HASIL PENGAMATAN
Pada hari percobaan dilakukan adapun bentuk kulit udang awal yang digerus
adalah:
ditambahkan
HCl
+ Bening kekuning kuningan.
Warna chitosan
Coklat kemerah merahan.
pemanasan
selama 2 menit
Aquadest
+ Berwarna keruh.
+ Berwarna bening.
pemanasan
selam 2 menit
Aquadest
NaOH+
pemanasan
selama 2 menit
pH yang diperoleh ketika tahapan yang ketiga setelah penambahan NaOH sebelum
dilakukannya pemanasan adalah 10.
Pengamatan chitosan ini dilakukan selama 2 hari hingga kandungan air dalam
chitosan hilang. Penghilangan kadar air dilakukan di dalam oven.
Hari I pengamatan:
Karakteristik : masih terdapat kandungan air dalam chitosan dan warna chitosan
adalah coklat muda kemerah merahan.
Hari II Pengamatan:
: 1,9412 gram
Maka berat chitosan yang diperoleh adalah : ( 6,0668 1,9412 ) gram = 4,1256
gram
VIII.PEMBAHASAN
Pada percobaan pembuatan chitosan, bahan baku utama yang kami gunakan
adalah udang. Walaupun kandungan kitin dari kulit udang lebih sedikit dibandingkan
cangkang kepiting. kandungan kitin dari limbah kepiting mencapai 50%-60%
sementara limbah udang menghasilkan 42%-57%. Namun, karena limbah kulit udang
mudah diperoleh. Pertama-tama udang yang telah disiapkan tersebut dipisahkan
antara kulit dengan daging udangnya. Dipilih bagian kulitnya karena pada kulit udang
ini terkandung chitin lebih banyak dibandingkan bagian tubuh lainnya, yakni sekitar
60-70%. Kemudian kulit dari udang tersebut dicuci bersih lalu dikeringkan. Namun,
pada saat pengeringan kulit udang, kulit udang yang telah dicuci tersebut belum
benar-benar kering. Sehingga masih tercium bau busuk yang dihasilkan dari kulit
udang. Seharusnya agar kulit udang tersebut bisa benar-benar kering, di keringkan
menggunakan oven.
Setelah dilakukan pengeringan, kemudian kulit udang digerus atau
dihaluskan hingga menjadi bubuk atau powder. Namun, pada sarat penggerusan atau
penghalusan pada kulit udang, kami mengalami kesulitan. Karena kulit udang yg
telah dikeringkan belum benar-benar kering. Tujuan penggerusan atau penghalusan
pada kulit udang ini adalah agar chitin yang terkandung di dalam kulit udang dapat
cepat bereaksi dengan zat kimia (HCl dan NaOH) dan lepas dari kandungan chitin
tersebut.
Kemudian bubuk atau powder dari kulit udang tersebut ditimbang sebanyak 5
gram dengan menggunakan neraca analitis. Bubuk atau powder dari kulit udang ini
kemudian dimasukkan ke dalam beker gelas dan dicampur dengan aquadest sebanyak
300 ml. Meskipun dicampurkan, kedua bahan ini tidak saling melarut. Pelarutan
chitin sebenarnya tergantung dari konsentrasi asam mineral dan temperatur.oleh
karena itu, pada saat proses pemanasan temperaturnya tidak boleh terlalu tinggi dan
campuran tidak boleh sering diaduk karena dikhawatirkan akan membuat kandungan
chitin terlarut dalam aquadest. Pemanasan pun hanya dilakukan selama 2 menit.
Setelah dipanaskan, larutan ini disaring dengan kertas saring. Slurry kulit
udang kemudian dipanaskan kembali dengan ditambah aquadest hingga jumlahnya
300 ml. Setelah itu, larutan ini diukur pH-nya. pH pada larutan bubuk dari kulit
udang dengan aquadest masih bersifat basa.
Pada percobaan ini dilakukan proses isolasi kitin dari serbuk kulit limbah
udang yang bertujuan untuk memahami teknik isolasi bahan alam dan transformasi
organik serta mengetahui cara pemisahan dan pemurnian hasil dari isolasi serbuk
kulit limbah udang. Metode yang digunakan untuk mengisolasi serbuk kulit limbah
udang menjadi kitin melalui tiga tahap yaitu : deproteinisasi, demineralisasi, dan
deasetilasi.
Pada tahap deproteinasi, bertujuan untuk menghilangkan sisa protein dan
lemak yang terkandung dalam serbuk kulit limbah udang. Pada tahap ini penambahan
NaOH bertujuan untuk menghilangkan protein dan lemak dari kitin. Pada tahap
demineralisasi merupakan proses untuk menghilangkan mineral-mineral dalam
serbuk kulit limbah udang yang sebagian besar merupakan garam-garam kalsium
(Ca) seperti kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Kandungan mineral utamanya
adalah CaCO3 dan Ca3 (PO4) dalam jumlah kecil dan lebih mudah dipisahkan
dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik.
Proses demineralisasi dilakukan dengan mencampurkan serbuk kering
dengan HCl. Konsentrasi HCl tidak boleh terlalu tinggi karena apabila konsentrasi
asam lebih tinggi dan waktu perendaman yang lebih lama akan menyebabkan kitin
yang terdapat dalam kulit udang terdegradasi. Pada proses ini senyawa kalsium akan
bereaksi dengan asam korida (HCl) menghasilkan kalsium klorida yang larut dalam
air, gas CO2 dan air, asam fosfat yang larut dalam air. Karena Organisme laut itu
sangat kaya akan mineral makanya harus dihilangkan terlebih dahulu kandungan
mineralnya.
Proses selanjutnya ialah Proses terakhir adalah de-asetilasi. Proses ini
diperlukan karena Di dalam struktur chitin, terdapat gugus asetil. Gugus ini harus
dibuang dan digantikan dengan gugus NH2, juga pada proses basa, tapi jauh lebih
kuat dari basa pada proses penghilangan protein. Setelah de-asetilasi, jadilah chitosan
dalam bentuk bubur. Bubur ini tinggal dicuci dan dikeringkan, tahapan tahapan
seperti inilah yang bisanya dilakukan dalam proses pengolahan chitosan.
maka larutan kulit udang tersebut ditetesi dengan HCl. Kemudian larutan kulit
udang tadi dipanaskan di atas hot plate selama lebih kurang 2 menit, diamkan
sebentar. Pada saat dilakukan pemanasan temperaturnya tidak boleh terlalu tinggi dan
campuran tidak boleh diaduk terlalu sering karena dikhawatirkan akan membuat
kandungan chitin terlarut dalam aquadest.
Proses deasetilasi merupakan proses pembentukan kitosan dari kitin
menggunakan NaOH untuk mengganti gugus asetamida dengan gugus amino.
selisih yang cukup besar dengan berat bubuk kulit udang pada saat pertama kali
diguanakan. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Adanya bubuk / powder kulit udang yang larut ke dalam aquadest yang
digunakan
2. Lolosnya kulit udang pada saat proses penyaringan
3. Tidak telitinya praktikan dalam proses penyaringan
IX.KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
X.
DAFTAR PUSTAKA