PENDAHULUAN
normal
juga
terganggu
hingga
menimbulkan
gejala
leukemia
(Gustaviani&Sudoyo,2007).5
Menurut Permono(2005), meskipun LLAsering dihubungkan dengan sindroma
gangguan genetik, namun penyebab utama LLA sampai saat ini masih belum diketahui.
Faktor lingkungan yang memperberat resiko terjadinya LLA adalah pemaparan terhadap
radiasi ion dan elektromagnetik.Selain itu beberapa jenis virus juga berkaitan dengan insiden
LLA, terutama infeksi virus yang terjadi pada masa prenatal seperti virus influenza dan
varicella.Leukemia limfoblastik akut juga dapat terjadi pada anak dengan gangguan
imnunodefisiensi
kongenital
seperti
Wiscot-Aldrich
Syndrome,
congenital
dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas,pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem
retikuloendotieal hati limfa dan limfonudus.Kemudian adanya peningkatan tekanan
intrakranial karena infiltrasi meningens, seperti sakit kepala,muntah bahkan penurunan
kesadaran.Limfosit imaturberproliferasi dalam susunan tulang dan jaringan perkiem dan
mengganggu perkembangan sel normal.Akibatnya hematopoesis normal terhambat
mengakibatkan penurunan jumlah sel darah merah dan trombosit. Pemeriksaan awal yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap. Biasanya akan ditemukan leukositosis
(leukosit>10.000/uL), neutropenia, anemia dan trombositopenia.Pemeriksaan penunjang
umumnya berupa apusan darah tepi dan pemeriksaan biopsi sumsum tulang (Sugondo et al.,
2007). 1,3
Pembagian LLA menurut sistem klasifikasi French American British(FAB)
berdasarkan atas morfologi:L1: Limfoblast kecil, sitoplasma sedikit, dan nukleolus yang
mencolok, merupakan kasus LLA terbesar pada anak, mencakup 85%.L2 : Sel limfoblas lebih
besar daripada L1. Gambaran sel menunjukkan adanya heterogenitas ukuran dengan
nukleolus yang menonjol serta sitoplasma yang banyak dan merupakan 14% kasus LLA pada
anak.L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik. Terdapat vakuola pada sitoplasma dan
menyerupai gambaran limfoma Burkitt, L3 mencakup 1% kasus LLA pada anak.
Limfadenopati adalah ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,konsistensi
ataupun jumlahnya. Penyebab yang paling sering adalah hasil dari proses infeksi oleh virus
pada saluran pernapasan bagian atas (rinovirus, virus parainfluenza, influenza, Respiratoty
Syncytial Virus (RSV), coronavirus, adenovirus atau reovirus). Keganasan seperti leukimia,
neuroblastoma, rhabdomyosarkoma dan limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati
(Sugondo et al., 2007). Kemungkinan adanya multiple limfadenopati pada pasien ini adalah
karena proses keganasan yaitu leukemia.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Predisposisi
a) Penyakit
defisiensi
imun
tertentu,
misalnya
seperti
diethylstilbestrol
2.
Faktor Lain
a) Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan
kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan
bakteri).
b) Faktor endogen seperti ras
c) Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter
(kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau
kembar satu telur).
2.4 Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari
sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke
dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul,
tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat
mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk
untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel
muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis (^)%), kadang-kadang leukopenia (25%).
Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit.
Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-
B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga
berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur,
cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntahmuntah, seizures dan gangguan penglihatan. Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur
/ abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya
terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
berbagai organ menyebabkan pembesaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah,
dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia,
penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi.
Adanya sel kanker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. 9,10
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi Morfologoi [(the French American British (FAB)
a) L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan
nukleoli yang tidak jelas.
b) L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas
c)
3.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi, dan adanya infiltrasi pada
foto rontgen.
b) Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering dijumpai
pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat pemberian kemoterapi
yaitu pada fase regimen induksi remisi.
c) Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu ginjal.
d) Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL. Tetapi
sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.
2.7 Diagnosa
Pendekatan diagnosis5,6:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium:
Hitung darah lengkap
Apusan darah tepi
Pemeriksaan koagulasi
Kadar fibrinogen
Kimia darah
Golongan darah ABO dan Rh
Penentuan HLA
4. Foto toraks atau CT
5. Pungsi lumbal
6. Aspisrasi dan biopsi sumsum tulang: pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik,
analisis imunofenotip, analisis molekuler BCR-ABL
Tahap-tahap diagnosis leukemia akut:
1. Klinis
Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan infeksi, sering
splenomegali
2. Darah tepi dan sumsum tulang
Blast dalam darah tepi > 5%
Blast dalam sumsum tulang > 30%
Dari semua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diagnosis klinis leukemia
akut. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia akut yang
dihadapi
3. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika
terdapat fasilitas, lakukan:
a) Immunophenotyping
promielosit,
limfoblast,
monoblast,
ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada
kromosom 8.
6. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES, granulosit, dan pulp cell
.
2.10 Penatalaksanaan5
a) Penatalaksanaan terapi
1. Transfusi darah Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednisone,kortison,deksametason) Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. umumnya
sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada
pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopecia, stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/
mm3pemberiannya harus hati-hati.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci hama)
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai
cara pengobatan yang terbaru, masih dalam pengembangan) Cara pengobatan
berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prinsipnya sama
yaitu dengan pola dasar:
a) Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut
sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b) Konsolidasi Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c) Rumat
Untuk mempertahankan masa remisi, agar lebih lama. Biasanya dengan
memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
lanjutan,
terdiri
atas:
Terapi
konsolidasi
Terapi
noncrossresistant
3. Terapi suportif
Terapi ini bertujuan untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena
proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi. Terapi suportif pada penderita
leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi spesifik karena akan menentukan
angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif
yang intensif pula, kalu tidak maka penderita dapat meninggal karena efek samping
obat, suatu kematian iatrogenic. Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibatakibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi
efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah;
1. Terapi untuk mengatasi anemia
Transfusi PRC untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10 g/dl.
Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya
dihindari.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik
terdiri atas:
a.Antibiotika adekuat
b.Transfusi konsentrat granulosit
c.Perawatan khusus (isolasi)
d.Hemopoitic growth factor ( G-CSF atau GM-CSF )
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:
a.Transfuse konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit
minimal 10 x 106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml
b.Pada M3 diberikan Heparin untuk mengatasi DIC 4.
4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu:
a. Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous
dan
leukapheresis.
Segera
lakukan
induksi
remisi
untuk
2.11 Komplikasi3
Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak
terkontrol.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk
berespon terhadap kemoterapi.
2.12 Prognosis3
Kebanyakan pasien LLA dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan berumur 4,5 Tahun, dengan berat badan 19Kg, datang ke
IGD RSUD Solok, dan dirawat dibangsal anak RSUD Solok pada tanggal 1 Januari
2016.
I. Identitas Pasien
Nama
No.MR
Umur
Jenis Kelamin
Suku Bagsa
Alamat
II.
: A
: 090990
: 4,5 Tahun
: Perempuan
: Indonesia
: Aripan
Anamnesa:
Keluhan Utama:
Pucat sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Kelahiran:
Ditolong oleh Bidang, BBL 4500gr
Riwayat Imunisasi:
Lengkap
Riwayat Makan/Minum:
Bayi:
ASI
Anak:
Makanan Utama
Daging
Ikan
Telur
Sayur
Riwayat Keluarga:
: 3 kali/hari
: 3 kali/seminggu
: 4 kali/seminggu
: 4 kali/seminggu
: 4kali/seminngu
IV.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Nafas
BB
Kepala
Ukuran
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
: Normocepal
: Konjungtiva Anemis, sklera tidak ikterik
:Tidak ada kelainan
:Tidak ada kelainan
:Bibir kering dan tampak pucat, Tonsil T1-T1
:Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
Bawah
Kulit
: Akral hangat, Reflek fisologis ++/++, refleks patologis -/: Akral hangat, Refleks Fisiologis ++/++, Refleks patologis -/: Purpura (+), Ptekie (-)
Genitalia
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin ( 1- Januari-2016)
V.
Hb
: 4,3 g/dl
Ht
:12,6%
Leukosit :9060/mm3
Trombosit : 55.000/mm3
Diagnosa Kerja
Leukimia Limfoblastik Akut
VI.
Terapi
Transfusi Darah
IVFD KA-EN 1B
VII.
Follow Up
Sabtu, 02 Januari 2016
S/
Demam (-)
Pucat (+)
Mual (-), muntah(-)
BAB (-)
BAK Biasa
Nafsu makan
O/
KU
Kes TD
ND
Nfs
S
Sdg CMC 90/60 90x/i 28x/i 36,60C
Mata: Konjungtiva Anemis +/+, sklera ikterik -/ Pulmo: vesikuler, Ronki-/-, whezing -/ Cor: Dalam batas normal
Abdomen : Teraba hepar dari processus xypoideus-umbilicus, lien teraba di
S2, Nyeri Epigastrium (-)
Ektremitas: Akral hangat, sianosis (-)
Kulit: Ptekie (-), Purpura (+)
BAK Biasa
Nafsu makan
O/
KU
Kes
TD
ND
Nfs
S
Sdg CMC
110/70
87x/i
26x/i
36,50C
Mata: Konjungtiva Anemis -/-, sklera ikterik -/ Pulmo: vesikuler, Ronki-/-, whezing -/ Cor: Dalam batas normal
Abdomen : Teraba hepar dari processus xypoideus-umbilicus, lien teraba di
S2, Nyeri Epigastrium (-)
Ektremitas: Akral hangat, sianosis (-)
Kulit: Ptekie (-), Purpura (+)
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. hlm.
170.
2. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. hlm. 179-182.
3. Sugondo, S., Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hlm. 132-134.
4. Permono, Bambang. 2005. Leukemia Akut dalam Buku Ajar Hematologi-Onkologi
Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Hlm.145-151.
5. Gustaviani R.,Sudoyo. 2007.Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukemia BukuAjar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hlm.189-192.
6. Hoffbrand A.V, Pettit J.E, Moss P.A.H. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Ed.4.
Jakarta: EGC. Hlm 150-153.
7. Sari, Dina Kartika,Dkk. 2012. Buku Saku Anak Pediatrica. Jakarta.
8. Wong, Donna. L. 2009. Buku Ajar Pediatriks, vol 2. Jakarta: EGC. Hlm 140-143.
9. Sate, Karen. 2007. Acute Lymphoblastic Leukimia. Available from:
www.emedicene.com diakses 5 Januari 2016.
10. Corwin, E.J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC