Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari
kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati
kebebasannya. Di perjalanan ia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun ia keheranan
kenapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, Mengapa kau bisa melompat
lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari usia ataupun bentuk tubuh?
Belalang itupun menjawabnya, Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang
hidup dialam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.Saat itu si belalang baru
tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang selama ini membuat lompatannya tidak sejauh dan
setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.
Kadang-kadang kita sebagai manusia tanpa sadar pernah juga mengalami hal yang sama dengan
belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan
teman, atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang
membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang
mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah kamu separah itu? Bahkan lebih
buruk lagi, kita lebih memilih untuk mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tidakkah kamu pernah mempertanyakan kepada hati nurani bahwa kamu bisa melompat lebih
tinggi dan lebih jauh kalau kamu mau menyingkirkan kotak itu? Tidakkah kamu ingin
membebaskan diri agar kamu bisa mencapai sesuatu yang selama ini kamu anggap diluar batas
kemampuan kamu?
Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan untuk berjuang, tidak hanya
menyerah begitu saja pada apa yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai
apapun yang kamu ingin capai. Sakit memang, lelah memang, tetapi bila kamu sudah sampai
kepuncak, semua pengorbanan itu pasti terbayar.
Kehidupan kamu akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan kamu. Bukan cara hidup
yang seperti mereka pilihkan untuk kamu
Semangkuk Bakso
Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu pasti sibuk di dapur memasak dan
menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri,
meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana.
Putri kesal, marah, dan jengkel.
"Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri,
sungguh keterlaluan," gerutunya dalam hati. "Ini semua pasti gara-gara adinda sakit semalam
sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak manja!"
Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang
memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.
Dengan perasaan marah dan sedih, Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong
dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati
sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa lapar
perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.
"Mau beli bakso, neng? Duduk saja di dalam," sapa si tukang bakso.
"Mau, bang. Tapi saya tidak punya uang," jawabnya tersipu malu.
"Bagaimana kalau hari ini abang traktir kamu? Duduklah, abang siapin mi bakso yang super
enak."
Putri pun segera duduk di dalam.
Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya, "Lho, kenapa menangis, neng?" tanya si abang.
"Saya jadi ingat ibu saya, bang. Sebenarnya... hari ini ulang tahun saya. Malah abang, yang tidak
saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku apalagi
memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, bang."
"Neng cantik, abang yang baru sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu sampai
nangis. Lha, padahal ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng bayi sampai
segede ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri neng, ntar
nyesel lho."
Putri seketika tersadar, "Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?"
Setelah menghabiskan makanan dan berucap banyak terima kasih, Putri bergegas pergi. Setiba di
rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,
"Putri, dari mana kamu seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Putri, selamat
ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Putri. Putri pasti lapar kan? Ayo
nikmati semua itu."
"Ibu, maafkan Putri, Bu," Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang
membuat Putri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan
paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri membuatkan pesta kejutan untuk putri kesayangannya.
Guys,
Saat kita mendapat pertolongan atau menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain, sering
kali kita begitu senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan kepedulian
tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita. Seolah menjadi
kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun.
Bahkan, jika hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak
mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan
diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri, agar kita
mampu hidup secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat
lainnya.
Pesan Ibu
Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan
sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue
menghampirinya, "Kak, beli kue kak, masih hangat dan enak rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan
menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata,
"Tidak Dik, saya sudah kenyang."
Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang,
Kak."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya
dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini
anggap saja sedekah dari saya."
Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan
uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.
Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia
langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu
berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu
berikan ke si pengemis itu?"
"Kak, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk
mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue
ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang
dari Kakak bukan hasil dari menjual kue. Tadi kakak bilang, uang sedekah, maka uangnya saya
berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak
kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung
dengan gembira.
Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini.
Sampaikan salam saya kepada ibumu."
Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira
diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Kak. Ibu saya pasti akan gembira sekali,
hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."
Guys,
Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun
mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan
mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan
membanting tulang.
Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani
kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal
menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang
mampu kita ukir dengan gemilang.
Kenyataan di kehidupan ini, kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan sebesar apapun tidak menjamin
rasa bahagia. Bisa kita baca kisah hidup seorang maha bintang Michael Jackson yang meninggal
belum lama ini, yang berhutang di antara kelimpahan kekayaannya. Dia hidup menyendiri dan
kesepian di tengah keramaian penggemarnya; tidak bahagia di tengah hiruk pikuk bumi yang
diperjuangkannya.
Entah seberapa kontroversial kehidupan Jacko. Tetapi, yah... setidaknya, dia telah berusaha
berbuat yang terbaik dari dirinya untuk umat manusia lainnya.
Mari, jangan menjadi budaknya materi. Mampu bersyukur merupakan kebutuhan manusia. Mari
kita berusaha memberikan yang terbaik bagi diri kita sendiri, lingkungan kita, dan bagi manusiamanusia lainnya. Sehingga, kita senantiasa bisa menikmati hidup ini penuh dengan sukacita,
syukur, dan bahagia.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit.
Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau anyir dan sangat
menjijikkan. Para tabib istana mengatakan Putri Tandampalik terserang penyakit
menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung
kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka
cintai sedang mendapat musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu
Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan
tertular jika Putri Tandampalik tidak diasingkan ke daerah lain. Keputusan itu dipilih
Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau marah pada
ayahandanya. Lalu ia pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya.
Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris pada Putri Tandampalik,
sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih
menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri
Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, hewan itu tampak jinak dan terus
menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka berair
di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan bersih
seperti semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya
telah sembuh. Sejak saat ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan
kerbau bule, karena hewan ini telah membuatku sembuh, kata Putri Tandampalik
pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu langsung dipenuhi oleh
semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo
dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda yang
tampan. Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu bisa berada di tempat
seperti ini? tanya pemuda itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan
semuanya. Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ? tanya Putri
Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, Putri
Tandampalik maukah engkau menjadi istriku? Sebelum Putri Tandampalik sempat
menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya
merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia
ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa
pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah
terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota
tidak dapat memejamkan matanya. Suara-suara hewan malam membuatnya terus
terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri
untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah
perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota
memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat
seorang gadis cantik sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis cantik itu tidak
lain adalah Putri Tandampalik.
Mungkinkah ada bidadari di tempat asing begini ? pikir putra Mahkota. Merasa ada
yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap, rasanya dialah
pemuda yang ada dalam mimpiku, pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan.
Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa pemuda yang
kini berada di hadapannya adalah seorang pemuda yang halus tutur bahasanya. Meski
ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra
Mahkota, Putri Tandampalik adalah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong.
Kecantikan dan penampilannya yang sederhana membuat Putra Mahkota kagum dan
langsing menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya
karena banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah
dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah cantik itu.
Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng,
Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu,
mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering
melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru
Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua kejadian yang
mereka alami di pulau Wajo. Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri
Tandampalik, kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone setuju dan segera mengirim
utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung
menerima lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu
yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik mengatakan bila
keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra
Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari
dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah sampai di Kerajaan
Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan
menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik tersebut. Datu
Luwu merasa Putra Mahkota adalah seorang pemuda yang gigih, bertutur kata
lembut, sopan dan penuh semangat.
Maka ia pun menerima keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu
Luwu dan permaisuri datang mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan
anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat
mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi
sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit
menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra
Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra
Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang arif dan bijaksana.