbuka -
- TPAK TPT
(Juta Orang) (Juta Orang) (Juta Orang) (%) (%)
1986 67,20 65,38 1,82 66,43 2,70
1987 69,40 67,58 1,82 66,68 2,62
1988 71,56 69,52 2,04 66,89 2,85
1989 72,46 70,43 2,04 66,04 2,81
1990 75,02 73,10 1,91 66,33 2,55
1991 75,90 73,91 1,99 65,92 2,62
1992 78,03 75,89 2,14 66,29 2,74
1993 78,91 76,72 2,20 65,60 2,78
1994 83,32 79,69 3,64 66,75 4,36
1996 87,83 83,55 4,28 66,85 4,87
1997 89,23 85,05 4,18 66,32 4,69
1998 92,34 87,29 5,05 66,91 5,46
1999 94,85 88,82 6,03 67,22 6,36
2000 95,65 89,84 5,81 67,76 6,08
2001 98,81 90,81 8,01 68,60 8,10
2002 100,78 91,65 9,13 67,76 9,06
2003 102,75 92,81 9,94 67,86 9,67
2004 103,97 93,72 10,25 67,54 9,86
2005 Februari 105,80 94,95 10,85 68,02 10,26
November 105,86 93,96 11,90 66,79 11,24
2006 Februari 106,28 95,18 11,10 66,74 10,45
Agustus 106,39 95,46 10,93 66,16 10,28
2007 Februari 108,13 97,58 10,55 66,60 9,75
Agustus 109,94 99,93 10,01 66,99 9,11
2008 Februari 111,48 102,05 9,43 67,33 8,46
Agustus 111,95 102,55 9,39 67,18 8,39
2009 Februari 113,74 104,49 9,26 67,60 8,14
Agustus 113,83 104,87 8,96 67,23 7,87
2010 Februari 116,00 107,41 8,59 67,83 7,41
Agustus 116,53 108,21 8,32 67,72 7,14
2011 Februari 119,40 111,28 8,12 69,96 6,80
Agustus 117,37 109,67 7,70 68,34 6,56
2012 Februari 120,41 112,80 7,61 69,66 6,32
Agustus 118,05 110,81 7,24 67,88 6,14
2013 Februari 121,19 114,02 7,17 69,21 5,92
Agustus 118,19 110,80 7,39 66,90 6,25

Anda mungkin juga menyukai