Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS


A.Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada

seseorang

yang

disebabkan

oleh

karena

adanya

peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan


insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Melllitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Kapita Selekta
Kedokteran jilid 1)
Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme
yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas
normal atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%).
Karena itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula.
2. Epidemiologi/ Insiden Kasus
Diabetes mellitus merupakan

penyakit

kronis

yang

menyerang kurang lebih 12 juta orang. 7 juta dari 12 juta


penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis; sisanya tidak
terdiagnosis. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650.000 kasus
diabetes baru didiagnosis setiap tahunnya (health people 2000,
1990). Menurut Survey WHO, 8,6% dari jumlah masyarakat
Indonesia

telah

terdiagnosis

Diabetes

Melitus,

Indonesia

menduduki peringkat ke-4 terbesar setelah India, China, Amerika


Serikat. Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali
lebih besar pada orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada
anak-anak bila dibandingkan dengan populasi umum. Separuh
dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari 65

tahun di rawat di rumah sakit setiap tahunnya. Komplikasi yang


serius dan dapat membawa kematian sering turut menyebabkan
peningkatan angka rawat inap bagi para penderita diabetes.
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun
2001 menyebutkan jumlah penderita DM di Indonesia mencapai
8,6 persen, terjadi peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7
persen pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993.
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa
jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM
sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat
menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang Survei Depkes 2001
terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Data
Depkes tersebut menyebutkan jumlah penderita DM menjalani
rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari
keseluruhan

pasien

penyakit

dalam.

Pada

tahun

2006

diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat


tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang
datang berobat teratur. Diabetes terutama prevalen diantara
kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia lebih dari 65
tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencangkup
15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama
kebutaan yang
baru diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga
menjadi penyebab
utama amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang
mulai mendapatkan
terapi dialysis setiap

tahun

menderita

penyakit

diabetes.

Diabetes berada dalam


urutan ke tiga sebagai penyebab utama kematian akibat
penyakit dan hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka
penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita diabetes.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi

1.Diabetes tipe I:
a. Faktor genetic
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan
ditularkan.

Anggota

keluarga

penderita

DM

memiliki

kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan


dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM.
Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya
kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan
kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun

yang

merupakan

respons

abnormal dimana sel-sel beta dihancurkan oleh antibodi karena


dianggap sebagai sel asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta. Beberapa contoh dari virus
dan toksin tersebut, antara lain :
Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang
menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta. Diabetes
mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para
ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan
DM.
Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara
langsung

adalah

alloxan,

pyrinuron

(rodentisida),

dan

streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah


sianida yang berasal dari singkong.
2. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi


insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih
belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3.Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional terjadi pada wanita yang tidak
menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi
selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah akan kembali
normal.
4.Patofisiologi Terjadinya Penyakit
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi.
pankreas,

Insulin
yang

adalah

hormon

bertanggungjawab

yang
dalam

dilepaskan

oleh

mempertahankan

kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke


dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan
sebagai cadangan energi.
Pada Diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama
sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia
yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic akut seperti
diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketonik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit
ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf).
Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden penyakit
makrovaskuler yang mencangkup infark miokardium, stroke, dan
penyakit vaskuler perifer.

5. Klasifikasi
1.I DDM ( Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan

oleh

kerusakan sel beta pankreas karena reaksi autoimin sehingga


tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk mengontrol
kadar glukosa darah.
2. NIDDM ( Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Tidak tergantung insulin. Diabetes ini dsebabkan oleh
gangguan metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin
dalam mengontrol kadar

glukosa darah dan hal ini bisa terjadi

karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola hidup yang tidak
sehat.
3.Gestational Diabetes
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga
melibatkan

suatu

kombinasi

dari

kemampuan

reaksi

dan

pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, sama dengan


jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama
kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah
persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan
diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari janin
atau ibu, dan sekitar 20%50% dari wanita-wanita dengan
Diabetes

Melitus

gestational sewaktu-waktu dapat menjadi

penderita.
6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes ada beberapa yaitu :
1. Jangka pendek:
Hipoglikemia
Ketoasidosis diabetik
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik
2. Jangka panjang
Retinopati
Nefropati
Neuropati : polineuropati sensori(neuropati perifer), neuropati
cranial, dan neuropati otonom

7. Gejala Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai
berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal

ini

disebabkan

meningkat sampai

oleh

karena

melampaui

daya

kadar

glukosa

darah

serap ginjal terhadap

glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula


banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan
cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien
lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel
mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien
akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap
saja

makanan

tersebut

hanyaakan

berada

sampai

pada

pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi
glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun
banyak makan akan tetap kurus
e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa
sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.
Akibat

terdapat

penimbunan

sarbitol

menyebabkan pembentukan katarak.


8. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi : lemah, pucat
b. Auskultasi : suara napas normal

dari

lensa,

sehingga

c. Perkusi : tidak ada asites


d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan abdomen, nadi 80x per menit
9.Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
Pemeriksaan diagnosis
Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari
330mOsm/l.
Elektrolit:
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun.
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat
dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya
sangat bermanfaat dalam membedakan DKA

dengan

kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan


dengan insiden.
Pemeriksaan mikroalbumin : Mendeteksi komplikasi pada ginjal
dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik. Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh
penyakit diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang
dapat menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita
perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal
yang berfungsi sebagai alat penyaring.
Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya
protein albumin ke dalam urine
Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi
terjadinya nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
Diagnosis dini nefropati diabetic
Memperkirakan morbiditas penyakit
mortalitas pada pasien DM

kardiovaskular

dan

Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin


Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5
tahun didiagnosis DM
Untuk DM tipe 2
O Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
O Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa
dengan hemoglobin (glycohemoglobin)
Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa
darah
Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai
dengan sel darah merah)
Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam
jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
Menilai kualitas pengendalian DM
Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu
dijalankan
Tujuan Pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi
Diabetes
Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah
terus menerus tinggi dalam jangka panjang
Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3
bulan) dapat diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum
tercapai)
Minimal 2 kali dalam setahun.

10. Diagnosis /kriteria diagnosis


Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan Buka
puasa

dengan

sebagai

metode

patokan

enzimatik n DM

penyaring

Belum
Pasti DM

DM

dan

diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena

<11

110

Darah kapiler

0
<90

199
90 199

- >20
0
>20
0

Kadar glukosa darah puasa:


Plasma vena

<11

110

Darah kapiler

0
<90

125
90 109

- >12
6
>11
0

10.Therapy /Tindakan Penanganan


Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah
raga dan diet
.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh
terlalu banyak
makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang
teratur. Penderita
diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena
itu
dianjurkan

untuk

membatasi

makanannya. Tetapi
cara terbaik untuk

jumlah

menurunkan

lemak

kadar

jenuh

dalam

kolesterol

adalah

mengontrol kadar gula


darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani
diet dan olah
raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami
bagaimana cara
menghindari terjadinya komplikasi.

Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak


akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan
berolah raga secara
teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan
berat badan
dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya
diberikan terapi
sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah)
per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2
dapat diobati
dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga
tidak berhasil
maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum
(oral = mulut)
atau menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
Obat hipoglikemik oral
Golongan
sulfonilurea
seringkali dapat menurunkan kadar gula darah
secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak
efektif pada
diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan
klorpropamid
. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu
metformin
, tidak mempengaruhi pelepasan insulin
tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri.
Akarbos
bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam
usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita
diabetes
tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah
dengan

cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun
beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat
hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah
dengan
baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat
dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung
sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada
saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan
baik
karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah
dalam
penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak,
biasanya di
lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat
kecil agar
tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki
kecepatan
dan lama kerja yang berbeda:
1.Insulin kerja cepat
Contohnya adalah
insulin regular,
yang bekerja paling sebentar.
Insulin ini sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu
20
menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja
selama
6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita
yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan
15-20

menit sebelum makan.


2.Insulin kerja sedang
Contohnya adalah
insulin suspensi seng
atau
suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum
dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini
bisa
disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama
sehari
dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi
kebutuhan
sepanjang malam.
3.Insulin kerja lambat
Contohnya
adalah

insulin

suspensi

sengyang

telah

dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36
jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulanbulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya

Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan


menyesuaikan dosisnya

Aktivitas harian penderita

Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami


penyakitnya

Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke


hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari
sekali dari
insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula
darah
yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan
2 jenis

insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.


Suntikan
kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak
tidur
malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin
kerja
cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai
suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin
yang sama
setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis
insulinnya
tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula
darahnya.
Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan
dalam
makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin.
Insulin tidak
sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh,
karena itu
tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti.
Antibodi ini
mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan
resistansi
terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan
dibawahnya
pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang
menyebabkan
nyeri dan rasa

terbakar,

diikuti

kemerahan,

gatal

dan

pembengkakan di
sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak
(sehingga
kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga
kulit
berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara

mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin.


Pada
pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan
alergi.
B.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a.Primer assessment/primer survey
1).Data Subyektif
Identitas Pasien

Nama

Umur

Jenis kelamin

Status

Agama

Suku Bangsa

Pendidikan

Bahasa yang digunakan

Pekerjaan

Alamat

Diagnosa medis

Keluarga yang menemani atau bertanggungjawab


Keluhan Utama
a.Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Keluhan yang paling utama dikeluhkan oleh pasien sehingga
masuk rumah sakit
b.Keluhan saat pengkajian
Keluhan yang dikeluhkan pasien saat dilakukan pengkajian
Riwayat Penyakit
a.Riwayat Penyakit Terdahulu
Catatan tentang penyakit yang pernah dialami pasien sebelum
masuk rumah sakit
b.Riwayat Penyakit Sekarang
Catatan tentang penyakit yang dialami pasien saat ini (saat
pengkajian)
c.Riwayat Penyakit Keluarga

Catatan tentang penyakit keluarga pasien yang berhubungan


dengan penyakit saat ini
2).Data Obyektif
Airway: Breathing: hiperventilasi, napas bau aseton
Circulation: lemah, tampak pucat ( disebabkan karena glukosa
Intra Sel
Menurun sehingga Proses Pembentukan ATP/Energi
Terganggu)
Disability: perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis
metabolik)
b.Secondary assesment
1).Exposure: 2).Five Intervension:

Glukosa darah: meningkat 100-200 mg/dL, atau lebih.

Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.

Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol


meningkat.

Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang


dari 330mOsm/l.

Elektrolit:

Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.

Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan


seluler), selanjutnya akan menurun.

Fosfor : lebih sering menurun.

Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali


lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang
selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya
sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol
tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden.

Pemeriksaan mikroalbumin
Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik

Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit


diabetes adalah terjadinya nefropati diabetic, yang dapat
menyebabkan gagal ginjal terminal sehingga penderita
perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.


Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan
glomerolus ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring.

Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan


lolosnya protein albumin ke dalam urine.

Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan


indikasi terjadinya nefropati diabetic.

Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C


Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C

Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara


glukosa dengan hemoglobin (glycohemoglobin)

Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar


glukosa darah

Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan


(sesuai dengan sel darah merah)

Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata


dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
3).Give Comfort:
Nyeri di bagian abdomen karena ketoasidosis diabetik
4).Head to toe

Kepala
Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut
merata, kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan
tidak ada.

Muka
Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada.

Mata
Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada,
nyeri tekan tidak ada.

Hidung
Bentuk simetris, secret tidak ada

Telinga
Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada.

Mulut dan Gigi

Bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan cukup,


lidah bersih, pembesaran tonsil tidak ada.

Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis
tidak ada.

Thorak
Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak
ada, retraksi otot dada tidak ada

Abdomen
Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit,
pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak
ada, asites tidak ada.

Ekstermitas
Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir
tetapi lemah.
2. Diagnosa
a.Kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
b.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
ketidakcukupan insulin ( penurunan ambilan dan penggunaan
glokosa
oleh
jaringan

mengakibatkan

peningkatan

metabolisme

protein/lemak)
c.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energy
metabolic
d.Ansietas

berhubungan

dengan

kurang

informasi

tentang

penyakit
diabetes melitus
3. Rencana Tindakan
1.Kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24
jam diharapkan cairan/elektrolit dan keseimbangan asam
basa dapat terpenuhi.
Kriteria hasil: tekanan darah stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor
kulit, haluaran urine tepat secara individu
Tindakan/ intervensi
Mandiri

Rasional
Mandiri

1.pantau tanda-tanda vital.


1.hipovolemia
dapat
2.pola napas seperti adanya
dimanifestasikan
pernapasan Kussmaul atau
oleh hipotensi dan takikardi.
pernapasan yang berbau
2.paru-paru
mengeluarkan
keton.
asam
3.frekuensi dan kualitas
karbonat melalui pernapasan
pernapasan, pengguanaan
yang
otot bantu
menghasilkan
kompensasi
napas, dan adanya periode
alkalosis
apnea
respiratoris terhadap keadaan
dan munculnya sianosis
ketoasidosis.
3.koreksi
hiperglkemia
dan
4.suhu, warna kulit dan
asidosis
kelembabannya.
akan menyebabkan pola dan
5.kaji nadi perifer, pengisian
frekuensi
kapiler,
turgor
kulit,
dan
pernapasan akan mendekati
membran
normal.
mukosa.
4.demam dengan kulit yang
6.pantau masukan dan
pengeluaran, catat berat jenis kemerahan,
kering
mungkin
sebagai
urine.
7.ukur berat badan setiap hari
cerminan dari
8.pertahankan
untuk dehidrasi.
5.merupakan
indikator
dari
memberikan
cairan
paling
sedikit tingkat
dehidrasi, atau volume sirkulasi
2500ml/hari
9.catat hal-hal yang dilaporkan yang
seperti mual, nyeri abdomen,
adekuat.
muntah dan disertasi lambung
6.memberikan
perkiraan
10.observasi adanya perasaan
kebutuhn akan
kelelahan
yang
meningkat,
cairan pengganti, fungsi ginjal,
edema,
dan
peningkatana berat badan,
keefektifan dari terapi yang
nadi
diberikan.
tidak teratur, dan adanya
7.memberikan hasil pengkajian
distensi
yang
pada vaskuler.
terbaik dari status cairan yang
Kolaborasi
1.berikan terapi sesuai dengan sedang
berlangsung dan selanjutnya
indikasi;
normal salin atau setengah dalam

normal
salin
dengan

atau

memperbaiki cairan pengganti.


tanpa 8.mempertahankan

dektrosa.
Albumin, plasma, atau dekstran

hidrasi/volume
sirkulasi.
9.kekurangan

cairan

elektrolit dapat
mengubah

motilitas

lambungdan
secara
potensial
2.pasang

atau

pertahankan

dan

akan

menimbulkan
kekurangan

kateter urine
cairan
dan
agar tetap terpasang.
elektrolit.
3.pantau
pemeriksaan
10.pemberian
cairan
untuk
laboratorium
perbaikan
seperti Hematokrit (Ht),
yang cepat sangat berpotensi
BUN/Kreatinin,
osmolaritas
menimbulkan beban cairan
darah,
Kolaborasi
Natrium, Kalium.
1.tipe dan jumlah dari cairan
4.berikan kalium atau elektrolit
tergantung
yang
pada derajat kekurangan
lain melalui IV dan/atau melalui
cairan dan
oral
respons
pasien
secara
sesuai indikasi.
individual,
5.berikan bikarbonat bila pH
plasma ekspander (pengganti)
kurang
kadang
dari 7,0
dibutuhkan jika kekurangan
6.pasang selang NGT dan
tersebut
lakukan
mengancam kehidupan atau
penghisapan sesuai dengan
tekanan
indikasi.
darah
sudah
tidak
dapat
kembali
normal dengan

usaha-usaha

rehidrasi
yang telah dilakukan.
2.memberikan
pengukuran
yang
tepat/akurat

terhadap

pengukuran
haluaran urine terutama jika

neuropati
otonom

menimbulkan

gangguan
kantung kemih (retensi urine/
inkontenensia)
3.mengkaji tingkat hidrasi.
4.kalium harus ditambahkan
pada IV
(segera aliran urine adekuat)
untuk
mencegah hipokalemia.
5.diberikan dengan hati-hati
untuk
membantu

mempebaiki

asidosis pada
adanya hipotensi atau syok.
6.menekompresi lambung dan
dapat
menghilangkan muntah.
2.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
ketidakcukupan insulin,
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24
jam
diharapkan intake nutrisi adekuat.
Kriteria hasil: berat badan pasien seimbang dan tidak lemah
Tindakan/ intervensi
Rasional
Mandiri
Mandiri
1.Timbang berat badan setiap 1.mengkaji

pemasukan

hari atau
makanan yang
sesuai dengan indikasi
Adekuat
2.Tentukan program diet dan 2.mengidentifikasi kekurangan
pola
dan
makan pasien dan bandingkan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
dengan
3.hiperglikemia dan gangguan
makanan
yang
dapat
keseimbangan
cairan
dan
dihabiskan
elektrolit
pasien.
dapat
menurunkan
3.Auskultasi bising usus, catat
motilitas/fungsi

adanya
lambung (distensi atau ileus
nyeri abdomen/perut kembung,
paralitik)
asites,
4.pemberian makanan melalui
mual, muntah
oral akan
4.Berikan makanan cair yang
lebih baik jika pasien sadar an
mengandung
nutrien
dan
fungsi
elektrolit
gastrointestinal baik.
dengan segera
5.jika makanan yang disukai
5.Identifiikasi makanan yang
pasien
disukai
dapat
dimasukkan
dalam
oleh pasien
6.Observasi
tanda-tanda perencanaan
makan, kerjasama ini dapat
hipoglikemia.
diupayakan setelah pulang.
Seperti
perubahan
tingkat
6.karena
metabolisme
kesadaran,
karbohidrat
kulit lembab/dingin, denyut
mulai terjadi (gula darah akan
nadi
berkurang dan sementara
cepat , lapar peka rangsang,
tetap
cemas,
diberikan
insulin
maka
sakit
kepala,
pusing,
Hipoglikemi
sempoyongan.
dapat terjadi. Jika pasien dalam
Kolaborasi
keadaan koma, hipoglikemia
1.lakukan pemeriksaan gula
mungkin
darah
akan
terjadi
tanpa
dengan menggunakan finger
memperlihatkan
stick.
perubahan tingkat kesadaran.
2.pantau
pemeriksaan Kolaborasi
1.analisa
di
tempat
tidur
laboratorium,
seperti glukosa darah, aseton, terhadap gula
darah
lebih
akurat
pH, dan
HCO
menunjukkan
keadaan
saat
dilakukan
3.berikan pengobatan insulin
pemeriksaan).
secara
2.gula darah menurun perlahan
teratur dengan metode IV
dengan
secara
penggantian cairan dan terapi
intermiten atau secara kontinyu
insulin
terkontrol.
3.insulin
reguler
memiliki

awitan cepat
dan karenanya dengan cepat
4.berikan

larutan

glukosa,

misalnya
dekstrosa dan setengah salin
normal.
5.lakukan

konsultasi

pula
dapat

membantu

memindahkan
glukosa kedalam sel.
dengan 4.larutan glukosa ditambahkan

ahli diet.
setelah
6.berikan diet kira-kira 60%
insulin dan cairan mebawa gula
karbohidrat, 20% protein dan
darah
20%
kira0kira 250 mgg/dl.
lemak dalam penataan
5.sangat barmanfaat dalam
makan/pemberian makanan
perhitungan
tambahan.
dan penyesuaian diet untuk
7.berikan obat metaklopramid
memenuhi
(reglan);
kebutuhan nutrisis pasien.
tetrasiklin.
6.kompleks karbohidrat (seperti
jagung,
wortel,

brokoli,

buncis,

gandum, dll)
menurunkan kadar glukosa/
kebutuhan insulin, menurunkan
kadar
kolesterol

darah

meningkatkan
rasa kenyang.
7.dapat
bermanfaat
mengatasi
gejala
yang

dan

dalam

berhubungan

dengan
neuropati otonom yang
mempengaruhi saluran cerna,
yang
selanjutnya

meningkatkan

pemasukan
melalui oral dan absorps zat
makanan

3.Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan energy


metabolic
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24
jam diharapkan aktivitas pasien meningkat
Kriteria Hasil :TTV normal, pasien tidak lemah, menunjukkan
adanya
perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
TINDAKAN / INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Mandiri
1.Observasi TTV tiap 8 jam
1.Untuk
mengetahui
2.Kaji
kemampuan
pasien
perkembangan pasien.
untuk
2.Untuk mengetahui sejauh
melakukan aktivitas
mana tingkat
toleransi aktivitas
3.Untuk menentukan batasan
3.Catat laporan terhadap
peningkatan
kelemahan intervensi
4.Untuk
mendorong
selama
dan setelah aktivitas.
kemandirian pasien
4.Bantu ADL pasien.
5.Untuk mencegah kekakuan
5.Anjurkan mobilisasi secara
otot
Bertahap
4.Ansietas

berhubungan

dengan

kurang

informasi

tentang

penyakit diabetes
melitus
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...
menit diharapkan ansietas pasien berkurang/ hilang
Kriteria Hasil : Pasien tidak cemas lagi/ cemas pasien berkurang,
pasien
tidak bertanya tanya tentang penyakitnya, ekspresi
wajah tidak sedih
TINDAKAN / INTERVENSI
Mandiri
1.Kaji tingkat ansietas
2.Pantau respon fisik,
3.Jelaskan tindakan/ prosedur
yang
akan dilakukan
4.Tinggal bersama pasien,
mempertahankan sikap tenang

RASIONAL
Mandiri
1.Untuk mengetahui
kecemasan
pasien.
2.Untuk

tingkat

meningkatkan

pengeluaran penyekat
dan adenergik pada

daerah

5.Berikan

kesempatan

untuk
bertanya

psien reseptor
3.Memberikan informasi akurat
yang dapat
menurunkan

kesalahan

interpretasi yang
dapat berperan pada

reaksi

ansietas dan
ketakutan
4.Menegaskan

pasien

pada

atau orang
terdekat
bahwa

walaupun

perasaan pasien
diluar kontroltapi

lingkungan

tetap aman
5.Menambah

kepercayaan

pasien dan
menurunkan

kesalahan

persepsi/ inetrpretasi
informasi
4. Evaluasi
Diagnosa
Kekurangan

Evaluasi
cairan S : klien sudah tidak mengeluh

berhubungan dengan
diuresis
osmotik

tidak
(dari nyaman karena terlalu sering

hiperglikemia).

kencing
(poliuria).
O : tekanan darah (100-120/80100)mmHg
Urin normal
A : masalah teratasi.
P : Hentikan tindakan
Perubahan nutrisi kurang dari S : klien sudah tidak merasa
kebutuhan
lemah lagi
tubuh berhubungan dengan
O : BB seimbang
ketidakcukupan
insulin A : masalah teratasi, tujuan
(penurunan
ambilan
dan
glokosa oleh
jaringan

tercapai
penggunaan P : Hentikan tindakan
mengakibatkan

peningkatan
metabolisme protein/lemak)
Intoleran
aktivitas S: pasien mengatakan dapat
berhubungan dengan
penurunan metabolik

melakukan
aktivitas sendiri
O: TTV normal, pasien terlihat
bersemangat
A: tujuan tercapai, masalah

teratasi
P: Pertahankan kondisi
Ansietas berhubungan dengan S: Pasien mengatakan sudah
kurang
informasi

tentang

mengerti
penyakit dengan

diabetes
mellitus

penjelasan

diberikan dan
sudah
tau

yang

penyakit

dan

perawatannya
O: Pasien tampak mengangguk
saat diberi
penjelasan dan saat ditanya
pasien bisa
menjawab
A: Tujuan tercapai,
teratasi
P : Pertahankan kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2
. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3
. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., dkk. 1997.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
Edisi 9
. Jakarta:
EGC
Price, A. Sylvia. 1995.
Patofisiologi Edisi 4.
Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah

masalah

. Jakarta: Salemba
Medika
Robbins. 1999.
Dasar Patologi Penyakite Edisi 5.
Jakarta : EGC
http://www.scribd.com/dayu-anjani-gembul-3429/d/52856085udah-jadi-DM-di-MS
25.03.2012 11.29

Anda mungkin juga menyukai