Anda di halaman 1dari 14

REFLEKSI KASUS

KEJANG DEMAM
SEDERHANA
OLEH:
NAMA : Nita rachmawati
STAMBUK : N 111 14 041
PEMBIMBING : dr.Amsyar Praja, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
RSUD UNDATA PALU
2015

PENDAHULUAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. 1
Sekitar 30-50-% anak mendapatkan kejang berulang pada episode demam
berikutnya dan sebagian kecil mengalami kejang demam yang berulang. Faktor
yang berhubungan dengan peningkatan resiko berulangnya kejang pada umur <12
bulan, suhu rendah sebelum kejang, riwayat keluarga kejang demam. 3
Kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Di sub bagian saraf anak bagian IKA FKUI-RSCM
Jakarta, kriteria Livingston tersebut setelah modifikasi dipakai sebagai pedoman
untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana: 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan


7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akuta, brinkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umunya kejang
berhenti sendiri begitu kejang berhenti anak tidak member reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.1

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan


yaitu: 1. Memberantas kejang secepat mungkin, 2. Pengobatan penunjang, 3.
Memberikan pengobatan rumah, 4. Mencari dan mengobati penyebab.
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian.1

LAPORAN KASUS
Identitas
Nama

: An. TA

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 2 tahun

Tanggal lahir

: 4 Januari 2013

Tanggal Masuk RS

: 5 Januari 2015, pukul 21.30 wita

ANAMNESIS (diberikan oleh ibu penderita)

Keluhan utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk rumah sakit tanggal 5 januari 2015 dengan keluhan kejang
sebelum magrib. Anak mengalami kejang sebanyak 1 kali, dengan durasi 3 menit.
Kejang terjadi seluruh badan. Setelah kejang anak sadar. Batuk (+) dan berlendir
tetapi tidak ada darah, beringus ada dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, sakit saat menelan tidak ada,
sesak tidak ada. Muntah sebanyak 2 kali sejak tadi pagi, tidak berlendir, tidak
bercampur darah, yang dimuntahkan berupa makanan yang dimakan. Muntah
tidak menyembur. Sakit perut tidak ada. BAB biasa. BAK lancar.
Riwayat penyakit terdahulu
Pasien pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan yang sama pada usia 1 tahun
Riwayat penyakit dalam keluarga
Ibu pasien pernah mengalami kejang sewaktu kecil
Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat ANC lengkap
Riwayat sakit waktu hamil (-)
Riwayat hipertensi selama kehamilan (-)
Riwayat natal : Anak lahir spontan di rumah sakit dan langsung menangis. BBL :
3000 gram dan PBL : 40 cm. Tidak ada sianosis dan gerak aktif.
Riwayat perkembangan
Tengkurap

: 4 bulan

Duduk

: 7 bulan

Merangkak

: 9 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: 1 tahun

Anamnesis makanan terperinci


Asi

: 0 bulan-1 bulan

Susu Formula : 1 bulan- Sekarang


Bubur

: 6 bulan

Riwayat Imunisasi
Lengkap
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Status Gizi

: Sakit Sedang, kesadaran kompos mentis


: BB=13 kg

Tanda Vital

PB = 85 cm
: Nadi = 126x/m
Respirasi = 40x/m

Kepala
Muka
Rambut
Telinga
Mata

:
:
:
:
:

Suhu = 38,9 c
Normocephal
Simetris Kiri=Kanan
Hitam, sukar dicabut
Sekret tidak ada
Konjungtiva tidak anemis kiri dan kanan
Sklera tidak ikterik kiri dan kanan

Hidung
Mulut

Pupil isokor
: Sekret -/: Bibir biasa, sianosis dan pucat tidak ada. Lidah kotor tidak

Leher

ada
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran tiroid

Paru-paru

: Bentuk dada simetris kiri dan kanan, retraksi sela iga tidak

Jantung

ada, massa -, perkusi sonor, Rh -/-, Wh -/: Ictus cordis tidak terlihat dan teraba pada ICS V linea mid
clavicularis sinistra, batas jantung normal, BJ I & II murni

Abdomen

regular, tidak dijumpai adanya bising dan gallop.


Bentuk kesan datar, mengikuti gerak napas, peristaltik (+)
kesan normal, perkusi tympani, nyeri tekan pada keempat

Anggota Gerak

kuadran abdomen (-), hati dan lien tidak teraba.


Atas : tidak ada edema, tonus otot normal, akral hangat
Bawah : tidak ada edema, tonus otot normal, akral hangat

Resume
Pasien masuk rumah sakit tanggal 5 januari 2015 dengan keluhan kejang
sebelum magrib. Anak mengalami kejang sebanyak 1 kali, dengan durasi 3 menit.
Kejang terjadi seluruh badan. Setelah kejang anak sadar. Batuk (+) dan berlendir,
beringus ada dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah (+)
sebanyak 2 kali sejak tadi pagi, yang dimuntahkan berupa makanan yang
dimakan. Muntah tidak menyembur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital yakni kesadaran
composmentis, nadi 126 kali/menit, pernapasan 40 kali/menit, suhu 38,9 0c.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan leukositosis. Terjadi
peningkatan pada hitung jenis sel darah putih sebesar 12.500 /L
PEMERIKSAAN PENUNJANG
laboratorium
DL
WBC

Tgl 06/01/2015
12,5 x 103/mm3

RBC

4.47 x 106/mm3

HGB

12.6 mg/dl

HCT

37.2 %

PLT

295 x 103/mm3

Diagnosis Kerja: Kejang Demam Sederhana

Penatalaksanaan :
a. Non-medikamentosa:
Edukasi orang tua pasien agar posisikan anak miring dengan leher

ekstensi sehingga sekret dapat keluar melalui mulut saat kejang


Edukasi orang tua agar melakukan pendinginan dengan melepas

pakaian dan selimut yang terlalu tebal saat anak kejang


Edukasi orang tua agar waspada saat anak mulai demam.
b. Medikamentosa:

IVFD RL 12 tetes/menit

Inj. Ceftriaxone 250 mg/12j/iv (Skin test cocok)

Inj. Dexamethasone ampul/8j/iv

PCT syr 3 x 1 cth

Stesolid Syr 3x cth

FOLLOW UP
No
.
1.

Tanggal & Jam

Vital Sign

Keterangan

06-01-2015 , Jam:07.00

N : 110x/menit

S : Panas (-), kejang (-), batuk

P : 40 x/menit

(+), beringus (-), sesak (-),

S : 36,7o C

muntah (-), BAK dan BAB


biasa
O : KU sakit sedang, CM
Wajah : simetris,
normocephal
Thorax : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan
epigastrium (-),
hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat
A : Kejang Demam
P : IVFD RL 12 tetes/menit,

InjCeftriaxone 250 mg/12j/iv,


puyer batuk 3x1, cefadroxil
2.

07-01-2015, Jam: 07.00

N : 100x/menit

syr 2x1 cth.


S : Panas (-), kejang (-), batuk

P : 36 x/menit

(-), beringus (-), sesak (-),

S : 36o C

muntah (-), BAK dan BAB


biasa
O : KU sakit sedang, CM
Wajah : simetris,
normocephal
Thorax : dalam batas normal
Jantung : dalam batas normal
Abdomen : datar, nyeri tekan
epigastrium (-),
hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat
A : Kejang Demam
P : Pasien membaik dan dapat
pulang)

DISKUSI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut dan tidak
ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan 5 tahun. 2
Pasien masuk dengan keluhan kejang, kejang merupakan hasil dari
pelepasan aktivitas listrik abnormal oleh neuron otak. Sebelum kejang, pasien
demam, demam sudah berlangsung selama 2 hari. Pasien didiagnosis sebagai
kejang demam karena kejang terjadi didahului oleh demam. Kejang demam
merupakan suatu kejang yang terjadi pada usia antara 6 bulan sampai hingga 4
tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi
intracranial.1,2
Pada kasus ini, ibu pasien juga memiliki riwayat kejang sewaktu kecil , hal
ini sesuai dengan teori dimana kejang demam dapat diturunkan secara autosom
dominan melalui kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk dilakukan
anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga.5

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


suatu energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat dari proses itu adalah oksidasi dimana
oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. 1
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam lipoid
dan permukaan luar ionic. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan kosentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial mambran ini diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel. 1
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium
mauoun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun membran sel dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. 1
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa

terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang. 1
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energy untuk kontaksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otk yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. 1
Menghadapi seorang anak dengan yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya
meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebeb itu perlu waspada
untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan neurologis di otak. 1
Pada pasien ini didiagnosis sebagai kejang demam sederhana karena
kejang terjadi 3 menit dan terjadi 1 kali dalam sehari.
Tatalaksana kejang:2
1. Posisi tenang: posisikan anak miring (semipronasi) dengan leher ekstensi
sehingga sekresi dapat keluar melalui mulut.
2. Jika pernapasan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara
hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut.
Berikan O2 jika tersedia.
3. Jika kejang berlanjut berikan diazepam: IV/rectal
10

4. Lakukan penilaian dan pemeriksaan penunjang. Jika ada kecurigaan


meningitis, harus dilakukan pungsi lumbal.
Antipiretik
-

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10
15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.

Antikonvulsan
-

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC
Bila penderita datang dalam keadaan status konvulsifus, obat pilihan utama

adalah diazepam yang diberikan secara intravena dosis 0.3 mg/kgBB. Diazepam
diberikan langsung tanpa larutan pelarut dengan perlahan kira-kira 1 ml/menit dan
pada bayi sebaiknya diberikan 1 mg/menit. Pemberian diazepam secara intravena
pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif melalui rektum dengan dosis 0.4-0.6 mg/kgBB atau dosis
tergantung berat badan <10 kg: 5 mg dan berat badan >10 kg: 10mg. 1
Sebelum terapi kejang diberikan jangan lupa dengan pengobatan penunjang,
yaitu melonggarkan semua pakaian yang ketat. Posisi kepala sebaiknya miring
untuk mencegah aspirasi, Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas
agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan
pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. 1
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Daya kerja
diazepam sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan.

11

Oleh sebab itu harus diberikan obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama
misalnya fenobarbital 8-10 mg/kgBB pada hari pertama dan kedua, sedangkan
pada hari berikutnya diberikan fenobarbital 4-5 mg/kgBB.1
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping.5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih. 5
Prognosis pasien dengan kejang demam sederhana adalah baik. Resiko
untuk menjadi epilepsi akibat kejang demam adalah kira-kira 2%-5%.
12

Meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor resiko yang tidak memicu untuk


terjadi kejang dikemudian hari. Sehingga kepada orang tua pasien ini perlu
dilakukan edukasi dengan menjelaskan dan mengajarkan kepada orang tua
bagaimana mengenali dan menangani serangan yang terjadi dikemudian hari,
bagaimana menggunakan obat antiperetik secara aman dan efektif, pertolongan
pertama pada saat serangan, dan penggunaan terapi anti konvulsan profilaksis
untuk kejang demam berulang. 2.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Cetakan ke-11. Jakarta:
FKUI; 2009
2. Meadow. R., Newell. S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta:
EMS; 2010.
3. Kliegman. R. M., Behrman. R. E., Jenson. H. B., Stanton. B.F. Nelson
Textbook of Pediatrics. Ed 18 th. America: Elsevier; 2009.
4. Chan.P.D., Gennrich. J.L. Pediatrics. California: Current Clinical
Strategies Publishing; 2009
5. Partikian. A., dkk. Pediatric Neuorologi a case based review. California:
Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai