Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga memberikan
daya dukung bagi makhluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara
dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang memprihatinkan. Dampak yang
ditimbulkan dari pencemaran tersebut menyebabkan penurunan kualitas udara,
yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Depkes, 2004).
Udara dibedakan menjadi udara luar ruangan (outdoor air) dan udara
dalam ruangan (indoor air). Kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas
udara dalam ruangan, di daerah perkotaan 80% dari kegiatan individu atau
manusia berada dalam ruangan (Mukono, 2003). Sebanyak 400 sampai 500 juta
orang khususnya di negara yang sedang berkembang berhadapan dengan masalah
polusi udara dalam ruangan (Aditama and Hastuti, 2002). Polusi udara dalam
ruangan jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan polusi udara luar ruangan,
WHO (2005) menyatakan bahwa polusi udara dalam ruangan mempunyai risiko
1000 kali lebih dapat mencapai paru dibandingkan dengan polusi udara luar
ruangan.
Penelitian yang dilakukan The National Institute of Occupational Safety
and Health (NIOSH) terhadap 446 bangunan dan gedung di Amerika, menemukan
bahwa terdapat lima sumber pencemar udara dalam ruangan yaitu pencemaran
dari alat-alat dalam gedung (17%), pencemaran di luar gedung (11%),
pencemaran akibat bahan bangunan (3%), pencemaran akibat mikroba (5%),
gangguan ventilasi udara (52%), dan sumber yang belum diketahui (25%)
(Aditama and Hastuti, 2002).
Salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah lingkungan sehat
termasuk lingkungan rumah sakit. Rumah sakit merupakan sarana umum dan
sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, Hal ini
memungkinkan untuk terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan

dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit (Haryono, 2010). Sanitasi
lingkungan merupakan salah satu usaha untuk mencapai lingkungan yang sehat
melalui pengendalian faktor lingkungan fisik terutama terhadap hal-hal yang
mempunyai efek merusak perkembangan lingkungan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup manusia.
Pemerintah Indonesia telah mengatur persyaratan kualitas udara di rumah
sakit dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/MENKES/SK/X/2004.
Sebagai suatu institusi, rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan dalam
rangka mengobati dan menyembuhkan penderita, sehingga didapatkan kondisi
yang sehat dan terbebas dari penyakit. Dalam kegiatannya terjadi interaksi antara
pasien, pengunjung, petugas, peralatan medik, penunjang medik dan non medik,
obat-obatan serta bahan lain. Kegiatan di rumah sakit memungkinkan untuk
terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi
tempat penularan penyakit, yang disebut dengan infeksi nosokomial (Haryono,
2010).
Kualitas lingkungan di rumah sakit menjadi salah satu hal yang perlu
diperhatikan, karena beberapa cara transmisi kuman penyebab infeksi dapat
terjadi melalui droplet, airborne maupun kontak langsung. Dengan demikian
penyebab penyakit dapat berada di udara, lantai, dinding maupun peralatan medis
(Suwarni and Soetomo, 2001). Lingkungan yang terkontaminasi mempunyai
peran cukup besar sebagai tempat penularan penyakit yang dapat menimbulkan
infeksi nosokomial (Widajati et al., 2008).
Penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit dapat terjadi pada fasilitas
yang ada di rumah sakit seperti pada ruang pembedahan atau operasi, ruang gawat
darurat, instalasi rawat jalan, dan ruang rawat inap. Mengingat manusia rata-rata
melewatkan 80-95% aktivitasnya di dalam ruangan (Dacarro et al., 2003). Ruang
rawat inap berperan sebagai rumah kedua bagi pasien yang sedang menjalani
masa pemulihan, ruang rawat inap menjadi penting diperhatikan sanitasinya
dibandingkan dengan fasilitas lain di rumah sakit yang juga menjadi sumber
infeksi nosokomial. Ruang rawat inap juga memberikan peluang besar bagi
pengunjung, pekerja medis, pekerja non medis, serta pasien pada jam-jam tertentu

untuk berinteraksi di dalamnya. Melihat faktor pemeliharaan ruangan di rumah


sakit seperti kebersihan pada ruang rawat inap berbeda dengan ruang operasi dan
isolasi yang menggunakan sterilisasi yang ketat, akses untuk masuk ke ruang
rawat inap lebih mudah mengingat kepentingan berkunjung ke ruang rawat inap
lebih tinggi dibandingkan dengan ruang cuci atau dapur. Penyebab polusi udara
dalam ruangan juga berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan
dalam ruangan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi bangunan, suhu,
kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan (EPA, 2008).
Lantai ruang perawatan di rumah sakit merupakan salah satu media selain
udara yang menjadi tempat untuk bertebarannya berbagai jenis mikroorganisme.
Menurut Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan

No.1204/MENKES/SK/X/2004,

tingkat

kebersihan

lantai

dipersyaratkan dengan angka kuman 5-10 CFU/cm2, sehingga lantai ruang


perawatan harus dipelihara kebersihannya dengan selalu mengadakan penyapuan,
pengepelan dan pemberian desinfektan tertentu.
Prevalensi infeksi nosokomial dari masing-masing rumah sakit sangat
bervariasi. Surveilans yang pernah dilakukan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di
lima puluh lima Rumah Sakit di Asia Tenggara, Eropa, Mediterania dan Pasifik
pada tahun 1987 sebanyak 8,7% pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami
infeksi nosokomial (WHO, 2002). Dari 4 region tersebut, Asia Tenggara dengan
besaran kasus 10% menjadi region tertinggi kasus infeksi nosokomial. Angka
terendah ada di Eropa, dengan jumlah kasus 7,7% (Ducel et al., 2002). Insiden
infeksi nosokomial di Amerika Serikat 5%, di Malaysia prevalensinya 12,7%,
di Taiwan 13,8% (Hasyim, 2005).
Data mengenai kejadian, angka kesakitan dan angka kematian infeksi
nosokomial di Indonesia masih langka, tetapi diperkirakan cukup tinggi
mengingat keadaan rumah sakit dan kesehatan umum relatif belum begitu baik.
Survei sederhana yang telah dilakukan oleh Subdit Surveilans Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
(Ditjen PPM&PLP) di 10 rumah sakit umum tahun 1987, angka infeksi

nosokomial cukup tinggi, yaitu 6% hingga 16% dengan rerata 9,8%. Menurut
Hasyim (2005) di Jakarta prevalensi infeksi nosokomial sebesar 41,1%, di
Surabaya 73,3% dan Yogyakarta 5,9%.
Infeksi nosokomial menggunakan media untuk menginfeksi pasien. 1020% infeksi nosokomial disebabkan oleh penularan melalui udara. Udara
mengandung berbagai jenis organisme yang luar biasa banyaknya dan jumlah ini
bergantung pada beberapa faktor luar antara lain: petugas (dokter, perawat),
peralatan, material medis, makanan, minuman, pengunjung, keluarga, lingkungan
fisik, dan penderita lain (Darmadi, 2008).
Hasil kajian kualitas udara bakteriologis yang dilakukan oleh Suripatty
Novi (2008) menunjukkan bahwa dari 8 jumlah sampel terdapat 3 rumah sakit
dengan ruang perawatan yang indeks angka kuman maksimum telah melewati
nilai batas syarat dan 1 rumah sakit ruang perawatan indeks angka kuman
minimum di bawah minimum. Hasil identifikasi bakteri patogen pada udara ruang
perawatan rumah sakit di Maluku tahun 2008 menunjukkan tidak mengandung
kuman patogen (Vibrio cholera, Salmonela Sp dan Streptococcus) namun positif
jamur (Suripatty and Mintu, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Raharja (2012), menunjukkan hasil kualitas
suhu udara pada semua ruang persalinan praktik bidan swasta di kota Banjarbaru
tidak sesuai standar, suhu udara lebih dari 26 0C. Kelembaban udara pada semua
ruang persalinan juga tidak sesuai standar, kelembaban melebihi nilai standar 60%
RH. Hasil penelitian berdasarkan angka kuman di udara menunjukkan sebanyak
29,4% ruang persalinan dengan kualitas angka kuman udara memenuhi syarat dan
70.6% ruang persalinan tidak memenuhi syarat.
Penelitian yang dilakukan oleh Wikansari (2012) di kamar ruang rawat
inap rumah sakit Kota Semarang, menunjukkan hasil bahwa rata-rata kuman pada
rawat inap kelas II dan III penyakit pasca bedah sebesar 281 CFU/m3 dan 717
CFU/m3 , sedangkan rata-rata kuman pada ruang rawat inap kelas II dan kelas III
penyakit dalam sebesar 1.095 CFU/m3 dan 1.522 CFU/m3. Sejumlah kamar
memiliki angka kuman melebihi ambang batas total kuman di ruang rawat inap.

Pada ruang rawat inap penyakit dalam ada beberapa ruang ditemukan
Staphylococcus Aureus.
Jumlah pasien, pengunjung dan penunggu merupakan sekelompok orang
yang menjadi sumber bakteri dalam ruang perawatan. Bakteri pada orang dapat
ditemukan pada kulit, hidung dan mulut. Jumlah pasien, penunggu dan
pengunjung dari hari pertama dengan hari berikutnya akan berbeda-beda, pada
hari-hari tertentu seperti akhir pekan atau hari libur jumlah pengunjung bisa
melebihi dari hari biasanya. Sejumlah mikroorganisme pada udara dan lantai
ruang perawatan dipengaruhi oleh faktor pembawa yang ikut berperan terhadap
penyebaran mikroorganisme tersebut.
Pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut harus diperhatikan
mengingat peran rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan bagi orang sakit
dengan sistem kekebalan tubuh yang berkurang dan harus juga melindungi orang
sehat, yaitu pengunjung dan pekerja baik pekerja medis maupun non medis di
dalamnya. Penelitian tentang kualitas udara dan lantai di rumah sakit menjadi
penting dilakukan karena udara dan lantai merupakan salah satu media
perpindahan bagi mikrobiologi penyebab infeksi nosokomial dari orang sakit ke
orang sakit dan dari orang sakit ke orang sehat.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit
swasta yang terletak di kota yogyakarta. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
memiliki ruang rawat inap jenis kelas utama (VIP) dan kelas bangsal. Jumlah
pasien dan pengunjung setiap hari cukup padat. Ruang rawat inap kelas bangsal
terdapat lebih dari 3 tempat tidur untuk pasien, dan rentan untuk terjadinya
penularan penyakit melalui udara.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh faktor
yang mempengaruhi angka kuman udara dan lantai pada ruang rawat inap.
Pemeriksaan dan pengukuran angka kuman udara dan lantai ruang rawat inap
penting dilakukan mengingat kegiatan pengukuran ini mendeteksi terjadinya
infeksi nosokomial. Pemilihan parameter angka kuman udara dan lantai
dikarenakan indeks angka kuman udara dipengaruhi oleh kondisi kesehatan
lingkungan pada ruang perawatan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah hubungan antara jumlah pasien dalam ruangan dengan angka kuman
udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
2. Adakah hubungan antara jumlah penunggu dalam ruangan dengan angka
kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta?
3. Adakah hubungan antara jumlah pengunjung dalam ruangan dengan angka
kuman udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta?
4. Adakah hubungan antara sanitasi ruang dalam ruangan dengan angka kuman
udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
5. Adakah hubungan antara jumlah pasien dengan angka kuman lantai di ruang
rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
6. Adakah hubungan antara jumlah penunggu dengan angka kuman lantai di
ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
7. Adakah hubungan antara jumlah pengunjung dengan angka kuman lantai di
ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
8. Adakah hubungan antara jumlah sanitasi ruang dengan angka kuman lantai di
ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
9. Apakah ada perbedaan angka kuman udara dan lantai berdasarkan perbedaan
hari pada ruangan rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan angka kuman udara dan lantai pada ruang rawat inap
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah.

2.

Tujuan khusus
a.

Mengetahui hubungan antara jumlah pasien dengan angka kuman udara


di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakrta.

b.

Mengetahui hubungan antara jumlah penunggu dengan angka kuman


udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakrta.

c.

Mengetahui hubungan antara jumlah pengunjung dengan angka kuman


udara di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakrta.

d.

Mengetahui hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman udara


di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakrta.

e.

Mengetahui hubungan antara jumlah pasien dengan angka kuman lantai


di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

f.

Mengetahui hubungan antara jumlah penunggu dengan angka kuman


lantai di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.

g.

Mengetahui hubungan antara jumlah pengunjung dengan angka kuman


lantai di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.

h.

Mengetahui hubungan antara sanitasi ruang dengan angka kuman lantai


di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

i.

Mengetahui perbedaan angka kuman udara dan angka kuman lantai


berdasarkan perbedaan hari di rawat inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi

kepada:
1. Peneliti
Dapat menjadi bahan masukan dalam menambah ilmu pengetahuan
tentang sanitasi dan kualitas udara di ruang perawatan rumah sakit.

2. Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan dan upaya dalam pengambilan keputusan
pembinaan kesehatan lingkungan Rumah Sakit, serta memberikan sumbangan
pemikiran kepada pihak Rumah Sakit dalam meningkatkan program
pencegahan penyakit yang disebabkan kuman di udara dan lantai.
3. Akademisi
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan serta rujukan
bagi peneliti lain yang mempunyai minat yang sama guna pengembangan
lebih lanjut tentang angka kuman udara dan lantai ruang perawatan di Rumah
Sakit.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian penelitian

No
1.

2.

3.

Nama dan
tahun
Judul penelitian
penelitian
Wikansari Pemeriksaan
(2012)
Total
Kuman
Udara
dan
Staphylococus
Aureus di Ruang
Rawat
Inap
Rumah Sakit X
Kota Semarang
Raharja
Angka kuman
(2012)
udara
pada
ruang persalinan
praktik
bidan
swasta
dikota
Banjarbaru

Aspek yang diteliti


1. Angka kuman udara
2. Keberadaan
Staphylococcus
Aureus

1. Kondisi
fisik
lingkungan,
kondisi
fisik
bangunan, sanitasi
ruang persalinan
2. Angka
kuman
udara
Prasasti, et Pengaruh
1. Kualitas
fisik
al. (2005)
kualitas udara
ruangan, kualitas
dalam ruangan
mikrobiologi
ber-AC terhadap 2. Gangguan
gangguan
kesehatan
kesehatan

Persamaan

Perbedaan

Disain
Variabel bebas
penelitian
, variabel
terikat

Disain
penelitian
, variabel
terikat

Variabel
bebas,
pengambilan
sampel, objek
penelitian

Disain
penelitian

Variabel
bebas
dan
variabel
terikat

4.

5.

6.

Suripatty
Kajian kualitas 1. Suhu, kelembaban,
dan Mintu udara beberapa
pencahayaan,
(2008)
rumah sakit di
dan kebisingan
provinsi maluku 2. Angka kuman udara
(Abdollahi
and
Mahmoudz
adeh, 2012)

Microbial
profile of air
contamination in
hospital wards

Jenis
udara

mikroba

di

Triyantoro
et
al.
(2003)

Faktor penentu 1. Jumlah


pasien,
angka
kuman
jumlah
lantai
ruang
pengunjung,
perawatan
jumlah penunggu,
Dahlia
RSU
frekuensi
Banyumas
pembersihan
lantai,
suhu
ruangan,
kelembaban,
pencahayaan, berat
sampah
hasil
pembersihan lantai
2. Angka
kuman
lantai

Variabel
terikat,
Disain
penelitian

Variabel
bebas, tujuan,
lokasi
penelitian

Disain
penelitian
.

variabel
bebas
variabel
terikat

Disain
penelitian

Variabel
bebas

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian


ini mengukur angka kuman udara dan angka kuman lantai sedangkan penelitian
yang lain hanya mengukur salah satu variabel saja. Penelitian ini melihat
perbedaan angka kuman udara dan lantai berdasarkan perbedaan hari.

dan

Anda mungkin juga menyukai