Anda di halaman 1dari 11

Kinerja DAF dalam Penyisihan Minyak Lemak dan

Padatan Tersuspensi pada Variasi Tekanan pada Air


Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit
Diana Rahayuningwulan, Sudaryati Cahyaningsih dan Hidayat
Pusat Penelitian Kimia LIPI
Kampus LIPI Cisitu - Sangkuriang Bandung 40135
Email: d_wulan@yahoo.com

Abstrak
produktivitas kelapa sawit berdampak pada perkembangan industri minyak
sawit di Indonesia. Di sisi lain juga berdampak terhadap turunnya daya dukung
lingkungan penerima air limbah, yang dimungkinkan dari volume air limbah yang
cukup besar dan kualitas air limbah yang langsung dibuang ke lingkungan.
Karakteristik air limbah pabrik minyak sawit menunjukkan tingginya materi
organik, minyak dan lemak. Di salah satu industri minyak kelapa sawit di Jawa
Barat nilai rerata konsentrasi organik (dinyatakan dalam nilai COD) berkisar 39.000
mg/l. Sedangkan baku mutu limbah cair Kepmen LH no. Kep-51/MENLH/10/1995
nilai COD untuk industri minyak sawit sebesar 250 mg/l. Pengolahan yang cocok
untuk mendegradasi materi organik adalah pengolahan biologi. Agar pengolahan
biologi berlangsung baik, senyawa minyak dan lemak harus dihilangkan terlebih
dahulu. Prinsip yang dipakai untuk menyisihkan minyak dan lemak adalah
dengan memanfaatkan perbedaan densitas senyawa minyak-lemak dan air, yaitu
dengan unit flotasi. Dalam pengoperasiannya, flotasi dengan Dissolved Air
Flotation (DAF) sangat dipengaruhi oleh besarnya tekanan udara untuk
menghasilkan udara terlarut dalam air limbah. Penelitian ini memvariasikan
tekanan udara 2 bar hingga 4 bar. Efisiensi pengolahan minyak lemak di atas
90% dan Total Suspended Solid (TSS) di atas 80% diperoleh pada tekanan 4 bar
dan air to solid (A/S) ratio 0,005.

PENDAHULUAN
Pada umumnya, air limbah di industri minyak kelapa sawit berasal dari kondensat
proses sterilisasi (15-20%) dan sludge proses klarifikasi (70-75%). Sedangkan sisanya
berasal dari pemisah hydrocyclone, lantai pencuci, blowdown boiler, air pendingin dan
buangan steam trap.1 Air limbah yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit ratarata 1,4 m3/ton TBS yang diolah. Konsentrasi BOD air limbah pabrik minyak sawit di
Indonesia bervariasi antara 8.200 35.400 mg/L dengan nilai rata-rata 21.280 mg/L.

Untuk

pabrik berkapasitas olah 40 ton TBS/jam, konsentrasi minyak dan lemaknya


mencapai

19.200

mg/L,

sedangkan untuk kapasitas 20 ton TBS/jam, konsentrasinya

16.400 mg/L. Limbah ini juga memiliki pH yang rendah, dengan rerata sekitar 4,1,
konsentrasi BOD 26.222 mg/L dan konsentrasi COD sebesar 62.934 mg/L. Tingginya
konsentrasi COD dan minyak lemak dibandingkan dengan baku mutu yang berlaku
untuk air limbah industri minyak kelapa sawit Kepmen LH no. Kep-51/MENLH/10/1995
masing- masing sebesar 250 mg/l dan 25 mg/l, mendorong upaya untuk menyisihkan
senyawa minyak-lemak dan padatan tersuspensi dari air limbah industri minyak kelapa
sawit melalui proses flotasi udara terlarut sebagai pengolahan pendahuluan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja Dissolved Air Flotation (DAF) dalam mengolah
air limbah industri minyak kelapa sawit pada variasi tekanan udara yang dibutuhkan
untuk menghasilkan gelembung udara optimal.
Flotasi adalah unit operasi untuk memisahkan fasa cair atau fasa padat dari fasa cair.3
Pemisahan partikel dari cairannya pada proses flotasi didasarkan pada perbedaan berat
jenis partikel. Apabila berat jenis partikel lebih kecil dari cairannya maka partikel akan
terflotasi secara spontan, sedangkan partikel padat atau cair yang berat jenisnya lebih
besar dari cairannya dipisahkan dengan bantuan gelembung udara. Salah satu proses
flotasi yang banyak digunakan adalah DAF.
Parameter dalam pengoperasian unit flotasi
udara terlarut antara lain tekanan udara dan rasio udara terhadap padatan yang akan
4
disisihkan, A/S. Untuk

menghasilkan gelembung udara berdiameter


30 120 m dibutuhkan tekanan 45 95
psi.

5,6 Menurut Metcalf & Eddy7, rasio udara terhadap padatan yang akan disisihkan yang

umum digunakan berkisar 0,005 hingga 0,06.


Dalam pengoperasian DAF, pembentukan gelembung udara melalui pelepasan air
bertekanan memegang peranan penting. Tiga tahap terjadinya kontak gelembung-padatan
dalam flotasi udara terlarut.5 Pertama pelekatan (adhesion) gelembung ke fasa padat,
kedua terperangkapnya gelembung dalam struktur flok dibarengi dengan pergerakan
gelembung ke atas, dan ketiga terjadi adsorpsi dan absopsi gelembung udara dalam struktur
flok sehingga terbentuk struktur flok yang mengapung ke permukaan.

PERCOBAAN
Metode.
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap seperti tampak dalam Gambar 1.

Model Instalasi Pengolahan.


Model instalasi pengolahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1

Gambar 2

Pemilihan bahan dan perlengkapannya mempertimbangkan kekuatan terhadap


tekanan dan nilai pH limbah yang cukup rendah. Reaktor DAF yang digunakan berbahan
PVC transparan dan PVC dimensi 100 x 35 x 40 cm (p x l x t), dilengkapi dengan
pompa resirkulasi dan pompa inlet. Flowmeter dipasang pada pompa resirkulasi untuk
mengetahui tekanan pompa resirkulasi. Flowmeter udara untuk mengetahui debit udara
yang dimasukkan.
Pengoperasian Reaktor.
Pengoperasian DAF dilakukan dengan mengisi tangki flotasi dengan air limbah yang
telah homogen menggunakan pompa influen. Pada level muka air sejajar dengan
ketinggian outlet effluen bersih, pompa resirkulasi dinyalakan untuk meresirkulasikan air
limbah. Bila level muka air telah stabil pada ketinggian sejajar outlet effluen bersih, atur debit
aliran dengan mengatur katup efluen dan influen hingga debit aliran konstan. Pengaturan
variasi tekanan resirkulasi dilakukan dengan memutar katup pada pompa resirkulasi.
Sedangkan pengaturan rasio A/S dengan memutar katup kompresor dan flowmeter
udara. Operasikan reaktor DAF sesuai dengan variasi yang diinginkan pada waktu detensi
tertentu. Setiap awal pengoperasian dilakukan sampling influen sebagai sampel awal untuk
setiap parameter. Dan di akhir pengoperasian dilakukan sampling efluen bersih dan
efluen lumpur. Parameter utama yang dioperasikan pada unit DAF adalah tekanan 2 bar
hingga 4 bar, variasi waktu detensi 30 menit, 45 menit, dan 60 menit; sedangkan
debit resirkulasi 100% dan rasio A/S 0,005; 0,01; 0,04.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tekanan air merupakan salah satu parameter penentu dalam operasional DAF. Dalam
kaitannya dengan pembentukan gelembung udara yang mampu berikatan dengan padatan
atau molekul minyak lemak, tekanan udara juga berhubungan dengan variasi rasio A/S. Rasio
A/S merupakan perbandingan jumlah udara bertekanan yang dilepaskan terhadap padatan
dalam air limbah. Dalam sistem flotasi secara batch, berlaku persamaan (III-1) berikut:

dimana: Sa = kelarutan udara, 18,7 mL/L pada 20C; f = rasio kejenuhan udara pada
tekanan P; P = tekanan (Pg
+ 1), atm; Pg = tekanan terukur, atm; R = rasio volume kejenuhan air terhadap lumpur
pada percobaan batch; Xo = konsentrasi padatan tersuspensi pada lumpur, mg/L

Pencarian kondisi optimum untuk pembentukan gelembung udara yang diinginkan


dilakukan melalui uji variasi rasio A/S tersebut dengan asumsi waktu detensi
berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu sebesar 60 menit. Uji pertama menerapkan
nilai tekanan 3,5 bar, dimana rasio 0,04 dibandingkan dengan rasio 0,01 memberikan
efisiensi pengolahan untuk minyak lemak dan total suspended solid (TSS/total padatan
tersuspensi) yang lebih kecil, seperti terlihat pada Gambar 3.
Pada Gambar 4, rasio A/S 0,005 ternyata memberikan efisiensi pengolahan untuk
minyak dan lemak lebih tinggi dibandingkan rasio A/S 0,01. Namun efisiensi pengolahan
untuk TSS lebih kecil untuk rasio A/S 0,005. Hal ini dapat dimungkinkan diameter gelembung
udara yang terbentuk masih terlalu besar sehingga tidak dapat mengangkat

keseluruhan

TSS ke permukaan. Untuk memperoleh diameter gelembung udara yang optimum


(kira-kira 100 nm), tekanan udara dinaikkan pada 4 bar dan rasio A/S dijaga konstan pada
0,005, dengan mengatur tekanan resirkulasi dan aliran udara.

Gambar 3. Hubungan

Variasi

Rasio

A/S

terhadap Efisiensi Pengolahan pada Tekanan 3,5 bar


dan waktu detensi 60 menit.

Gambar 4. Hubungan

Variasi

Rasio

A/S

terhadap Efisiensi Pengolahan pada Tekanan 3,5 bar


dan waktu detensi 30 menit.

Pada tekanan 4 bar dapat terbentuk gelembung udara berdiameter rerata 272 nm,
efisiensi pengolahan TSS mencapai di atas 75% dan penyisihan minyak lemak di atas 90%,
seperti tercantum pada Tabel 1. Hal ini membuktikan, pada saat tekanan air 3,5 bar,
dampak yang ditimbulkan adalah tidak terbentuknya diameter gelembung udara yang
mencukupi. Tekanan yang kurang memadai menyebabkan gelembung udara yang terjadi
berdiameter lebih besar dan jumlah yang lebih sedikit. Ukuran gelembung yang besar
menyebabkan

lebih

besarnya

kecepatan mengapung sehingga gaya geser antara

gelembung dan gumpalan flok menjadi lebih besar. Hal tersebut menjadikan flok
yang sudah terbentuk lebih mudah pecah. Hal ini membuktikan pula bahwa diameter
gelembung mempengaruhi efisiensi pengolahan parameter penting, seperti minyak lemak,
TSS dan COD. Sebagaimana dalam persamaan model eksponensial efisiensi penyisihan
minyak lemak dalam proses flotasi adalah (III-2)8 bahwa salah satu parameter yang
berpengaruh terhadap efisiensi pengolahan adalah diameter gelembung.

dimana: dp = diameter senyawa yang akan disisihkan; db = diameter gelembung; =


sudut kontak padatan dengan gelembung; A/S = rasio udara terhadap senyawa yang akan
disisihkan; Af = luas permukaan reaktor; Qr = debit influen; V = volume reactor; R/Q =
resirkulasi; so = konsentrasi senyawa yang disisihkan; (t) = efisiensi penyisihan
Dengan berbanding terbalik terhadap (-) exp diameter gelembung, maka makin besar
diameter gelembung (db) akan semakin kecil efisiensi pengolahan yang dihasilkan. Variasi
tekanan yang telah diujicobakan pada penelitian ini secara rinci disajikan pada Gambar 5.

Table 1. Variasi Rasio A/S pada Tekanan 4 bar dan Waktu Detensi 60 menit

Gambar 5. Hubungan Variasi Tekanan terhadap Efisiensi Pengolahan


Efisiensi pengolahan terhadap nilai TSS pada range tekanan 2 bar hingga 3,5 bar
sangat fluktuatif dan meningkat tajam pada tekanan 4 bar. Hal ini berhubungan dengan
gelembung udara yang terbentuk pada saat tekanan resirkulasi divariasikan. Gelembung
udara yang terbentuk pada tekanan 2 bar hingga 3,5 bar tidak berdiameter cukup
kecil dan jumlahnya lebih sedikit. Hal ini menyebabkan kecepatan apung gelembung
menjadi makin besar, mengikuti Hukum Stokes (III-3) di mana kecepatan apung gelembung
berbanding

lurus dengan

Meningkatnya

kecepatan

diameter gelembung.9

apung

gelembung dapat meningkatkan gaya gesek antara

gelembung dengan ikatan flok suspensi yang sudah terbentuk. Pecahnya ikatan flok yang
sudah terbentuk dapat meningkatkan nilai konsentrasi minyak lemak dan padatan
tersuspensi dalam efluen bersih yang disampling.
Selain itu, semakin besar ukuran gelembung.
berpengaruh pada luas permukaan kontak padatan (minyak) dengan gelembung udara
pada volume yang sama akan semakin kecil. Sehingga padatan (minyak) yang terapungkan
semakin sedikit, yang diekspresikan dengan menurunnya efisiensi pengolahan parameterparameter tersebut oleh unit DAF.

Hal tersebut terjadi juga pada pengolahan minyak lemak pada tekanan yang divariasikan.
Penjelasan di atas mendukung metodologi penelitian, di mana pencarian tekanan optimum
memegang peran penting dalam pengoperasian DAF selanjutnya. Tekanan optimum
sangat berpengaruh terhadap efisiensi pengolahan terhadap parameter-parameter yang
diinginkan. Efisiensi pengolahan minyak lemak di atas 90% dan TSS di atas 80%
diperoleh pada tekanan 4 bar dan air to solid (A/S) ratio 0,005.

KESIMPULAN
Flotasi dengan

Dissolved

tekanan udara untuk


memvariasikan

Air Flotation

menghasilkan

udara

(DAF) sangat
terlarut

dalam

dipengaruhi
air limbah.

oleh

besarnya

Penelitian

ini

tekanan udara 2 bar hingga 4 bar. Efisiensi pengolahan minyak lemak di

atas 90% dan TSS di atas 80% diperoleh pada tekanan 4 bar dan air to solid (A/S) ratio
0,005.

Penghargaan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Esin Mulyani atas analisis di
laboratorium sehingga membantu kelancaran penelitian ini.

PUSTAKA
1. A. Thanh, NC High Organic Wastewater Control and
Management in the Tropics, Water Pollution
Control, CDG, AIT ERL, 1980, Bangkok, 12-19.
2. Anonymous. Development of oil palm in Indonesia,
Puslitbun, 2002.
3. Rich, LG Unit Operations of Sanitary Engineering.
John Willey & Sons: New York, 1974.
4. Montgomery, James M. Water Treatment Principles
and Design, John Wiley & Sons: New York, 1985.
5. Vrablik, ER Proc. 14th Industrial Waste
Conference, Purdue University, 1959.
6. Sundstrom, DW and Klei, HE Wastewater
Treatment. Prentice Hall, Englewood, Cliff: USA.,
Of 1979.
7. Metcalf and Eddy. Wastewater Engineering:
Treatment, Disposal, Reuse. McGraw Hill Book
Pub., Co: New Delhi, 1979.
8. Utomo, Budi. Allowance for Oil Fat Water
Industrial waste palm oil with
Dissolved Air Flotation Process. ITB Bandung:
London, 1994.
9. Nemerow; L. Nelson Industrial Water Pollution.
Origins, Characteristics and Treatment. AddisonWesley Pub. Co., 1978

KIMIA LINGKUNGAN
Jurnal Kimia Lingkungan

DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Maya Istyadji, M. Pd
OLEH :
NURUL FITRIAH
AIC311201
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2012

Anda mungkin juga menyukai