Anda di halaman 1dari 10

PENGALAMAN PERAWAT

PADA PERTOLONGAN PERTAMA

PENATALAKSANAAN EPISTAKSIS MENGGUNAKAN TAMPONADE


EPINEPHRINE DI RUANG INTENSIF CARE UNIT
RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA
)

1)

Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK
Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% dari orang di seluruh dunia selama hidup
mereka dan sekitar 6% dari mereka dengan mimisan memerlukan penanganan medis.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalaman perawat pada
pertolongan pertama penatalaksanaan epistaksis menggunakan tamponade epinephrine.
Populasi penelitian ini adalah perawat ICU dengan masa jabatan 2 tahun atau dan
pernah melakukan tamponade epinephrine. Sampel penelitian ini dengan melibatkan 3
informan. Cara pengambilan sampel adalah menggunakan purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview. Metode penelitian adalah
kualitatif dengan fenomenologi. Tempat penelitian adalah di ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan lima tema yaitu pengalaman perawat,
pengertian epistaksis, penyebab epistaksis, penatalaksanaan epistaksis, fungsi tamponade
epinephrine. Kesimpulan dari penelitian ini, pengalaman perawat di ruang ICU yang
beragam yaitu apabila pasien pulang dengan sembuh, kasus yang ditemukan menarik.
Epistaksis adalah pecahnya pembuluh darah di hidung serta disebut juga dengan
mimisan. Penyebab epistaksis adalah hipertensi, gangguan polip, trauma anterior
maupun posterior dan adanya trauma wajah. Pertolongan pertama pada pada saat
terjadi epistaksis yaitu dengan tampon kassa dan tampon epinephrine. Sedangkan obat
obat yang biasa digunakan selain tampon menggunakan epinephrine adalah vitamin K
dan kalnex. Keuntungannya adalah harga ekonomis dan tersedia di ruang ICU.
Kata Kunci : pengalaman, perawat, epistaksis, tamponade epinephrine
ABSTRACT
Epistaxis is estimated to occur in 60% of people in the world during their life, and 6% of
them are accompanied with nose bleeding and require medical treatments. The objective
of this research is to investigate the experiences of nurses in the first aids for epistaxis
management by using the epinephrine tamponade.
This research used qualitative phenomenological research method. It was conducted at
the ICU of Panti Waluyo Hospital of Surakarta.The population of the research was the
nurses posted in the ICU whose the tenure is at least two years or who have ever
administered epinephrine tamponade. The samples of the research consisted of three
informants. They were taken by using the purposive sampling technique. The data of the
research were gathered through in-depth.
The result of the research reveals five themes, namely: experience to care, definition of
epistaxis, cause of epistaxis, and function of epinephrine tamponade. Based on the result

of the research, conclusions are drawn as follows. The experiences of nurses at the ICU
are varied, namely: when the clients are recovered and discharged, the causes found are
interesting. Epistaxis is the rupture of blood vessels in the nose. The causes of epistaxis
are hypertension, polyp disorder, anterior and posterior trauma, and facial trauma
existence. The first aids administered to the clients when having epistaxis are gauze
tamponade and epinephrine tamponade. The drugs usually administered to the clients in
addition to epinephrine are Vitamin K and kalnex. Their advantages are that they are
cheap and always available at the ICU.
Keywords: Experiences, nurses, epistaxis, and epinephrine tamponade
PENDAHULUAN
Epistaksis diperkirakan terjadi
pada 60% dari orang di seluruh dunia
selama hidup mereka dan sekitar 6%
dari
mereka
dengan
mimisan
memerlukan penanganan medis (WHO
2004).
Epitaksis
sering ditemukan
sehari-hari dan mungkin 90% dapat
berhenti dengan sendirinya atau dengan
tindakan sederhana yang dilakukan oleh
pasien itu dengan jalan menekan
hidungnya (Ayu&Indah 2013). Sebagian
besar kasus epistaksis adalah epistaksis
anterior 90 - 95%. Epistaksis anterior ini
biasa terjadi spontan atau disebabkan
trauma pada septum nasi (Wormald
dikutip dalam Budiman 2011).
Penelitian
cross-sectional
terhadap 1218 anak usia 11-14 tahun
melaporkan bahwa 9% mengalami
episode epistaksis sering. Diagnosis dan
penanganan epistaksis bergantung pada
lokasi dan penyebab perdarahan.
Kebanyakan kasus epistaksis (80%90%) merupakan idiopatik (Sari
Pediatrik dalam Bidasari 2007).
Penanganan pasien epistaksis
penting untuk menggali riwayat
penyakit pasien. Riwayat penyakit yang
teliti dapat mengungkapkan setiap
masalah kesehatan yang mendasari
epistaksis. Pemeriksaan fisik terutama
difokuskan untuk mencari sumber
perdarahan.
(Wormald dikutip dalam Budiman
2011)
Hasil wawancara yang dilakukan
pada saat studi pendahuluan tanggal 12
Desember 2013 dengan Kepala Ruang

ICU RS Panti Waluyo, bahwa kurang


lebih 5 dari 13 orang perawat dengan
masa kerja lebih dari 2 tahun pernah
melakukan
tamponade
dengan
menggunakan epinephrine pada pasien
epistaksis berulang.
Pendapat salah satu perawat di
ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta,
tamponade
epinephrine
dinilai sangat efektif
pada saat
pertolongan pertama pada pasien yang
mengalami epistaksis berulang dan jika
digunakan
untuk
penatalaksanaan
berlanjut dinilai kurang efektif. Peran
perawat pada saat penatalaksanaan
epistaksis
adalah
menghentikan
perdarahan pada saat pertolongan
pertama dan untuk penatalaksanaan
lebih lanjut ditangani oleh dokter. Pasien
yang pernah dijumpai pada pasien
epistaksis dan dilakukan tamponade
epinephrine rata rata dengan trauma
di wajah.
Perawat di Rumah Sakit Panti
Waluyo
Surakarta
menggunakan
tamponade epineprine untuk mengatasi
perdarahan berulang dengan alasan
epinephrine sebagai vasokontriksi pada
pembuluh darah, dan
juga dengan
harga yang ekonomis.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan
fenomenologis
untuk
mengeksplorasi pertolongan pertama
dalam
penatalaksanaan
epistaksis
dengan
mengunakan
tamponade
epinephrine di ruang ICU RS Panti
Waluyo Surakarta sesuai dengan

pengalaman perawat. Pendekatan ini


juga memberikan kesempatan kepada
perawat ICU untuk mengungkapkan
pengalaman mereka dalam pertolongan
pertama pada epistaksis. P
enelitian ini dilakukan dalam
situasi penelitian yang alami, sehingga
tidak ada batasan dalam memaknai atau
memahami fenomena yang diteliti.
Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU
RS Panti Waluyo Surakarta terhadap
perawat dan telah memenuhi kriteria
penelitian yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Alasan dilakukan penelitian ini
dikarenakan belum pernah dilakukan
penelitian serupa mengenai pengalaman
perawat dalam pertolongan pertama
penatalaksanaan
epistaksis
menggunakan tamponade epinephrine.
Populasi pada penelitian ini
adalah perawat yang berada di ruang
ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta. Sampel pada penelitian ini
adalah 3 orang perawat yang pernah
melakukan tamponade epinephrine
dalam
penatalaksanaan
epistaksis
dengan masa jabatan 2 tahun atau lebih
sesuai
hasil
studi
pendahuluan.
Pengambilan dan rekrutmen partisipan
dilakukan dengan cara purposive
sampling.
Uji Validitas penelitian ini
menggunakan
triangulasi
sumber,
triangulasi metode, triangulasi peneliti
dan triangulasi teori.
HASIL
PENELITIAN
DAN
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Ruang Intensif Care Unit (ICU)
yang ada di Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta dibangun pada tahun 1995.
Kapasitas tempat tidur di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
pasien adalah 8 tempat tidur dan 1
kamar isolasi. Jumlah perawat yaitu
sebanyak 10 orang perawat yang berlatar
belakang pendidikan meliputi DIII
keperawatan, Perawat yang bekerja di
ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta dipilih berdasarkan kriteria


tertentu, yaitu pendidikan minimal DIII
dan mempunyai sertifikat pelatihan ICU.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengalaman Perawat
Dari hasil wawancara, partisipan
mengungkapkan pengalamannya masing
masing secara terperinci, meskipun
waktunya
terbatas
karena
harus
melayani pasien yang ada di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Pada saat partisipan mngungkapkan
pengalamannya sesuai kasus yang
partisipan temui, dengan riwayat pasien
yang berbeda pada partisipan 1 dan 3.
Ya..kalau ditanya masalah
perasaan saat dinas ya macem
macem, mbak..ada sukanya ada
sedihnya......( P01 )
Sedangkan
partisipan
2
lebih
mengungkapkan pengalamannya secara
gambaran umumnya saja.
kalau perasaannya ya selalu
menenggangkan yo mbak...
(P02)
Pengalaman yang di dapat patisipan
berdasarkan lama bekerja, perasaan saat
di dinas diruang ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta dan pengalaman yang
mengesankan. Di tinjau dari lama
bekerja partisipan tidak menjadi
perbedaan yang signifikan. Karena
partisipan 3 dengan lama bekerja di
ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta tiga tahun, partisipan juga
mengungkapkan kasus pasien yang
pernah ditangani. Ketiga parisipan juga
mengungkapkan
hal
yang
sama
mengenai perasaan saaat dinas di ruang
ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta yaitu ada suka dan dukanya.
Ungkapan
ketiga
partisipan
mengenai pengalaman juga sama dengan
teori yaitu, Pengalaman kata dasarnya
alami yang artinya mengalami,

melakoni,
menempuh,
menemui,
mengarungi, menghadapi,menyeberangi,
menanggung, mendapat, menyelami,
mengenyam, menikmati, dan merasakan
( Endarmoko, 2006 ). Bahwa ketiga
partisipan juga mengalami, merasakan
dan mendapat suatu pengalaman dari
fenomena yang ada di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Ketiga partisipan dan juga
perawat di ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta pernah mengikuti
pelatihan pelatihan ICU, akan tetapi
tiap partisipan berbeda untuk frekuensi
mengikuti pelatihannya. Perawat yang
ada merupakan tenaga kesehatan yang
mampu dalam melayani dan merawat
klien serta melakukan tindakan sesuai
ilmu yang sudak diperoleh di pendidikan
yang ditempuh. Hal ini juga tertera di
Undang-undang Kesehatan No 23,
Tahun 1992 menyebutkan bahwa
perawat adalah mereka yang memiliki
kemampuan dan kewenangan dalam
melakukan
tindakan
keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimiliki, yang
diperoleh
melalui
pendidikan
keperawatan.
2. Pengertian Epistaksis
Hasil wawancara dengan ketiga
partisipan, mengungkapkan bahwa
epistaksis juga disebut dengan mimisan
dan epistaksis merupakan pecahnya
pembuluh darah di hidung.
...epistaksis itu sendiri kan
biasanya ada yang disebut juga
..mmm...mimisen itu ya,,(P01 )
...epistaksis itu kan pecahnya
pembuluh darah ya mbak.. (
P02 )
Pernyataan partisipan ini juga
ada di dalam teori, bahwa epistaksis atau
perdarahan
hidung
adalah
jenis
perdarahan spontan patologis yang
sering. Biasanya terjadi sebagai erosi
spontan salah satu pembuluh superfisial
mukosa dekat dengan tepi septum
hidung. ( Callaham, 1997 )
3. Penyebab Epistaksis

Hasil
wawancara
ketiga
partisipan mengatakan bahwa penyebab
dari epistaksis adanya trauma di wajah,
dan satu partisipan juga ada yang
mengungkapkan bahwa trauma diwajah
adalah penyebab dari luar sedangkan
penyebab
dari
dalam
adalah
hipertensi,gangguan polip dan trauma
anterior maupun posterior. Sumber lain
menyebutkan
dua
faktor
faktor
penyebab lokal maupun umum atau
kelainan sistemik pada epistaksis.
Penyebab lokal epistaksis dapat berupa:
Idiopatik ( 85 % kasus ), biasanya
merupakan epistaksis ringan dan
berulang pada anak dan remaja, trauma
epistaksis
dapat
terjadi
setelah
membuang
ingus
dengan
kuat,
mengorek hidung, fraktur hidung atau
trauma maksilofacial, Iritasi , zat kimia
udara panas pada mukosa hidung, benda
asing dan rinolit, dapat menyebabkan
epistaksis ringan unilateral disertai ingus
yang
berbau
busuk.
Sedangkan
penyebab sitemik atau penyebab umum
epistaksis
berupa
:
Penyakit
kardiovaskuler, misalnya hipertensi. (
Soepardi et al. 2000 ).
Partisipan 1 mengungkapkan bahwa
penyebab epistaksis dari dalam bisa
berupa hipertensi.
...mimisen ada penyebabnya
itu mbak,,,kalau yang dari
dalam itu
kan ada hipertensi,.( P01 )
Ada hubungan epistaksis dengan
hipertensi, hal ini terdapat di dalam
jurnal dari Bestari 2011 , hipertensi
merupakan
faktor
sistemik
dari
epistaksis. Teori dari Herkner, dkk ada
dua hipotesis yang menerangkan kenapa
epistaksis dapat terjadi pada pasien
dengan hipertensi, yang pertama pasien
dengan hipertensi yang lama memiliki
kerusakan pembuluh darah yang kronis.
Hal ini berisiko terjadi epistaksis
terutama pada kenaikan tekanan darah
yang abnormal. Yang kedua, pasien
epistaksis dengan hipertensi cenderung

mengalami perdarahan berulang pada


bagian hidung yang kaya dengan
persarafan autonom yaitu bagian
pertengahan posterior dan bagian
diantara konka media dan konka
inferior.
Teori
Knopfholz,
dkk
mengatakan
hipertensi
tidak
berhubungan dengan beratnya epistaksis
yang terjadi. Tetapi hipertensi terbukti
dapat membuat kerusakan yang berat
pada pembuluh darah di hidung (terjadi
proses degenerasi perubahan jaringan
fibrous di tunika media) yang dalam
jangka waktu yang lama merupakan
faktor risiko terjadinya epistaksis.
Sedangkan Herkner dkk (2002) bahwa
angka kejadian epistaksis pasca operasi
mengalami peningkatan pada pasien
dengan riwayat hipertensi yang lama.
Tidak ditemukan hubungan dengan
beratnya derajat hipertensi.
Partisipan 1 mengungkapkan
penyebab dari epistaksis sesuai kasus
yang partisipan selama ini temui di
ruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta adalah gangguan polip, yang
mana gangguan polip tersebut biasanya
diatasi dengan operasi ringan. Partisipan
2 juga mengungkapkan pasien post
operasi polip mengalami perdarahan di
hidung secara berulang.
Partisipan 1 mengungkapkan
bahwa faktor penyebab dari luar
epistaksis adalah trauma di bagian
anterior dan di bagian posterior.
..tapi kalau yang dari luar,,kan
ada trauma ya mbak,,dan
trauma
itu sendiri kan dibagi menjadi
dua,,dibagian anterior dan
posterior. Lha selama ini kita
memberikan tamponade yang
berani
itu dibagian anterior, bagian
depan..( P01 )
Partisipan 1 mengungkapkan
selama dinas di ruang ICU Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta, kasus yang

biasanya terjadi adalah epistaksis di


bagian anterior bagian depan. Penyebab
epistaksis di bagian posterior biasanya
harus segera dikonsulkan ke dokter
THT, karena letak anatominya di bagian
belakang hidung.
Jurnal Bestari, Yolazenia 2012
di jelaskan bahwa pada umumnya
terdapat dua sumber perdarahan dari
hidung yaitu dari bagian anterior dan
bagian posterior. Pada epistaksis
anterior, perdarahan berasal dari pleksus
Kiesselbach ( yang paling banyak terjadi
dan sering ditemukan pada anak-anak),
atau dari arteri etmoidalis anterior.
Biasanya perdarahan tidak begitu hebat
dan bila pasien duduk, darah akan keluar
melalui lubang hidung. Seringkali dapat
berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada epistaksis posterior, perdarahan
berasal dari arteri sfenopalatina dan
arteri etmoidalis posterior. Epistaksis
posterior sering terjadi pada pasien usia
lanjut yang menderita hipertensi.
Partisipan 1, 2 dan 3
mengungkapkan
penyebab
dari
epistaksis yang selama dinas di ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
sering di temui adalah adanya trauma di
wajah.
..yang biasa kami temui selama
ini adanya trauma di wajah..
(P03 )
Trauma
di
wajah
dapat
menyebabkan epistaksis berulang dan
harus segera diatasi perdarahan pada
hidung agar tidak terjadi komplikasi.
Jurnal Bestari, Al hafiz 2011 dipaparkan
bahwa penyebab epistaksis salah
satunya adalah faktor lokal yang
meliputi: Trauma nasal; obat semprot
hidung (nasal spray), penggunaan obat
semprot hidung secara terus menerus,
terutama golongan kortikosteroid, dapat
menyebabkan epistaksis intermitten.
Terdapat kerusakan epitel pada septum
nasi. Epitel ini akan mudah berdarah
jika
krusta
terlepas.
Pemakaian
fluticasone semprot hidung selama 4-6

bulan, belum menimbulkan efek


samping pada mukosa; Kelainan
anatomi: adanya spina, krista dan
deviasi septum; Tumor intranasal atau
sinonasal. Sering ditandai dengan
adanya riwayat epistaksis yang berulang.
Jadi penyebab dari epistaksis
berdasarkan dari pernyataan yang
diungkapkan oleh ketiga partisipan ada
dua yaitu faktor dari dalam dan faktor
dari luar. Faktor dari dalam misalnya,
hipertensi, gangguan polip. Sedangkan
faktor dari luar karena adanya trauma
wajah, dan juga trauma dibagian anterior
dan posterior. Pada umumnya kasus
epistaksis yang ditemukan di ruang ICU
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
penyebabnya karena adanya trauma di
bagian anterior, hidung bagian depan.
4. Penatalaksanaan Epistaksis
Hasil dari wawancara, ketiga
partisipan pernah menangani kasus
epistaksis yang sudah tidak terhitung
lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru
menangani kasus epistaksis sebanyak
kurang lebih lima kali. Partisipan juga
mengungkapkan bahwa obat yang biasa
digunakan saat menangani kasus
epistaksis selain menggunakan tampon
epinephrine adalah dengan vitamin K
dan Kalnex karena pada prinsipnya juga
sama sama menghentikan perdarahan.
Ketiga
partisipan
mengungkapkan bahwa pertolongan
pertama
pada
epistaksis
adalah
menggunakan tamponade epinephrine,
...kalau kita disini biasanya
pake epinephine,, selama ini
dengan tampon mbak,,tampon
epinephrine.... ( P03 )
alat dan bahannya adalah sebagai
berikut: satu ampul epinephrine,
aquabides, kassa steril, kom kecil, pinset
untuk membantu memasukkan kassa
yang sudah di masukkan ke dalam kom
yang berisi denagan aquabides dan
epinephrine kemudian diperas dan di
masukkan ke hidung sebagai tampon.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada


bahwa ada tiga prinsip utama dalam
menanggulangi
epistaksis,
yaitu
menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya
epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu
keadaan umum pasien. ( Soepardi 2002)
Menghentikan
perdarahan,
sumber perdarahan dicari dengan
bantuan pengisap untuk membersihkan
hidung dan alat bekuan darah kemudian
tampon kapas yang telah dibasahi
adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau
pantocain 2% dimasukkan kedalam
rongga hidung. Tampon dibiarkan
selama 3-5 menit. Dengan cara ini
dapatlah ditentukan apakah sumber
perdarahan letaknya dibagian anterior
atau di bagian posterior. (Soepardi
2002)
Tindakan
sederhana
untuk
mengatasi perdarahan anterior adalah
dengan memasukkan tampon yang telah
dibasahi dengan adrenalin, kalau perlu
dengan obat anestesi lokal kedalam
rongga hidung kemudian menekan ala
nasi kearah septum selama 3-5 menit.
Setelah tampon dikeluarkan tepat asal
perdarahan dikaustik dengan larutan
Nitras Argenti 20 30 % atau dengan
asam triklosetat 10 %. Dapat juga
dipakai elektrokauter untuk kaustik itu.
Dari teori yang ada dijelaskan bahwa,
perdarahan di posterior dilakukan
pemasangan tampon posterior, yang
disebut tampon Bellocq. Tampon ini
harus tepat menutup koana. Pada
tampon Bellocq terdapat 3 buah benang,
yaitu 2 buah pada satu sisi dan sebuah
benang di sisi lainnya. (Irma & Ayu
Intan 2013)
Perlu diketahui juga bahwa
pemasangan tampon dapat menyebabkan
sinusitis, otitis media dan bahkan
septikemia (Soepardi 2002). Apabila
dengan tampon epinephrine perdarahan
masih sukar untuk di hentikan lakukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan
pemeriksaan laboratorium misalnya :
pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi

hemostasis, uji faal hati dan faal ginjal.,


pemeriksaan
foto
hidung,
sinus
paranasal, dan nasofaring, CT scan dan
MRI
dapat
diindikasikan
untuk
menentukan adanya rinosinusitis, benda
asing dan neoplasma. (Soepardi et
al.2000 )
5. Fungsi Tamponade Epinephrine
Hasil dari wawancara, ketiga
partisipan
mengungkapkan
bahwa
tamponade menggunakan epinephrine
pada pasien epistaksis adalah sebagai
vasokontriksi,
yaitu
membantu
menghentikan perdarahan yang terus
menerus
ataupun
menyempitkan
pembuluh darah di hidung, Pertisipan
juga mengungkapkan bahwa tampon
menggunakan epinephrine pada pasien
dengan epistaksis sangat efektif, selain
harga yang ekonomis juga pasti tersedia
di setiap ruang ICU Rumah Sakit Panti
Waluyo Surakarta. Teori yang sudah ada
mengungkapkan bahwa, epinephrine
adalah obat yang digunakan untuk
penyuntikan pembuluh darah dalam
pengobatan hipersensitivitas akut. Aksi
epinephrine
menyerupai
pengaruh
stimulasi syaraf adrenergic. (Neal 2006
)
Untuk
cara
menamponnya
sendiri dengan memperhatikan posisi
kepala yaitu setengah duduk atau
menengadah, kemudian satu ampul
epinephrine dimasukkan ke dalam kom
kecil, kemudian di campur denagn
aquabides dan diperas lalu dimasukkan
ke hidung menggunakan pinset. Perlu
diketahui lagi bahwa Alat pelindung diri
sangat penting. Hal ini juga disebutkan
dalam teori , Jika sumber perdarahan
anterior tidak dapat diidentifikasi atau
jika perdarahan menetap meskipun
sudah di kauterisasi, pasang tampon
anterior. Tampon hidung Merocel dapat
digunakan.
Lumasi ujung tampon dengan
lidokain atau antibiotik topikal dan
masukkan alat sepanjang dasar rongga
hidung.
Perluasan
dan
tampon
peradahan
akan
terjadi
dengan

dimasukkannya 10-20 mL salin.


Kemudian kasa xerofom selebar inci (
diperlukan strip 72 inci ) juga dapat
digunakan, menggunakan forsceps, jepit
kasa sepanjang 4 atau 5 inci dan
masukkan ke dalam rongga hidung
sejauh mungkin, kemudian pegang kassa
lain 4-5 inci dan buat lapisan di puncak.
(Shah 2013)
Kesimpulan yang dapat penulis
ambil dari hasil pembahasan ketiga
partisipan adalah pengalaman yang di
dapat patisipan berdasarkan lama
bekerja, perasaan saat di dinas dirung
ICU
dan
pengalaman
yang
mengesankan. Di tinjau dari lama
bekerja partisipan tidak menjadi
perbedaan yang signifikan. Karena
partisipan 3 dengan lama bekerja di
ruang ICU tiga tahun, partisipan juga
mengungkapkan kasus pasien yang
pernah ditangani. Ketiga parisipan juga
mengungkapkan
hal
yang
sama
mengenai perasaan saaat dinas diruang
ICU yaitu ada suka dan dukanya.
Ketiga
partisipan
mengungkapkan mengenai pengalaman
bahwa ketiga partisipan juga mengalami,
merasakan
dan
mendapat
suatu
pengalaman dari fenomena yang ada di
ruang ICU sesuai dengan teori
Endarmoko 2006 .
Ketiga partisipan dan juga
perawat di ruang ICU Rumah Sakit
Panti
Waluyo
Surakarta
pernah
mengikuti pelatihan pelatihan ICU,
akan tetapi tiap partisipan berbeda untuk
frekuensi
mengikuti
pelatihannya.
Perawat yang ada merupakan tenaga
kesehatan yang mampu dalam melayani
dan merawat klien serta melakukan
tindakan sesuai ilmu yang sudak
diperoleh di pendidikan yang ditempuh.
Hal ini juga tertera di Undang-undang
Kesehatan No 23, Tahun 1992
menyebutkan bahwa perawat adalah
mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan dalam melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang

dimiliki, yang diperoleh melalui


pendidikan keperawatan.
Hasil wawancara dengan ketiga
partisipan, mengungkapkan bahwa
epistaksis juga disebut dengan mimisan
dan epistaksis merupakan pecahnya
pembuluh darah di hidung. Hasil
wawancara
ketiga
partisipan
mengatakan bahwa penyebab dari
epistaksis adanya trauma di wajah, dan
satu partisipan juga ada yang
mengungkapkan bahwa trauma diwajah
adalah penyebab dari luar sedangkan
penyebab
dari
dalam
adalah
hipertensi,gangguan polip dan trauma
anterior maupun posterior.
Hasil dari wawancara, ketiga
partisipan pernah menangani kasus
epistaksis yang sudah tidak terhitung
lagi jumlahnya, dan satu partisipan baru
menangani kasus epistaksis sebanyak
kurang lebih lima kali. Partisipan juga
mengungkapkan bahwa obat yang biasa
digunakan saat menangani kasus
epistaksis selain menggunakan tampon
epinephrine adalah dengan vitamin K
dan Kalnex karena pada prinsipnya juga
sama sama menghentikan perdarahan.
Ketiga
partisipan
mengungkapkan bahwa pertolongan
pertama
pada
epistaksis
adalah
menggunakan tamponade epinephrine,
yang mana alat dan bahannya adalah
sebagai berikut: satu ampul epinephrine,
aquabides, kassa steril, kom kecil, pinset
untuk membantu memasukkan kassa
yang sudah di masukkan ke dalam kom
yang berisi denagan aquabides dan
epinephrine kemudian diperas dan di
masukkan ke hidung sebagai tampon.
Hasil dari wawancara, ketiga
partisipan
mengungkapkan
bahwa
tamponade menggunakan epinephrine
pada pasien epistaksis adalah sebagai
vasokontriksi,
yaitu
membantu
menghentikan perdarahan yang terus
menerus
ataupun
menyempitkan
pembuluh darah di hidung, Pertisipan
juga mengungkapkan bahwa tampon
menggunakan epinephrine pada pasien

dengan epistaksis sangat efektif, selain


harga yang ekonomis juga pasti tersedia
di setiap ruang ICU. Cara menamponnya
sendiri dengan memperhatikan posisi
kepala yaitu setengah duduk atau
menengadah, kemudian satu ampul
epinephrine dimasukkan ke dalam kom
kecil, kemudian di campur dengan
aquabides dan diperas lalu dimasukkan
ke hidung menggunakan pinset. Perlu
diketahui lagi bahwa Alat pelindung diri
sangat penting.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian
ini
dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengalaman Perawat
Beberapa
tema
dalam
pengalaman perawat didapatkan
sub tema yang pertama adalah
lama bekerja perawat di ruang ICU
lebih dari 2 tahun, yang kedua
adalah perasaan selama dinas di
ruang ICU. Ketiga partisipan
mengungkapkan bahwa perasaan
selama dinas di ruang ICU ada suka
ada sedih, menegangkan dan
menyenangkan.
Ketiga adalah
pengalaman perawat di ruang ICU
yang beragam yaitu apabila pasien
pulang dengan sembuh, partisipan
juga mengungkapkan bahwa kasus
yang
ditemukan
menarik.
Pengalaman perawat di ruang ICU
yang lain adalah peka terhadap
pasien dan cepat tanggap dalam
penanganannya,
kemudian
pengalaman yang menyedihkan
apabila pasien meninggal.
2. Pengertian epistaksis
Pengertian epistaksis adalah
pecahnya pembuluh darah di
hidung serta disebut juga dengan
mimisan.
3.
Penyebab epistaksis
Epistaksis adalah kondisi
klinis dengan berbagai variasi
penyebabnya. Beberapa penyebab
epistaksis
adalah
hipertensi,
gangguan polip, trauma anterior

4.

5.

maupun posterior dan adanya


trauma wajah.
Penatalaksanaan Epistaksis
Penatalaksanaan epistaksis
berdasarkan
dari
pernah
menangani kasus epistaksis dan
kira kira sudah berapa kali
menanganinya selama dinas di
ruang ICU, pertolongan pertama
pada pada saat terjadi epistaksis
yaitu dengan tampon kassa dan
tampon epinephrine yang mana
tindakan tampon tersebut bersifat
sementara dan hanya pertolongan
pertamanya saja. Alat dan bahan
yang
digunakan
dalam
penatalaksanaan epistaksis adalah
satu
ampul
epinephrine,
handscoon, masker, aquabides,
kassa steril, kom kecil, pinset dan
spuit. Sedangkan obat obat yang
biasa digunakan selain tampon
menggunakan epinephrine adalah
vitamin K dan kalnex.
Fungsi Tamponade Epinephrine
Fungsi
tamponade
epinephrine pada kasus epistaksis
di kardiovaskuler adalah sebagai
obat pacu jantung, sedangkan
fungsi epinephrine pada kasus
epistaksis sebagai vasokontriksi
pembuluh
darah
sehingga
perdarahan di hidung dapat
dihentikan.
Keefektifan
dari
tamponade
menggunakan
epinephrine adalah sangat efektif
digunakan pada saat pertolongan
pertama
penatalaksanaan
epistaksis. Cara untuk menampon
menggunakan epinephrine pada
pasien dengan epistaksis ada
beberapa pendapat
menurut
pengalaman ketiga partisipan,
akan tetapi pada dasarnya sama,
yang
pertama
dengan
memposisikan pasien setengah
duduk dengan kepala menengadah
kemudian kassa yang dibasahi
dengan epinephrine di masukkan
ke dalam hidung. Keuntungan

melakukan tindakan tamponade


epinephrine pada pasien dengan
epistaksis adalah harga satu ampul
epinephrine yang ekonomis dan
juga tersedia di ruang ICU.

DAFTAR PUSTAKA
Bidasari L, Rina A C Saragih 2007, Tata
Laksana Epistaksis Berulang
Pada Anak, Vol. 9, No. 2, diakses
7 Desember 2013,
Budiman J Bestari, Al Hafiz 2011,
Epistaksis
Berulang
dengan
Rinosinusitis Kronik, Spina, pada
Septum
dan
Telangiektasis,
diakses 6 Desember 2013,
Budiman J Bestari, Yolazenia2012,
Epistaksis dan Hipertensi, diakses
7
Desember
2013,
{http://jurnal.fk.unand.ac.id}.
Callaham, Michael L et al. 1997, Seri
Skema
Diagnosis
dan
PenatalaksanaanGawat Darurat
Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku
Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Haryadi,
Putra
2012,
Asuhan
Keperawatan Epistaksis, diakses
19 Desember 2013, putra hariyadi
Irma, Indah & Ayu Intan2013, Penyakit
Gigi, Mulut dan THT, Nuha
Medika, Yogyakarta.
Moleong, J Lexy 2013, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Neal, Michael J 2006, At a Glance
Farmakologi Medis, Erlangga, Jakarta.
Nursalam 2011, Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
Polit, DF & Beck, CT 2006, Essentials
Of Nursing Research Methods,
Appraisal, and Utilization, 6th
edition, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Polit, DF & Hungler, BP 2005, Nursing
Research : Principles and
Methods, 6th edition, Lippincott
Williams
&
Wilkins,
Philadelphia.

Potter, PA & Perry, Ag 2005,


Fundamental of Nursing concept,
Process and Practice, 4th edition,
Mosby Company, St Louis.
Saryono & Anggraeni, MD 2010,
Metodologi Penelitian Kualitatif
Dalam Bidang Kesehatan, Nuha
Medika, Yogyakarta.
Shah, Kaushal, 2013, Prosedur Penting
dalam
Kedaruratan,
EGC,
Jakarta.
Soepardi, Efiaty et al. 2002, Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Lehe edisi 5,
FKUI, Jakarta.
Soepardi,
Efiaty
et
al.
2000,
Penatalaksanaan Penyakit dan
Kelainan
TelingaHidungTenggorok edisi 2, FKUI, Jakarta.
Sutopo, HB 2006, Metodologi Dasar
Teori danTerapannya Dalam
Penelitian, Universitas Negeri
Sebelas Maret, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen19 halaman
    Bab 4
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Dafrar Pustaka
    Dafrar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Dafrar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen3 halaman
    Bab 5
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen60 halaman
    Bab 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen60 halaman
    Bab 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen20 halaman
    Bab 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Dokumen8 halaman
    Konsep Dasar Desa Dan Kelurahan Siaga Aktif
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Stress Dan Adaptasi
    Stress Dan Adaptasi
    Dokumen13 halaman
    Stress Dan Adaptasi
    dwita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Lam - Lembar Konsul
    Lam - Lembar Konsul
    Dokumen1 halaman
    Lam - Lembar Konsul
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bagian Depan
    Bagian Depan
    Dokumen18 halaman
    Bagian Depan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • PEMBATAS
    PEMBATAS
    Dokumen8 halaman
    PEMBATAS
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen28 halaman
    Bab I
    Agustriati Muniz
    0% (1)
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • LP Ruptur Tendon
    LP Ruptur Tendon
    Dokumen8 halaman
    LP Ruptur Tendon
    Ruben Suciono
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen19 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 2
    Out 2
    Dokumen9 halaman
    Out 2
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen8 halaman
    Tugas
    Ruben Suciono
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Maria
    BAB 3 Maria
    Dokumen12 halaman
    BAB 3 Maria
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 1
    Out 1
    Dokumen9 halaman
    Out 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Out 3
    Out 3
    Dokumen10 halaman
    Out 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen22 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan (Isi)
    Pembahasan (Isi)
    Dokumen15 halaman
    Pembahasan (Isi)
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Dokumen11 halaman
    Suhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Faringitis Kel 3
    Faringitis Kel 3
    Dokumen10 halaman
    Faringitis Kel 3
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen15 halaman
    Tugas
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat
  • Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Dokumen8 halaman
    Askep Penyakit Jantung Bawaan
    Agustriati Muniz
    Belum ada peringkat