Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik, tergantung pada
karakteristik dari host. Dermatofita merupakan kelompok jamur yang terkait
secara taksonomi. Kemampuan mereka untuk membentuk lampiran molekul
kertatin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka
untuk berkoloni pada jaringan keratin, masuk ke dalam stratum korneum dan
epidermis, rambut, kuku dan jaringan pada hewan. Infeksi superfisial yang
disebabkan oleh dermatofit yang disebut dermatofitosis dimana dermatimicosis
mengacu pada infeksi jamur. Salah satu penyakit akibat jamur dermatofit adalaha
tinea kapitis (Rippon JW, 1998)
Tinea Kapitis (Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsuransadalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata karena
spesies Microsporum dan Trichophyton (Wiliam D, Thimoty G et al,
2011),Penyakitnya bervariasi dari kolonisasi subklinis non inflamasi berskuama
ringan sampai penyakit yang beradang ditandai dengan produksi lesi kemerahan
berskuama dan alopesia (kebotakan) yang mungkin menjadi beradang berat
dengan pembentukan erupsi kerion ulseratif dalam. Ini sering menyebabkan
pembentukan keloid dan skar dengan alopesia permanen (Rippon JW, 1998).
Tinea capitis umumnya sering terjadi pada anak-anak, tetapi juga dapat ditemui
pada dewasa, dan laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan
(Wiliam D, Thimoty G et al, 2011).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea kapitis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur dermatofit
(biasanya berasal dari spesies microsporum dan trichophyton) yang terjadi pada
folikel rambut kulit kepala dan kulit sekitarnya (Wiliam D, Thimoty G et al,
2011).

2.2 Epidemiologi
Insidens tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai pada anakanak 3-14 tahun3 jarang pada dewasa, insiden lebih banyak terjadi pada laki-laki
daripada perempuan (Wiliam D, Thimoty G et al, 2011)
Di Surabaya kasus baru tinea kapitis antara tahun 2001 - 2006 insidennya
dibandingkan kasus baru dermatomikosis di Poli Dermatomikosis URJ Kulit dan
Kelamin RSU Dr. Soetomo antara 0,31% - 1,55%. Pasien tinea kapitis
terbanyakpada masa anak-anak < 14 tahun 93,33% anak laki-laki lebih banyak
(54,5%) dibanding anak perempuan (45,5%). Di Surabaya tersering tipe kerion
(62,5%) daripada tipe Gray Patch (37,5%). Tipe Black dot tidak diketemukan.
Spesies penyebab Microsporum gypseum (geofilik), Microsporum ferrugineum
(antropofilik) dan Trichophyton mentagrophytes (zoofilik yang dijumpai pada
hewan kucing, anjing,sapi, kambing, babi, kuda, binatang pengerat dan kera)
(Nelson, Martin et al, 2003).

2.3. Etiologi
Spesies dermatofit umumnya dapat sebagai penyebab, kecuali E. floccosum, T.
concentricum dan T. mentagrophytes var. interdigitale (T. interdigitale) yang
semuanya jamur antropofilik tidak menyebabkan tinea kapitis2 dan T. rubrum
jarang (Clayton YM, Moore MK, 2006). Tiap negara dan daerah berbeda-beda
untuk spesies penyebab tinea kapitis , Di Amerika kasus terbanyak disebabkan
oleh Trichophyton tonsurans,juga perubahan waktu dapat ada spesies baru karena
penduduk migrasi, pada imigran dari afrika dan arab penyebab tersering adalah
Trichophyton soudanense,Trichophyton violaceum and M. Audouinii(Wiliam D,
Thimoty G et al, 2011). Spesies antropofilik (yang hidup di manusia) sebagai
penyebab yang predominan.

Gambar 2.1 Organisme penyebab tinea capitis

2.4 Patogenesis
Periode inkubasi dari spesies antropofilik antara 2-4 hari, akan tetapi pada periode
tersebut bersifat asimtomatik. Hiffa kemudian turun menuju folikel rambut untuk
menembus kortek rambut, dan saai di intrafolikuler hiffa memecahkan rantai
spora. Pada periode penyebaran ini (4 hari sampai 4 bulan) yang mana selama itu

memperluas lesi dan membentuk lesi yang terlihat (Wiliam D, Thimoty G et al,
2011).
Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin, dimana rambut
tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak pernah memasuki
daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini disebut Adamsons
fringe, dan dari sini hifa-hifa berpolifrasi dan membagi menjadi artrokonidia yang
mencapai kortek rambut dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambutrambut akan patah tepat diatas fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang
menjadi sangat rapuh sekali (Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).
Secara mikroskop hanya artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut
yang patah, walaupun hifa intrapilari ada juga. Patogenesis infeksi endotrik
(didalam rambut) sama kecuali kutikula tidak terkena dan artrokonidia hanya
tinggal dalam batang rambut menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan
kortek yang intak. Akibatnya rambutnya sangat rapuh dan patah pada permukaan
kepala dimana penyanggah dan dinding folikuler hilang meninggalkan titik hitam
kecil (black dot).Infeksi endotrik juga lebih kronis karena kemampuannya tetap
berlangsung di fase anagen ke fase telogen(Fitzpatricks,Freedberg IM, et al,
2003).
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung etiologinya:
Ada 3 bentuk Tinea Capitis berdasarkan manifestasi klinisnya, yaitu:
1. Bentuk Gray patch :
a. inflamasi ringan /minimal

b. kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu
abu,mudahdicabut dari akarnya, kemudian terjadi alopesia.
c. Kadang terdapat keluhan adanya papul merah dan gatal
d. Biasa disebabkan oleh Microsporum audouinii dan Microsporum canisyang
bersifat antropofilik ektotrik.
2. Bentuk Black Dot ringworm :
a. tampak alopesia dengan titik-titik hitam di tengahnya, yang terdiri
daribatangrambut yang patah tepat pada permukaan kulit atau di bawah
permukaan kulit kepala.
b. Biasa disebabkan oleh Trichophyton tonsuran danTrychophytonviolaceu,
bersifatantropofilik endotrik
3. Bentuk Kerion Selsi :
a. Dimulai dengan ruam eritematosa, skuama, papul, disertai rambut yang
putus,dapat disertaiperadangan akut berupa indurasi yang mengeluarkan
pus,keadaan ini disebut sebagaikerion selsi
1. Bentuk Non- inflamasi, manusia atau epidemik.
Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, M. audouinii di Amerika dan
Eropanamun sekarang jarang atau M. ferrugineum di Asia. Lesi mula-mula berupa
papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batangrambut yang meluas
sentrifugal mengelilingi rambut-rambut sekitarnya. Biasanyaada skuama, tetapi
keradangan minimal. Rambut-rambut pada daerah yangterkena berubah menjadi
abu-abu dan kusam sekunder dibungkus artrokonidiadan patah beberapa milimeter
diatas kepala(Freedberg IM, Eisen AZ et al, 2003). Seringkali lesinya tampak

satuatau beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput atau
leherbelakang (Freedberg IM, Eisen AZ et al, 2003).

Gambar 2.2
Gambaran Gray Path pada Tinea kapitis akibat M. Canis

2. Bentuk inflamasi
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau geofilik
(M.gypseum). Keradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion
yaitupembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patah-patah
danlubang-lubang folikular yang mengandung pus. Inflamasi seperti ini
seringmenimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi keradangan biasanya gatal dan
dapatnyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi tambahan pada kulit
halus (Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).

Gambar 2.3
Gambaran tinea kapitis akibar microsporum aouudonii

3. Tinea Kapitis black dot


Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T. onsurans atauT.
violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak. Bila ada kerontokan rambutmaka
rambut-rambut patah pada permukaan kepala hingga membentukgambaran
kelompok black dot. Biasanya disertai skuama yang difus; tetapikeradangannya
bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula atau lesi sepertifurunkel sampai
kerion. Daerah yang terkena biasanya banyak atau poligonaldengan batas yang
tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka. Rambut-rambutnormal biasanya
masih ada dalam alopesianya(Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).

Gambar 2.4
Gambara black dot akibat trichopypton tonsurans

2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan keradangan minimal (Scott M &
Lee T,2008) :
a. Dermatitis seboroik
Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau
sesudahpubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasia.
Tampakeritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang

terkenabiasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi


umumnya dikepala, leher dan daerah-daerah pelipatan. Alopesia sementara
dapat terjadidengan penipisan rambut daerah kepala, alis mata, bulu mata
atau belakangtelinga. Sering tampak pada pasien penyakit syaraf atau
immunodefisiensi (Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).
b.

Dermatitis atopik
Dermatitis atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala
denganskuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan dengan
kerontokanrambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena
garukan kepalayang gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain
(Schroeder TL &Levy ML, 1997)

c.

Psoriasis
Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos
berbatasjelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan
rambut-rambuttidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis
jugameningkatnya menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan
rontoknya rambut telogen. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang
10tahundan 50% mengenai kepala , dan sering lesi psoriasis anak
terjadipadakepala saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis
psoriasis (Fitzpatricks, Freedberg IM, et al, 2003).

d.

Pitiriasis amiantasea, (Pitiriasis asbestos)


Adalah tumpukan skuama dalam masa yang kusut1. Dermatitis
kepalalokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya.
Skuama yangputih tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut

proksimal.Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut sementara dapat


terjadidengan pelepasan manual skuama yang melekat. Kelainan kulit
dilain tempatyang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat mempunyai
penyakit yangmenyertai, yaitu Dermatitis atopik atau keradangan kulit
lainnya. Ada yangmenganggap sebagai psoriasis dini.

2. Diagnosis banding tinea kapitis yang alopesia jelasScott M & Lee T,2008) :
a. Alopesia areata
Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium
permulaan,tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal1,6. Juga jarang
ada skuama danrambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah
dicabut (Scott M & Lee T,2008)
b. Trikotilomania
Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas
karenapencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang
rambutberukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di
kepala
atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan
tangandominannya. Kadang-kadang ada gambaran lain dari kelainan
bsesifkompulsifmisalnya menggigit-gigit kuku, menghisap ibu jari atau
ada depresiatau kecemasan. Dapat disertai efek efluvium telogen yaitu
berupatumbuhnya kembali rambut yang terlambat atau rontoknya rambut
meningkatsebelum tumbuh kembali (Fitzpatricks,Freedberg IM, et al,
2003).

c.

Pseudopelade
Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade
adalahalopesia sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai
sindromaklinis sebagai hasil akhir dari satu dari banyak proses patologis
yangberbeda (yang diketahui maupun yang tidak diketahui), walaupun
klinisspesifik jenis tidak beradang selalu dijumpai misalkan karena likhen
planus,lupus eritematus stadium lanjut (Fitzpatricks,Freedberg IM, et al,
2003).

3. Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi(Scott M & Lee T,2008):


a. Pioderma bakteri
Infeksi

kulit

karena

bakteri

Staphylococcus

aerius

atau

Streptococcuspyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel


(Scott M & Lee T,2008).
b.

Folliculitis decalvans
Adalah

sindroma

yang

sikatrikprogresif8.

klinis

berupa

Folikulitis

folikulitis

atrofik

pada

kronis

sampai

dermatitis

(Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).


4. Diagnosis banding alopesia sikatrik(Scott M & Lee T,2008).:
a. Diskoid Lupus eritematosus
Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanent khas
adafoliculler plugging. Tampak pada 1/3 pasien DLE (Scott M & Lee
T,2008).
b. Liken planopilaris

Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia sikatrik


(Scott M & Lee T,2008).
2.7 Diagnosis
1. Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila:
Pada anak-anak dengan kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal
posterior atau limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul
atau abses, dissecting cellulitis atau black dot (AA. Hebert,1997).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur M. canis, M. audouinii dan M.
ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya
bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis pada manusia
memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu1 yaitu M. gypsium
dan spesies Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab tinea favosa
memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur
yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi (Wiliam D, Thimoty G et al,
2011).
b.

Pemeriksaan sediaan KOH


Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa basah
digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain
skuama KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya
potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut

dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambutrambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada
pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu
pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat
dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium
didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut(Wiliam D,
Thimoty G et al, 2011).
c. Kultur
Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan digosokkan
diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk
menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau
pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen yang
didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose
agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test medium
(DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya. Dengan DTM ada
perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di
medianya, walau belum tumbuh jamurnya berarti jamur dematofit positif
(Fitzpatricks,Freedberg IM, et al, 2003).
2.8. Komplikasi
1. Infeksi sekunder
2. Alopesia sikatrik permanen
3. Kambuh

4. Reaksi Id(Fitzpatricks, Freedberg IM, et al, 2003).


2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum
a. Pasien agar tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau
topi,handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
b. Jangan digaruk karena akan memperburuk.
c. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk, boneka
danpakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air panas dan
sabunatau lebik baik dibuang.
d. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan, sering
perlu3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan
alopesiapermanen.
d. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai
penutupkepala.
2.9.2

Terapi Medis

2.9.2.1 Terapi Farmakologis


Pengobatan yang ideal dan cocok untuk anak-anak adalah sediaan
bentuklikuid, terasa enak, terapi singkat, keamanan yang baik dan
sedikit interaksiantar obat.
1) Tablet Griseofulvin
Sebagai Gold StandardDosis :
a. Tablet microsize (125, 250, 500mg)
20 mg / Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
b. Tablet ultramicrosize (330mg)
15 mg/Kg BB/hari, 1-2 kali/hari selama 6-12 minggu

Diminum

bersama

susu

atau

es

krim

oleh

karena

absorbsinyadipercepat dengan makanan berlemak.Semua baik untuk


karena Microsporum maupun Trichophyton (Fitzpatricks,Freedberg
IM, et al, 2003).
Pemberian pertama untuk 2 minggu kemudian dilakukan
pemeriksaanlampu Wood, KOH dan kultur. Bila masih ada yang
positif makasebaiknya dosis dinaikkan. Bila hasil negatif maka obat
diteruskansampai 6 minggu. Bila hasil kultur negatif terbaik
diteruskan 4-6minggu. Pemeriksaan laboratorioum rutin tidak
diperlukan.Kegagalan pengobatan tinea kapitis dengan griseofuvin
dapatdisebabkan karena:
dosis tidak adekwat (sebab tersering)maka sebaiknya dosis
dinaikkan dapat sampai 25 mg/Kg BB/ hariterutama untuk
kasus sulit sembuh.
pasien tidak patuh
gangguan absorbsi pencernaan
Interaksi obat,bersamaan phenobarbital mengurangi absorbsi
griseofuvinmenyebabkan kegagalan terapi.
jenis dermatofit yang resisten terhadap griseofuvinTerjadi
reinfeksi terutama dari anggota keluarga atau teman bermain
(Mercurio MG &Elewski B, 1997)
2) Kapsul Itrakonazol (100 mg)
a. Dosis 3-5 mg/Kg BB/hari selama 4-6 minggu
b. Terapi denyutdosis 5 mg/Kg BB/ hari selama 1 minggu, istirahat
2 minggu/siklusbila belum sembuh diulang dapat sampai 2-3
siklus.
Bersifatfungisidal sekunder oleh karena terjadi fungitoksik.
Minumnya kapsul bersama mentega kacang, atau saus apel

dandilanjutkan dengan jus buahSama efektifnya untuk


karenaMicrosporum canis maupun Trichophyton.Tidak boleh
diminum bersama antasida atau H2 blocker oleh karenaabsorbsinya
perlu suasana asam. Bila diberikan bersama phenytoin dan H2
antagonis akanmeningkatkan kadar kedua obat tersebut. Sedang
kadar Itrakonazolakan lebih rendah bila diberikan bersamaan
rifampisin, isoniasid,phenytoin dan karbamazepin (Hebert
AA,1997).
Monitor laboratorium fungsi hepar dan darah lengkap bila
pemakaianlebih 4 minggu
3) Tablet Terbinafin (tablet 250 mg)
- bersifat fungisidal primer terhadap dermatofit
- dosis 3-6mg/KgBB/ hari selama 4 minggu :
< 20 mg : 62,5 mg (1/4 tablet)/ hari
20-40 mg : 125 mg (1/2 tablet)/ hari
> 40 mg : 250 mg/ hari
Bila karena M. canis perlu 6-8 minggu, lebih sukar untuk
dibasmidaripada karena Trichophyton oleh karena virulensinya atau
karenainfeksi ektotriknya masih belum diketahui.Diberikan untuk
anak umur > 2 tahun4. Monitor laboratorium fungsiliver dan darah
lengkap diperiksa bila pemakaian lebih 6 minggu.
4) Tablet Flukonazol
Sebetulnya juga bisa digunakan untuk terapi tinea kapitis namun
tidaklebih superior daripada obat lainnya. Lebih diindikasikan
untuk infeksimukosa dan infeksi sistemik pada kasus Kandidiasis,

dan8Kriptokokosis, terutama pada pasien imunokompromais.


Flukonazollebih cepat resisten dibanding obat jamur lain,
sedangkan untuk tineakapitis, flukonazol tidak lebih superior,
sehingga sebaiknya flukonazoldigunakan untuk kasus selektif.
Dosisya 8 mg/Kg BB/minggu selama8-16 minggu. Efektif untuk
Microsporum maupun Trichophyton(Paller AS, Mancini AJ et
al,2006)
2.9.2.2 Terapi Ajuvan
1) Shampo
Shampo

obat

berguna

mencegahkekambuhan

untuk

mempercepat

penyembuhan,

dan

mencegah

penularanserta

membuangskuama dan membasmi spora viabel, diberikan sampai


sembuhklinis dan mikologis :
a. Shampo selenium zulfit 1% - 1,8%dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci
b. Shampo Ketokonazole 1% - 2%dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci
c. Shampo povidine iodinedipakai 2 kali / minggu selama 15 menit
Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan memakai
hairconditioner dioleskan dirambutnya dan didiamkan satu menit
barudicuci air. Hal ini untuk membuat rambut tidak kering (Arthur
Rook,1998).
Juga shampo ini dipakai untuk karier asimptomatik yaitu kontak
dekatdengan

pasien,

seminggu

kali

selama

minggu.

Karenaasimptomatik lebih menyebarkan tinea kapitis disekolah atau

penitipananak yang kontak dekat dengan karier daripada anak-anak


yangterinfeksi jelas (Weston WL, Lane AT et al, 2002).
2) Terapi Kerion
Pengobatan optimal kerion tidak jelas apakah perlu dengan obat
oralantibiotika

dan

kortikosteroid

sebagai

terapi

ajuvan

dengangriseofulvin. Beberapa penelitian menyatakan :


a. kerion lebih cepat kempes dengan kelompok yang
menerimagriseofulvin saja, sedangkan skuama dan gatal lebih
cepat bersih / hilang dengankelompok yang menerima ke 3
obat yaitu griseofuvin, antibiotikadan kortikosteroid
oral(Hebert AA,1997).
b. Kortikosteroid oral mungkin menurunkan insiden sikatrik.
Jugabermanfaat menyembuhkan nyeri dan pembengkakan.
Dosisprednison 1 mg/kg BB/pagi untuk 10-15 hari pertama
terapi.
c. Pemberian antibiotika dapat dipertimbangkan terutama
biladijumpai banyak krusta(Paller AS, Mancini AJ et al, 2006)
2.10 Prognosis
Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya
permulaandewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya
penyakit, yaitu yangzoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T. verrucosum).
Infeksi ektotrik sembuhselama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan
(Arthur Rook,1998). Namun pasien menyebarkanjamur penyebab kelain anak
selama waktu infeksi.Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung
sampai dewasa.T. violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien
menjadi vektor untukmenyebarkan penyakit dalam keluarga dan masyarakat1,

pasien seharusnya cepatdiobati secara aktif untuk mengakhiri infeksinya dan


mencegah penularannya (Rippon JW, 1998).

BAB 3
KESIMPULAN

Tinea kapitis adalah infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dengan
bermacammacamgejala klinis. Keadaan penduduk yang padat menyimpan jamur
penyebabdan adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui menyebabkan
prevalensipenyakit (Wiliam D, Thimoty G et al, 2011).
Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai obat
linipertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu Itrakonazol, terbinafin atau
kalauterpaksa dengan flukonazol diberikan untuk pasien yang tidak sembuh
dengangriseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan

denganshampo

anti

jamur

untuk

membasmi

serpihan

(fomites)

yang

terinfeksi,mengevaluasi serta penanganan kontak yang dekat dengan pasien


(Rippon JW, 1998).

DAFTAR PUSTAKA

D Wiliam , G Thimoty , Dirk M elston, Dalam : Andrew Disseases of the skin


clinical dermatology, 2011; 15. 288-290
Hebert AA. Diagnosis and treatment of tinea capitis in children. Dermatol
Ther1997; 2 : 78-83
Jacson Scott M & Nesbbit Lee T. Differential Diagnosis fo the Dermatologist,
2008
Mercurio MG, Elewski B. Tinea capitis treatment. Dermatol Ther 1997; 3 : 79-83.
Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal infection :
Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 6th ed. New York Mc Graw Hill, 2003 : p
1989-2005.
Paller

AS,

Mancini

AJ,

Hurwitz

Clinical

Pediatric

Dermatology.

3rded.Philadelphia : Elsivier Saunders, 2006.


Paller AS, Mancini AJ, Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 3rd
ed.Philadelphia : Elsivier Saunders, 2006
Rippon JW. Medical Mycology 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1988.
Schroeder TL, Levy ML. Treatment of hair loss disorders in children. Dermatol
Ther 1997; 2 : 84-92.
Weston WL, Lane AT, Morelli JG. Color Textbook of Pediatric Dermatology.
3rded. St. louis : Mosby, 2002.

Anda mungkin juga menyukai