Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Induksi Persalinan


Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda
dengan akselerasi persalinan, dimana pada akselerasi peralinan tindakantindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu.
B. Epidemiologi
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41540/4/Chapter%20II.pdf)

Frekuensi dari terjadinya persalinan preterm diperkirakan sekitar


12-13% di Amerika Serikat (AS) dan 5-9% di negara-negara berkembang.
Akan tetapi, tingkat persalinan preterm meningkat di berbagai lokasi,
terutama karena peningkatan indikasi atas persalinan preterm terhadap
kehamilan multipel buatan. Persalinan preterm dapat juga terbagi
berdasarkan usia kehamilan: persalinan preterm pada usia kehamilan 2027 minggu (extremly preterm), persalinan preterm pada usia kehamilan
28-32 minggu (very preterm),persalinan preterm pada usia kehamilan
pada 33-36 minggu (preterm)

C. Indikasi Oksitosin Drip


Indikasi janin : 1. Kehamilan lewat waktu
2. ketuban pecah dini
3. janin mati
Indikasi ibu :
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. kehamilan dengan diabetes mellitus

D. Mekanisme Kerja OD
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan OD
F. Kontra Indikasi OD
1. Malposisi dan malpresentasi janin
2. Insufisiensi plasenta
3. Disproporsi cephalo pelvic
4. Cacat Rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enukleasimion
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi Rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa
G. Syarat-syrataPemberianinfusOksitosin
1. Kehamilan aterm
2. Ukuran panggul normal
3. Tidak ada CPD (disproporsiantara pelvis danjanin)
4. Janin dalam presentasi kepala
5. Serviks sudah matang yaitu, portio teraba lunak, mulai mendatar dan
sudah mulai terbuka.

Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor Bishop, yaitu bila nilai
Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besarakan berhasil
Skor
Pembukaan Serviks
Pendataran Serviks

0
0
0-30%

1
1-2
40-50%

Penurunan kepala diukur


dari bidang Hodge III (cm)
Konsistensi Serviks
Posisi Serviks

-3

-2

keras
Kebelaka
ng

sedang
Searah
sumbu
jalan lahir

2
3-4
6070%
-1

3
5-6
80%
+1
+2

Lunak
Keara
h
depan

H. Teknik Pemberian Oksitosin Intravena(William Obs)


Tujuan tindakan ini adalah untuk menghasilkan kontraksi uetrus yang memadai untuk
menimbulkan pembukaan serviks dan penurunan janin sekaligus menghindari stimulasi
berlenihan terhadap uterus dan atau timbulnya status janin yang tidak meyakinkan.
Kontraksi harus di evaluasi secara terus-menerus dan oksitosin dihentikan apabila
kontraksi tetap lebih dari lima kali dalam periode 10 menit atau 7 kali dalam periode 15
menit. Apabila kontraksi berlangsung lebih lama dari 60 sampai 90 detik, atau apabila
pola frekuensi denyut jantung janin lebih dari normal. Pada hiperstimulasi, pengehentian
segera oksitosin hampir selalu menurunkan frekuensi kontraksi dengan cepat. Apabila
pemberiannya dihentikan, konsentrasi oksitosin dalam plasma dengan cepat turun karena
rerata waktu paruhnya sekitar 5 menit. Oksitosin infus dapat memberikan respon pada
uterus 3-5 menit setelah infus dimulai dan bahwa kadar optimal dalam plasma tercapai
dalam 40 menit. Respon bergantung pada aktivitas uterus yang sudah ada, sensitivitas
uterus dan status serviks yang berkaitan dengan lama kehamilan dan perbedaan biologis
perorangan. Oksitosin sintetik biasanya diencerkan dalam 1000 ml larutan garam
fisiologis yang diberikan melalui infus. Pemberian melalui rute lain tidak dianjurkan
untuk stimulasi persalinan. Infusat oksitosin yang lazim terdiri dari 10 hingga 20 unit
ekivalen dengan 10.000 sampai 20.000 mU yang dicampurkan kedalam 1.000 ml larutan
Ringer Laktat, sehingga dihasilkan kontraksi oksitosin masing-masing 10 atau 20 mU/ml.
Harus ada pemantauan frekuensi denyut jantung dan aktivitas uterus secara kontinu.
Umumnya oksitosin dihindari pada kasus-kasus kelainan presentasi janin dan
overdistensi uterus yang mencolok, misalnya karena hidramnion patologis, janin yang
terlalu besar, atau janin multiple. Wanita dengan paritas tinggi umumnya tidak diberikan

oksitosin karena mudah mengalami ruptur uteri, serta terdapat jaringan parut pada uterus.
Kondisi janin harus meyakinkan, berdasarkan frekuensi denyut jantung dan tidak adanya
mekonium kental dalam cairan amnion. Janin yang meninggal bukan merupakan
kontraindikasi untuk pemakaian untuk pemakaian oksitosin kecuali apabila jelas terdapat
disproporsi sefalopelvik.

I. Dosis Oksitosin (William Obs)


Pada regimen dosis rendah, peningkatan 1 mu/menit diberikan sesuai kebutuhan dengan
interval 20 menit. Pada protokol dosis tinggi, peningkatan 6 mu/menit diberikan
sesuaikebutuhan dengan interval 20 menit untuk mencapai dosis maksimum 42
mu/menit. Protokol membolehkan penururnan dosis sebesar 3 mu/menit apabila terjadi
hiperstimulasi uterus. Protokol dosis tinggi yang fleksibel ini lebih efektif daripada dosis
rendah. Pada induksi persalinan dosis tinggi menghasilkan interval waktu antara rawat
inap sampai melahirkan yang lebih singkat, angka kegagalan induksi yang lebih rendah,
dan tidak menimbulkan sepsis neonatus. Pada regimen dosis tinggi, sekitar separuh
wanita mengalami hiperstimulasi. Keadaana ini diatasi dengan menghentikan oksitosin
diikuti oleh pemberian kembali apabila diindikasikan tetapi dengan dosis separuh dari
dosis sewaktu dihentikan. Setelah itu dosis ditingkatkan sebesar 3mu/menit apabila
diindikasikan, sedangkan pada yang tidak mengalami hiperstimulasi peningkatannya
adalah 6 mu/menit.

Anda mungkin juga menyukai