Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan ini setiap orang pasti mengalami masalah maupun
tekanan yang pada akhirnya saat koping individu tidak efektif lebih sering
mengakibatkan terganggunya kesehatan mental atau jiwa seseorang.
Terganggunya kesehatan mental atau jiwa seseorang mengakibatkan penyakit
jiwa. Salah satu penyakit jiwa yang sering terjadi adalah Skizoprenia, yaitu
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana mana.
( Maramis, 2004 : 215 ). Skizoprenia adalah gangguan psikotik yang kronis,
mengalami kekambuhan dengan manifestasi banyak dan tidak khas.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang periode tahun 2002/2003 jumlah pasien rawat inap
sebanyak 3604 pasien dan jumlah pasien dengan Skizoprenia adalah 2721
pasien. Angka kejadian Skizoprenia diseluruh dunia diperkirakan 0,2 0,8 %
setahun ( Maramis, 1980 : 218 ). Sedangkan di Amerika Serikat angka
kejadiannya adalah 1 per 1000 orang penduduk ( Widjaja Kusuma, 1997 :
575 ). Gejala umum dari pasien dengan Skizoprenia adalah halusinasi, yaitu
persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang eksternal yang nyata. (
Barbara, 1997 : 575 ).
Asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi adalah agar klien
mampu mengontrol halusinasinya, sehingga klien tidak terbawa dalam

halusinasinya terus menerus. Tindakan yang sering dilakukan untuk


mengontrol halusinasi adalah dengan mengusir atau menolak halusinasi jika
halusinasi itu muncul, melaporkan pada perawat atau seseorang yang biasa
diajak ngobrol, malakukan kegiatan yang bermanfaat dan mengkonsumsi obat
secara teratur.
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerja sama antara perawat, keluarga dan masyarakat.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien halusinasi, perawat
melakukan intervensi keperawatan dengan pendekatan komunikasi terapeutik,
dan membimbing klien untuk kembali ke realita.

B. Tujuan Penulisan
Dengan munculnya berbagai masalah dalam perawatan pasien
dengan Halusinasi, maka tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :
1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul pada Halusinasi
serta mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam
pemberian asuhan keperawatan.
2. Menganalisa mengapa dapat timbul masalah-masalah pada
Halusinasi
3. Membahas cara perawatan dan penatalaksanaan pada asuhan
keperawatan pasien dengan Halusinasi.
4. Membahas upaya alternatif pemecahan masalah pada asuhan
keperawatan pasien dengan Halusinasi

C. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini terbagi dalam lima BAB, dengan urutan sebagai
berikut.
BAB I

: Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II

: Tinjauan Pustaka
Meliputi definisi, rentang respon neurobiologi, Etiologi,
manifestasi klinis, pohon masalah, Penatalaksanaan.

BAB III

: Tinjauan Kasus
Meliputi Pengkajian, Tujuan (Tujuan jangka panjang danTujuan
jangka pendek), Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.

BAB IV

: Pembahasan
Membahas tentang permasalahan yang ditemui pada pengelolaan
kasus pada BAB I dan dianalisa sesuai dengan konsep Pustaka
dalam BAB II.

BAB V

: Penutup
Kesimpulan dan Saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa
rangsang eksternal yang nyata. ( Barbara, 1997 : 575 ).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada
panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. ( Maramis,
2004 : 119 ). Menurut Rasmun, 2001 : 23 halusinasi dapat terjadi pada kelima
indra sensoris utama yaitu :
1. Pendengaran terhadap suara
2. Visual terhadap penglihatan
3. Taktil terhadap sentuhan
4. Pengecapan terhadap rasa
5. penghidu terhadap bau
Halusinasi

pendengaran

paling

sering terdapat

pada

klien

Skizoprenia, halusinasi penglihatan terdapat pula pada klien dengan


kemungkinan organicity, sedang halusinasi taktil atau sentuhan dapat terjadi
pula pada gangguan mental organik yang diakibatkan penyalahgunaan kokain.
Halusinasi dapat timbul pada Skizoprenia dan pada Psikosa fungsional
yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi ( sebagai aura ) nerosa
histerik, intoxikasi atropin atau kecubunh, zat halusinogenik dan pada

deprivasi sensorik ( Maramis, 2004 : 120 ). Halusinasi terjadi karena macam


macam kondisi biologi dan psikologi, misal kelelahan yang berat dan obat
obatan pireksia dan penyakit otak organik ( Shives, 1998 : 128 ).
Isi halusinasi merupakan tema halusinasi, termasuk interpretasi pasien
terhadap

halusinasinya

mengancam,

menyalahkan,

keagamaan,

menghinakan, kebesaran, seksual, membesarkan hati, menbujuk atau yang


baik baik saja ). Kenyakinan tentang halusinasi adalah sejauh mana pasien
itu yakin bahwa halusinasinya merupakan kejadian yang benar, umpamanya
mengetahui bahwa hal itu tidak benar, ragu ragu atau yakin sekali bahwa hal
itu benar adanya. ( Maramis, 2004 : 120 ).
Menurut Barbara ( 1997 : 575 ) klien yang mendengar suara suara
misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa
dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien.
Suara suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Stuart dan Sundeen ( 1998 : 302 ) menyatakan bahwa halusinasi
merupakan rentang respon mal adaptif dari respon neurologis.

Respon Adaptif

Respon mal adaptif

Pikiran logis

Pikiran kadang menyimpang

Kelainan pikiran / delusi

Persepsi akurat

Ilusi

Halusinasi

Emosi Konsisten -

Reaksi emosiaonal berlebihan -

Ketidakmampuan untuk -

dengan pengalaman

atau kurang

mengalami emosi

Prilaku sesuai

Prilaku ganjil/tak lazim

Ketidakteraturan

Hubungan sosial

Menarik diri

Isolasi sosial

Bagan 1 : Rentang respons neurologis ( Stuart & Sundeen, 1998 : 302 )


Sumber sumber koping individual pada klien halusinasi seperti modal
inteligensia atau kreatifitas yang tinggi. Sedangkan sumber koping dari keluarga
dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan
waktu dan tenaga , dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan. ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 312 ). Mekanisme koping klien
dengan halusinasi menurut Stuart dan Sundeen, 1995 : 312 yaitu :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri.
Tingkat intensitas halusinasi ( Stuart dan Sundeen, 1995 : 328 ) :
Tahap I : Menenangkan Ansietas tingkat sedang.
a. Tingkat :
Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan
b. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menga lami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan
pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui
bahwa pikiran dan sensori yang dialami tersebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya bisa diatasi ( Non Psikotik ).
c. Prilaku klien

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

Gerakan mata yang cepat.

Respon verbal yang lamban.

Diam dan dopenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Tahap II : Menyalahkan Ansietas tingkat berat.


a. Tingkat
Secara umum halusinasi menjijikkan.
b. Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha
untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu
mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya, dan menarik diri
dari orang lain ( Non Psikotik ).
c. Prilaku klien
-

Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas, misal


peningkatan tanda tanda vital.

Penyempitan kemampuan konsentrasi.

Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan


kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realita.

Tahap III : Mengendalikan Ansietas tingkat berat


a. Tingkat
Pengalaman sensori menjadi penguasa

b. Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori tersebut berakhir ( Psikotik ).
c. Prilaku klien
-

Lebih

cenderung

mengikuti

petunjuk

yang

diberikan

oleh

halusinasinya dari pada menolaknya.


-

Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Rentang perhatian hanya beberapa menit.

Gejala fisik ansietas berat ( berkeringat, tremor, ketidakmampuan


untuk mengikuti petunjuk ).

Tahap IV : Menaklukkan Ansietas tingkat panik


a. Tingkat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan
delusi.
b. Karakteristik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa
hari bila tidak ada intervensi terapeutik ( Psikotik ).
c. Perilaku klien
-

Perilaku menyerang seperti panik.

Potensial melakukan bunuh diri.

Amuk, agitasi, menarik diri, dan katakonik.

Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

B. ETIOLOGI
Menurut Townsend ( 1998 : 156 ), kemungkinan etiologi pada klien
dengan halusinasi adalah :
1. Panik
2. Menarik diri
3. Stres berat yang mengancam ego yang lemah
Faktor pencetus :
1. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang
maladptif yang baru mulai dipahami, yang termasuk dalam hal ini adalah
sebagai berikut :
a. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia.
Lesi pada area kontrol, temporal dan limbik paling berhubugan dengan
prilaku psikotik.
b. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan Skizoprenia, hasil penelitian
menunjukkan bahwa :
-

Dopamin neurotransmitter yang berlebihan

Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain

Masalah masalah pada reseptor dopamin.

Para ahli biokimia mengemukakan bahwa halusinasi merupakan hasil

10

dari respon metabolik terhadap stres yang menyebabkan lepasnya


neurokimia halusinogenik ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 309 ).
2. Psikologis
Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. ( Stuart dan Sundeen, 1991 :
309 ).
3. Sosial Budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia
dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan. ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 310 ).
C. POHON MASALAH
Menurut Rasmun ( 2001 : 42 ) pohon masalah klien dengan halusinasi
digambarkan pada bagan berikut :
Resiko tinggi terhadap

Resiko terhadap tindakan

Kerusakan komunikasi

kekerasan yang diarahkan

Verbal

pada lingkungan.

Perubahan proses pikir :


Waham omatis

Perubahan persepsi sensori:


halusinasi pendengaran dan
penglihatan ( core problem )

Penatalaksanaan
regimen terapeutik
tak efektif

Gangguan konsep diri :


Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi sosial :
menarik diri

Kurang
pengetahuan
keluarga merawat
klien

Bagan 2 : Pohon masalah klien dengan halusinasi ( Rasmun 2001 : 42 )

11

Dari pohon masalah ditemukan masalah keperawatan yaitu :


1. Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada
lingkungan.
2. Perubahan persepsi sensori
3. Isolasi sosial : menarik diri
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
5. Perubahan proses pikir : waham
Diagnosa yang dapat diangkat yaitu :
1. Resiko terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan pada lingkungan yang
berhubungan dengan halusinasi akustik dan visual.
2. Halusinasi akustik dan visual berhubungan dengan isolasi sosial : menarik
diri
3. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah
kronis.
4. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
5. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tak efektif.
D. PENATALAKSANAAN
1. Fokus Intervensi ( Keliat, 1998 )
a. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
Tujuan Umum ( TUK ) : Klien dapat mengatakan berkurangnya pikiranpikiran waham

12

tujuan khusus (TUK ) :


1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : bina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku
klien terkait dengan halusinasinya, bantu klien mengenal halusinasi,
diskusikan tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan
dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol Halusinasi
Intervensi : Identifikasi bersama klien tentang tindakan yang
digunakan klien jika terjadi halusinasi, diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian, diskusikan cara baru
untuk memutuskan/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara
memutus halusinasi, beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang
telah dipilih klien.
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi : Anjurkan klien untuk membantu keluarga jika mengalami
halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat
dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien
dengan halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan.

13

6. Klien memanfaatkan obat dengan baik


Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter tentang efek
dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat
tanpa konsultasi, bantu klien dalam menggunakan obat dengan prinsip
lima benar.
b. Resiko menciderai diri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
Tujuan Umum ( TUM ) : Klien tidak menciderai orang lain
Tujuan Khusus ( TUK ) :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : bina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasi
Intervensi : adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah laku
klien terkait dengan halusinasi, bantu klien mengenal halusinasi,
diskusikan tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, diskusikan
dengan klien tentang apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi
Intervensi : identifikasi bersama klien tentang cara tindakan yang
digunakan klien jika terjadi halusinasi, diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian, diskusikan cara baru
untuk memutuskan/mengontrol halusinasi, bantu klien memilih cara

14

memutus halusinasi, beri kesempatan untuk melaksanakan cara yang


dipilih.
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
Intervensi : Anjurkan klienuntuk membantu keluarga jika mengalami
halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala, cara yang dapat
dilakukan keluarga untuk memutus halusinasi, cara merawat klien
dengan halusinasi, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan
5. klien memanfaatkan obat dengan baik
Intervensi : diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat, anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat
dan merasakan manfaatnya, anjurkan klien bicara dengan dokter
tentang efek dan efek samping obat, diskusikan akibat berhenti
mengkonsumsi obat tanpa konsultasi, bantu klien dalam menggunakan
obat dengan prinsip lima benar.
c. Perubahan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
Tujuan Umum ( TUM ) : klien dapat berinteraksi dengan orang lain
sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus ( TUK ) :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi : bina hubungan saling percaya

15

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri


sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya, beri kesempatan klien mengungkapkan perasaan
penyebab klien menarik diri, diskusikan bersama klien tentang
perilaku menarik diri, tanda-tanda, serta penyebab yang muncul, beri
pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Intervensi : Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain serta kerugian tidak berhubungan
dengan

orang

mengungkapkan

lain,

beri

perasaannya

kesempatan
tentang

kepada

keuntungan

klien

untuk

berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
diskusikan

bersama

klien

tentang

keuntungan

dan

kerugian

berhubungan dengan orang lain, beri penguatan terhadap kemampuan


mengungkapkan perasaaan tentang berhubungan dengan orang lain
serta kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap
antara klien-perawat, klien-perawat-klien, klien-perawat-keluarga,
klien-perawat-kelompok
Intervensi : Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang
lain, dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain

16

secara bertahap, beri penguatan positif terhadap keberhasilan yang


telah dicapai, bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan,
diskusikan jadwal harian, motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan.
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Intervensi

dorong

klien

mengungkapkan

parasaannya

bila

berhubungan dengan orang lain, diskusikan tentang perasaan manfaat


berhubungan dengan orang lain, beri penguatan positif atas
kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain.
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang
lain
Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan keluarga, diskusikan
dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebabnya, akibat
bila perilaku menarik diri tidak ditanggapi, cara keluarga menghadapi
klien menarik diri, dorong keluarga untuk mendukung klien
berkomunikasi dengan orang lain, anjurkan kepada keluarga secara
rutin dan bergantian menjenguk klien, beri penguatan positif atas halhal yang telah dicapai keluarga.

17

d. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah


Tujuan Umum ( TUM ) : klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara optimal
Tujuan Khusus ( TUK ) :
1. Klien dapat membina hubunga saling percaya
Intervensi : bina hubungan saling percaya
2. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Intervensi : diskusikan tentang kemampuan dan aspek positif,
hindarkan penilaian negatif, utamakan memberi pujian yang relistis
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Intervensi : diskusikan kemampuan yang masih bisa digunakan selama
sakit serta kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan yang sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi : rencanakan bersama klien aktifitas sehari-hari sesuai
kemampuan, tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien, beri
contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien

dapat

melakukan

kegiatan

sesuai

kondisi

sakit

dan

kemampuannya
intervensi : beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan
yang telah direncanakan, beri pujian atas keberhasilan, diskusikan
kemungkinan pelaksanaan dirumah.

18

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Intervensi : beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah, bantu keluarga memberikan
dukungan selama klien dirawat, bantu keluarga menyiapkan
lingkungan rumah.
2. Fokus intervensi ( Townsend, 1995 )
a. Perubahan proses pikir
Sasaran jangka pendek : pasien dapat mengakui bahwa ide-ide yang salah
itu terjadi khususnya terjadi pada saat ansietas meningkat dalam dua
minggu.
Sasaran jangka panjang : Pasien menyatakan berkurangnya pikiranpikiran waham.
Intervensi : tunjukkan bahwa perawat menerima keyakinan pasien yang
salah tersebut, sementara itu biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak
mendukung keyakinan tersebut, jangan membantah atau menyangkal
keyakinan pasien. Gunakan teknik keraguan yang beralasan sebagai
teknik terapeutik, bantu pasien menghubungkan keyakinan yang salah
tersebut dengan peningkatan ansietas yang dirasakan oleh pasien, fokus
dan kuatkan pada realita. Kurangi lamanya ingatan tentang pikiran
irasional. Bicara tentang kejadian-kejadian dan orang-orang yang nyata,
bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara
verbal perasaan ansietas.

19

b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran


Sasaran jangka pendek : pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya
dengan perawat dalam satu minggu.
Sasaran jangka panjang : pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa
realitas, mengurangi halusinasi.
Intervensi : observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi, hindari
menyentuh pasien sebelum anda mengisyaratkan kepadanya bahwa anda
juga tidak apa-apa bila diperlakukan seperti itu, sikap menerima akan
mendorong pasien untuk menceritakan halusinasinya, coba untuk
menghubungkan
meningkatkan

waktu
ansietas,

terjadinya
coba

untuk

halusinasi

dengan

mengalihkan

waktu

pasien

dari

halusinasinya.
c. Isolasi sosial
Sasaran jangka pendek : pasien siap untuk masuk dalam terapi aktivitas
ditemani oleh seorang perawat yang dipercayanya dalam satu minggu
Sasaran jangka panjang : pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu
bersama pasien lain dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat
inap.
Intervensi : perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak
yang sering tapi singkat, perlihatkan penguatan positif kepada pasien,
temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas
kelompok yang mungkin hal yang menakutkan atau sukar untuk pasien,

20

jujur dan menepati semua janji, berikan pengakuan dan penghargaan


tanpa disuruh pasien dapat berhubungan dengan orang lain.
d. Koping individu tak efektif
Sasaran jangka pendek : pasien akan mengembangkan rasa percaya pada
kepada satu orang perawat dalam satu minggu
Sasaran jangka panjang : pasien dapat mendemonstrasikan lebih banyak
menggunakan keterampilan koping adaptif, yang dibuktikan oleh adanya
kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat.
Intervensi : Dorong perawat yang sama untuk bekerjasama dengan klien
sebanyak mungkin, jujur dan selalu menepati janji, motivasi pasien untuk
mengatakan parasaan yang sebenarnya, bersikaplah asertif, sesuai
kenyataan, pendekatan yang bersahabat akan menjadi hal yang tidak
mengancam pasien curiga.

21

BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Mei 2006 pukul 12.30 WIB.


Diruang XII RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang :
Identitas klien : Nama Klien Nn. M, 17 th, perempuan, islam, jawa,
Pendidikan MTSA ( Madrasah Tsanawiyah ), alamat kesambi, Kudus.
Penanggung jawab adalah Tn. M, 61 th, laki laki, Tn. M adalah ayah
kandung dari Nn. S yang bertempat tinggal sama dengan klien, pekerjaan buruh.
Klien masuk rumah sakit tanggal 26 Mei 2006 pukul 22.30 WIB. dengan diagnosa
medis Skizoprenia diantar oleh keluarga.
Alasan masuk rumah sakit adalah 1 hari sebelum masuk rumah sakit ( 25
Mei 2006 ) klien mulai sering ngomong sendiri, berjalan mondar-mandir, tidak
bisa tidur, Makan, minum, mandi tidak disuruh. Kadang-kadang klien melamun,
tertawa sendiri, dan mendengar suara suara yang mengatakan bahwa ada yang
mencintai klien dan ingin menikah dengan klien.
Faktor predisposisinya adalah saat berumur 12 tahun ( kelas 6 SD ) ibu
klien meninggal. Pada tahun 2000 ( + 4 tahun yang lalu ) klien mengalami putus
cinta selama sekolah klien tidak dapat mengikuti pelajaran sehingga sering pindah
sekolah. Pada tahun 2001, klien pernah dirawat jalan di RS Kardinah Tegal karena
sering melamun dan kluyuran. Lalu pada tahun 2003, klien kambuh lagi saat akan
ujian kelas III Madrasah Aliyah kemudian dirawat di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo semarang. Klien keluar, dan masuk lagi di RS ini pada tahun 2004.

22

ayah klien dan kakak laki-laki no. 7 klien adalah orang yang paling berarti bagi
klien, klien tidak mempunyai peran serta dalam kelompok atau masyarakat
dilingkungannya karena klien tidak mau berkomunikasi dengan yang lain karena
malu. Klien beragama islam dan selama dirawat di RSJ klien masih menjalankan
ibadah sholat lima waktu.
Faktor presipitasinya adalah saat dirumah klien dikurung oleh ayahnya
karena sering kluyuran.
Selama dirawat klien mengenakan seragam dari RS, penampilan klien
tidak rapi, pembicaraan klien kadang pelan, selama pengkajian klien tampak
murung, namun selama wawancara klien bersikap kooperatif dengan penulis.
Klien mengalami perubahan persepsi sensori : halusinasi, orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang baik. Klien mampu menerima penjelasan dan klien
mampu menghitung dengan baik bahkan dalam menghitung mundur. Konsentrasi
klien baik dan klien menyadari bahwa dirinya sakit dan membutuhkan perawatan.
Selama dirawat, klien mampu memenuhi kebutuhan sehari hari sendiri
seperti kebutuhan makan, mandi dan ganti pakaian. Saat dirawat klien mandi 2x
sehari dan ganti pakaian setiap hari sekali. Makan 3x sehari yang disediakan dari
RSJ.
Klien mengatakan mendengar dan melihat seorang yang memakai baju
pengantin, namun klien lebih sering mendengar suara yang mengatakan cinta
padanya dari pada melihat. Klien sering ragu-ragu menanggapi suara itu, saat
pengkajian klien tampak kebingungan.

23

Sebelum dirawat di RS klien sering mendengar suara suara itu dan


setelah mendengar klien merasa senang dan percaya dengan suara itu. Suara itu
sering didengarnya pada pagi hari dan malam hari saat menjelang tidur.
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah klien 110/60 mmHg,
nadi 78x/mnt, suhu 370 C, RR 20 x/mnt. Keadaan umum baik, namun kesadaran
masih bingung. Bentuk kepala mesocepal dengan warna rambut hitam lurus
pendek. Hidung bersih dan tidak ada pembesaran polip, telinga simetris dan
mengalami halusinasi dengar. Mulut bersih, tidak ada sariawan, tidak sianosis.
Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, bentuk dada simetris, datar,
suara nafas vesikuler. Abdomen datar, kulit berwarna sawo matang, turgor cukup.
Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah, tidak ada oedem.
Adapun pengkajian genogramnya adalah :

Keterangan

:
: Laki laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien

24

: Hubungan Keluarga
: Tinggal Serumah
Bagan 3 : genogram
Pengambil keputusan dalam keluarga adalah ayah yang dilakukan dengan
cara musyawarah bersama. Dari keluarga tidak ada yang pernah mengalami
gangguan jiwa. Komunikasi dalam keluarga menggunakan bahasa jawa,
sedangkan pola asuhan dalam keluarga adalah bebas terbatas.
Dari pengkajian psikososial didapat klien tidak menyukai tangannya
karena jarinya kecil sehingga klien merasa malu. Klien ingin cepat sembuh agar
cepat pulang dan dapat melanjutkan sekolah lagi. Mekanisme coping klien dalam
menghadapi masalah adalah dengan cara diam, karena klien merasa malu untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Daya tilik diri klien, klen menyadari bahwa
dirinya berada di RS dan membutuhkan perawatan.
Obat yang dikonsumsi oleh klien adalah Trihexipenidil 2x 5 mg, telah
dilakukan ECT sebanyak 6x pada tanggal 31 Juli 2004, tanggal 2, 5, 7, 10 dan 12
Agustus 2004. pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Juli 2004 didapat lekosit :
10,6 K/uL, Eritrosit : 4,30 m/uL, Limfosit : 1,7% L, LED 1 jam : 8 mm/jam, LED
2 jam : 20 mm/jam, Glukosa sewaktu : 72 mg/100 ml, ureum : 19,3 mg/100 ml,
Creatinin : 0,80 mg/100 ml, kolesterol total : 113 mg/100 ml, trigliserida : 94
mg/100 ml, Protein Total : 7,01 mg/100 ml, Albumin : 4. 57 mg/100 ml. SGOT :
30 Unit/L, SGPT : 22 Unit/L, Uric acid : 5,20 mg/100 ml.

25

Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri , orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi akustik dan visual ( Core problem )

Harga diri rendah


Bagan 4 : Pohon masalah kasus
Analisa data

Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 19 Agustus 2004
pukul 13.30 WIB didapat data subyektif bahwa klien sering mendengar suara
yang mengatakan cinta, klien mendengar suara tersebut pada pagi dan malam hari
saat akan tidur. Data obyektif : klien tampak mendengar suara, klien tampak raguragu, emosim klien tampak labil.
Masalah keperawatan : Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain.
Pengkajian selanjutnya didapatkan data subyektif klien mengatakan masih
sering mendengar suara-suara itu, tapi klien masih ragu benar atau tidak. Data
obyektif : klien diam, menunduk dan tampak merasa malu.
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Prioritas utama diagnosa keperawatan dari hasil pengkajian diperoleh data
subyektif bahwa klien mendengar suara yang mengatakan cinta, kadang suara itu
membuat klien menjadi ragu-ragu benar atau tidak, data obyektif didapat klien
tampak mendengar suara, klien tampak ragu-ragu, emosi klien tampak labil. Maka

26

prioritas diagnosa keperawatannya adalah resiko mencederai diri sendiri dan


orang lain berhubungan dengan halusinasi akustik dan visual.
Penulis mengangkat dua diagnosa keperawatan yaitu :
1. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi.
Tujuan umum dari diagnosa keperawatan ini adalah tidak terjadi
tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Tujuan khusus yang pertama adalah klien dapat membina
hubungan saling percaya dengan kriteria hasil : klien dapat mengungkapkan
perasaannya saat ini secara verbal, ekspresi wajah bersahabat, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam. Intervensi keperawatan
antara lain : bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeuitik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disukai oleh klien, jelaskan tujuan interaksi, jujur dan menepati janji,
tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
Adapun implementasinya yang telah dilakukan pada hari kamis, 19
Agustus 2004 pukul 13.30 WIB adalah menyapa klien dan memperkenalkan
diri sambil berjabat tangan, duduk berhadapan. Evaluasi respon klien
subyektif adalah klien mau membalas salam dan menyebutkan namanya
siang mbak, nama saya Siti Kurniatun Hidayah, sukanya dipanggil Yayah .
Data obyektif didapatkan klien bicara sopan.
Tujuan khusus yang kedua adalah klien dapat mengenal halusinasinya,
dengan kriteria hasil : klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi

27

timbulnya halusinasi dan klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap


halusinasinya. Intervensinya adalah adakan kontrak yang sering tapi singkat,
observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, jika menemukan
klien yang sedang berhalusinasi tanyakan apa yang didengar, jika klien
menjawab ada maka tanyakan apa yang dikatakan oleh suara itu, mengatakan
bahwa perawat akan membantu, mendiskusikan dengan klien situasi yang
menimbulkan halusinasi.
Implementasi yang dilakukan pada pukul 14.15 WIB yaitu :
mengevaluasi tujuan khusus pertama dengan menanyakan ulang nama
perawat,

membantu

klien

mengidentifikasi

halusinasi

yaitu

dengan

menanyakan apa masalahnya, memberikan kesempatan pada klien untuk


mengungkapkan halusinasinya, memberikan pujian atas jawaban klien,
mengakhiri interaksi dan mengadakan kontrak berikutnya yaitu pukul 15.15
WIB dengan topik cara mengontrol halusinasinya. Evaluasi respon klien
untuk tujuan khusus kedua, subyektif adalah klien mengatakan bahwa
mendengar ada orang yang mengatakan cinta dan mengajaknya menikah.
Obyektifnya klien dapat menceritakan tentang halusinasinya secara spontan,
ada kontak mata, bicara pelan dan lancar.
Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah identifikasi bersama klien tindakan
apa yang telah dilakukan klien jika halusinasinya muncul, beri pujian atas
tindakan yang telah dilakukan oleh klien, diskusikan dengan klien cara
mengontrol halusinasimya. Implementasi yang telah dilakukan pada pukul

28

15.15 WIB adalah mengevaluasi tujuan khusus kedua dengan menanyakan


ulang tentang pengertian halusinasi, mendiskusikan dengan klien cara
mengatasi atau mengontrol halusinasi, mengevaluasi klien bagaimana cara
memutus halusinasi yaitu dengan menyuruh klien mempraktekkan bagaimana
bila halusinasinya itu muncul, memberikan reinforcement atas tindakan yang
telah dilakukan klien, membuat jadwal kegiatan pada kontrak yang akan
datang, menganjurkan klien untuk mengikuti kegiatan yang ada dirumah sakit
misalnya Terapi aktifitas kelompok. Evaluasi respon subyektif klien adalah
klien menjawab sambil membaca leaflet tentang halusinasi. Obyektif : klien
mampu mempraktekkan cara memutus halusinasi, klien tampak senang.
Pada tanggal 20 Agustus 2004 melanjutkan tujuan khusus ketiga,
intervensi selanjutnya yang belum selesai pada hari pertama yaitu dilakukan
interaksi selama 1 x 30 menit klien dapat menyebutkan dan menuliskan
kegiatan sehari hari selama dirumah sakit. Intervensi yang dapat dilakukan
adalah identifikasi bersama klien kegiatannya selama di RS, bersama klien
menyusun jadwal kegiatan harian. Implementasi yang telah dilakukan pada
pukul 13.30 WIB adalah mengevaluasi tujuan khusus ketiga tentang cara
mengatasi atau mengontrol halusinasi, mengajarkan klien untuk membuat
jadwal harian, menganjurkan klien melakukan kegiatan untuk mengisi waktu
luang, mengevaluasi hasil jadwal harian , memberikan reinforcement positif
atas hasil kerja klien, mengakhiri kontrak sambil berjabat tangan.
Untuk tujuan khusus keempat yaitu klien mendapat dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Intevensi yang dapat dilakukan

29

adalah anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami


halusinasi, diskusikan dengan keluarga tentang gejala halusinasi yang dialami
klien, cara memutus halusinasi klien, cara merawat klien yang berhalusinasi
dan beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
Penulis tidak melakukan implementasi pada tujuan khusus keempat
Tujuan khusus kelima adalah klien dapat memanfaatkan obat untuk
mengontrol halusinasinya , kriteria evaluasi dari tujuan khusus kelima ini
adalah klien dapat minum obat secara teratur sesuai aturan minum obat.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah diskusikan dengan klien tentang obat
dan prinsip lima benar minum obat, bantu klien untuk memastikan bahwa
klien telah minum obatnya secara teratur untuk mengontrol halusinasinya.
Selama dua hari melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn. S
dengan halusinasi, penulis hanya dapat melaksanakan sampai dengan tujuan
khusus ketiga. Jadi untuk melanjutkan asuhan keperawatan, penulis
mendelegasikan kepada perawat bangsal madrim untuk melanjutkan
pengelolaan asuhan keperawatan pada Nn. S dengann halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi akustik berhubungan dengan harga
diri rendah.
Tujuan umum dari diagnosa keperawatan ini adalah klien dapat
mencegah terjadinya halusinasi.
Tujuan khusus yang pertama dari diagnosa keperawatan ini adalah
klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria evaluasi klien
menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, ada kontak mata, mau menjabat

30

tangan, mau membalas salam, mau duduk berdampingan dan mengungkapkan


masalahnya. Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan sikap
terbuka dan empati, terima klien apa adanya, sapa klien dengan ramah dan
tepati janji.
Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria evaluasi klien dapat mendaftar
kemampuan positif yang dimiliki klien selama dirumah maupun di rumah
sakit. Intervensi yang dilakukan adalah diskusikan dengan klien kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki klien, beri kesempatan klien mengungkapkan
kemampuan aspek positifnya, berikan reinforcement positif pada kemampuan
dan aspek positif klien.
Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan. Kriteria evaluasinya adalah klien menilai kemampuan yang dapat
digunakan di rumah maupun dirumah sakit. Intervensinya diskusikan dengan
klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit, diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan dirumah sakit.
Tujuan khusus keempat adalah klien dapat menetapkan

dan

merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria


evaluasinya adalah klien memiliki kemampuan yang akan dilatih, klien
mencoba menyusun jadwal harian. Intervensi yang dapat dilakukan minta
klien untuk memilih salah satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit,
bantu klien melakukannya kalau perlu beri contoh, beri pujian atas

31

keberhasilan klien, rencanakan bersama klien aktifitas kegiatan yang dapat


dilakukan sesuai jadwal, tingkatkan kegiatan yang disukai klien.
Tujuan khusus kelima adalah klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuannya. Kriteria evaluasinya klien melakukan
kegiatan yang telah dilatih baik secara mandiri , dengan bantuan maupun
dengan bantuan total. Klien mampu melakukan beberapa kegiatan mandiri.
Intervensi tindakan keperawatan adalah beri kesempatan klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan, beri pujian atas keberhasilan klien,
diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Tujuan khusus keenam adalah klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada dengan kriteria evaluasi kleuarga dapat memberi
dukungan dan pujian, keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
Intervensinya adalah beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan HDR, bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat, bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah, jelaskan cara
pelaksanaan kegiatan klien dirumah, anjurkan pada keluarga untuk
memberikan pujian pada klien setiap berhasil.
Untuk tujuan khusus keempat dan kelima penulis telah melakukan
implementasi pada tanggal 20 Agustus 2004 yang dilakukan bersamaan pada
diagnosa keperawatan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi pada tujuan khusus ketiga yaitu cara
mengontrol halusinasi.

32

Evaluasi akhir dari pengelolaan klien Nn. S adalah klien merasa


senang setelah pertemuan selama dua hari interaksi. Klien akan melakukan
kegiatan menyapu ruangan dan mencoba membuat jadwal kegiatan harian
sebagai salah satu cara mengontrol halusinasi.

33

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas pelaksanaan asuhan keperawatan


pada Nn. S yang dihubungkan dengan teori atau konsep teori yang telah ada.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada Nn. S penulis hanya
mempunyai waktu 2 hari, sehingga intervensi yang penulis buat disesuaikan
dengan waktu, kemampuan penulis., dan kondisi klien tanpa mengesampingkan
teori yang ada. Intervensi yang penulis buat didasarkan pada prioritas masalah.
Setelah dilakukan analisa data, ada dua diagnosa keperawatan yang
penulis angkat yaitu :
1. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi.
Menurut Townsend ( 1998 :110 ) resiko tinggi terhadap kekerasan :
diarahkan pada diri sendiri dan orang lain yaitu suatu keadaan dimana individu
mengalami prilaku yang membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri
maupun orang lain. Diagnosa ini penulis angkat berdasarkan data yang penulis
peroleh saat pengkajian yaitu klien sering mendengar suara suara yang
mengatakan cinta pada klien, suara itu masih didengar oleh klien selama
dirumah sakit. Sebelum masuk rumah sakit klien sering kluyuran dan berjalan
mondar mandir kebingungan. Diagnosa resiko mencederai diri sendiri ,
orang lain dan lingkungan, penulis angkat sebagai masalah keperawatan
pertama karena ketika halusinasi itu muncul klien mengatakan ragu ragu
apakah suara itu benar atau salah sehingga klien

kemungkinan dapat

34

melakukan tindakan diluar kendalinya yang dapat berakibat mencederai diri


sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan umum dari diagnosa ini adalah
tidak terjadi tindakan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Tujuan khususnya adalah klien dapat mengatasi halusinasi
yang dialaminya.
Intervensi keperawatan : bina hubungan saling percaya dengan tehnik
komunikasi terapeutik, adakan kontak sering dan singkat, observasi tingkah
laku klien terkait dengan halusinasinya, bantu klien mengenal halusinasinya,
terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien tapi tidak bagi perawat
( tidak membenarkan dan tidak menyangkal ), diskusikan situasi yang dapat
dan yang tidak dapat menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan ketika halusinasi itu muncul, identifikasi bersama klien
tindakan yang telah dilakukan klien bila sedang berhalusinasi, beri pujian atas
upaya klien, diskusikan cara memutus halusinasi, dorong klien menyebutkan
kembali cara memutus halusinasi, beri pujian atas upaya klien, diskusikan cara
yang dipilih klien untuk memutus halusinasinya, identifikasi bersama klien
kegiatan selama di rumah sakit, diskusikan bersama klien rencana kegiatan
yang memungkinkan dilakukan selama dirumah sakit.
Implementasi yang telah dilakukan sesuai denga tujuan khusus yaitu :
1. Membina hubungan saling percaya
Strategi komunikasi yang terapeutik dalam membina hubungan saling
percaya adalah dengan menyapa klien, memperkenalkan diri, berjabat
tangan, duduk berhadapan dengan klien, menunjukkan sikap empati.

35

Rasionalisasi : hubungan saling percaya adalah sebagaidasar untuk


interaksi selanjutnya.
Evaluasi : klien membalas salam, klien mau menyebutkan nama lengkap
dan nama panggilan yang disukai klien, bicara spontan, kontak mata ada.
Pendapat Rasmun ( 2001 : 43 ) bahwa hubungan saling percaya adalah
sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien. Menurut
penulis , bahwa dasar interaksi adalah kesuksesan dari membina hubungan
saling percaya yang akan menentukan pula keberhasilan dalam tindakan
keperawatan untuk menyelesaikan tujuan khusus yang selanjutnya. Jadi
pada tahap interaksi denga klien seorang perawat harus berhaisl dalam
membina hubungan saling percaya dengan klien. Penulis dapat membina
hubungan saling percaya dengan klien Nn. S ditandai dengan klien dapat
mempertahankan kontak mata dan klien mau terbuka menceritakan
permasalahan mengapa klien dibawa kerumah sakit.
2. Membantu klien mengenal halusinasinya.
a. Adakan kontak sering dan singkat
Rasional : mengurangi waktu kosong bagi klien sehingga dapat
mengurangi frekuensi halusinasi.
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, misal : isi
pembicaraan, mata melotot, tiba tiba tertawa sendiri.
Rasional : halusinasi harus dikenali dulu agar intervensi efektif.
c. Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya.

36

Rasional : ungkapan perasaan klien kepada [erawat sebagai bukti bahwa


klien mulai mempercayai perawat.
d. Beri pujian kepada klien atas kesediaan klien mengungkapkan
perasaannya.
Rasional : memberikan reinforcement dapat meningkatkan harga diri
klien.
Implementasi yang telah penulis lakukan pada pukul 14.15 WIB untuk
tujuan khusus kedua ini adalah menyapa dan mengucapkan salam kepada klien,
mengingatkan kontrak ( topik, tempat dan waktu ), mengevaluasi kemampuan
klien dalam tujuan khusus pertama, menanyakan pada klien tentang masalahnya,
memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan halusinasinya, memberikan
reinforcement positif atas ungkapan klien, mendiskusikan bersama klien tentang
halusinasi ( pengertian, penyebab, frekuensi, yang dirasakan klien saat
halusinasinya muncul ). Mengakhiri kontrak dan membuat kontrak untuk interaksi
selanjutnya pada pukul 15.15 WIB.
Menurut Boyd dan Nihart ( 1998 : 363 ) klien dengan halusinasi memiliki
pengalaman perceptual tanpa adanya rangsang yang nyata, sehingga klien tidak
mampu membedakan rangsang dari internal maupun eksternal.
Dalam menyelesaikan tujuan khusus kedua, klien sudah mengenal
halusinasinya, sehingga bila klien telah mengenal halusinasinya maka tindakan
untuk mengatasi halusinasi tersebut akan semakin mudah.

37

3. Membantu klien mengontrol halusinasinya.


a. Identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang
berhalusinasi.
Rasional : tindakan yang dilakukan klien merupakan upaya mengatasi
halusinasi.
b. Diskusikan cara memutus halusinasi
Rasional : halusinasi terkontrol oleh klien maka resiko kekerasan tidak
terjadi.
c. Dorong klien menyebutkan kembali cara memutus halusinasi
Rasional : pengulangan hasil diskusi yang dapat dilakukan klien
merupakan suatu tanda konsentrasi pikir dapat difokuskan.
d. Beri pujian atas upaya klien
Rasional : pujian merupakan pengakuan yang dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri klien.
Implementasi dilakukan pada pukul 15.15 WIB, yang telah penulis
lakukan untuk menyelesaikan tujuan khusus ketiga adalah menyapa klien,
mengingatkan kontrak dengan klien, mengevaluasi tujuan khusus kedua
yaitu tentang halusinasinya, mendiskusikan dengan klien cara mengatasi
halusinasinya,

mengevaluasi

kembali

bagaimana

klien

mengatsi

halusinasinya, memberikan reinforcement atas tindakan positif klien,


merencanakan membuat jadwal kegiatan, menganjurkan klien untuk
mengikuti kegiatan yang ada dirumah sakit.

38

Evaluasi subyektif klien mampu menyebutkan cara memutus


halusinasi yaitu dengan mengatakan tidak percaya pada suara suara yang
muncul dan melaporkan pada perawat. Evaluasi obyektif klien
mempraktekkan cara memutus halusinasinya yaitu denga melaporkan pada
perawat, klien mempertahankan kontak mata, ekspresi wajah klien tampak
tenang.
4. Klien mampu melakukan aktifitas atau kegiatan selama di rumah sakit.
a. Kaji kegiatan klien selama dirumah sakit.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan klien dalam
kegiatan dirumah sakit.
b. Beri reinforcement positif terhadp kegiatan yang telah dilakukan klien
dan memberikan masukan kegiatan yang masih bisa dilakukan.
Rasional : untuk meningkatkan motivasi dan harga diri klien.
Kriteria evaluasi untuk melanjutkan tujuan khusus keeetiga ini
adalah klien dapat menyebutkan aktifitas atau kegiatannya sehari hari
dan dapat menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengisi waktu luang
selama dirumah sakit.
Implementasi yang penulis lakukan pada hari Jumat 20 Agustus
2004 pukul 13.30 WIB sampai selesai adalah mengucapkan salam dan
mengingatkan kontrak, mengevaluasi tujuan khusus ketiga, mengajarkan
klien

menyusun

jadwal

kegiatan

harian,

menganjurkan

klien

mempraktekkan kegiatan selama dirumah sakit ( misalnya menyapu ),

39

mengevaluasi hasil jadwal harian, memberikan reinforcement positif atas hasil


kerja klien, mengakhiri interaksi dengan klien sambil berjabat tangan.
Evaluasi subyektif : klien mengatakan kegiatan yang paling disukai klien
saat dirumah sakit adalah menyapu lantai, evaluasi obyektif klien tampak puas
dan senang.
Hambatan yang penulis temui selama pelaksanaan asuhan keperawatan
pada diagnosa keperawatan yang pertama ini adalah keterbatasan wawasan
ataupun pengetahuan penulis dalam pemberian asuhan keperawatan dan terlalu
singkatnya waktu dalam pemberian asuhan, hal ini menyebabkan penulis tidak
hanya berkonsentrasi pada pemberian asuhan keperawatan pada klien namun
penulis

juga

dituntut

untuk

dapat

menyelesaikan

dokumentasi

proses

keperawatan. Sehingga selama dua hari, penulis hanya mampu menyelesaikan


asuhan keperawatan sampai tujuan khusus ketiga.
Untuk proses keperawatan selanjutnya perlu melibatkan keluarga untuk
mendukung kesembuhan klien dan klien juga perlu memahami tentang obat
obatan yang harus dikonsumsi oleh klien. Keterlibatan keluarga merupakan tujuan
khusus keempat dan pemberian pendidikan kesehatan tentang obat obatan
merupakan tujuan khusus kelima. Untuk menyelesaikan tujuan khusus keempat
dan kelima penulis mendelegasikan pada perawat ruang Madrim untuk
melanjutkan intervensi.
Hasil akhir dari diagnosa keperawatan ini adalah klien dapat mengenal
halusinasinya sehingga klien mau mencoba untuk mempraktekkan cara cara

40

memutus halusinasi seperti yang telah didiskusikan bersama. Klien juga mau
menyusun jadwal rencana kegiatan harian klien.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan harga diri rendah.
Untuk diagnosa keperawatan yang kedua ini, penulis belum dapat
menyelesaikannya. Hambatan yang penulis rasakan adalah keterbatasan
pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
halusinasi dan terlalu singkatnya waktu pemberian asuhan keperawatan.
Dalam pemeberian asuhan keperawatan pada Nn. S dengan halusinasi,
ada beberapa masalah keperawatan yang tidak diangkat oleh penulis yaitu
isolasi sosial : menarik diri dan perubahan proses pikir : waham berhubungan
dengan harga diri rendah kronis. Diagnosa tersebut tidak diangkat karena tidak
ditemukan data data yang menunjang munculnya masalah tersebut.

41

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi, klien tidak dapat


membedakan antara stimulus nyata dan tidak nyata, sehingga sebagai tugas utama
perawat jiwa dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa yaitu membantu klien
kembali ke alam realita.
Dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan halusinasi
antara lain adalah memberikan alternatif pada klien untuk memutus halusinasi
yaitu dengan menghardik halusinasi, melaporkan pada perawat atau mengajak
bicara klien lain, melakukan aktifitas yang bermanfaat dan mengkosumsi obat
secara teratur.
Kehadiran perawat sangat dibutuhkan oleh klien untuk selalu kontak
dengan klien sehingga mengurangi waktu melamun atau menyendiri klien. Saat
kontak dengan klien dibutuhkan komunikasi, sehingga setiap perawat juga harus
menguasai tehnik tehnik komunikasi terapeutik baik verbal maupun non verbal.
Dalam memberikan asuhan keperawatan tentunya disesuaikan dengan
tahap tahap asuhan keperawatan jiwa yaitu dimulai dengan membina hubungan
saling percaya, karena hubungan saling percaya merupakan modal dasar bagi
interaksi selanjutnya.

42

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kasus Nn. S penulis hanya mengangkat dua dari lima diagnosa
yang kemungkinan muncul yaitu Resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi dan Gangguan persepsi
sensori : halusinasi berhubungan dengan harga diri rendah.
Pengambilan

diagnosa

keperawatan

tersebut,

penulis

angkat

berdasarkan data subyektif dan obyektif pada saat pengkajian yaitu klien
mengatakan sering mendengar suara yang mengungkapkan cinta pada klien
dan ingin menikah dengan klien. Klien merasa ragu ragu untuk
mempercayainya sehingga klien tampak murung.
Dalam dua hari melakukan asuhan keperawatan pada klien, penulis
hanya melakukan intervensi pada diagnosa keperawatan pertama yaitu resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi. Dan selama dua hari itu, penlis mampu menyelesaikan sampai
tujuan khusus ketiga yaitu klien mampu mengontrol halusinasinya.
Faktor penghambat dalam pmberian asuhan keperawatan pada klien
Nn. S adalah kurangnya pengetahuan penlis dan keterbatasan

waktu,

sedangkan faktor pendukungnya adalah klien kooperatif dengan penulis dan


dukungan dari perawat ruangan Madrim.

43

Dalam memberikan

asuhan keperawatan pada Nn . S dengan

halusinasi, tujuan utamanya adalah membantu klien kembali ke alam realita.


Perawat harus senantiasa menemani klien, mengadakan kontak sesering
mungkin sangat penting untuk mengurangi waktu luang klien untuk melamun.
B. Saran
Komunikasi terapeutik baik verbal maupun non verbal adalah suatu
tehnik yang harus dikuasai oleh perawat yang akan memberikan asuhan
keperawatan jiwa. Pemberian asuhan keperawatan jiwa hendaknya sesuai
tahapan tujuan khusus dalam perumusan diagnosa keperawatan. Setiap tujuan
khusus harus dilalui karena terdapat hubungan yang saling berkaitan antara
tujuan khusus yang satu dengan tujuan khusus yang lain.
Dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa, kemandirian klien
dalam mengatasi halusinasi merupakan tujuan utama, sehingga klien harus
selalu dibimbing untuk dapat mempraktekkan cara cara mengatasi
halusinasi yang sudah diajarkan oleh perawat.

44

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A, Nihart, M.A, (1998), Psychiatric Nursing-contemporary Practice,


Lippincot-Raven Publishers,Philadelphia.
Johnson, Barbara Schoen, (1997), Adaptation and Growth Psychiatric-Mental
Health Nursing, 4th Edition, Lippincot-Raven Publishers, Philadelphia.
Keliat dkk, (1998), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Kusuma, Widjaja, (1997), Dari A Sampai Z Kedaruratan Psikiatrik Dalam
Praktek, Professional Books, Jakarta.
Maramis, WF, (2004), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya.
Rasmun ( 2001 ), Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga, untuk Perawat dan Mahasiswa Keperawatan. PT.
Fajar
Interpratama, Jakarta
Stuart, GW, Sundeen, SJ, (1995), Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3,
Alih Bahasa Achir Yani S. Hamid, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Townsend, Mary C, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

45

LAMPIRAN

46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. S


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
AKUSTIK DAN VISUAL
DI RUANG MADRIM RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG

Laporan
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Program Diploma III Keperawatan

Disusun oleh :
PUJI SULASMI
NIM.20011383

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
SEMARANG
2004

47

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Disetujui laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Nn. S


Dengan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi akustik dan visual Di Ruang
Madrim RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang untuk dipresentasikan dalam
ujian akhir pendidikan tenaga kesehatan Program Studi Keperawatan Semarang
Tahun Akademik 2004/2005.
Hari

Tanggal

Pembimbing

Ns. Sri Endang Windiarti, SKp


NIP. 140 269 343

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan
Politeknik Kesehatan Semarang

Sarkum Setyo Rahardjo, SKp, MKes.


NIP.140 105 200

48

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Telah disahkan oleh tim penguji ujian akhir pendidikan tenaga kesehatan
Program Studi Keperawatan Semarang.
Laporan kasus berjudul Asuhan Keperawatan Pada Nn. S Dengan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi akustik dan visual Di Ruang Madrim
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang untuk diajukan dalam memenuhi
tahapan ujian akhir pendidikan tenaga kesehatan Program Studi Keperawatan
Semarang Tahun Akademik 2004/2005.
Pada Hari/Tanggal

Penguji I

Ns. Sri Endang Windiarti, SKp


NIP. 140 269 343

Penguji II

Mugi Hartoyo, MN
NIP.

Penguji III

Siti Rochyani
NIP.

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan
Politeknik Kesehatan Semarang

Sarkum Setyo Rahardjo, SKp, Mkes.


NIP. 140 105 200
KATA PENGANTAR

49

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,


hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
laporan kasus untuk memenuhi tugas komprehensif program diploma III
Keperawatan Semarang dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Nn. S Dengan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi akustik dan visual Di Ruang Madrim
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang .
Dalam penulisan laporan ini tidak lepas dari kesulitan dan hambatan
namun berkat ridho-Nya dan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak yang
penulis hadapi, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Ilham Setyo Budi, SKp, Mkes., selaku direktur poltekkes semarang
2. Bapak Sarkum Setyo Rahardjo, SKp, Mkes., selaku ketua program studi
keperawatan semarang.
3. Ibu Ns. Sri Endang Windiarti SKp, selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan uji komprehensif yang telah banyak membimbing, mengarahkan
dan memberi masukan serta motivasi pada penulis.
4. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan moril dan spiritual, yang
selalu mencurahkan kasih sayang, memberikan semangat dan dukungan
serta mendoakan penulis selama penulis menempuh studi di prodi
keperawatan

poltekkes

keberhasilan penulis.

semarang

dan

yang

selalu

mengaharap

50

5. Saudara-saudaraku senasib seperjuangan, seseorang yang telah membantu,


memberikan support pada penulis dan mahasiswa Prodi Keperawatan
Poltekkes Semarang, yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya
sehingga terselesaikannya laporan ini.
6. Serta tak lupa semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik teknik
penyusunan maupun isinya karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu
penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
para pembaca.
Akhirnya penulis hanya dapat mendoakan, semoga pihak yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan mendapatkan imbalan dari Allah SWT dan
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang,

Agustus 2004

Penulis

51

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...............................................iii
KATA PENGANTAR .............................................................................iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................vi
BAB I : PENDAHULUAN
B. Latar belakang masalah ............................................................1
C. Tujuan penulisan ......................................................................2
D. Sistematika penulisan ...............................................................3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi .....................................................................................4
B. Etiologi .....................................................................................9
C. Pohon masalah .........................................................................10
D. Penatalaksanaan .......................................................................11
BAB III : TINJAUAN KASUS ..............................................................21
BAB IV : PEMBAHASAN ....................................................................33
BAB V : PENUTUP ...............................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai