Pemfigus Vulgaris
Pemfigus Vulgaris
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pemfigus merupakan kata yang berasal dari Yunani pemphix berarti
bula.Sehingga definisi dari pemfigus adalah suatu prototipe penyakit autoimun
dengan manifestasi bula yang bersifat kronik. Pemfigus secara garis besar dibagi
menjadi empat tipe yaitu pemfigus vulgaris, pemfigus eritematosus, pemfigus
foliaseus, dan pemfigus vegetans.
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi berupa
kondisi lepuhan pada permukaan kulit dan atau mukosa (Rezeki S & Setyawati T,
2009). Pemphigus merupakan suatu kelompok penyakit autoimun yang berpotensi
menimbulkan kematian. Pemfigus vulgaris dapat terjadi karena kerusakan atau
hilangnya adhesi intersel akibat autoantibodi IgG, kadang-kadang IgA dan IgM
terutama terhadap desmoglein dapat juga pada desmoglein sehingga menyebabkan
pelepasan sel epitel yang dikenal dengan akantolisis. Perluasan ulserasi yang
diikuti ruptur pada lepuhan dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan cairan dan
elektrolit (Rezeki S & Setyawati T, 2009).
1.2 Epidemiologi
Pemphigus vulgaris (PV) adalah varian yang paling umum (80% dari kasus
Pemphigus). Pemfigus vulgaris dapat ditemukan di seluruh dunia dan secara
epidemiologi jenis kelamin tidak mempengaruhi angka kejadian penyakit ini.
Pada umumnya terjadi pada dekade keempat dan kelima. Angka insiden pemfigus
vulgaris di Spanyol yaitu 0,1-0,5 kasus per 100.000 populasi setiap tahunnya.
Selain itu di Yerusalem angka insiden sekitar 1,6 per 100.000 populasi setiap
tahun.
1.3 Etiologi
Pemfigus adalah penyakit autoimun karena pada serum penderita didapatkan
autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-induced pemphigus)
misalnya D-penicilamine dan Captopril (Wiryadi B E, 2010). Faktor genetik:
Molekul Major histocompatibility complex (MHC) kelas II berhubungan dengan
human leukocyte antigen DR4 dan human leukocyte DRw6 dicurigai
berhubungan dengan pemfigus. Pemfugus vulgaris sering terjadi pada penyakit
autoimun lainnya seperti lupus eritematosus sistemik, myasthenia gravis,anemia
pernisiosa dan thymoma (F. Wojnarowska & V.A. Venning, 2010)
1.4 Patogenesis
Lepuh pada Pemfigus vulgaris terjadi akibat adanya reaksi autoimun terhadap
antigen PV. Antigen ini merupakan glikoprotein yang terdapat pada permukaan
keratinosid. Target antigen pada PV ialah desmoglein 3 untuk lesi oral, dan
desmoglein 1 dan 3 pada lesi oral dan kulit. Desmoglein adalah suatu komponen
desmosom. Fungsi desmosom meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng
berlapis yang terdapat pada kulit dan mukosa (Wiryadi B E, 2010). Adanya
antibodi imunoglobulin G (IgG) menyebabkan protein desmosomal menghasilkan
bula mukokutan. Hal ini terjadi dengan cara terikatnya IgG pada sel keratinosit
sehingga menyebabkan akantolisis (reaksi pemisahan sel epidermis) (Harman K,
Albert S, Black M, 2003).
membran
mukosa
sehingga
dapat
terjadi
kehilangan
cairan
dan
1.6 Diagnosis
Diagnosis pemfigus vulgaris berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. Adapun gejala klinis pada pasien dengan pemfigus vulgaris adalah
bula yang timbul dengan dinding yang kendur dan mudah pecah serta
menghasilkan krusta saat pecah, disertai dengan kondisi pasien yang cendrung
lemah dan mengeluh rasa sakit pada kulit yang terkelupas yang sudah berlangsung
lama (kronik).
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan berupa biopsi dan tes imunologi.
Pada pemeriksaan biopsi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi didapatkan:
C3.
Pada immunofluorescence indirect ditemukan didalam serum: antibodi
Dermatitis herpetiformis
Dapat mengenai pada anak dan dewasa, keadaan umumnya baik, keluhan
yang dialami pasien adalah rasa yang sangat gatal ruam polimorf, dinding
vesikel/bula tegang dan berkelompok. Pada gambaran histopatologik
dermatitis herpetiformik letak vesikel/ bula terdapat di subepidermal,
sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak diintraepidermal dan terdapat
akantolisis. Pemeriksaan imunofluoresensi pada pemfigus vulgaris
menunjukan Ig G yang terletak intraepidermal. Sedangkan pada dermatitis
herpetiformis didapatan IG A berbentuk granuler intrapapilar (Wiryadi B
E, 2010).
Pemfigus bulosa
Keadaan umum pasien baik, terdapt bula tegang diatas kulit normal atau
eritemasus dan letaknya di subepidermal. Berisi cairan jernih, kadangkadang hemoragik disertai rasa gatal. Bila bula pecah akan terbentuk erosi
yang mempunyai tendensi untuk mengadakan reepitelisasi, menyembuh
tanpa sikatrik dan meninggalkan bekas dengan hiperpigmentasi
(Murtiastutik D, Ervianti E,Agusni I et al, 2010).
1.8 Penatalaksanaan
1.9 Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka angka kematian terjadi pada 50%
penderita dalam tahun pertama. Penyebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
BAB 2
LAPORAN KASUS
PEMFIGUS VULGARIS
I. IDENTITAS PASIEN
7
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal periksa
No. RM
: Tn. T
: 64 Tahun
: laki laki
: Islam
: Petani
: Marmoyo kab jombang
: 09 januari 2016
: 29-70-38
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda vital
-
Nadi
: 86c/mnt
Respirasi rate
Suhu
Tekanan Darah
: 22x/mnt
: 36,7 C
: 160/90
Kepala
: - Mata
: dbn
Leher
Thorax
: Inspeksi
Palpasi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Jantung
Paru
: Inspeksi
Palpasi
: Datar, asites
: Hepar dan lien tidak teraba membesar
Extemitas
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
B. Status Dermatologis
10
11
12
dalamnya, lalu pecah dan menimbulkan bekas seperti koreng. Awalnya dulu di
kepala terus menyebar ke badan keluhan ini sudah sekitar 5 bulan Selain
keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan rasa nyeri di tempat luka dan gatal.
Riwayat hipertensi sebelumnya minum obat teratur TD pasien biasanya 150/90
dan diberikan obat captopril, pada efflorosensi tampak adanya erosi di tutupi
dengan krusta tebal berwarna coklat kehitaman dari bekas bula pecah, tampak
juga adanya vesikel dan bula dinding bula yang kendor kendor et region
dorsal, thorax, abdomen, scalp.
13
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Pemfigus bulosa
2. Dematitis Herpetiformis
VI. DIAGNOSIS KERJA
Pemfigus vulgaris
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Histopatologi
VIII. PENGOBATAN
a.
Umum
Istirahat
Usahakan agar lesi tidak terkena air
Tidak menggaruk-garuk bila gatal
b. Medikamentosa
Oral
Antibiotik : Levlofloxacin tab 500mg 1x1 sampai dengan 10 hari
Kortikosteroid : methyl prednisolon 8mg 1x1
Antihistamin: loratadine tab 10mg 1x1
Topikal
Dexoxymethasone cream pagi-malam
Kompres PZ.
IX. PROGNOSIS
-
Qua ad Vitam
Qua ad Fungtionam
Qua ad Sanationam
Qua ad Cosmetikan
: ad Bonam
: ad Bonam
: ad Bonam
: ad Bonam
Bab 3
Pembahasan
Pada kunjungan pertama pasien di poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah Jombang, dari data subjektif (anamnesis) didapatkan bahwa pasien
14
mengeluhkan koreng awalnya seperti balon berisi air di kepala, badan, dan paha.
Mula-mula berbentuk bulat dan terlihat seperti ada cairan di dalamnya, lalu pecah
dan menimbulkan bekas seperti koreng yang diawali pada bagian kulit kepala
terus menyebar ke badan keluhan ini sudah sekitar 5 bulan dan juga mengeluhkan
rasa nyeri di tempat luka dan gatal yang tidak menetap. Pasien sebelumnya tidak
pernah seperti, dan dipatkan data bahwa pasien menderita hipertensi dan
mengkonsumsi obat antihipertensi Catopril secara rutin.
Keluhan yang dirasakan pasien sesuai dengan gejala pemigus vulgaris yang
telah dipaparkan sebelumnya bahwa Pemfigus vulgaris diawali oleh lesi pada kulit
kepala yang berambut dan rongga mulut untuk 60 % kasus. Berupa erosi yang
disertai pembentukan krusta, lesi ditempat tersebut dapat berlangsung berbulanbulan sebelum timbul bula generalisata. Lepuh pada Pemfigus vulgaris terjadi
akibat adanya reaksi autoimun terhadap antigen Pemfigus vulgaris berupa
desmoglein 1 dan 3 yang merupakan komponen penyusun demosom pada epitel
gepeng berlapis yang terdapat di kulit dan mukosa (Wiryadi B E, 2010). Adanya
antibodi imunoglobulin G (IgG) menyebabkan protein desmosomal menghasilkan
bula mukokutan. Hal ini terjadi dengan cara terikatnya IgG pada sel keratinosit
sehingga menyebabkan akantolisis (reaksi pemisahan sel epidermis) ) (Harman K,
Albert S, Black M, 2003). Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dan
meniggalkan kulit terkelupas yang mengakibatkan nyeri yang dirasakan paien,
dan diikuti oleh pembentukan krusta (Wiryadi B E, 2010). Pada pasien tersebut
didapatkan data bahwa pasien mengkonsumsi secara rutin obat antihipertensi
catopril secara rutin hal tersebut dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya
15
D-
16