CATUR SADHYA-SADHANA
Ditulis oleh :
I Nyoman Kurniawan
CATUR SADHYA-SADHANA
EMPAT INTISARI SADHANA DHARMA
Ditulis oleh
: I Nyoman Kurniawan
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
iii
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
adalah seluruh aspek hidup kita akan bergerak menjadi lebih tenang, damai dan
bahagia. Lalu seiring waktu akan muncul efek berikutnya, yaitu ketika kita
sembahyang atau japa mantra bathin kita mudah terhubung dengan
kemahasucian alam-alam luhur, ketika kita meditasi kita menjadi mudah
merealisasi samadhi, ketika kita mempelajari dharma kita akan lebih mudah
paham dan mengerti, dsb-nya. Karena kesucian hanya bisa terhubung dengan
kesucian. Dan ketika catur sadhya-sadhana ini mencapai kesempurnaan,
kesadaran kita juga akan sempurna dan kita dapat mengalami pembebasan jivanmukti [pembebasan].
Kita semua masing-masing melaksanakan berbagai praktek spiritual serta
tehnik dan metode yoga. Ada praktek-praktek spiritual seperti tirtayatra, melukat,
dsb-nya. Ada tehnik dan metode yoga seperti hatha-yoga, yoga-asana, meditasi,
kundalini yoga, tantra yoga. Juga ada metode-metode lokal genius seperti kalau di
Bali ada kanda pat sari, kanda pat dewa, aji tuturira sanghyang kalepasan, aji
sanghyang dharma, aji wekasing aputih, aji dharma kalepasan kamoksan, dsb-nya.
Berbagai praktek spiritual serta tehnik dan metode yoga itu penting dan
menentukan dalam proses peningkatan kesadaran kita. Tapi apapun praktek
spiritual serta tehnik dan metode yoga yang kita gunakan sebagai kendaraan,
semuanya adalah wahana yang membantu percepatan peningkatan kesadaran,
yang pasti dan wajib bermuara kepada catur sadhya-sadhana, karena catur
sadhya-sadhana merupakan empat intisari dari kesadaran sempurna.
Catur sadhya-sadhana tersebut adalah :
- Advaitacitta [bathin yang bebas dari dualitas].
- Dayadvham [bathin yang penuh welas asih].
- Citta suddhi [bathin yang bebas dari enam kegelapan bathin].
- Svadharma [melaksanakan tugas kehidupan].
Ke-empatnya saling berkait-kaitan dan saling menyempurnakan satu sama lain.
Dalam buku ini akan dibahas bagaimana cara paling mudah dan sederhana
untuk kita sebagai orang biasa atau orang awam agar dapat melaksanakan catur
sadhya-sadhana, atau empat upaya paling utama untuk mencapai tujuan hidup
yang
tertinggi.
4
SADHANA I : ADVAITACITTA
Bathin yang bebas dari dualitas
JNANA YOGA PADA - SADHANA I : ADVAITACITTA
Bathin yang bebas dari dualitas
Advaitacitta atau bathin yang bebas dari dualitas adalah jnana yoga yang tertinggi
dan sempurna. Orang yang sudah dapat melampaui dualitas pikiran [advaitacitta]
tidak saja bathinnya akan tenang-seimbang [upeksha], tapi juga menghasilkan
pengetahuan tertinggi yaitu prajna [kesempurnaan kebijaksaan]. Kebijaksanaan,
wawasan serta pemahaman akan diri dan kehidupan yang luas dan mendalam.
Inilah ciri orang yang akar bathin-nya sudah sangat kuat, sudah siap untuk
memasuki gerbang pertumbuhan di jalan dharma.
welas asih ketika bertemu dengan kedua dualitas, barulah sang yogi pertapa bisa
bertemu dengan kesadaran yang terang. Demikian juga sebenarnya dalam
kehidupan kita sehari-hari. Tersenyum dan tersenyum dalam bathin yang tenangseimbang.
Karena dualitas dalam kehidupan ada bukan sebagai lawan-lawan yang
berperang, tapi sebagai satu kesatuan yang saling menghidupkan. Ia yang selalu
sadar akan hal ini dalam kehidupan sehari-hari tidak akan menyisakan sedikitpun
kegelapan, kemarahan, kesedihan, kesombongan dan kebencian dalam hidupnya.
Bahagia dilawan menderita, benar dilawan salah, suci dilawan gelap, sehingga
riuhlah bathin dan kehidupan. Dalam advaitacitta, semua dualitas : baik-buruk,
benar-salah, suci-kotor, lenyap dalam penyatuan rwa bhinneda.
- Bertemu orang suci itu baik karena kita bisa menjadikannya teladan dan belajar
cara meraih kesucian, bertemu orang jahat juga baik karena membuat kita belajar
untuk sabar, membayar hutang karma dan jadi mengetahui betapa buruknya
kalau sifat kita sama seperti itu.
Ini kemudian akan kita perdalam lagi dengan melatih diri untuk selalu
tersenyum. Senyuman memiliki nilai penting di dalam upaya untuk menyatukan
dualitas [advaitacitta]. Siapapun orang yang datang muncul dan apapun yang
terjadi dalam perjalanan kehidupan, tugas dharma kita adalah tersenyum. Nanti
sebagai hasilnya adalah keseimbangan bathin [upeksha].
Coba rasakan beda antara kondisi bathin kita sedang stress, depresi, sedih
atau marah dibandingkan dengan kondisi bathin ketika kita tersenyum. Sangat
berbeda. Dalam kondisi bathin kita sedang stress, depresi, sedih atau marah
semua ingatan akan dharma beserta keluhurannya lenyap, menghilang,
terlupakan. Dalam senyuman yang damai, tulus, penuh kerelaan dan rasa syukur,
bathin cenderung damai, tenang-seimbang.
Banyak sekali manfaatnya kalau kita bisa mendidik diri untuk selalu
tersenyum dalam setiap keadaan, apapun yang terjadi. Punya uang disambut
dengan senyum damai, tidak punya uang juga disambut dengan senyum damai.
Lagi sehat disambut dengan senyum damai, lagi sakit juga disambut dengan
senyum damai. Dipuji orang disambut dengan senyum damai, difitnah dan dicaci
orang juga disambut dengan senyum damai. Dll.
Senyuman tidak hanya berguna bagi yang melihatnya, ia malah lebih
berguna bagi pemilik senyuman itu. Karena senyuman menyebarkan vibrasi damai
yang menjadi jembatan antara sang diri dengan mahluk lain dan kehidupan.
Lihatlah bahwa apapun sembahyang, mantram, upakara atau yajna kita, selalu
ditutup dengan mantram paramashanti : om shanti shanti shanti [semoga semua
damai damai damai]. Seolah tidak henti-hentinya mengingatkan bahwa dalam
hidup ini, apapun yang terjadi kita harus selalu sejuk, damai dan tenangseimbang.
Apapun alasannya, senyuman selayaknya selalu bersemi. Ibarat mobil yang
rusak mengkarat karena tidak pernah dipakai, senyuman juga demikian. Tanpa
9
10
SADHANA II : DAYADVHAM
Bathin yang penuh welas asih kepada semua
BHAKTI YOGA PADA - SADHANA II : DAYADVHAM
Bathin yang penuh welas asih kepada semua
Dayadvham atau bathin yang penuh welas asih kepada semuanya adalah bhakti
yoga yang tertinggi dan sempurna. Dalam bhakti yoga yang tertinggi dan
sempurna, yang ada hanya welas asih dan kebaikan yang mendalam dan rasa
hormat yang tulus kepada semuanya. Baik ke Svah Loka [Brahman dan DewaDewi], ke Bvah Loka [sesama mahluk dan alam semesta] dan ke Bhur Loka
[mahluk-mahluk alam bawah]. Karena Sanghyang Acintya adalah segala
keberadaan atau Om bhur bvah svah.
11
Bathin yang penuh welas asih adalah salah satu rahasia penting semua jalan
spiritual. Karena praktek religius atau spiritual manapun akan dangkal dan tidak
pernah bisa dalam kalau tanpa dilandasi bathin yang penuh welas asih kepada
semua mahluk. Demikian menentukannya, sehingga kalau seluruh ajaran dharma
diminta di-intisarikan menjadi satu saja, maka hal itu adalah welas asih dan
kebaikan yang tidak terbatas kepada semua mahluk. Mekarkan bathin yang penuh
welas asih dan di jalan religius manapun kita melangkah, kita akan mudah
terhubung dengan kemahasucian.
Penuh kasih sayang, selalu melakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan
tanpa syarat. Sikap ramah dan bersahabat, tidak berprasangka buruk, murah hati,
suka membantu, rajin memberi, kerelaan diri, penuh pengertian dan penuh kasih
sayang kepada mahluk lain. Semua hal itu tidak saja menyegarkan bathin mereka,
tapi sekaligus juga membuat cahaya bathin kita sendiri menyala terangbenderang. Semakin kita peka dan peduli dengan kebahagiaan mahluk lain,
semakin berkembang kesadaran, kesegaran dan kesejukan bathin kita
sendiri. Ketekunan melaksanakan welas asih dan kebaikan membuat seseorang
terus-menerus mengikis ego-nya [ke-aku-an, ahamkara] dari hari ke hari. Ketika
ke-aku-an terkikis habis, bathin tersadarkan.
Satu dari lima unsur dasar pembentuk alam semesta [panca maha bhuta]
yang menjadi simbolik kesadaran sempurna adalah ruang [akasha]. Mudah untuk
bisa penuh welas asih kepada orang yang baik kepada kita, tapi kalau bisa tetap
penuh welas asih kepada orang yang jahat kepada kita itulah bathin yang seluas
ruang. Kalau masih ada merasa dirugikan, merasa sengsara, merasa ketidak-adilan
perlakukan kepada kita, itu hanya tanda bahwa bathin masih sesempit diri sendiri
[ego]. Semakin besar ego, kejahatan dan ketidakadilan terasa semakin
menyakitkan. Kejahatan dan ketidak-adilan hanya bisa disambut dengan
senyuman dan dibalas dengan welas asih oleh bathin manusia yang seluas ruang.
Makna paling inti dari welas asih dan kebaikan itu adalah memahami beban
pikiran dan perasaan orang lain, lalu bergerak melakukan sesuatu atau
membuatnya terbebas dari hal itu agar dia bahagia.
12
Wujud kebaikan bisa dalam hal yang sangat kecil, misalnya kita melihat ada
sampah tidak dibuang di tong sampah, kita bantu masukkan ke tong sampah.
Atau ada keran yang airnya sudah penuh dan melimpah, kita bantu matikan. Atau
tersenyum ramah kepada orang lain, itu juga suatu bentuk kebaikan. Kelihatannya
sepele, tapi itu adalah bagian dari mendidik diri untuk penuh dengan kebaikan.
Setiap kali ada yang memerlukan uluran tangan kita atau kita bisa membuat
mereka lebih bahagia atau lebih senang, selalu katakan ke diri sendiri :
kesempatan membantu itu sedikit, jarang kita bisa memilikinya, jadi lakukanlah
tanpa banyak perhitungan. Dan selalu harus diingat bahwa praktek religius atau
spiritual manapun akan dangkal dan tidak pernah bisa dalam kalau tanpa
dilandasi bathin yang penuh welas asih kepada semua mahluk.
Dunia ini penuh dengan konflik. Kemarahan, kebencian, kesalahpahaman,
terorisme, perceraian, perampokan, persaingan, perkelahian, berebut kebenaran
[ingin disebut paling benar dan paling suci] dan peperangan ada dimana-mana.
Para pemimpin yang diharapkan bisa mengurangi semua ini, ternyata sebagian
besar malah memperumit keadaan dan kemudian memicu konflik-konflik baru.
Agama yang disebut sebagai satu-satunya jalan keluar juga sama saja. Ia yang
diharapkan bisa menjadi penyejuk dan peneduh, pada banyak kasus malah
menjadi sumber pembenaran dari kesombongan, keserakahan, kebencian dan
kekerasan.
Matahari adalah sebuah simbolik bhakti yoga yang agung, dia menyinari
semua tanpa memilih-milih : mau orang baik, mau orang jahat, mau bunga yang
harum, mau kotoran sapi, mau tempat suci, mau tempat sampah yang busuk, dll,
semua disinari secara sama tanpa syarat. Dalam bhakti yoga yang tertinggi dan
sempurna, tidak diperlukan banyak pertanyaan dan banyak perdebatan. Apalagi
perdebatan tentang konsep ketuhanan yang sungguh bodoh, sia-sia dan sangat
berbahaya karena menjerumuskan dunia kepada jurang kegelapan. Dalam bhakti
yoga yang tertinggi dan sempurna, yang ada hanya welas asih dan kebaikan yang
mendalam dan rasa hormat yang tulus kepada semuanya. Baik ke Svah Loka
[Brahman dan Dewa-Dewi], ke Bvah Loka [sesama mahluk dan alam semesta] dan
ke Bhur Loka [mahluk-mahluk alam bawah]. Karena Sanghyang Acintya adalah Om
bhur bvah svah.
13
Dalam setiap tahap di dalam hidup kita, selalu terdapat energi welas asih
dan kebaikan. Di awal hidup kita, kita sudah disalurkan energi kebaikan. Dimulai
dari dalam kandungan hingga dilahirkan, tidak henti-hentinya orang tua kita
mencurahkan kasih sayang untuk kita. Di awal kehidupan -waktu masih bayi-, kita
tidak berdaya dan sepenuhnya bergantung kepada kebaikan orang lain [orang tua
kita]. Tanpa kebaikan orang tua kita, kita akan mati. Kelak di akhir kehidupan, lagilagi kita harus sepenuhnya bergantung kepada kebaikan orang lain [untuk
dibuatkan upakara kremasi / pemakaman].
Kita masih bisa hidup sampai saat anda membaca tulisan ini, juga karena
kebaikan mahluk lain. Para binatang, mereka rela mengorbankan nyawanya hanya
agar kita bisa makan enak [sate kambing, soto ayam, dsb-nya]. Para tumbuhtumbuhan juga serupa, mereka rela menanggung rasa sakit hanya agar kita bisa
makan dan bertahan hidup. Para petani mereka rela miskin agar kita bisa makan
beras.
Hidup kita, seluruh eksistensi kita sebagai mahluk, dipenuhi oleh welas asih
dan kebaikan orang lain dan mahluk lain. Sehingga dalam hidup kita tidak punya
pilihan lain, selain hidup penuh welas asih kepada semua mahluk dalam setiap
kesempatan yang ada.
Ini adalah tugas hidup kita semua, bagaimana di dalam keseharian kita [di
rumah, di jalan, di kantor, dsb-nya] semuanya secara bijaksana dijadikan
kesempatan-kesempatan untuk melakukan kebaikan. Sekarang tergantung diri
kita sendiri, bagaimana kita membangkitkannya. Akan baik sekali bila mulai
bangun tidur sampai dengan tidur lagi, kita sadar dengan segala bentuk
14
kebaikan yang telah kita terima sejak kita lahir. Sehingga ketemu siapa saja,
gunakan sebagai kesempatan untuk berbuat baik. Lakukan, lakukan dan lakukan
kebaikan setiap saat ada kesempatan.
2. Sadari bahwa welas asih adalah hakikat sejati diri kita.
2. Sadari bahwa welas asih adalah hakikat sejati diri kita.
Sifat welas asih dan penuh kebaikan sebenarnya adalah salah satu sifat
alamiah kita sendiri, dalam artian sudah ada di dalam diri kita sendiri. Karena
hakikat sejati diri kita adalah atman yang mahasuci. Hanya saja karena faktor
ahamkara [ke-aku-an atau ego] dan sad ripu [enam kegelapan bathin] kita sering
melupakannya.
Misalnya [salah satu contoh], ketidakpuasan [lobha]. Akar dari
ketidakpuasan adalah suka membandingkan dan membandingkannya selalu
dengan yang lebih baik. Tapi ingatlah karma manusia lahir berbeda-beda. Ada
yang lahir cantik ada yang tidak, ada yang lahir di lingkungan yang rejekinya
berlimpah ada yang lahir di lingkungan yang serba tidak punya. Kita baru siap
tumbuh sifat welas asih-nya kalau kita bersahabat dengan seluruh kekurangankekurangan yang ada pada diri kita.
Misalnya : kalau [maaf] secara fisik kita kita jelek, terimalah fisik jelek itu
dengan sepenuh hati dan rasa syukur. Jangan ada rasa minder, malu, rendah diri,
menghindar atau memaksakan diri punya fisik atau penampilan menarik. Kalau
kita hanya mampu punya sepeda motor butut, terimalah sepeda motor butut itu
dengan sepenuh hati dan rasa syukur. Jangan begitu memaksakan diri punya
mobil. Kebalikan dari ketidakpuasan adalah rasa syukur yang mendalam.
Bersyukurlah dengan segala apa yang kita punya di saat ini. Tidak ada manusia
yang sempurna, semua orang pasti punya sisi-sisi kekurangan. Menerima
kelebihan diri adalah hal yang mudah dilakukan semua orang. Tapi bisa menerima
kekurangan diri, hanya mereka yang bathinnya mulai terang yang bisa bersahabat
dengan kekurangan dirinya. Dalam bathin yang penuh rasa syukur, apapun yang
dilihat menjadi indah dan kehidupan kita menjadi perjalanan penuh
keberuntungan dan kebahagiaan.
Kalau kita serius mau menumbuhkan sifat welas asih, seluruh lumpurlumpur kekotoran bathin selapis demi selapis harus segera kita bersihkan. Hanya
dengan cara demikian sifat welas asih baru bisa mulai hidup dan tumbuh subur di
dalam bathin kita.
15
16
2. Lihatlah hidup ini seperti pergi bersekolah dan nilai kita harus selalu bagus
setiap hari agar kelak kita bisa naik kelas.
2. Lihatlah hidup ini seperti pergi bersekolah dan nilai kita harus selalu bagus setiap hari agar kelak kita bisa naik kelas.
Perjalanan hidup ini, dalam roda samsara, bisa kita ibaratkan seperti pergi
bersekolah. Di tempat kerja, di jalan, di rumah, dimana-mana kita adalah
bersekolah. Seluruh hidup kita adalah bersekolah. Seperti sekolah yang
sebenarnya, kita pasti sering ulangan dan kemudian ada kenaikan kelas. Yang baik
dan terang adalah kita terus menerus bisa punya nilai bagus untuk kemudian naik
kelas.
Misalnya : Kalau kita dihina orang, artinya kita sedang "ulangan. Kalau kita
difitnah orang, artinya kita sedang "ulangan. Kalau kita jatuh sakit, artinya kita
sedang "ulangan, dsb-nya. Kalau kita menghadapinya secara negatif, artinya kita
mendapat nilai buruk dalam ulangan, sehingga nanti kita akan gagal naik kelas.
Kalau kita mampu menyambut dengan senyuman damai dan membalasnya
dengan welas asih, itu baru mendapat nilai bagus dan kita pasti akan naik kelas.
Karena mudah sekali bisa bersikap damai dan penuh welas asih, disaat kita dipujipuji, dikagumi, tidak kekurangan uang, makan enak dan badan sehat. Tapi yang
yang bisa tetap bersikap damai dan penuh welas asih disaat dirinya dihina, dicacimaki, disakiti, tidak punya uang, kelaparan dan sedang sakit, itu tidak lain adalah
pertanda bathin yang mulai bersinar terang benderang, mendekati kemahasucian.
17
18
Kebijaksanaan
Kebijaksanaan
Yaitu ketika kita melakukan welas asih dan kebaikan dalam konteks yang
"tidak terbatas". Sampai-sampai hal ini mengakibatkan kita menjadi bangkrut
atau mengalami kesengsaraan lainnya. Tapi kemudian kita menangisinya, kita
merasa malu atau bahkan menyesal. Itu namanya masih dalam kebodohan. Kalau
kita belum mampu melakukan kebaikan tanpa batas, lakukan dengan bijaksana,
lakukan kebaikan sebatas kita punya, bantu sebatas kita mampu. Bantulah sejauh
tidak membuat diri kita bangkrut atau sengsara. Penting untuk dicatat, ketika kita
tidak mampu untuk melakukan kebaikan, cukup ahimsa [jangan menyakiti].
2. Kebaikan tidak terbatas yang dilakukan oleh orang suci.
2. Kebaikan tidak terbatas yang dilakukan oleh orang suci.
Yaitu ketika kita melakukan kebaikan dalam konteks yang "tidak terbatas".
Tapi kita sepenuhnya sadar kita sedang mendekati sifat-sifat Brahman yang juga
tidak terbatas. Ada sebagian orang-orang yang memang tingkat kesucian bathinnya bagus sekali. Tidak takut bangkrut, tidak takut sengsara. Sebab kesempatan
membantu itu sedikit, jarang ada yang memilikinya, jadi dilakukan saja. Sehingga
kalau nanti konsekuensinya bangkrut atau sengsara, tidak apa-apa. Seperti kisah
para yogi yang begitu intens melakukan kebaikan. Karena tekadnya, kalau saya
bangkrut dan kemudian tidak ada yang mau memberi saya makan, saya akan cari
makan seperti tikus, saya akan cari makan seperti burung. Tikus dan burung tidak
pernah sekolah, tidak pernah belajar dharma, tapi mereka tetap bisa hidup dan
mencari makan sendiri.
Di dalam melakukan kebaikan tidak terbatas, kalau yakin membantu seperti
orang suci, lakukan. Tapi kalau kita melakukannya dalam kebodohan, sebaiknya
jangan.
19
Kebaikan kadang diikuti oleh nasib buruk, tapi nasib buruk bukanlah alasan
untuk menghentikan kebaikan. Terutama karena perjalanan menuju penerangan
dan pembebasan memerlukan dua syarat, tabungan karma baik yang berlimpah
serta kebijaksanaan yang mendalam. Sehingga selalulah ingat dan jangan pernah
ragu, setiap kali ada yang memerlukan uluran tangan kita atau setiap kali kita bisa
membuat orang lain lebih bahagia, lega, terhibur atau senang, lakukanlah tanpa
sedikitpun keraguan.
20
Citta-suddhi atau bathin yang bebas dari sad ripu [enam kegelapan bathin] adalah
raja yoga yang tertinggi dan sempurna. Yoga adalah kegiatan untuk meniadakan
riak-riak pikiran. Membuat bathin kita kembali hening, sepi, sunyi. Inilah raja yoga
yang tertinggi dan sempurna, bathin yang hening, bebas dari enam kegelapan
bathin. Inilah jalan kita mencapai kesadaran atman [atma jnana, sujatining urip]
hakikat sesungguhnya sang diri yang mahasuci.
21
22
Pahami iri hati, dengki atau sentimen itu sebagai sejenis energi. Misalnya
laksana api. Energi ini tergantung kita, bisa memakainya atau tidak. Di tangan
orang yang pintar memasak, api itu berguna membuat beras menjadi nasi,
sayuran jadi capcay. Tapi di tangan anak-anak yang tidak tahu bagaimana
menggunakan api, api bisa berbahaya dan membuat rumah jadi terbakar. Nah,
dalam hal ini juga sama, sekarang tergantung bagaimana kita menggunakan iri
hati, dengki atau sentimen itu sebagai energi di waktu dan tempat yang tepat.
Orang yang iri hati, dengki atau sentimen itu di dalam dirinya energi-nya
tinggi atau bahkan berlebihan tapi dia tidak punya media dan tempat untuk
menyalurkan dan mengekspresikannya. Ini seperti pisau di dapur, kalau kita tahu
dan bisa memakainya, dia berguna untuk memotong bawang dan bahan masakan
lainnya. Tapi kalau kita tidak tahu dan tidak bisa memakai, bisa jadi berbahaya
dan orang lain kita tusuk.
Sehingga salurkanlah energi ini, gunakan energi berlebihan ini untuk hal
yang baik. Misalnya iri hati pada tetangga yang kaya. Jangan sekali-sekali
memfokuskan diri pada tetangga tersebut, melainkan segera belajar yang keras,
23
bekerja yang keras, biar kita bisa sama kaya-nya dengan dia. Iri hati pada rekan
kerja yang sukses. Jangan sekali-sekali memfokuskan diri pada rekan kerja itu,
melainkan segera belajar yang keras, bekerja yang keras, kelak waktu yang pasti
akan membawa kita sama suksesnya dengan dia, dsb-nya. Lebih terang dan mulia
lagi kalau kita bisa menggunakan energi berlebihan ini ke arah yang terang.
Misalnya : kerja sosial, membantu orang lain, ngayah di pura, dsb-nya. Itu cara
menggunakan energi matsarya agar positif, biar dia tersalurkan gunakan ke arah
yang tepat dan berguna.
24
Jatuh sakit, kena musibah, disakiti orang lain dan segala pengalaman
kehidupan yang buruk bukan hukuman tuhan, melainkan kesempatan yang
diberikan alam semesta kepada kita untuk membayar hutang karma. Hutang
karma kita kepada orang lain, mahluk lain, alam semesta dan kesalahan-kesalahan
masa lalu. Siapa saja yg melawannya dengan protes dan kemarahan, tidak saja
akan gagal membayar hutang karma, tapi bisa jadi malah membuat hutang karma
yg baru. Sebaliknya siapa saja yang bisa menyambutnya dengan damai, penuh
welas asih dan hati yang bersih, ia sedang membayar hutang karma untuk
kemudian bebas.
2. Orang yang menyakiti kita bukan orang jahat, melainkan guru dharma tertinggi
yang sedang mengajar kita mengolah kesadaran. Pengalaman kehidupan yang
buruk bukan hukuman tuhan, melainkan panggilan dari alam semesta kepada kita
untuk memasuki jalan dharma yang mendalam.
Kalau bertemu dengan orang yang mencaci, menghina dan menyakiti kita,
mereka bukan orang jahat yang datang untuk menyakiti kita, melainkan orang
baik yang menyediakan dirinya untuk menjadi guru dharma tertinggi bagi kita
secara gratis. Dengan cara mencaci, menghina dan menyakiti kita, mereka
sesungguhnya sedang mengasah kita menjadi sabar dan bijaksana. Guru yang
sedang mengajarkan kita untuk mengolah kesadaran tertinggi. Tidak mungkin kita
menjadi sabar dan bijaksana hanya dengan paham dan hafal buku suci. Tidak
mungkin kita menjadi sabar dan bijaksana hanya dengan belajar dari satguru.
Kesabaran dan kebijaksanaan paling mungkin diajarkan oleh orang yang mencaci,
menghina dan menyakiti kita, asalkan kita bisa menyambutnya dengan senyuman
dan membalasnya dengan welas asih.
Kualitas bathin kita tidak mungkin bisa bertambah bersih dan terang kalau
kita tidak pernah dicaci, dihina dan disakiti. Sehingga orang yang mencaci,
menghina dan menyakiti kita bukanlah racun dalam kehidupan yang membuat
kita marah benci dan dendam, melainkan kekuatan kebaikan yang membuka dan
menghidupkan cahaya kesadaran di dalam diri kita.
Jatuh sakit, kena musibah, disakiti orang lain dan segala pengalaman
kehidupan yang buruk bukanlah hukuman tuhan, melainkan panggilan dari alam
semesta kepada kita untuk memasuki jalan dharma yang mendalam. Rasa sakit
yang menyengat di dalam bathin kita adalah pertanda kita sudah pergi terlalu
26
jauh dari kesadaran atman. Melalui pengalaman kehidupan yang buruk kita
sedang dipanggil-panggil oleh alam semesta. Kembalilah anakku, kembalilah
kepada kesadaran dirimu yang sejati, kamu sudah melangkah pergi terlalu jauh,
kembalilah kepada sujatining urip, kepada kesadaran atman.
3. Kalau bertemu dengan orang yang mencaci, menghina dan menyakiti kita,
mereka bukan orang jahat melainkan orang baik yang datang untuk menyediakan
barometer gratis untuk mengukur kualitas kebersihan bathin kita. Kalau kita
belum bisa memancarkan welas asih dan kebaikan kepada orang-orang yang
menyakiti kita, itu pertanda bathin kita masih gelap. Karena pada bathin yang
bersih sempurna, dia bisa bersikap penuh welas asih bahkan kepada orang yang
mencaci, menghina dan menyakiti.
4. Kalau bertemu dengan orang yang mencaci, menghina dan menyakiti kita,
mereka bukan orang jahat melainkan orang baik yang merelakan dirinya
menanggung karma buruk akibat perbuatannya itu, hanya untuk membuat kita
menjadi sabar dan bijaksana.
5. Kalau bertemu dengan orang yang mencaci, menghina dan menyakiti kita,
mereka bukan orang jahat melainkan orang yang sedang menderita. Karena
keserakahan, ketidak-puasan, kejahatan, kemarahan, kebencian dan dendam itu
suatu bentuk kesengsaraan dalam bathin.
Disini akan terlihat jelas sekali perbedaan jnana atau cara pandang akan
menghasilkan perbedaan langkah dan sikap.
Kalau jnana kita sempit dan kita melihat orang yang mencaci, menghina dan
menyakiti sebagai orang jahat [tidak ada prajna atau kebijaksanaan], tentu yang
muncul dalam bathin kita adalah kemarahan dan kebencian. Tapi kalau jnana kita
seluas ruang, artinya kita dapat memahami bahwa mereka sesungguhnya orang
baik yang sedang menderita, tentu yang muncul dalam bathin kita adalah welas
asih dan keinginan untuk menyayangi.
Kalau jnana kita sempit dan kita melihat segala pengalaman kehidupan
yang buruk sebagai hukuman tuhan [tidak ada prajna atau kebijaksanaan], tentu
yang muncul dalam bathin kita adalah rasa tidak mendapatkan keadilan,
keinginan untuk protes atau marah tidak terima. Tapi kalau jnana kita seluas
27
ruang, artinya kita dapat memahami bahwa ini sesungguhnya adalah panggilan
guru untuk kembali kepada sujatining urip, tentu yang muncul dalam bathin kita
adalah tekad kuat untuk segera memasuki jalan dharma yang mendalam.
Ketika orang jahat saja bisa kita lihat sebagai orang baik, ketika segala
pengalaman kehidupan yang buruk bisa kita lihat sebagai panggilan guru untuk
kembali kepada sujatining urip, tidak ada tempat di dunia ini yang tidak
menghadirkan kesadaran dan kemahasucian.
Ahamkara [ke-aku-an] dalam bathin kita
Ahamkara [ke-aku-an] dalam bathin kita
melenyapkan kroda. Ketika dicaci maki hati kita masih terasa sakit, kalau
mendapat pengalaman buruk kita masih merasa sengsara, dsb-nya. Dalam hal ini
ada beberapa tehnik sederhana bagi pemula yang bisa kita pelajari dan
laksanakan :
1. Belajarlah diam sekuat-kuatnya. Kemarahan itu jangan kita ikuti, sebab kalau
kita ikuti kita bisa terseret dan tidak terkendali jadinya.
2. Tutup mulut rapat-rapat. Kalau mulut kita terbuka, kata-kata yang keluar bisa
memanaskan situasi dan keadaan bisa menjadi semakin tidak terkontrol.
3. Sadari bahwa dalam pikiran kita muncul samskara berupa kemarahan. Lakukan
pranayama [tarik nafas keluar-masuk dalam-dalam secara teratur]. Sadari bahwa
kemarahan itu hanya ilusi pikiran saja.
4. Kalau yang nomer 3 belum bisa, boleh ganti dengan terus mengingat guru
kosmik kita [Sanghyang Acintya, Dewa Shiva, Dewi Sarasvati, dsb-nya, boleh siapa
saja]. Serahkan semua pikiran, perasaan dan tubuh kita dengan penuh kerelaan
kepada mereka dengan tingkat kepasrahan yang sempurna.
5. Kalau kita tetap juga masih belum sanggup dan merasa tidak tahan dengan
orang itu, segeralah pergi menjauh. Pergilah ke tempat-tempat yang "sejuk"
[misalnya : sanggah, pura, mata air atau beji, hutan yang sepi, dsb-nya]. Jangan
sekali-sekali pergi ke tempat-tempat yang "panas" [misalnya : pergi ke tempat
orang yang akan malah mengompori dan memanas-manasi kita].
6. Sadari bahwa dalam pikiran kita muncul samskara berupa kemarahan. Lakukan
pranayama [tarik nafas keluar-masuk dalam-dalam secara teratur]. Sadari bahwa
kemarahan itu hanya ilusi pikiran saja.
7. Kalau cara ini belum bisa, boleh ganti dengan terus mengingat guru kosmik kita
[Sanghyang Acintya, Dewa Shiva, Dewi Sarasvati, dsb-nya, boleh siapa saja].
Relakan dan serahkan semua pikiran, perasaan dan tubuh kita kepada mereka
dengan tingkat kepasrahan yang sempurna.
Setelah melewati jangka waktu yang panjang menggembleng diri seperti
itu, suatu hari nanti kita akan mengerti bahwa kemarahan, kebencian dan
29
dendam hanyalah ilusi atau riak-riak pikiran belaka. Dan disaat itulah kita bisa
tersenyum damai, menjadi sabar dan bijaksana, serta penuh welas asih.
Hidup ini penuh dengan berbagai godaan. Sehingga kapan saja kita digoda
kemarahan, kapan saja kita digoda kesedihan, kapan saja berbagai godaan lainnya
[baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan] datang, cakupkan
tangan dalam anjali mudra dan bisik-kan ke dalam relung bathin kita yang
terdalam : tidak saja sembahyang itu mebakti, tapi kesabaran dan welas asih yang
tidak terbatas juga adalah mebakti. Tidak saja meditasi itu yoga, tapi kesejukan,
kedamaian dan ketenangan bathin juga adalah yoga. Inilah jalan saya "kembali
pulang" menuju kesadaran dan kemahasucian yang tertinggi. Atma jnana,
kesadaran atman, sujatining urip.
30
Sebab kedua munculnya lobha adalah karena kita terseret kuat oleh hawa
nafsu keinginan. Keinginan kita liar, tidak pernah puas. Ketika sudah bisa punya
sepeda motor, ingin punya mobil. Ketika sudah bisa punya rumah kecil, ingin
punya rumah mewah. Yang sudah menikah, ingin punya istri atau suami yang
ideal. Ketika bisa punya uang satu juta, ingin punya uang lima juta. Keinginan kita
31
selalu tidak terpenuhi. Kita seperti berkejaran dengan bayangan sendiri. Kalau
bayangan kita kejar, tentu kita tidak akan pernah ketemu.
Cara melenyapkan lobha
Cara melenyapkan lobha
32
Ini bisa kita latih dengan cara terus-menerus mendidik diri untuk
melakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan. Kebaikan, kerelaan dan pemberian
dapat berupa materi ataupun bukan materi. Yang berupa materi misalnya berupa
pemberian uang, barang, obat-obatan, makanan, dsb-nya. Sedangkan yang
berupa bukan materi bisa berwujud apa saja, misalnya sebuah senyuman,
menjadi pendengar yang baik, kerelaan demi membuat orang lain senang,
memberikan perhatian, dsb-nya.
Dari kebiasaan untuk melakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan ini akan
kemudian membuat kita mudah untuk melepas dan merelakan. Dari kerelaan
kemudian bisa muncul upaya untuk pengertian. Dan dari keseluruhan kebaikan,
pemberian, kerelaan dan pengertian inilah yang akan membuat kita mudah untuk
membebaskan diri dari ketidakpuasan dan keserakahan.
3. Berpikir positif dan selalu bersyukur.
Belajarlah untuk selalu melihat sisi terang dari setiap kejadian dengan
penuh rasa syukur, karena selalu ada keindahan dalam setiap kejadian. Gaji naik
tentu bersyukur, tapi gaji kena potong juga tetap bersyukur karena kita sedang
diajarkan oleh kehidupan untuk hemat dan mengendalikan nafsu keinginan.
Kantor nyaman bersyukur, kantor tidak nyaman juga tetap bersyukur karena kita
sedang diajarkan oleh kehidupan untuk sabar dan bijaksana. Istri cantik
bersyukur, istri tambah jelek juga bersyukur karena kita sedang diajarkan oleh
kehidupan untuk mengendalikan nafsu seks. Ciri orang yang hidupnya terang,
seluruh arah penuh dengan rasa syukur.
Kebanyakan orang tidak bisa menemukan penerangan bathinnya karena dia
"menendang" kehidupannya. Mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Tidak puas,
tidak puas dan tidak puas. Kita akan mulai berevolusi menuju penerangan bathin,
kalau dimanapun kita berada, apapun yang kita lakukan, apapun yang terjadi,
coba lihat semuanya dengan bathin yang penuh welas asih dan sudut pandang
yang penuh dengan rasa syukur. Karena dengan demikian tidak peduli apa kita
bertemu hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, apa rumah kita
mewah atau sederhana, apa mobil kita mahal atau malah kita jalan kaki, apa
pasangan hidup kita cantik, tampan atau jelek, kehidupan kita seketika menjadi
kehidupan penuh kedamaian dan kebahagiaan.
33
BAB V : MOHA [BINGUNG, PUTUS ASA, CEMAS, RESAH, GELISAH, TAKUT, BOSAN]
kepada kita, itu mudah, tapi bisa menyayangi orang yang jahat dan menyakiti kita,
itu tanda-tanda bathin yang sadar dan bersinar terang.
2. Selalu berpikir positif.
3. Belajar menerima hidup sebagaimana adanya dengan hati sejuk dan damai.
Hidup ini adalah karma yang berputar. Dalam putaran hukum karma, tidak
ada suatu akibat yang akan timbul tanpa adanya sebab yang nyata. Kita
mendapatkan yang baik karena akumulasi karma masa lalu dan karma saat ini kita
juga baik. Demikian juga sebaliknya, kita mendapatkan pengalaman hidup yang
buruk semata karena akumulasi karma masa lalu dan karma saat ini kita juga
buruk.
35
Dalam putaran karma, hidup ini adalah perubahan yang abadi. Tapi
terkadang kita sulit untuk menerimanya, padahal perubahan tidak bisa dihindari.
Lihatlah kehidupan, setiap pertemuan dengan seseorang pasti akan berakhir
dengan perpisahan, ketika kita memiliki sesuatu cepat atau lambat kita akan
berpisah dengannya, setiap jabatan atau profesi suatu saat juga harus berakhir
[paling tidak karena pensiun], dsb-nya. Lihatlah manusia, semakin tua dia semakin
lemah, jelek dan keriput. Kita harus mampu menerima dengan damai setiap
perubahan dalam hidup, karena memang demikianlah kehidupan. Kita tidak bisa
mengubahnya, yang bisa kita ubah adalah sikap bathin kita sendiri.
Sukses atau gagal, bahagia atau sedih, bukanlah suatu hal yang akan
menghentikan roda kehidupan untuk berputar. Hadapi setiap permasalahan.
Berhentilah menghujat diri ketika kita gagal atau melakukan kesalahan. Terima
segala kekurangan diri kita dengan riang dan miliki terus kemauan untuk tetap
belajar dan berusaha dengan hati yang damai dan tenang.
4. Laksanakan tugas-tugas kehidupan [svadharma] kita.
36
37
38
39
Ciri orang yang bathinnya bersih dan kesadarannya terang, sikapnya sangat
rendah hati. Bagi orang-orang yang rendah hati, kalau ada yang bicara selalu
didengarkan. Tidak hanya disini ada kebenaran, disana juga ada kebenaran.
Karena tidak jaminan karena kita lebih tua, lalu perjalanan bathin kita lebih dalam
dan terang. Tidak jaminan karena kita lebih banyak belajar dan membaca buku
suci, lalu perjalanan bathin kita lebih dalam dan terang. Sama sekali tidak
jaminan. Karena seberapa dalam perjalanan bathin kita ke dalam diri, itu adalah
rahasia diri kita sendiri dengan kemahasucian di alam semesta.
2. Sadari dalam-dalam kalau semuanya adalah peran-peran kehidupan.
41
indah dan harmonis, tapi kalau sudah kita yang dikendalikan oleh nafsu seks kita
jadi selingkuh atau cari istri lagi. Keinginan untuk bermain dan bersenangbersenang bisa membuat kita riang gembira, tapi kalau sudah kita yang
dikendalikan oleh keinginan maka svadharma [tugas-tugas kehidupan] kita
terabaikan, lalu semuanya jadi berantakan.
Hawa nafsu dan keinginan memiliki beragam bentuk. Ada keinginan untuk
memiliki uang dan benda materi, ada keinginan untuk memuaskan indriya
[badan], ada keinginan untuk bersenang-senang, ada keinginan untuk memiliki
kekuasaan, ada keinginan untuk dihormati orang, ada keinginan untuk dicintai,
dsb-nya. Tapi apapun bentuk keinginan tersebut, kalau kita tidak berhati-hati,
semuanya bisa menjerumuskan kita ke dalam jurang kegelapan bathin. Coba
perhatikan orang yang mengikuti hawa nafsu dan keinginannya habis-habisan.
Seks yang se-enak-enaknya, makan yang se-enak-enaknya, ingin dihormati semua
orang, dsb-nya. Hidupnya pasti berguncang, tidak tenang, gelisah.
Usahakan keinginan berfungsi sebagai energi pendorong yang
menggerakkan diri kita sehingga bisa mengalami kemajuan dalam kehidupan dan
bukan sebagai racun kehidupan. Ibarat memasak di dapur, kita memerlukan api
untuk memasak. Ketika kita menempatkan keinginan sebagai api di dapur,
sebatas untuk membuat makanan jadi masak, dia baik dan berguna. Akan tetapi
kalau api-nya besar dan tidak terkendali, rumah [kehidupan] kita akan terbakar.
Sehingga kalau ingin hidup yang damai sekaligus terang, ketika kita digerakkan
oleh keinginan, keinginan itu terkendali dengan baik.
Kita perlu belajar membedakan antara keinginan dan kebutuhan.
Bekerjalah dengan keras sesuai svadharma [tugas kehidupan] kita masing-masing,
lakukan yang terbaik dengan berlandaskan dharma. Tapi apapun hasilnya,
terimalah dengan senyum damai.
Catur asrama
Catur asrama
Sebagai orang biasa kita umumnya melewati empat tahap kehidupan yang
biasa disebut catur asrama. Dalam empat tahap kehidupan ini, idealnya bisa kita
ibaratkan seperti menanak nasi memakai kompor. Di awal menanak nasi kita
perlu api yang besar. Tapi begitu airnya mendidih, airnya mau habis, apinya kita
kecilkan.
43
Begitu pula dalam hidup ini, ketika kita masih di tahap Brahmacari [tahap
lajang dan belajar di sekolah] dan Grhasta [tahap menikah dan berumah-tangga],
kita masih muda dan kuat, kita perlu api yang besar. Artinya keinginan, harapan,
hasrat, gairah, ambisi atau cita-cita tidak apa-apa masih menyala-nyala, sebagai
pendorong kemajuan, dengan catatan tidak boleh melanggar dharma. Karena kita
punya kebutuhan dan tuntutan hidup yang harus dipenuhi. Cirinya adalah
kebahagiaan kita ada saat keinginan terpenuhi. Ingin punya motor, kemudian
dapat motor, kita bahagia. Ingin punya rumah, kemudian dapat rumah, kita
bahagia. Ingin gaji naik, kemudian gaji naik, kita bahagia.
Tapi begitu umur kita bertambah dan kita menua [idealnya mulai saat
memasuki umur 45 tahun], di depan gerbang tahap Vanaprastha [tahap belajar
melepas keduniawian], apinya secara bertahap harus mulai kita kecilkan. Cirinya
kita tidak lagi bahagia karena keinginan kita terpenuhi, tapi karena pikiran positif,
rasa syukur yang mendalam dan sikap penuh kerelaan.
Dan memasuki tahap paripurna yaitu tahap Sanyasin [tahap mendaki
gunung kesadaran sempurna], sangat bagus kalau apinya kita matikan. Artinya
seluruh kegelapan bathin [sad ripu] dan ke-aku-an [ahamkara] sepenuhnya lenyap
[manah shanti]. Tidak terbayang indahnya kalau di saat menjelang kematian, kita
bisa menyambut kematian dengan pikiran yang hening sempurna.
Evolusi atau pertumbuhan kesadaran terkait kama
palsu, serta agar kita bisa menggunakannya sebagai sarana bagi pertumbuhan
kesadaran kita. Ada empat macam kebahagiaan terkait hawa nafsu dan keinginan,
sesuai dengan tahap pertumbuhan kesadaran, yaitu :
1. Ashanti.
1. Ashanti.
Ini adalah orang yang tunduk serta terseret habis oleh hawa nafsu
keinginan sendiri. Dimana keinginannya liar, tidak pernah puas [lobha]. Akibatnya
tentu saja kesengsaraan yang tidak pernah berakhir.
Misalnya saja :
- Ketika sudah bisa punya mobil Kijang, dia bandingkan dengan mobil BMW.
- Ketika sudah bisa punya rumah, dia bandingkan dengan rumah mewah.
- Sudah menikah punya suami atau istri, dia banding-bandingkan dengan orang
lain yang tampan atau cantik.
- Mampu menghasilkan uang satu juta, dia bandingkan dengan uang lima juta.
- Bisa menjadi camat, dia bandingkan dengan menjadi gubernur.
Ciri lain orang yang mengikuti hawa nafsu dan keinginannya habis-habisan :
seks yang bebas se-enak-enaknya, makan yang se-enak-enaknya, ingin dihormati
semua orang, dll. Sangat sulit menemukan kebahagiaan atau kedamaian, karena
keinginan, harapan, hasrat, gairah, kepentingan, ego, ambisi atau cita-citanya
selalu tidak terpuaskan. Orang seperti ini cenderung mudah gelisah, sering resah
dan cepat marah. Tidak sadar bahwa dia akan menyakiti dirinya sendiri dan orang
lain.
Di jalan dharma kesadaran rendah seperti ini hendaknya dihindari, karena
ini tidak lain adalah kita menciptakan kesengsaraan yang tidak pernah berakhir.
2. Kama Shanti.
2. Kama Shanti.
Ini adalah orang yang merasakan kebahagiaan atau kedamaian karena
sebagian keinginan, harapan, hasrat, gairah, kepentingan, ego, ambisi atau cita45
citanya terpenuhi. Dengan kata lain sumber kebahagiaan atau kedamaian berasal
dari "diluar diri", yaitu kebahagiaan atau kedamaian itu datang dengan
mendapat. Tapi tentu saja sifat kebahagiaan atau kedamaian seperti ini sangat
sementara, rapuh atau goyah, umurnya tidak lama.
Misalnya saja :
- Orang yang bahagia bisa beli HP model baru, senangnya paling lama dua bulan,
karena kemudian sudah ingin beli model yang lebih baru lagi.
- Karyawan yang bahagia karena naik gaji, paling lama dua minggu sudah merasa
kurang lagi.
- Bahagia karena bisa pergi jalan-jalan rekreasi ke Mall, ke pantai, dsb-nya,
pulangnya bahagianya sudah lenyap karena cucian menumpuk.
- Damai karena paginya disayang dan dimanja istri, sorenya damainya lenyap
karena istri marah-marah.
- Gembira dan puas karena malamnya menonton lawakan di TV, besok paginya
gembira dan puas lenyap tidak tersisa karena boss di kantor marah-marah.
- Bahagia, puas dan damai karena dipuji serta dihormati orang, tapi berikutnya
bahagia, puas dan damai seketika hilang lenyap karena ketemu orang yang
menghujat - menghina kita.
- Damai karena bisa makan enak di restaurant, besoknya damainya sudah hilang
karena ban mobil pecah di jalan dan sangat sulit mencari bengkel.
Tentu tidaklah salah mencari dan menemukan kebahagiaan atau
kedamaian seperti ini. Hal ini juga bagus dan berguna. Pertama, lihatlah wajahwajah yang ceria dan gembira sepulang dari tempat rekreasi, seusai membeli HP
model baru, sehabis menonton lawakan di TV, dsb-nya. Kedua, karena hal-hal
seperti ini berguna sebagai sebagai energi pendorong kemajuan. Ketiga, karena
semuanya sedang melakukan hal yang sama, yaitu kesadarannya sedang
bertumbuh.
46
Dengan catatan gunakan semua hal itu sebagai energi pendorong kemajuan
kehidupan dan hindari semua hal itu menjadi perangkap kehidupan.
3. Daya Shanti.
3. Daya Shanti.
Ini adalah orang yang merasakan kebahagiaan atau kedamaian karena
bathinnya penuh welas asih, selalu melakukan kebaikan-kebaikan dan banyak
melepaskan. Melepaskan diri dari keterikatan kepada pikiran, perasaan, materi
dan tubuh, melalui sikap penuh kebaikan [datta], penuh kerelaan [aparigraha],
pikiran positif [manacika] dan rasa syukur yang mendalam [santhosa]. Dengan
kata lain sumber kebahagiaan atau kedamaian berasal dari "dalam diri", yaitu
kebahagiaan atau kedamaian itu datang dengan memberi atau melepas. Dan
sifat kebahagiaan atau kedamaian seperti ini mulai dalam dan kokoh.
Kita damai dan bahagia melalui sifat welas asih, penuh kebaikan,
melepaskan, merelakan dan memberi. Dengan selalu membahagiakan orang lain,
dengan sering melakukan kebaikan-kebaikan. Dengan demikian kita tidak saja
menumpuk akumulasi karma baik, tapi sekaligus juga menjernihkan bathin kita
sendiri.
Termasuk juga dengan banyak melepas dengan penuh kerelaan dan pikiran
positif, seperti misalnya :
- Tidak saja ketika istri lagi baik ada kebahagiaan atau kedamaian, ketika istri lagi
marah-marah juga ada kebahagiaan atau kedamaian. Melalui pikiran positif, rasa
syukur yang mendalam dan penuh kerelaan, karena istri yang lagi marah sedang
menjadi guru tertinggi yang mengajarkan kita untuk menjadi sabar dan bijaksana.
- Tidak saja ketika sedang sehat ada kebahagiaan atau kedamaian, ketika lagi sakit
keras juga ada kebahagiaan atau kedamaian. Melalui pikiran positif, rasa syukur
yang mendalam dan penuh kerelaan, karena sakit keras membuat kita banyak
membayar hutang karma.
Kebahagiaan atau kedamaian yang muncul dari sikap welas asih, penuh
kebaikan, melepaskan, merelakan dan memberi tidak saja sifatnya mulai dalam
dan kokoh. Ini sekaligus adalah tahap kesadaran dimana welas asih, kebaikan dan
47
4. Manah Shanti.
Ini adalah tahapan kesadaran tertinggi. Tahapan orang suci. Tahapan jivanmukta [orang yang sudah terbebaskan]. Ketika seseorang seluruh kegelapan
bathin [sad ripu] dan ke-aku-an [ahamkara] dalam dirinya sudah lenyap
sempurna. Dia berhenti digerakkan oleh hawa nafsu dan keinginan dan yang
sepenuhnya bekerja adalah penyatuan dirinya dengan alam semesta.
Dia mengalir sempurna dalam sungai kehidupan menuju samudera
pembebasan. Sifat kebahagiaan atau kedamaian di dalam dirinya terang
sempurna laksana lingkaran bulan purnama, tidak tergoyahkan.
48
SADHANA IV : SVADHARMA
Melaksanakan tugas-tugas kehidupan
49
50
51
Laksana lidah dan gigi, kombinasi keras dan lembut adalah hal yang boleh
digunakan untuk jenis svadharma tertentu. Asal menggunakannya di tempat dan
waktu yang tepat. Tentu akan kacau kalau dalam makan kita memotong dan
mengunyah memakai lidah [yang lembut] terus, begitu juga sebaliknya kalau
dalam makan kita memakai gigi [yang keras] terus menerus. Tapi bukan berarti
kalau begitu kita sedikit-sedikit lalu memakai kekerasan. Karena keras dan lembut
semua ada tempatnya masing-masing. Mulut sebagai simbolik kehidupan, ada
yang lembut dan ada yang keras tidak apa-apa sepanjang digunakan pada tempat
dan waktu yang tepat.
Contoh selain polisi atau tentara misalnya svadharma kita sebagai seorang
atasan di kantor atau orang tua di rumah. Kalau ada tiba saatnya kita harus marah
kepada bawahan atau anak kita, lakukan dengan tiga pagar diatas. Kita marah
karena pilihan itu tidak bisa dihindari lagi. Kita marah sebatas untuk mendidik
[agar tidak berbahaya] bukan untuk menyudutkan atau menjatuhkan. Yang
dimarahi juga hanya sebatas kesalahannya saat itu saja, jangan pernah
mengaitkan dengan kepribadiannya atau kesalahannya di masa lalu. Serta
dilakukan dengan penuh kesadaran, artinya diluar kita memarahi [yang sifatnya
mendidik], tapi di dalam kita tidak tersentuh, tetap hening dan damai.
52
BAB III : KARMA YOGA SEBAGAI PENYEMPURNA SELURUH SADHANA DAN YOGA
hotel atau guide hanya mau melayani tamu dengan baik kalau dikasi tip atau
dapat komisi, kita akan dilempar ke dalam pusaran kegelapan bathin.
Berusaha dan bekerja keras dengan sebaik-baiknya karena itu juga bagian
dari dharma, tapi dengan keterikatan akan hasil yang sangat terkelola. Dengan
bekerja dan ngayah, kita melakukan yoga. Karena melalui langkah-langkah kerja
kita membuat yang mahasuci menjadi nyata. Buah kelapa menjadi santan, batu
dan kayu menjadi rumah, sampah menjadi pupuk, mahasiswa menjadi sarjana,
orang sakit menjadi sembuh, dsb-nya. Itu semua langkah-langkah kerja yang
membuat yang mahasuci menjadi nyata. Diri kita sudah tidak penting lagi, yang
penting adalah mahluk lain. Tidak hanya sebatas di pura, tapi seluruh gerak nafas
dalam kehidupan kita menjadi ngayah.
54
PENUTUP
PENUTUP
Apapun jalan religius atau jalan spiritual yang kita tempuh, catur sadhyasadhana adalah empat sadhana yang menjadi intisari dari semua sadhana. Karena
catur sadhya-sadhana yang akan menjadi penjaga, pelindung dan pembimbing
paling menentukan bagi perjalanan spiritual kita menuju kesadaran sempurna dan
kemahasucian.
Misalnya [sebuah contoh] anda seorang praktisi Tantra. Dimana salah satu
landasan praktek seorang praktisi tantra adalah melakukan pengolahan energi
adi-alami [shakti] yang akan membuatnya menjadi siddhi, atau memiliki kekuatan
niskala yang luar biasa. Bila digunakan dengan berlandaskan catur sadhyasadhana, maka siddhi akan membuat seorang tantrika [sadhaka tantra]
mengalami kemajuan peningkatan kesadaran yang pesatnya tidak tertandingi.
Tapi bila digunakan secara salah, seperti misalnya dikomersialkan atau digunakan
untuk menyakiti, maka siddhi akan membuat seorang tantrika tenggelam lebih
dalam kepada jeratan hukum karma dan siklus samsara. Shakti adalah energi.
Shakti harus selalu dikendalikan, karena bila tidak dia akan tidak berguna atau
berbahaya. Sebaliknya shakti akan menjadi sangat berharga bila dia dikendalikan.
Dan pengendali shakti yang terbaik adalah empat sadhana utama atau catur
sadhya-sadhana.
Atau sekalipun anda hanya orang biasa atau orang awam, atau bahkan
tidak beragama Hindu sekalipun, bila anda secara sungguh-sungguh
melaksanakan catur sadhya-sadhana dalam kehidupan sehari-hari, anda juga
seorang sadhaka yang sedang menempuh jalan suci menuju kesadaran sempurna
dan kemahasucian.
Seiring waktu dampaknya pasti akan mulai bermunculan. Setelah catur
sadhya-sadhana mulai membadan dalam keseharian, dampak pertama yang
dihasilkan adalah hidup kita akan menjadi lebih tenang, damai dan bahagia
dibandingkan kalau kita tidak melaksanakannya. Yang pertama-tama merasakan
kedamaian adalah diri kita sendiri, kemudian keluarga dan orang-orang dekat.
55
57
TENTANG PENULIS
I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January
1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari kakeknya,
Pan Siki, seorang balian usadha dari Br. Tegallinggah
Kota Denpasar.
Akan tetapi dia sendiri baru mulai mengenal jalan
spiritual dharma pada tahun 2002, pada usia 26
tahun. Pada saat yang bersamaan, pekerjaannya
sebagai Produser Program acara Ista Dewata di Bali
TV, sebuah acara liputan khusus pura, memberinya kesempatan untuk melakukan
perjalanan ke berbagai pura, mendalami kekayaan spiritual Hindu Bali, serta
bertemu dengan para Jro Mangku dan beragam praktisi spiritual. Walaupun dia
sudah mengundurkan diri dari Bali TV di tahun 2003, pengalaman ini tetaplah
kelak menjadi bagian dari dasar-dasar spiritualnya.
Pertemuan dengan satguru pertama-nya di tahun 2007 dan pertemuan dengan
satguru kedua-nya beberapa tahun setelahnya, kemudian membawa perubahan
besar, dimana dia mulai memberikan komitmen menyeluruh kepada spiritualisme
dharma. Dia juga mulai banyak melakukan tirthayatra penjelajahan ke berbagai
pura-pura pathirtan kuno, sebagai bagian dari arahan satguru pertama-nya,
sekaligus juga panggilan spiritualnya sendiri.
Inspirasi dharma yang didapatnya dari perjalanan tirthayatra ke pura-pura
pathirtan kuno, dikombinasikan dengan ajaran-ajaran dari kedua satguru-nya,
praktek meditasi, membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi panjang
dengan banyak satguru dan yogi, kemudian ditulisnya menjadi berbagai buku.
DHARMA DANA
Rumah Dharma - Hindu Indonesia
Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus melakukan
penerbitan buku-buku dharma berkualitas, baik berupa e-book maupun buku
cetak, untuk dibagi-bagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Untuk melakukan pencetakan buku-buku dharma berkualitas, Rumah
Dharma - Hindu Indonesia memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan
pentingnya melakukan pembinaan kesadaran masyarakat. Semakin banyak dana
yang terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku dharma cetak yang dapat
disebarluaskan.
Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang kebajikan yang
bernilai sangat utama, salah satunya adalah ber-dharma dana untuk penyebaran
ajaran dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia dengan karma baik
berlimpah, tetapi juga adalah sebuah sadhana nirjara, sadhana penghapusan
karma buruk.
Semoga berkat karma baik ini, para donatur selalu memperoleh
kerahayuan.
Transfer Dharma Dana anda ke rekening :
Bank BNI Kantor Cabang Denpasar
No Rekening : 034 0505 797
Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan