1)
ABSTRAK
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% dari orang di seluruh dunia selama hidup
mereka dan sekitar 6% dari mereka dengan mimisan memerlukan penanganan medis.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalaman perawat pada
pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade epinephrine.
Populasi penelitian ini adalah perawat ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau dan
pernah melakukan tamponade epinephrine. Sampel penelitian ini dengan melibatkan 3
informan. Cara pengambilan sampel adalah menggunakan purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview. Metode penelitian adalah
kualitatif dengan fenomenologi. Tempat penelitian adalah di ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan lima tema yaitu pengalaman perawat,
pengertian epistaksis, penyebab epistaksis, penatalaksanaan epistaksis, fungsi tamponade
epinephrine. Kesimpulan dari penelitian ini, pengalaman perawat di ruang ICU yang
beragam yaitu apabila pasien pulang dengan sembuh, kasus yang ditemukan menarik.
Epistaksis adalah pecahnya pembuluh darah di hidung serta disebut juga dengan
mimisan. Penyebab epistaksis adalah hipertensi, gangguan polip, trauma anterior
maupun posterior dan adanya trauma wajah. Pertolongan pertama pada pada saat
terjadi epistaksis yaitu dengan tampon kassa dan tampon epinephrine. Sedangkan obat
obat yang biasa digunakan selain tampon menggunakan epinephrine adalah vitamin K
dan kalnex. Keuntungannya adalah harga ekonomis dan tersedia di ruang ICU.
Kata Kunci : pengalaman, perawat, epistaksis, tamponade epinephrine
ABSTRACT
Epistaxis is estimated to occur in 60% of people in the world during their life, and 6% of
them are accompanied with nose bleeding and require medical treatments. The objective
of this research is to investigate the experiences of nurses in the first aids for epistaxis
management by using the epinephrine tamponade.
This research used qualitative phenomenological research method. It was conducted at
the ICU of Panti Waluyo Hospital of Surakarta.The population of the research was the
nurses posted in the ICU whose the tenure is at least two years or who have ever
administered epinephrine tamponade. The samples of the research consisted of three
informants. They were taken by using the purposive sampling technique. The data of the
research were gathered through in-depth.
The result of the research reveals five themes, namely: experience to care, definition of
epistaxis, cause of epistaxis, and function of epinephrine tamponade. Based on the result
of the research, conclusions are drawn as follows. The experiences of nurses at the ICU
are varied, namely: when the clients are recovered and discharged, the causes found are
interesting. Epistaxis is the rupture of blood vessels in the nose. The causes of epistaxis
are hypertension, polyp disorder, anterior and posterior trauma, and facial trauma
existence. The first aids administered to the clients when having epistaxis are gauze
tamponade and epinephrine tamponade. The drugs usually administered to the clients in
addition to epinephrine are Vitamin K and kalnex. Their advantages are that they are
cheap and always available at the ICU.
Keywords: Experiences, nurses, epistaxis, and epinephrine tamponade
PENDAHULUAN
Epistaksis diperkirakan terjadi
pada 60% dari orang di seluruh dunia
selama hidup mereka dan sekitar 6%
dari
mereka
dengan
mimisan
memerlukan penanganan medis (WHO
2004).
Epitaksis
sering ditemukan
sehari-hari dan mungkin 90% dapat
berhenti dengan sendirinya atau dengan
tindakan sederhana yang dilakukan oleh
pasien itu dengan jalan menekan
hidungnya (Ayu&Indah 2013). Sebagian
besar kasus epistaksis adalah epistaksis
anterior 90 - 95%. Epistaksis anterior ini
biasa terjadi spontan atau disebabkan
trauma pada septum nasi (Wormald
dikutip dalam Budiman 2011).
Penelitian
cross-sectional
terhadap 1218 anak usia 11-14 tahun
melaporkan bahwa 9% mengalami
episode epistaksis sering. Diagnosis dan
penanganan epistaksis bergantung pada
lokasi dan penyebab perdarahan.
Kebanyakan kasus epistaksis (80%90%) merupakan idiopatik (Sari
Pediatrik dalam Bidasari 2007).
Penanganan pasien epistaksis
penting untuk menggali riwayat
penyakit pasien. Riwayat penyakit yang
teliti dapat mengungkapkan setiap
masalah kesehatan yang mendasari
epistaksis. Pemeriksaan fisik terutama
difokuskan untuk mencari sumber
perdarahan.
(Wormald dikutip dalam Budiman
2011)
Hasil wawancara yang dilakukan
pada saat studi pendahuluan tanggal 12
Desember 2013 dengan Kepala Ruang
melakoni,
menempuh,
menemui,
mengarungi, menghadapi,menyeberangi,
menanggung, mendapat, menyelami,
mengenyam, menikmati, dan merasakan
( Endarmoko, 2006 ). Bahwa ketiga
partisipan juga mengalami, merasakan
dan mendapat suatu pengalaman dari
fenomena yang ada di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Ketiga partisipan dan juga
perawat di ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta pernah mengikuti
pelatihan pelatihan ICU, akan tetapi
tiap partisipan berbeda untuk frekuensi
mengikuti pelatihannya. Perawat yang
ada merupakan tenaga kesehatan yang
mampu dalam melayani dan merawat
klien serta melakukan tindakan sesuai
ilmu yang sudak diperoleh di pendidikan
yang ditempuh. Hal ini juga tertera di
Undang-undang Kesehatan No 23,
Tahun 1992 menyebutkan bahwa
perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan dalam
melakukan
tindakan
keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimiliki, yang
diperoleh
melalui
pendidikan
keperawatan.
2. Pengertian Epistaksis
Hasil wawancara dengan ketiga
partisipan, mengungkapkan bahwa
epistaksis juga disebut dengan mimisan
dan epistaksis merupakan pecahnya
pembuluh darah di hidung.
...epistaksis itu sendiri kan
biasanya ada yang disebut juga
..mmm...mimisen itu ya,,(P01 )
...epistaksis itu kan pecahnya
pembuluh darah ya mbak.. (
P02 )
Pernyataan partisipan ini juga
ada di dalam teori, bahwa epistaksis atau
perdarahan
hidung
adalah
jenis
perdarahan spontan patologis yang
sering. Biasanya terjadi sebagai erosi
spontan salah satu pembuluh superfisial
mukosa dekat dengan tepi septum
hidung. ( Callaham, 1997 )
3. Penyebab Epistaksis
Hasil
wawancara
ketiga
partisipan mengatakan bahwa penyebab
dari epistaksis adanya trauma di wajah,
dan satu partisipan juga ada yang
mengungkapkan bahwa trauma diwajah
adalah penyebab dari luar sedangkan
penyebab
dari
dalam
adalah
hipertensi,gangguan polip dan trauma
anterior maupun posterior. Sumber lain
menyebutkan
dua
faktor
faktor
penyebab lokal maupun umum atau
kelainan sistemik pada epistaksis.
Penyebab lokal epistaksis dapat berupa:
Idiopatik ( 85 % kasus ), biasanya
merupakan epistaksis ringan dan
berulang pada anak dan remaja, trauma
epistaksis
dapat
terjadi
setelah
membuang
ingus
dengan
kuat,
mengorek hidung, fraktur hidung atau
trauma maksilofacial, Iritasi , zat kimia
udara panas pada mukosa hidung, benda
asing dan rinolit, dapat menyebabkan
epistaksis ringan unilateral disertai ingus
yang
berbau
busuk.
Sedangkan
penyebab sitemik atau penyebab umum
epistaksis
berupa
:
Penyakit
kardiovaskuler, misalnya hipertensi. (
Soepardi et al. 2000 ).
Partisipan 1 mengungkapkan bahwa
penyebab epistaksis dari dalam bisa
berupa hipertensi.
...mimisen ada penyebabnya
itu mbak,,,kalau yang dari
dalam itu
kan ada hipertensi,.( P01 )
Ada hubungan epistaksis dengan
hipertensi, hal ini terdapat di dalam
jurnal dari Bestari 2011 , hipertensi
merupakan
faktor
sistemik
dari
epistaksis. Teori dari Herkner, dkk ada
dua hipotesis yang menerangkan kenapa
epistaksis dapat terjadi pada pasien
dengan hipertensi, yang pertama pasien
dengan hipertensi yang lama memiliki
kerusakan pembuluh darah yang kronis.
Hal ini berisiko terjadi epistaksis
terutama pada kenaikan tekanan darah
yang abnormal. Yang kedua, pasien
epistaksis dengan hipertensi cenderung
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Bidasari L, Rina A C Saragih 2007, Tata
Laksana Epistaksis Berulang
Pada Anak, Vol. 9, No. 2, diakses
7 Desember 2013,
Budiman J Bestari, Al Hafiz 2011,
Epistaksis
Berulang
dengan
Rinosinusitis Kronik, Spina, pada
Septum
dan
Telangiektasis,
diakses 6 Desember 2013,
Budiman J Bestari, Yolazenia2012,
Epistaksis dan Hipertensi, diakses
7
Desember
2013,
{http://jurnal.fk.unand.ac.id}.
Callaham, Michael L et al. 1997, Seri
Skema
Diagnosis
dan
PenatalaksanaanGawat Darurat
Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku
Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Haryadi,
Putra
2012,
Asuhan
Keperawatan Epistaksis, diakses
19 Desember 2013, putra hariyadi
Irma, Indah & Ayu Intan2013, Penyakit
Gigi, Mulut dan THT, Nuha
Medika, Yogyakarta.
Moleong, J Lexy 2013, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Neal, Michael J 2006, At a Glance
Farmakologi Medis, Erlangga, Jakarta.
Nursalam 2011, Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
Polit, DF & Beck, CT 2006, Essentials
Of Nursing Research Methods,
Appraisal, and Utilization, 6th
edition, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Polit, DF & Hungler, BP 2005, Nursing
Research : Principles and
Methods, 6th edition, Lippincott
Williams
&
Wilkins,
Philadelphia.