PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sebagai salah satu sarana untuk
meningkatkan kualitas generasi dimasa yang akan
datang dituntut untuk memiliki kurikulum yang
semakin baik pula. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) yang semakin lama semakin
canggih sehingga menuntut keaktifan siswa.
Pendidikan mutu di Indonesia senantiasa diupayakan
dengan
berbagai
hal
diantaranya
dengan
diadakannya
pengembangan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum dimaksudkan agar dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kompetensinya supaya menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, belajar memahami dan menghayati
serta mampu melaksanakan dalam kehidupan seharihari, belajar hidup bersama dan berguna untuk orang
lain untuk belajar membangun dan menemukan jati
diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
Seorang guru perlu untuk melakukan
perubahan menuju kearah yang lebih baik dalam
pengembangan kurikulum yaitu kurikulum berbasis
pemecahan masalah.yang dapat diterapkan di semua
jenjang pendidikan salah satunnya jejang Sekolah
Menengah Pertama (SMP), terutama pada mata
pelajaran IPA. Tujuan pembelajaran IPA, diarahkan
untuk mencapai Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar pada mata pelajaran IPA, sebagaimana
termuat dalam kurikulum untuk setiap kegiatan
pembelajaran IPA yang dilakukan. Pembelajaran IPA
BAB II
LANDASAN
2.1 Landasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon
pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa
dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara
pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang
memberi
kesempatan
untuk
peserta
didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana
belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan
kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis,
kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan
kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di
bidang pendidikan.
Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan
undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau
dasar dari pengembangan kurikulum tersebut. Yang
menjadi landasan yuridis pengembangan kurikulum
pendidikan adalah sebagai berikut: (1)
Pancasila dan
Undang-undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
(2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional; (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
2. Heuristik
Menurut Matlin (2005) dalam pemecahan masalah,
heuristik adalah suatu strategi yang mengabaikan
beberapa penjelasan serta hanya menggunakan alternatif
yang paling disukai untuk mendapatkan suatu solusi.
Bagaimanapun, heuristik tidak menjamin individu akan
memecahkan masalah dengan benar. Menurut Matlin
(2005), ada tiga heuristik yang paling sering digunakan
yaitu:
1. Heuristik Hill-Climbing
Salah satu strategi pemecahan masalah yang paling
mudah biasanya disebut dengan heuristik hill-climbing.
Heuristik hill-climbing adalah ketika individu memiliki
masalah, maka individu tersebut memilih solusi secara
sederhana terhadap alternatif jawaban yang tampak
untuk menyelesaikan masalah. (Lovett dalam Matlin,
2005). Heuristik hill-climbing dapat digunakan ketika
individu tidak cukup menemukan informasi mengenai
alternatif-alternatif solusi yang dipilih oleh individu
tersebut (Dunbar dalam Matlin, 2005). Heuristik
hillclimbing digunakan oleh individu ketika:
a. Memilih solusi yang tampak secara cepat dan
sederhana dari masalah yang dihadapi
b. Apabila solusi pertama dianggap gagal, maka
individu memilih solusi berikutnya dari masalah yang
dihadapi
2. Heuristik Means-Ends
Menurut Matlin (2005), heuristik Means-Ends memiliki
dua komponen yaitu:
a. Individu membagi masalah kedalam sub-sub
masalah atau kedalam masalah yang lebih kecil
b. Individu mencoba untuk mengurangi perbedaan
mengenai keadaan awal dengan kondisi tujuan
2. Mental set
Ketika pemecahan masalah menggunakan mental set,
individu terus menggunakan solusi yang sama yang
telah mereka gunakan pada masalah sebelumnya,
meskipun masalah tersebut dapat dipecahkan
menggunakan metode berbeda yang lebih mudah.
Mental set adalah kebiasaan mental yang mencegah
individu untuk berhati-hati dalam memikirkan masalah
dan pemecahannya secara efektif. (Langer, 1997;
Langer & Moldoveanu, 2000 ; Lovett, 2002 dalam
Matlin, 2005)