Anda di halaman 1dari 4

Pandangan agama tentang keluarga berencana

Keluarga berencana termasuk masalah yang kontroversional sehingga tidak ditemukan bahasannya
oleh imam-imam madzhab. Secara umum, hingga kini di kalangan umat Islam masih ada dua kubu
antara yang membolehkan keluarga berencana dan yang menolak keluarga berencana. Ada
beberapa alasan dari para ulama yang memperbolehkan keluarga berencana, diantaranya dari segi
kesehatanibu dan ekonomi keluarga. Selain itu, program keluarga berencana juga didukung oleh
pemerintah. Sebagaimana diketahui, sejak 1970, program keluarga berencana nasional telah
meletakkan dasar-dasar mengenai pentingnya perencanaan dalam keluarga. Intinya, tentu saja untuk
mengantisipasi segala kemungkinan yang berkaitan dengan masalah dan beban keluarga jika kelak
memiliki anak. Di lain pihak, beberapa ulama berpendapat bahwa keluarga berencana itu haram. Hal
ini didasarkan pada firman Allah Qs. Al-Isra':31 yang berbunyi:

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.

(Qs. Al-Isra' 31)

Oleh karena itu,mereka tidak memperbolehkan keluarga berencana. Maka dari itu, kita harus
mempelajari pengetahuan tentang keluarga berencana dari beberapa sudut pandang sehingga bisa
memberi manfaat bagi masyarakat luas serta meyakinkan masyarakat tentang hukum keluarga
berencana. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunanyang sangat
banyak. Namun tentunya bukan asal banyak, tetapi berkualitas sehingga perlu dididik dengan baik
supaya dapat mengisi alam semesta ini dengan manusia yang shalih dan beriman. Contoh metode
pencegah kehamilan yang pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW adalah azl yakni
mengeluarkan air mani di luar vagina istri atau yang lazim disebut sanggama terputus, namun tidak
dilarang olehRasul. Dari Jabir berkata: "Kami melakukan azl di masa Rasulullah SAW, dan Rasul
mendengarnya tetapi tidak melarangnya (HR Muslim)". Sedangkan metode di zaman ini yang
tentunya belum pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW membutuhkan kajian yang mendalam
dan melibatkan ahli medis dalammenentukan kebolehan atau keharamannya. Kita mengenal keluarga
berencana sebagai metode yang dipakai untuk mencegah kehamilan. Hal tersebut yang paling sering
diperdebatkan dalam Islam. Hukum keluarga berencana dalam Islam dilihat dari 2 pengertian:
Tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran)

Jika program keluarga berencana dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya haram.
Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran. Bahkan terdapat banyak hadits yang mendorong umat
Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya, tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut
miskin atau tidak mampu memberikan nafkah. Allah berfirman:

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.

(Qs. Al-Isra' 31)

Tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran)

Jika program keluarga berencana dimaksudkan untuk mencegah kelahiran dengan berbagai cara dan
sarana, maka hukumnya mubah, bagaimanapun motifnya. Berdasarkan keputusan yang telah ada
sebagian ulama menyimpulkan bahwa pil-pil untuk mencegah kehamilan tidak boleh dikonsumsi.
Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk
mendapatkan keturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah Shallallahu walaihi wa
sallam artinya: Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku
berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain:
dengan para nabi di hari kiamat)
Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehingga mereka beribadah kepada Allah,
berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin dengan izin Allah, dan Allah akan menjaga mereka
dan tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi
kelahiran), tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan
darurat maka tidak mengapa, seperti:

Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga
berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.

Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi,
maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau
dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia
bisa mendidik dengan selayaknya.

Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup
senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita
zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, maka
dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana diperbolehkan dengan alasan-alasan tertentu misalnya
untuk menjaga kesehatan ibu, mengatur jarak di antara dua kelahiran, untuk menjaga keselamatan
jiwa, kesehatan atau pendidikan anak-anak. Namun keluarga berencana bisa menjadi tidak
diperbolehkan apabila dilandasi dengan niat dan alasan yang salah, seperti takut miskin, takut tidak
bisa mendidik anak, dan takut mengganggu pekerjaan orang tua. Dengan kata lain, penilaian tentang
keluarga berencana tergantung pada individu masing-masing.

E. Dasar hukum Kontrasepsi


Ditinjau dari segi hukum, dengan terbitnya UU RI No.10 tahun 1992 tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, penyelenggaraan KB
dapat dibenarkan dengan memperhatikan butir-butir yaitu :
Pasal 17

1. Pengaturan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) diselenggarakan


dengan tata cara yang berdaya guna dan berhasil guna serta dapat diterima oleh
pasangan suami isteri sesuai dengan pilihannya.

2. Penyelenggaraan pengaturan kelahiran dilakukan dengan cara yang dapat


dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, etik, dan agama yang dianut penduduk
yang bersangkutan.
Pasal 18
Setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan
dan mengatur jumlah anak, dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada
kesadaran dan tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun generasi mendatang.

F. Kontrasepsi dalam pandangan agama dan etika


Dalam agama islam KB sebagai program nasional tidak dibenarkan secara
syara karena bertentangan dengan Aqidah Islam, yakni ayat-ayat yang menjelaskan
jaminan rezeki dari Allah untuk seluruh makhluknya. Allah SWT berfirman :

Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rizkinya. (QS Huud [11] : 6)
Syariat Islam telah menetapkan memiliki banyak anak sebagai hal yang disunahkan. Anas
ra. Menuturkan Rasulullah SAW bersabda:

Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena


sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya kalian dihadapan para Nabi pada
Hari Kiamat. (HR.Ahmad)
Namun dalam Islam, KB dalam arti pengaturan kelahiran yang dijalankan oleh
individu (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran dengan
berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah, bagaimana pun juga motifnya
Dalil kebolehannya antara lain hadits dari sahabat Jabir RA yang berkata:

Dahulu kami melakukan azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah SAW
sementara Al-Qur`an pada saat itu masih turun. (HR Bukhari)
Selain itu kebolehan pengaturan kelahiran khusus pada pencegahan kehamilan
yang temporal (sementara), misalnya dengan pil KB, suntik KB, kondom, dan jenis KB
lain. Adapun pencegahan kehamilan yang permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau
tubektomi, hukumnya haram. Jadi penggunaan obat-obatan dan operasi yang bertujuan
untuk mencegah kehamilan secara permanen agar memutuskan keturunan adalah haram
kecuali ada indikasi lain yang akan membuat dharar/bahaya jika tidak dilakukan. Sebab

Nabi SAW telah melarang pengebirian (al-ikhtisha`), sebagai teknik mencegah kehamilan
secara permanen yang ada saat itu.

Rasulullah SAW telah menolak Utsman bin Mazhun untuk hidup membujang
(tabattul). Seandainya itu diizinkan, niscaya kami akan melakukan
pengebirian (Muttafaq alaih, dari Saad bin Abi Waqash RA).

Pandangan agama Kristen & Katolik tentang kontrasepsi (KB)


Agama Kristen tidak menolak adanya kontrasepsi, dalam hal ini penerapan program Keluarga
Berencana (KB). Motivasi atau tujuan penggunaan KB harus sesuai dengan iman Kristen
agar tidak disalahgunakan. Ada 2 tujuan yang mendasari orang untuk menggunakan alat
kontrasepsi yaitu:
1. Tujuan yang sesuai, seperti untuk mengatur jarak kelahiran dan untuk melindungi keluarga
2. Tujuan yang tidak sesuai, seperti untuk berzinah dan tidak mau memilki anak sama sekali.
Tidak semua alat kontrasepsi sesuai dengan prinsip iman Kristen yaitu IUD dan pil hormon.
Pertimbangan ini didasarkan pada 3 prinsip : a) kehidupan manusia merupakan anugrah
Allah, b) manusia diciptakan untuk hidup kekal, c) kehidupan dan kematian termasuk hak
Allah (Flp1 :21 24). Karena itu tidak ada seorang pun yang mempunyai hak untuk
mengambil kehidupan manusia dengan keputusannya sendiri. IUD mengakibatkan inflamasi
pada rahim, dan berakibat mematikan sel-sel kehidupan yang akan mulai terbentuk dan hal
itu termasuk dalam hal membunuh, sehingga agama Kristen melarang penggunaan IUD
karena melanggar hukum Allah. Jangan Membunuh. (Pdt.Daniel Rumondor)

Anda mungkin juga menyukai