CIDERA KEPALA
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
CEDERA KEPALA
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila
dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal
dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan
lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi
tergantung pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan asuhan
keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan
dapat maksimal.
2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1.
Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan gejala serta
penatalaksanaannya.
2.
Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.
3.
Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.
B. KONSEP TEORI
1.
PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :
a. Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi:
memar otak, laserasi.
b. Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bankberdasarkan Skore
Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari
pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Membuka Mata
Spontan
Terhadap rangsang suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik
orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara Tidak jelas
Tidak ada respon
Respon Motorik
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon
Total
2.
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
3 - 15
ETIOLOGI
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan.
3.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan
yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan
bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada
permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tandatanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah
penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi)
dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan
mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan
segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi
menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan
terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,
pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan
kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita
sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada
lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah
hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama
setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan
perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi
akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi
unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus
nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai
kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak
dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial
dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada
kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi
pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4.
TANDA DAN GEJALA
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Gangguan kesadaran
Konfusi
Abnormalitas pupil
Awitan tiba-tiba defisit neurologi
Perubahan tanda vital
Gangguan penglihatan dan pendengaran
Disfungsi sensory
Kejang otot
Sakit kepala
Vertigo
Gangguan pergerakan
Kejang
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen
tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika peningkatan tekanan
intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial
7.
PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga
kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan
mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi
kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
8.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
b.
c.
d.
e.
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan perfusi jaringan
serebral
Tujuan
NOC Outcome :
- Perfusi jaringan cerebral
- Balance cairan
Client Outcome :
- Vital sign membaik
- Fungsi motorik sensorik
membaik
2. Ketidakefektifan jalan
napas
NOC Outcome :
- Status respirasi : pertukaran
Gas
- Status respirasi : kepatenan
jalan napas
- Status respirasi : ventilasi
- Kontrol aspirasi
Client Outcome :
- Jalan napas paten
- Sekret dapat dikeluarkan
- Suara napas bersih
NOC Outcome :
- Integritas jaringan
Client Outcome :
- Integritas kulit utuh
4. Intolerasi aktivitas
NOC Outcome :
- Pergerakan sendi aktif
- Tingkat mobilisasi
- Perawatan ADLs
Client Outcome :
- Peningkatan kemampuan
dan kekuatan otot dalam
bergerak
Intervensi
NIC : Circulatory care
1. Monitor vital sign
2. Moniror status neurologi
3. Monitor status hemodinamik
4. Posisikan kepela klien head Up
30o
5. Kolaborasi pemberian manitol
sesuai order
NIC : Manajemen jalana napas
1.Monitor status respirasi dan
Oksigenasi
2. Bersihkan jalan napas
Mengetah
peningkat
Peningkat
kepala me
TIK
Menguran
Mengetah
kepatenan
Membeba
terhadap a
terpenuhin
oksigenas
Mengetah
kerusakan
Mencegah
pada area
Dengan la
mencegah
otot
NOC Outcome :
- Status imunologi
- Kontrol infeksi
- Kontrol resiko
Client Outcome :
- Bebas dari tanda-tanda
Infeksi
- Angka lekosit dalam batas
Normal
- Vital sign dalam batas
normal
5. Manajemen pengobatan
KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
Meminim
kerusakan
Meminim
mikroorga
infeksi ke
Mencegah
lanjutan
Memberik
klien teha
mikroorga
infeksi
Memastik
diberikan
http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askepcidera.html