Bab 1-5 Peb
Bab 1-5 Peb
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
-
Nama Pasien
: Ny. K
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan : Guru
- Alamat
: 35 tahun
2.2
Anamnesis
1.
Keluhan utama
Kenceng-kenceng
2.
3.
5.
Riwayat obstetri
1. Aterm/spt/bidan/RS/2800 gram/pr/11 th
2. Aterm/SC/RS/3000 gram/pr/6 th
3. Hamil ini
6.
Riwayat ginekologi
Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, lama haid 7 hari, jumlah
normal, nyeri haid -, menopause -, keputihan + (putih bening, tidak gatal
dan tidak berbau).
7.
Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali, lama menikah 12 tahun
8.
Riwayat kontrasepsi
IUD selama 5 tahun
2.
Vital sign
-
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan darah
: 158/94 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Nafas
: 32 x/menit
Suhu
: 36,5 oC
Status generalis
a.
Kepala-leher
o Mata
Thoraks
o Inspeksi : bentuk dada normal , pergerakan dinding dada simetris
kanan dan kiri
o Palpasi : massa -, nyeri tekan o Perkusi: sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler, bunyi tambahan -, suara jantung
I/II tunggal, reguler, murmur -, gallop -
c.
Abdomen
o
o
o
o
d. Ekstremitas
o Edema +/+, akral hangat kering merah, CRT <2 detik
3.
Pemeriksaan obsetri
Leopold I
Leopold II
Leopold III : Teraba bulat keras kesan kepala, belum masuk PAP, masih
bisa digoyangkan
Leopold IV
: 5/5, konvergen
1.
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit
MPV
LED 1 jam
LED 2 jam
Protein
Hasil
5200
67,2
15,4
3,2
0
0
4.800.000
10,3
32,7
73,8
28.5
34,2
14
239.000
6
64
82
+4
Nilai Normal
4.000 11.000
49 67
25 33
37
12
01
3.800.000 5.300.000
13 18
35 47
87 100
28 36
31 37
10 16
150.000 -450.000
5 10
01
17
2.5 Diagnosis
GIIIP2002A000 T/H UK 39-40 mgg + PEB
2.6 Penatalaksanaan
-Beri O2 4-6 liter/menit
-Infus RL 1500 cc/24 jam
-Kateterisasi urin untuk pengeluaran proteinuria
-Antikonvulsan
Dosis awal: MgSO4 4 gr IV sebagai larutan 20 % selama 5 menit, masukkan
melalui bolus pelan. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml
lignokain 2% (dalam spuit yang sama)
Dosis pemeliharaan
MgSO4(50%) 5 g+lignokain 2 % 1 ml IM setiap 4 jam
Lanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir
-Hidralazin 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun
2.7 Monitoring
- Keluhan pasien
- Vital sign (TD, nadi, suhu, RR)
- DJJ
- Auskultasi paru (memantau tanda-tanda edema paru)
- Tanda-tanda kemajuan persalinan (Pembukaan, Penurunan, Penipisan,
penyusupan, Ubun-ubun, denominantor)
- Produksi urin
- DL, LFT, RFT
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi
penyakit trofoblastik (Wibowo B., Rachimhadi T., 2008). Preeklamsia merupakan
suatu sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ
akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting
dari preeklamsia (Cunningham F. G., 2008). Preeklamsia adalah keadaan dimana
hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat
kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila
terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili khorialis (Cunningham F.G.,
2010).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 g/ 24 jam
atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia
kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Wibowo B., Rachimhadi T.,
2008).
Penggolongan
preeclampsia
menjadi
preeclampsia
ringan
dan
10
Muntah-muntah
faktor
ekonomi,
preeklampsia
untuk
tiap
negara
berbeda-beda
karena
lain-lain.
Di
Sedangkan
di
kehamilan
terutama
ganda,
hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeclampsia (Suyono, Y.J., 2008).
Di
Surjadi,
samping
itu,
preklamsia
juga
dipengaruhi
oleh
paritas.
RSU Dr. Hasan Sadikin. Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas
1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan
diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus (Cunningham F.G., 2010). Wanita
dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13
% : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan
11
12
(1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada
penderita preeklamsia / eklamsia:
a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks
imun dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen
pada preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik / familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsia / eklamsia antara lain:
a) Preeklamsia / eklamsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia /
eklamsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia /
eklamsia.
c) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia / eklamsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan
bukan pada ipar mereka.
d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).
3.4 Faktor Risiko Preeklamsia
Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi
menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis
dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan
nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan itu sendiri atau dapat
spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin (Sunaryo R., 2008).
Berbagai faktor risiko preeklamsia (Wibowo B., Rachimhadi T., 2009) :
1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
a) Kelainan kromosom
13
b) Mola hydatidosa
c) Hydrops fetalis
d) Kehamilan multifetus
e) Inseminasi donor atau donor oosit
f) Kelainan struktur kongenital
2) Faktor spesifik maternal
a) Primigravida
b) Usia > 35 tahun
c) Usia < 20 tahun
d) Ras kulit hitam
e) Riwayat preeklamsia pada keluarga
f) Nullipara
g) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia
i) Stress
3) Faktor spesifik paternal
a) Primipatemitas
b) Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklamsia
3.5 Patofisiologi Preeklamsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia (Cunningham F. G., 2008). Wanita dengan hipertensi
pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon
substansi
endogen
(seperti
prostaglandin,
terhadap berbagai
14
laju
filtrasi
glomerulus
Manifestasi
terhadap
kardiovaskuler
perifer. Peningkatan
dan
trombositopeni.
meliputi
output dan
hemolisis
penurunan
peningkatan
microangiopati
volume
tahanan
menyebabkan
disertai
ekstravasasi
ke dalam ruang
15
intra-okuler dan
tonus
terjadi
juga karena
16
17
Peningkatan
endotelin
(vasopresor),
penurunan
oksida
nitrit
(vasodilator).
18
pasti
diagnosis
preeklamsia.
Demikian
juga kelainan
temuan
Preeklamsia ringan
Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
2.
Preeklamsia berat
Preeklamsia digolongkan berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
Tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolic 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kana atas abdomen (akibat
tereganggnya kapsula glisson)
19
Hemolisis mikroangiopatik
Sindrom HELLP
20
i) Perdarahan retina
j) Edema pulmonum
k) Koma
2) Gejala eklampsia
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenali dan
tidak segera diobati, akan timbul kejang terutama pada persalinan.
3.8 Klasifikasi Preeklamsia
Pembagian preeklamsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.
Berikut ini adalah penggolongannya (Wibowo B., Rachimhadi T., 2008):
1) Preeklamsia ringan
Dikatakan preeklamsia ringan bila :
a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-110 mmHg
b) Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
c) Tidak disertai gangguan fungsi organ
2) Preeklamsia berat
Dikatakan preeklamsia berat bila :
a) Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg
b) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif. Bisa disertai dengan :
1. Oliguria (urine 500 mL/24jam)
2. Keluhan serebral, gangguan penglihatan
3. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
21
Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia :
1) Solusio plasenta
22
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeklamsia.
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia
dapat menerangkan ikterus tersebut.
4) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
5) Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paruparu.
7) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi
23
ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat
lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran
eritrosit oleh radikal bebas asam lemakjenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
(<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
9) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang
pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation).
11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.
2.
3.
4.
24
Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip
pasien dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam
merujuk pasien PEB atau eklampsia adalah sebagai berikut :
1.
2.
Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose
di atas dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri
dan kanan bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes
per menit.
3.
4.
Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah
diberikan.
25
5.
6.
7.
Pencegahan Kejang
: dosis awal
Maintenance dose
: dosis rumatan
Loading dose
SM 20 % 4 g iv pelan-pelan
Maintenance dose
-
dan kanan
SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30 tts/m
selama 5 menit
26
c.
Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Edema paru
2.
3.
Edema anasarka
Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop
pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.
Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan
menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
27
a.
Perawatan konservatif
1.Tujuan :
Meningkatkan
kesejahteraan
bayi
baru
lahir
tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3. Pemberian anti kejang :
Seperti Tabel 3.1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose (loading
dose tidak diberikan )
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PER.
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason
2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali
pemberian.
6. Cara perawatan :
Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya
28
Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER,
pasien tetap dirawat selama 2 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan.
Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
obstetrik
b. Perawatan aktif
Tujuan : Terminasi kehamilan
Indikasi :
Indikasi Ibu :
Indikasi Janin :
Terjadi oligohidramnion
29
Indikasi Laboratorium
3.
4.
Terminasi kehamilan :
Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of
delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pasien belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik 8. Bila skor pelvik < 8 bisa
dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 g intravaginal tiap
6 jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak dimulainya
induksi, bila tidak maka dianggap induksi persalinan gagal dan terminasi
kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.
Indikasi operasi sesar :
30
BAB 4
PEMBAHASAN
31
meningkatkan
permeabilitas
mikrovaskuler.
Terjadinya
proteinuria
32
Namun pasien rutin mengkonsumsi vitamin untuk kehamilannya (asam folat dan
tablet besi).
Terapi pada pasien ini adalah terminasi kehamilan dengan section Caesar.
Hal ini dikarenakan usia kehamilan sudah cukup bulan, yaitu 39-40 minggu, berat
badan janin cukup, usia pasien yang tua (34 tahun), usia anak terkecil 6 tahun
dilahirkan secara Caesar.
Pada pasien ini juga disarankan untuk melakukan kontrasepsi, yaitu MOW
(Metode Operasi Wanita) atau tubektomi, dimana dilakukan ligasi pada tuba
falopii. Kontrasepsi ini dilakukan untuk menghentikan kehamilan secara
permanen (sterilisasi). Hal ini dilakukan karena jumlah anak yang sudah cukup
(3), usia ibu yang sudah tua (34 tahun) dan beresiko tinggi jika hamil lagi, serta
riwayat pre eklampsia yang diderita ibu setiap mengandung.
Pada pasien diberi terapi pasca SC adalah Oksitosi Drip 20 IU/12 jam,
untuk kontraksi uterus agar mencegah perdarahan yang berlebihan (HPP). Inj
Amoxicillin untuk pencegahan infeksi sekunder. Inj Fursultiamine dan Vitamin C
untuk tambahan vitamin pada pasien. Inj Metamizole untuk mengatasi nyeri luka
operasi.
BAB 5
PENUTUP
33
34
DAFTAR PUSTAKA
35
P.J.
&
Lubetkin,
date),
D.,
(2009, March
Preeclamsia,
15
Availablefrom:
http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf
Valente AM, and Economy KE, 2013, Preeclampsia, Circulation, 128:e344-e345.
Wang A, et al, 2009, Preeclampsia: The Role of Angiogenic Factors in Its
Wang
in
Preclampsia.
36
and
Eclampsia,
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal_perinatal_h
ealth/9789241548335/en/index.html .
Wibowo B., Rachimhadi T., 2008. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu
Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, pp. 281-99
Wibowo B., Rachimhadi T., 2008. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu
Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, pp. 281-99
Wibowo B., Rachimhadi T., 2009. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu
Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, pp. 281-99
Wiknjosastro, H., Saifuddin, B, A., Rachimhadhi, T. 2002. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka. Jaka