PENDAHULUAN
Suatu berkas sinar jika melewati suatu medium yang bersifat homogen, maka
sebagian dari cahaya datang akan diabsorpsi, sebagian lagi dipantulkan, dan
sisanya akan ditransmisikan dengan efek intesitas murni. Berdasarkan hukum
1.1.
Rumusan Masalah
Berapa nilai absorbansi kandungan kafein dalam daun teh secara spektrofotometer
ultraviolet.
1.3.
Tujuan Percobaan
Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini agar dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang analisi instrumen.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Salah satu produk komoditas dunia yang dihasilkan Indonesia adalah teh. Teh
menjadi produk minuman yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Jenis
teh yang dikenal ada 2 macam, yaitu Camelia sinensis var. sinensis dari Cina dan
C. sinensis var. assamica dari India. Zat aktif yang terdapat dalam teh antara lain
katekin, epigalokatekin galat, tanin, teobromin dan teofilin (Maroef, 2000).
Senyawa utama teh adalah katekin, yaitu kerabat tanin terkondensasi yang disebut
polifenol. Teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama- sama polifenol
akan membentuk rasa menyegarkan. Beberapa vitamin yang terkandung dalam teh
Teh cukup banyak mengandung mineral, baik makro maupun mikro. Komponen
aktif yang terkandung dalam teh, baik yang volatil maupun yang non-volatil
antara lain adalah polyphenol (10-25%), methylxanthines, asam amino, peptida,
tannic acid (9-20%), vitamin (C, E dan K), Kalium (1795 mg%), Flour (0,1-4,2
mg/L), Zinc (5,4 mg%), Mangan (300-600 g/ml), Magnesium (192 mg%),
Betakaroten (13-20%), Selenium (1-1,8 ppm%), Copper (0,01 mg%) dan kafein
(45-50 mg%). Kandungan senyawa-senyawa tersebut berbeda-beda antara
masing-masing jenis teh (Pambudi, 2000).
2.2 Kafein
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun
teh, dan biji coklat (Coffeefag, 2001). Kafein memiliki efek farmakologis yang
bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot
polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Coffeefag, 2001).
Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah
tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat
menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang
(Farmakologi UI, 2002). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang
diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan 100- 200mg/hari,
sedangkan menurut SNI 01- 7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan
dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan
tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab
kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan
kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua
hari setelah konsumsi (Realita,dkk.,2013).
Kafeina, atau lebih populernya kafein, ialah senyawa alkaloidxantina berbentuk
kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan
diuretik ringan. Kafeina dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji
kopi, daunteh, buah kola, guarana, dan mat. Pada tumbuhan, ia berperan sebagai
pestisida alami yang melumpuhkan dan mematikan serangga-serangga tertentu
yang memakan tanaman tersebut. Ia umumnya dikonsumsi oleh manusia dengan
mengekstraksinya dari biji kopi dan daun teh (Underwood,1998).
2.4 Spektrofotometri UV
Pada awalnya, spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang radiasi sinar
tampak yang berinteraksi dengan molekul pada panjang gelombang tertentu dan
menghasilkan suatu spektra, yang merupakan hasil inetraksi antara energi radian
dengan
panjang
gelombang
atau
frekuensi.
Kemudian
perkembangan
dikembangkan tidak hanya untuk radiasi sinar tampak, tapi juaga jenis radiasi
elekromagnetik yang lain seperti sinar X, ultraviolet, inframerah, gelombang
mikro, dan radiasi frekuensi radio. Spekrtofotometri UV adalah teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190
380 nm) dan sinar tampak (380 780 nm) dengan memakai instrument
spektrofotometri. Prinsip dari Spektrofotometri
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 24 November 2015 di Laboratorium
Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Tadulako.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain serbuk teh, akuades,
kloroform, kertas saring dan amoniak 10%
Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain erlenmeyer 50 ml, corong
kaca, gelas ukur 10 ml, botol semprot, corong pisah, batang pengaduk, hot plate,
labu ukur 100 ml dan 50 ml, statif dan klem, tabung sentrifuge, neraca
analitik,stopwatch dan spektrofotometri ultraviolet.
3.3. Prosedur kerja
Timbang serbuk teh sebanyak 2,5 gram. Masukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml.
Tambahkan akuades15 ml, biarkan sebentar. Didihkan selama 5 menit diatas hot
plate, saringlah panas-panas. Ulangi 3 kali lalu kumpulkan filtratnya. Tambahkan
5 ml amonia 10%. Masukkan filtrat ke dalam corong pisah lalu tambahkan
kloroform 12,5 ml dan dikocok selama 1 menit. Biarkan terpisah lapisan
kloroform dan air. Fraksi kloroform dikeluarkan. Ulangi 3 kali ekstraksi dengan
kloroform. Tepatkan volume ekstrak dengan kloroform dalam labu takar 100 ml.
Ukurlah absorbansi larutan pada panjang gelombang 276,5 nm dengan
spektrofotometri ultraviolet.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil pengamatan
Sampel
Panjang Gelombang
Absorbansi
Kafein terdistribusi
276,5 nm
1,3173
dalam kloroform
C=
Dik : A =
1,3173
V = 12,5 ml = 0,0125 L
fp = 3 Kali
W = 2,5 gr
Dit : C = ......?
Penyelesaian :
C=
A.V
x fp
W
C=
1,3173 x 0,125 L
x3
2,5 gr
C=
0,0103 L
x3
2,5 gr
4.2. Pembahasan
Kafeina, atau lebih populernya kafein, ialah senyawa alkaloidxantina berbentuk
kristal dan berasa pahit yang bekerja sebagai obat perangsang psikoaktif dan
diuretik ringan. Kafeina dijumpai secara alami pada bahan pangan seperti biji
kopi, daunteh, buah kola, guarana, dan mat. Kafein umumnya dikonsumsi oleh
manusia dengan mengekstraksinya dari biji kopi dan daun teh. Kafein memiliki
berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan
kafein 1% dalam air). Kafein mudah larut dalam air panas dan kloroform, tetapi
sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa lemah dan hanya
dapat membentuk garam dengan basa kuat. Percobaan ini bertujuan untuk
menganalisis
kuantitatif
kandungan
kafein
dalam
daun
teh
secara
Kafein dapat dianalisis dari teh dengan pelarut air dan kloroform karena kelarutan
kafein dalam kedua pelarut itu besar. Air sebagai pelarut mempunyai banyak
keuntungan, selain murah juga mudah didapat dan selama analisis tidak merusak
kafein
walaupun
pada
suhu
tinggi.
Tujuan
pendiaman
yaitu
untuk
karena berat jenis antara kedua larutan tersebut berbeda dimana larutan teh
bersifat polar sedangkan pada lapisan bawah yaitu CHCl 3 bersifat non polar.
Larutan teh mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
kloroform. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan
terbentuknya dua lapisan. Dimana lapisan atas adalah larutan teh, sedangkan
lapisan bawah merupakan larutan kloroform (CHCl3). Lapisan bawah yang
mengandung kafein ditampung dalam labu ukur dan lapisan atas dibilas kembali
dengan kloroform. Hal ini dimaksudkan agar kafein yang masih ada pada lapisan
atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya,
sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni. Fungsi dari penambahan
CHCl3 ini yaitu untuk mengekstrak kafein. Dalam hal ini corong pisah yang kita
gunakan harus diguncang dengan kuat agar kedua larutan terdistribusi dalam dua
fase polar dan non polar sehingga pada suhu dan tekanan yang tetap terjadi
kesetimbangan kimia. Proses penenangan yang dilakukan dimaksudkan untuk
menstabilkan molekul-molekul yang terganggu pada saat dilakukan proses
penggocangan atau biasa disebut pengaturan diri sehingga tercapai kesetimbangan
kimia, maka terbentuklah dua fasa. Lapisan atas merupakan campuran teh dengan
air sedangkan pada lapisan bawah merupakan larutan kloroform yang terdapat
kafein terlarut didalamnya.
Alasan penggunaan 276,5 karena blanko yang digunakan adalah kloroform.
Nilai absorbansi yang diperoleh yaitu 1,3173. Menurut Henry (2002), nilai
absorbansi kandungan kafein pada 276,5 yaitu 0,3779. Hal ini tidak sesuai
dengan literatur, kemungkinan disebabkan lamanya waktu untuk mengukur
absorbansi kafein.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA