Anda di halaman 1dari 3

Lesunya aktivitas perdagangan ekspor-impor dan antarpulau memukul operator

angkutan laut, termasuk kontainer domestik. Saat ini, tingkat isian muatan kapal ke
seluruh rute domestik tercatat hanya rata-rata 50-60 persen. Bahkan, penyusutan
transaksi pengapalan di Asia turut memicu tarif pelayaran barang turun rata-rata
hingga 30 persen, termasuk di Indonesia.
Ketua

Indonesian

National

Shipowners

Association

(INSA),

Jaya

Alleson

mengungkapkan, sepinya muatan mulai terjadi sejak awal tahun. Ini mengakibatkan
kapal lebih banyak lego jangkar di sejumlah pelabuhan, termasuk di Tanjung Priok.
Pengapalan kontainer domestik selama triwulan pertama tahun ini turun cukup
signifikan ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Penurunan bisa mencapai di atas 20 persen. Berdasarkan data INSA, seluruh
operator kapal kontainer domestik merasakan hal ini, dan ini terjadi di semua rute
domestik, katanya, Minggu (10/5).
Data PT Pelabuhan Tanjung Priok mencatat, selama triwulan 1/2015 jumlah
kunjungan kapal melalui Tanjung Priok mencapai 3.668 unit atau 29,61 juta gross
tonnage (GT), terdiri atas kapal luar negeri (ocean going), 993 unit (19,70 juta GT),
dan kapal domestik 2.675 unit (9,91 juta GT).
Arus peti kemas selama periode itu berasal dari PT Jakarta International Container
Terminal (JICT) 585.575 TEUs (398.691 boks), TPK Koja 223.807 TEUs (149.914 boks),
dan terminal konvensional sebanyak 843.784 TEUs atau setara 681.768 boks.
Menurutnya, penurunan volume kegiatan angkutan laut dipicu kondisi perdagangan
global dan ekonomi domestik, yang terdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS sejak dua tahun lalu.
Di dalam negeri, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan
Harry Boediarto Soewarto mengungkapkan, lesunya perekonomian dipicu proses
tender dari proyek-proyek APBN yang belum seluruhnya rampung. Ini jadi
hambatan juga. Tender baru dimulai Januari-Februari dengan proses 1,5 bulan,
kemungkinan proyek baru berjalan April-Mei. Dampaknya, ya permintaan angkutan
masih rendah, tuturnya.
Namun, pengusaha pelayaran dapat lebih kreatif untuk melakukan shifting muatan
kapalnya. Daripada menganggur, misalnya, biasa mengangkut batu bara karena

sepi untuk sementara bisa dipakai untuk angkut batu split, atau kontainer, untuk
sementara angkut bahan baku, kata dia.
Sekjen Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia, Toto Dirgantoro mengungkapkan,
penurunan transaksi ekspor-impor secara global berdampak signifikan terhadap
bisnis transportasi angkutan laut. Pasalnya, penurunan jumlah muatan itu ikut
menyeret penurunan tarif di Tanah Air.
Ia mencontohkan, penurunan tarif yang terjadi pada ongkos pengiriman kontainer
ukuran 20 kaki dari Port Klang Malaysia ke Tanjung Priok Indonesia, yang biasanya di
kisaran US$ 250, kini hanya US$ 100.
Menurutnya, pengusaha akan sulit bertahan kalau keadaan ekonomi terus merosot.
Kalau tidak ada terobosan dari pemerintah, situasi ini akan berujung pada
pengurangan pekerja. Ini opsi paling terakhir, kata Toto.
Melihat situasi di atas, Alleson mengharapkan pengelola Pelabuhan Tanjung Priok
memberikan potongan tarif layanan kapal sebagai stimulus kepada pelayaran
domestik, saat kondisi merosotnya volume muatan seperti saat ini.
Jelang Puasa
Kepala Humas Pelabuhan Tanjung Priok Sofyan Gumelar mengatakan, peningkatan
arus barang di Tanjun Priok diprediksikan mulai terjadi akhir bulan ini, untuk
kebutuhan menjelang bulan puasa dan Lebaran.
Bahkan, untuk mengantisipasi lonjakan arus barang untuk kebutuhan puasa dan
Lebaran, Pelabuhan Tanjung Priok akan memprioritaskan layanan bongkar muat
sembako;

dengan

menambah

fasilitas

dermaga

guna

penyandaran

kapal

pengangkut sembilan bahan pokok dari dan ke pelabuhan.


Ada kenaikan tipis dalam volume perdagangan pada April setelah liburan Tahun Baru
Imlek di Asia. Namun, kenaikan tipis ini belum dapat mendongkrak prospek
pengapalan dan ekonomi yang melemah. (Ellen Piri)
Sumber : Sinar Harapan
Pejabat Humas PT Pelindo III Edi Priyanto menjelaskan jumlah muatan setiap hari yang hanya
mencapai 25 konteiner berukuran 20 kaki. Sepertinya pemilik barang tertarik pada
pengangkutan door to door bukan port to port, ungkapnya, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, pelayaran short sea shipping yang menghubungkan dua kota terbesar di
Pulau Jawa yang dimulai 17 April 2015 dan dioperatori oleh PT Salam Pacific Indonesia Line ini
diprakarsai oleh Pelindo III dan Pelindo II dengan jenis layanan angkutan laut berbiaya Rp 2 juta
per kontainer ukuran 20 kaki.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Sugi Purnoto mengamini,
pengangkutan menggunakan truk dianggap lebih memiliki keunggulan baik dari segi biaya
maupun waktu.
Tarif short sea shipping Surabaya-Jakarta untuk kontener 20 feet dengan kapasitas 27 meter
kubik dan berat 15 ton, memang hanya Rp 2 juta. Tapi itu hanya dari port to port, terangnya.
Di luar itu, lanjutnya, masih ada tarif lift on-lift of baik itu dari pelabuhan asal dan di pelabuhan
tujuan, serta biaya pengangkutan dari pelabuhan menuju lokasi tujuan menggunakan truk
sehingga secara keseluruhan tarif pengangkutan melalui short sea shipping bisa mencapai Rp
6 juta.
Dia membandingkan, jika pengangkutan menggunakan truk jenis wingbox, terangnya, tarif
Jakarta-Surabaya berkisar Rp 7 juta. Akan tetapi, volume muatan justru lebih besar yakni 55
meter kubik.
Jadi menurutnya, jika dihitung biaya permeter kubik, maka pengangkutan menggunakan truk
hanya Rp127.000/meter kubik dibandingkan menggunakan kapal yakni Rp240.000.
Dari sisi waktu tempuh, menurutnya, pengangkutan menggunakan truk memiliki keunggulan
karena hanya dalam waktu tiga hari, barang kiriman sudah tiba di lokasi tujuan.
Sementara menggunakan short sea shipping, total waktu yang dibutuhkan bisa mencapai
empat hingga lima hari mengingat kapal membutuhkan waktu penanganan barang naik dan
turun saat sandar di pelabuhan.
Hal itulah yang menurutnya menyebabkan pelayaran jenis short sea shipping antara
Surabaya-Jakarta dan sebaliknya tidak mendapatkan sambutan yang meriah dari para pemilik
barang. (RN)

Anda mungkin juga menyukai