Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sebagai salah satu sarana untuk
meningkatkan kualitas generasi dimasa yang akan
datang dituntut untuk memiliki kurikulum yang
semakin baik pula. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) yang semakin lama semakin
canggih sehingga menuntut keaktifan siswa.
Pendidikan mutu di Indonesia senantiasa diupayakan
dengan
berbagai
hal
diantaranya
dengan
diadakannya
pengembangan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum dimaksudkan agar dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kompetensinya supaya menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, belajar memahami dan menghayati
serta mampu melaksanakan dalam kehidupan seharihari, belajar hidup bersama dan berguna untuk orang
lain untuk belajar membangun dan menemukan jati
diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
Seorang guru perlu untuk melakukan
perubahan menuju kearah yang lebih baik dalam
pengembangan kurikulum yaitu kurikulum berbasis
pemecahan masalah.yang dapat diterapkan di semua
jenjang pendidikan salah satunnya jejang Sekolah
Menengah Pertama (SMP), terutama pada mata
pelajaran IPA. Tujuan pembelajaran IPA, diarahkan
untuk mencapai Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar pada mata pelajaran IPA, sebagaimana
termuat dalam kurikulum untuk setiap kegiatan
pembelajaran IPA yang dilakukan. Pembelajaran IPA

di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi


peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut
dalam menerapkannya di dalam kehidupan seharihari. Proses pembelajarannya lebih menekankan
pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA diarahkan
untuk mencari tahu dan berbuat, sehingga dapat
membantu peserta didik untuk lebih memahami
tentang apa yang ada di dalamnya. Model
pembelajaran IPA terpadu merupakan model
pembelajaran yang mencoba untuk memadukan
beberapa pokok bahasan dalam bidang kajian IPA
seperti fisika, biologi dan kimia secara lebih
menyeluruh dan tidak terpisah-pisah. Model
pembelajaran IPA terpadu juga mensyaratkan bahwa
pelajaran IPA yang terdiri dari bidang fisika, biologi,
dan kimia diajarkan oleh satu orang guru saja.
Maka
dengan
menerapkan
kurikulum
berbasis pemecahan masalah yang menjadi subjek
bukan guru untuk mendapatkan informasi yang
sebanyak-banyaknya tetapi lebih kepada siswa yang
mana lebih dituntut untuk mencari infromasi
sebanyak-banyaknya untuk memecahkan masalah
dalam materi pemblajaran IPA.
1.2 Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk menuyusun model
pengembangan
kurikulum
inovatif
khususnya
Kurikulum IPA Berbasis Pemecahan Masalah pada
jenjang Sekolah Menengah Pertama. Dimana model
ini dapat membantu siswa untuk membantu siswa
mengembangkan
kemampuan
berpikir,

mengembangkan kemampuan memecahan masalah,


keterampilan intelektual, dan menjadi siswa yang
mandiri.
1.3 Ruang Lingkup
Lingkup dalam pengembangan Kurikulum Berbasis
Pemecahan Masalah pada jenjang satuan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama hanya pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

BAB II

LANDASAN
2.1 Landasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon
pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa
dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara
pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang
memberi
kesempatan
untuk
peserta
didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana
belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan
kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis,
kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan
kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di
bidang pendidikan.
Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan
undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau
dasar dari pengembangan kurikulum tersebut. Yang
menjadi landasan yuridis pengembangan kurikulum
pendidikan adalah sebagai berikut: (1)
Pancasila dan
Undang-undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
(2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional; (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.

2.2 Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan


& pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat
Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat,
diantaranya
perenialisme,
essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
1. Perenialisme
Perenial berarti abadi , aliran ini beranggapan
bahwa beberapa gagasan telah bertahan selama
berabad abad dan masih relevan saat ini seperti
pada saat gagasan tersebut baru ditemukan.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang
menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke
masa lalu.
2. Essensialisme
Aliran filsafat essensialisme adalah suatu paham
yang menginginkan agar manusia kembali kepada
kebudayaan yang lama , merujuk kepada pendidikan
bersifat tradisional atau back to basics aliran ini
dinamakan demikian karena filsafat ini berupaya
menanamkan pada anak didik hal hal essensial
dari pengetahuan akademik dan perkembangan
karakter Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada siswa agar dapat menjadi anggota

masyarakat yang berguna. Matematika, sains, dan


mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan paham yang berpusat
pada manusia individu yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas/kreatif , seseorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu bersifat
relative, dan karenanya itu masing masing individu
bebas menetukan mana yang benar atau salah .
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami
dirinya
sendiri.
Aliran
ini
mempertanyakan: Bagaimana saya hidup di dunia?
Apa pengalaman itu?
4. Progresivisme
Progresivisme
menekankan
pada
pentingnya
melayani perbedaan individual, berpusat pada siswa,
variasi
pengalaman
belajar
dan
proses.
Progresivisme
merupakan
landasan
bagi
pengembangan belajar siswa aktif.
5. Rekonstruktivisme
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari
aliran
progresivisme.
Pada
rekonstruktivisme,

peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.


Di samping menekankan tentang perbedaan
individual
seperti
pada
progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang
pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil
belajar dari pada proses.
Aliran
Filsafat
Perenialisme,
Essensialisme,
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang
mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model
Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme
banyak
diterapkan
dalam
pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan
aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif
untuk
lebih
mengkompromikan
dan
mengakomodasikan berbagai kepentingan yang
terkait dengan pendidikan. Saat ini, pada beberapa
negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai
terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada
filsafat rekonstruktivisme.
Jadi dapat disimpulkan bahwa :
Dalam konteks ini filosofi berperan sebagai sudut
pandang pemikiran-pemikiran yang diterapkan pada
proses dan pelaksanaan pemecahan masalah

pendidikan, serta dijadikan salah satu dasar


penentuan rencana dan konsep kurikulum agar
tercapai segala cita-cita dan tujuan sebagai kontent
dari
kurikulum
yang
dibuat
Di Indonesia sendiri acuan filosofis mengacu pada
pancasila sebagai landasan dominan dari segala
perncanaan kurikulum
Pada hakikatnya kurikulum merupakan alur atau
tahapan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pengembangan kurikulum membutuhkan
filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir.
Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya
yang meliputi konsep metafisika, epistomologi, logika
da aksiologi akan berimplikasi terhadap konsepkonsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan
pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan,
peranan pendidikan dan siswa.
2.3 Landasan Psikologi
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi
yang berkaitan erat dalam proses pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi
belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama
dalam
hal
penentuan
isi
kurikulum
yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman
dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya
serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan
tugas perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar
dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus


mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
memberikan sumbangan terhadap pengembangan
kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana
kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan
bagaimana peserta didik harus mempelajarinya.

2.4 Landasan Teoritis


1.

Pengertian Strategi Pemecahan masalah


Menurut Debono (dalam Elliot, Thomas, Joan, dan John,
1999)
strategi
pemecahan
masalah
adalah
cara
menempatkan hal-hal pada tempatnya dengan cermat dan
dengan penuh pemikiran dengan harapan sesuatu akan
terjadi dari kondisi yang sebelumnya. Sedangkan, menurut
Henson & Ben (1999) strategi pemecahan masalah
merupakan suatu teknik penyelesaian masalah yang
digunakan dalam pencarian solusi. Menurut Matlin (2005)
strategi pemecahan masalah adalah ketika dinyatakan
adanya suatu masalah, maka harus menyelesaikan masalah
tersebut dengan menggunakan berbagai cara untuk
mengatasi masalah tersebut. Beberapa
strategi yang sering digunakan adalah:
1. Algoritma.
Algoritma adalah metode yang selalu menghasilkan suatu
solusi yang benar dari setiap penyelesaian masalah
(Matlin, 2005). Algoritma merupakan sebuah langkah
prosedur yang menjamin kesuksesan jika langkah-langkah
prosedur tersebut diikuti dengan benar. Dengan kata lain,
algoritma memiliki susunan urutan yang baku dalam
menyelesaikan suatu masalah dan berlaku secara umum.

2. Heuristik
Menurut Matlin (2005) dalam pemecahan masalah,
heuristik adalah suatu strategi yang mengabaikan
beberapa penjelasan serta hanya menggunakan alternatif
yang paling disukai untuk mendapatkan suatu solusi.
Bagaimanapun, heuristik tidak menjamin individu akan
memecahkan masalah dengan benar. Menurut Matlin
(2005), ada tiga heuristik yang paling sering digunakan
yaitu:
1. Heuristik Hill-Climbing
Salah satu strategi pemecahan masalah yang paling
mudah biasanya disebut dengan heuristik hill-climbing.
Heuristik hill-climbing adalah ketika individu memiliki
masalah, maka individu tersebut memilih solusi secara
sederhana terhadap alternatif jawaban yang tampak
untuk menyelesaikan masalah. (Lovett dalam Matlin,
2005). Heuristik hill-climbing dapat digunakan ketika
individu tidak cukup menemukan informasi mengenai
alternatif-alternatif solusi yang dipilih oleh individu
tersebut (Dunbar dalam Matlin, 2005). Heuristik
hillclimbing digunakan oleh individu ketika:
a. Memilih solusi yang tampak secara cepat dan
sederhana dari masalah yang dihadapi
b. Apabila solusi pertama dianggap gagal, maka
individu memilih solusi berikutnya dari masalah yang
dihadapi
2. Heuristik Means-Ends
Menurut Matlin (2005), heuristik Means-Ends memiliki
dua komponen yaitu:
a. Individu membagi masalah kedalam sub-sub
masalah atau kedalam masalah yang lebih kecil
b. Individu mencoba untuk mengurangi perbedaan
mengenai keadaan awal dengan kondisi tujuan

terhadap masing-masing sub masalah Heuristik


means-ends tepat karena mengharuskan individu
untuk mengidentifikasi tujuan yang diinginkan dan
kemudian mencari tahu cara yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
3. Pendekatan analogi
Menurut Matlin (2005) ketika individu menyelesaikan
masalah dengan menggunakan pendekatan analogi,
individu menggunakan solusi yang sama dengan masalah
sebelumnya untuk menyelesaikan masalah yang baru.
Adapun indikator individu menggunakan pendekatan
analogi, antara lain:
a. Individu menggunakan solusi yang sama atau serupa
terhadap masalah serupa yang ia hadapi.
b. Individu menggunakan solusi yang sama atau serupa
ketika masalah yang ia hadapi sama atau serupa
dengan masalah yang pernah dihadapi oleh orang lain.
Berdasarkan dari beberapa strategi pemecahan masalah
yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa
strategi pemecahan masalah merupakan suatu teknik atau
cara yang digunakan oleh individu untuk menemukan
solusi dalam menyelesaikan masalahnya, antara lain
dengan menggunakan teknik algoritma atau heuristik.
2. Masalah Akademis
Menurut Witz (2000), masalah akademis adalah
kurangnya kemampuan siswa untuk menguasai suatu
materi pelajaran tertentu secara keseluruhan, sehingga
mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran tersebut. Rathvon (2004) menyatakan bahwa
masalah akademis dapat dikarakteristikkan sebagai
kurangnya keterampilan, kelancaran, kinerja maupun
kombinasi dari ketiganya dalam proses belajar untuk
memahami materi. Kekurangan keterampilan mengacu
pada kurangnya keahlian yang memadai yang berkaitan

dengan keterampilan akademis yang telah diajarkan


sebelumnya. Kurangnya kelancaran mengacu pada
kurangnya keterampilan yang dilakukan secara akurat.
Siswa yang memiliki kekurangan dalam hal kinerja
memiliki keterampilan yang memadai dan kelancaran
tetapi tidak menghasilkan karya dengan kuantitas maupun
kualitas yang memuaskan. Berdasarkan beberapa definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa masalah
akademis merupakan kurangnya kemampuan siswa dalam
hal keterampilan, kelancaran, kinerja maupun kombinasi
dari ketiganya untuk menguasai suatu materi pelajaran
tertentu secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tersebut.
3. Strategi Pemecahan Masalah Akademis
Strategi pemecahan masalah akademis merupakan
penggunaan teknik algoritma atau heuristik untuk
menemukan solusi dalam menyelesaikan masalah
akademis siswa yang berkaitan dengan kurangnya
kemampuan siswa dalam hal keterampilan, kelancaran,
kinerja maupun kombinasi dari ketiganya untuk menguasai
suatu materi pelajaran tertentu secara keseluruhan yang
dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran tersebut.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Pemecahan
Masalah Menurut Matlin (2005), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi strategi pemecahan masalah adalah:
1. Keahlian
Individu yang memiliki keahlian dapat menjelaskan
secara konsisten dalam menampilkan kinerja yang luar
biasa dalam mengerjakan tugas dengan sesuatu
dengan cara yang khusus (Ericsson & Lehmann). Hal
tersebut dapat dilihat melalui individu yang memiliki
pengetahuan dasar, memori, representasi, kecepatan
dan keakuratan, serta kemampuan metakognitif.

2. Mental set
Ketika pemecahan masalah menggunakan mental set,
individu terus menggunakan solusi yang sama yang
telah mereka gunakan pada masalah sebelumnya,
meskipun masalah tersebut dapat dipecahkan
menggunakan metode berbeda yang lebih mudah.
Mental set adalah kebiasaan mental yang mencegah
individu untuk berhati-hati dalam memikirkan masalah
dan pemecahannya secara efektif. (Langer, 1997;
Langer & Moldoveanu, 2000 ; Lovett, 2002 dalam
Matlin, 2005)

Anda mungkin juga menyukai