I.
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
II.
INSIDENSI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1.
III.
ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada
anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome.
IV.
GEJALA KLINIS
1. PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik,
namun
penyebab
terjadinya
proteinuria
belum
diketahui
benar.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul
akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau
>40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++.
2. HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik. Dikatakan hiperlipidemia
karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi
juga, Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL.
3. HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutritional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang
menyebabkan edema.
4. EDEMA
Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema
yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi
bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat
menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat
anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi
vena, dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini.
V.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
1. Edema non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
2. Glomerulonefritis akut
3. Lupus sistemik eritematosus.
VII.
PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk
menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :
Remisi
Kambuh
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturutturut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh sering
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
VIII.
KOMPLIKASI
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi
di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. G. D.
Umur
: 7 tahun
Jenis kelamin
: Laki - laki
Pekerjaan
: Pelajar
Nomor RM
: 383112
Masuk Bangsal
: 11-08-2014
Pengambilan data
: 15-08-2014
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 15 Agustus 2104
Keluhan Utama
Bengkak pada wajah serta seluruh tubuh yang memberat sejak 3 hari SMRS.
Keluhan Tambahan
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSU dengan keluhan bengkak yang semakin memberat sejak 3 hari
SMRS. Awalnya bengkak dirasakan muncul sejak 1 minggu SMRS. Pertama kali bengkak
muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di kelopak
mata menghilang tetapi bengkak dirasakan berpindah di kedua tungkai atas. Semakin lama
bengkak dirasakan memberat setiap harinya. Kedua tungkai bawah dan perut serta skrotum
juga menjadi bengkak 2 hari SMRS. Bengkak pada keempat ekstremitas dirasakan tidak
merah maupun panas. Perut dirasakan semakin lama semakin membuncit. Bengkak pada
kedua tungkai atas berkurang ketika pasien dibawa ke RS.
Pasien menyangkal adanya berat badan yang turun, nafsu makan yang berkurang,
batuk, pilek, nyeri tenggorok, nyeri ketika menelan, demam, mual, muntah, diare ataupun
nyeri perut. Pasien juga menyangkal adanya nyeri pada persendian, sering sariawan. BAK
pasien berwarna kuning, berbusa, tidak terdapat darah maupun kencing berpasir. Pasien juga
menyangkal adanya nyeri ketika BAK, volume BAK tidak ada kelainan, namun dalam sehari
pasien hanya BAK 1-2x per hari. BAB pasien 1x per hari, berwarna kuning kecoklatan, tidak
terdapat darah ataupun lendir.
Pasien sebenarnya sudah pernah mengalami keluhan bengkak seperti ini sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien didiagnosis oleh dokter sebelumnya dengan sindroma nefrotik kemudian
diberikan obat metil prednisolon serta beberapa obat yang lainnya. Keluhan bengkak
Kesadaran
: kompos mentis
Tanda vital
Mata
Hidung
: sianosis (-), mukosa hiperemis (-) faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher
KGB
Submandibular
: tidak teraba
Supraklavikula
: tidak teraba
Retroaurikuler
: tidak teraba
Cervicalis
: tidak teraba
Axilaris
: tidak teraba
Inguinalis
: tidak teraba
Thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas atas
Batas kiri
Batas kanan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: dinding perut supel, nyeri tekan (+) epigastrium, tidak teraba massa,
defans muskular (-), hepar dan lien tidak teraba membesar, ballotement
(-/-). CVA (-/-).
Ektremitas
Atas
Bawah
:Akral hangat, oedem tungkai pitting (+/+), CRT <2 detik, sianosis (-)
Genitalia
LABORATORIUM
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI
Hemoglobin
11
13,6
Hematokrit
14
16
19
21
13.3
g/dL
RUJUKAN
11.7 - 15.5
38,9
39
33 - 45
Leukosit
11,93
14.58
ribu/Ul
5.0 - 10.0
Trombosit
322
409
ribu/Ul
150 - 440
Eritrosit
4.91
5,5
juta/Ul
3.80 5.20
Basofil
0,3
0,1
0-1
Eosinofil
12,2
0,2
1-3
Netrofil
40,4
21,8
50-70
Limfosit
39,3
65,9
20-40
Monosit
7,8
12
2-8
FUNGSI GINJAL
Ureum darah
15,6
mg/dL
17- 43
Creatinin darah
KIMIA KLINIK
0,2
mg/dL
0.9 1.3
Albumin
URINALISIS
1,63
1.88
g/dl
3.40-4.80
Urobilinogen
<1 U.E/dl
Protein Urin
+3
Negatif
Berat jenis
1,020
1,010
1,003-1,030
Bilirubin
Negatif
Keton
Negatif
Nitrit
Negatif
PH
5,0
7,0
4,8-7,4
Leukosit
Negatif
Darah
+3
+4
Negatif
Glukosa urin
SEDIMEN URIN
Normal
Negatif
Leukosit
2,6
14,5
0,5
Eritrosit
13,9
47,9
2,5
Silinder
1,3
12,1
0,2
Kristal
0,79
0,0
Bakteri
4,6
120,2
4,6
RESUME
Pasien anak umur 7 tahun MRS dengan keluhan bengkak yang semakin memberat
sejak 3 hari SMRS. Awalnya bengkak dirasakan muncul sejak 1 minggu SMRS. Pertama kali
bengkak muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di
kelopak mata menghilang tetapi bengkak dirasakan berpindah di kedua tungkai atas. Semakin
lama bengkak dirasakan memberat setiap harinya. Kedua tungkai bawah dan perut serta
skrotum juga menjadi bengkak 2 hari SMRS. Bengkak pada keempat ekstremitas dirasakan
tidak merah maupun panas. Perut dirasakan semakin lama semakin membuncit. Bengkak
pada kedua tungkai atas berkurang ketika pasien dibawa ke RS. Pasien sebenarnya sudah
pernah mengalami keluhan bengkak seperti ini sejak 3 bulan yang lalu. Pasien didiagnosis
oleh dokter sebelumnya dengan sindroma nefrotik kemudian diberikan obat metil prednisolon
serta beberapa obat yang lainnya. Keluhan bengkak kemudian menghilang setelah pasien
mengonsumsi obat-obatan tersebut. 2 bulan SMRS sampai bengkak seperti ini pasien tidak
rutin minum obat.
Saat ini, pasien sudah menjalani perawatan hari ke-5, di bangsal anak. Saat ini pasien
sudah tidak merasakan adanya sesak nafas. Keluhan bengkak juga sudah berkurang. Selama
di ruang perawatan pasien sudah menjalani pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, urine
lengkap serta analisis urine. Saat ini pasien sudah mendapatkan pengobatan oral diantaranya,
prednisolon 8 mg (4-2-2) serta Kalsium Laktat 1x500 mg, Albumin 1 Kolf, pengobatan yang
disuntikan melalui pembuluh darah yaitu lasix 1x40 mg.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos
mentis, TD 100/70 mmHg, FN 110x/menit, FP 40x/menit, suhu 36,6 C. Pada pemeriksaan
abdomen sedikit membuncit dan simetris, gerakan pernapasan abdomen, BU (+) normal,
shifting dullness (+), dinding perut supel, nyeri tekan (+) epigastrium, tidak teraba massa,
turgor baik, hepar dan lien tidak teraba membesar, ballotement (-/-). CVA (-/-). Pada
pemeriksaan genetalia didapatkan adanya edema skrotum (+/+)
Pada pemeriksaan lab didapatkan adanya kesan hipoalbunemia, glukosuria, proteinuria,
penurunan ureum kreatinin.
DIAGNOSIS KERJA
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan elektrolit darah, kolesterol, biopsi ginjal
PENATALAKSANAAN
Prednison 4-2-2
Vitamin B complex 1x1 tab
Vitamin C 2x1/2 tab
Kalsium Laktat 1x500mg tab
Bed rest
Tampung urine 24 jam
Makan lunak + rendah garam
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Bonam
: malam
: malam
FOLLOW UP
S
16-09-2014
Pasien dengan keluhan
17-09-2014
Bengkak pada
18-09-2014
Bengkak pada
kaki berkurang.
kaki berkurang .
Sesak (-)
Sesak (-)
KU: CM
FN: 98x/menit,
FP: 22x/menit,
TD: 110/80
mmhg, S: 36,1
Mata: konjungtiva
tidak pucat, tidak
ikterik
Paru: vesikular +/
KU: CM
FN: 102x/menit,
FP: 28x/menit,
TD: 110/70
mmhg, S: 36,4
Mata: konjungtiva
tidak pucat, tidak
ikterik
Paru: vesikular +/
Jantung: BJ I dan II
reguler, murmur dan
gallop tidak ada
Abdomen: sedikit
buncit, nyeri tekan
tidak ada, shifting
dullness (+), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pada
ekstremitas bawah dan
atas
+, rhonki +/+,
whezing -/Jantung: BJ I dan
II reguler,
murmur dan
gallop tidak ada
Abdomen: datar,
nyeri tekan tidak
ada, shifting
dullness (+),
bising usus (+)
normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema
pada ekstremitas
bawah dan atas.
+, rhonki +/+,
whezing -/Jantung: BJ I dan
II reguler, murmur
dan gallop tidak
ada
Abdomen: datar,
nyeri tekan tidak
ada, shifting
dullness (+),
bising usus (+)
normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema
pada ekstremitas
bawah bilateral
Akut on kronik
Sindrom Nefrotik
Akut on Kronik
Sindrom Nefrotik
Akut on Kronik
Sindrom Nefrotik
IVFD D 250cc/24
jam
Prednison 4-2-2
mg
Kalk 1x500 mg
tab
Lasix 2x10 mg
IVFD D 250cc/24
jam
Prednison 4-2-2
mg
Kalk 1x500 mg
tab
Lasix 2x10 mg
Amp
Amp
19-09-2014
Batuk sesekali.
BAB (-) 2 hari,
BAK lancar
20-09-2014
bengkak pada kaki
21-09-2014
batuk berlendir,
berkurang, urine
800cc
KU: CM
FN: 92x/menit, FP:
22x/menit, TD:
100/70 mmhg, S:
36,2
Mata: konjungtiva
tidak pucat, tidak
ikterik
Paru: vesikular +/+,
rhonki +/+, whezing
-/Jantung: BJ I dan II
reguler, murmur
dan gallop tidak ada
Abdomen: datar,
nyeri tekan tidak
ada, shifting
dullness (+), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pada
ekstremitas (-)
Abdomen: datar,
nyeri tekan tidak
ada, shifting
dullness (+), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pada
ekstremitas (-)
Abdomen: datar,
nyeri tekan tidak
ada, shifting
dullness (+), bising
usus (+) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pada
ekstremitas (-)
Akut on Kronik
Sindrom Nefrotik
Akut on Kronik
Sindrom Nefrotik
Akut on Kronik
Sindrom Nefrotik
Prednison 4-2-2 mg
Kalk 1x500 mg tab
Vit. C 1x1 tab
CTM 2x1/2 tab
Vit. B comp 1x1 tab
Tampung urine
Bed rest
Prednison 4-2-2 mg
Kalk 1x500 mg tab
Vit. C 1x1 tab
Vit. B comp 1x1 tab
CTM 2x1/2 tab
Bed rest
Tampung urine
Makan lunak +
rendah garam
Prednison 4-2-2 mg
Kalk 1x500 mg tab
Vit. C 1x1 tab
Vit. B comp 1x1 tab
CTM 2x1/2 tab
Bed rest
Tampung urine
Makan lunak +
rendah garam
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun didiagnosis dengan sindroma nefrotik atas dasar
adanya edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia. Hal ini sesuai dengan kriteria
diagnosis sindroma nefrotik yaitu adanya edema anasarka, proteinuria, hipoalbuminemia
<3,5g/dl.
Pada pasien ini ditemukan adanya edema anasarka sejak 1 minggu SMRS, dirasakan
semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor
kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehinngga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan
terjadi edema. Akbat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan
menyebabkan
terjadinya
hipovolemia,
dan
ginjal
melakukan
kompensasi
dengan
meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
intravaskuler tetapi juga akan mengekseserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema
akan semakin berlanjut. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium
dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor
seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis
lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan
mekanisme mana yang berperan. Pasien juga mengeluhkan adanya perut yang buncit dan
sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Perut yang buncit dan sesak nafas ini bisa dicirugai karena
adanya overload cairan yang menyebabkan ascites dan efusi pleura. Pada anamnesis sesak
nafas pada pasien ini mengarah pada sesak nafas dan perut buncit karena overload. Ascites
dan efusi pleura ini merupakan salah satu tanda dari overload cairan yang disebabkan karena
hipoalbuminemia pada pasien sindroma nefrotik.
Pada pasien ini juga ditemukan adanya proteinuria. Proteinuria disebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam
keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme panghalang
untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran
molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN
kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein
juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Pada pasien didapatkan data
proteinuria +3 pada pemeriksaan urinalisis.
Pasien ini juga ditemukan adanya hipoalbuminemia. Hipoalbumin pada pasien ini
1,68 g/dL. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis untuk Sindroma Nefrotik sendiri yaitu
hipoalbuminemia <3,5 g/dl. Hipoalbuminemia pada pasien ini murni tidak disebabkan adanya
intake yang kurang atau adanya penyakit hati yang kronis. Hal ini bisa dibuktikan pada
anamnesis bahwa tidak terdapat adanya penurunan nafsu makan maupun tidak terdapat
adanya riwayat penyakit hepatitis ataupun faktor resiko terjadinya hepatits B. Jadi bisa
disimpulkan bahwa hipoalbuminemia pada pasien ini merupakan salah satu menifestasi dari
kerusakan glomerulus yang sesuai dengan teori terjadinya hipoalbuminemia pada sindroma
nefrotik.
Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala
tersebut harus ditemukan. Proteinuria merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang
disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria
juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia,