PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh
Clostridium Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh
melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan
pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan
menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot lurik.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian
dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Oleh karena itu tetanus masih
merupakan masalah kesehatan. Akhir-akhir ini dengan adanya penyebarluasan
program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian
telah menurun secara drastis.
B. Tujuan
Tujuan penulisan adalah untuk mengingatkan dan menambah pengetahuan
bagi penulis dan pembacanya. Tujuan lainnya adalah untuk mendapatkan nilai
pada stase Bedah ini.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein
yang berarti teregang. Penyakit ini telah dikenal sejak zaman Hipocrates. Pada
abad II Areanusthe Cappadocian melaporkan gambaran klinis tetanus, kemudian
selama berabad-abad penyakit ini jarang disebutkan. Pada tahun 1884, Carle dan
Rattone menggambarkan transmisi tetanus pada kelinci Percobaan. Kitasato
(1889) pertama kali mengisolasi Clostridium tetani. Setahun kemudian
bersama dengan Von Behring melaporkan adanya anti-toksin spesifik pada serum
binatang yang telah disuntikkan dengan toksin tetanus. Pada tahun 1926, mulai
dikembangkan toksoid yang dapat merangsang pembentukan imunitas.
B. Epidemiologi
Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada daerah
dengan populasi padat, pada iklim hangat dan lembab. Organisme penyebab
ditemukan secara primer pada tanah dan saluran cerna hewan dan manusia.
Transmisi secara primer terjadi melalui luka yang terkontaminasi. Luka dapat
berukuran besar atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tatanus sering terjadi
melalui luka- luka yang kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka operasi
elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi gigi,
gigitan binatang, aborsi dan kehamilan.
Di Amerika Serikat, insidensi tetanus telah berhasil diturunkan sejak
pertengahan tahun 1940, sejalan degan penggunaan imunisasi tetanus secara luas.
Pelaporan kasus pada tahun 1981 1991 oleh CDC di Amerika menunjukkan
bahwa angka kematian pasien dengan tetanus hanya sekitar 40%. Dari tahun 1991
-1994 telah dilaporkan bahwa 60% pasien berusia 20-59 tahun dan 35% >60
tahun.
Secara internasional pada tahun 1992 terhitung sekitar 578.000 bayi
mengalami kematian karena tetanus neonatorum. Pada tahun 2000, dengan data
dari WHO menghitung insidensi secara global kejadian tetanus di dunia secara
kasar berkisar antara 0,5-1 juta kasus dan tetanus neonatorum terhitung sekitar
yang poten yang dikenal berdasarkan beratnya. Toksin ini disintesis sebagai suatu
rantai tunggal asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang dikodekan pada plsmid
75 kb. Tetanospasmin ini mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran
neurotransmiter glisin dan GABA pada terminal inhibisi daerah presinaps
sehingga pelepasan neurotransmiter inhibisi dihambat dan menyebabkan relaksasi
otot terhambat. Batas dosis terkecil tetanospasmin yang dapat menyebabkan
kematian pada manusia adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175
nanogram untuk manusia dengan berat badan 75 kg.
D. Patomekanisme
C.tetani biasa memasuki tubuh melalui luka. Pada keadaan yang anaerobik,
spora dapat tumbuh. Jaringan nekrosis, benda asing atau infeksi aktif juga
merupakan tempat yang baik untuk perkembangan spora dan pelepasan toksin.
Tetanospasmin merupakan suatu zinc metalloprotease, suatu substansi amino acid
polypeptide chain yang dilepaskan di dalam luka. Toksin kemudian dapat
menyebar melalui otot yang terkena kepada otot di sekitarnya, dan terikat pada
ujung terminal motor neuron perifer, kemudian memasuki akson dan ditransport
secara retrograd melalui intraneuronal. Toksin ini bekerja pada sistem saraf
simpatis. Selain itu toksin juga dapat menyebar melalui sistem peredaran darah
dan limfatik.
Toksin tetanus ini memblokade pelepasan neurotransmiter dengan membelah
permukaan protein dari vesikel sinaps, hal ini mencegah eksositosis normal dari
neurotransmiter. Toksin ini menginterfensi fungsi arkus refleks dengan
memblokade transmiter inhibisi, terutama GABA, pada daerah presinaps pada
medula spinalis dan brainstem. Elisitasi dari gerakan rahang, secara normal akan
diikuti dengan supresi dari aktivitas motor neuron, manifestasi pada
elektromiogram sebagai silent period. Pada pasien dengan tetanus, terdapat
kegagalan dari mekanisme inhibisi, yang menghasilkan peningkatan pada aktivasi
saraf-saraf yang menginervasi muskulus maseter (trismus or lockjaw). Dari semua
sistem neuromuskular, persarafan maseter merupakan yang paling sensitif
terhadap toksin. Stimulus yang berbeda ini bukan hanya menghasilkan efek yang
berlebihan, tetapi juga menghilangkan inervasi resiprokal; kontraksi agonis dan
permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Secara klinis, tetanus dibedakan atas :
1) Tetanus lokal
2) Tetanus umum
3) Tetanus sefalik
Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai,
dapat timbul
mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus
otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran
menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap
menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus.
Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan
kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul
kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi
ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh.
Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan
karenagambaran klinis tidak khas.Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot
otot pada bagian proksimaldari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan
dengan angka kematian 1%, kadangkadang bentuk ini dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila
lukamengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis
dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n.
III,IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendirisendiri maupun kombinasi
danmenetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus cephalic dapat
berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosanya buruk.
F. Diagnosa tetanus
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis :
kontraksi otot
Enzim otot serum mungkin meningkat
EKG dan EEG biasanya normal
Diagnosis banding
Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah :
1. Meningitis bakterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada, kesadaran penderita biasanya
menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana
adanya kelainan cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar
protein meningkat dan glukosa menurun.
2. Poliomyelitis
Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio
diisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.
3. Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang
ditemukan, kejang bersifat klonik.
4. Keracunan strychnine
Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.
5. Tetani
Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium
dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah
G. Klasifikasi
1. Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade 1: ringan
10
11
Dosis
Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam
Stupor, Koma
Tidak Ada
Hipotensi
Depressi pernafasan
________________________________________________________
Obat yang lazim digunakan ialah :
-
12
I. Komplikasi
- Pada saluran pernapasan
Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi
pneumonia aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks
dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
-
Pada kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,
hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
1.
2.
3.
berat dan prognosis yang lebih buruk. Kebanyakan pasienyang bertahan dari
tetanus ini biasanya akan kembali pada kondisi kesehatan sebelumnya walau pun
perbaikan berjalan secara lambat (sekitar 2 hingga 4 bulan) dan pasien seringkali
tetap menjadi hipotonus. Pasien yang sembuh harus mendapatkan imunisasi aktif
dengan tetanus toksoid untuk mengelakkan dari terjadinya rekurensi. Selain itu,
prognosis dan angka kematian pasien dengan tetanus juga dipengaruhi oleh factor
usia, gizi yang buruk serta penangan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
Dari data terkini yang diperolehi, kadar kematian pada penderita tetanus ringan
dan sedang adalah 6% dan pada penderita tetanus berat bisa mencapai 60%.
Meningkatnya kadar kematian pada penderita tetanus adalah berhubung dengan
faktor-faktor berikut:
a. Masa inkubasi yang pendek
b. Onset kejang yang dini (early onset)
c. Penanganan yang lambat
d. Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang terkontaminasi
e. Tetanus neonatorum
K. Pencegahan
Karena infeksi tetanus seringkali berakibat fatal, maka tindakan pencegahan
merupakan hal terpenting untuk dilakukan. Pencegahan bisa dilakukan dengan
dua cara utama, imunisasi dan penanganan luka.
1. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya. Ada dua cara pencegahan tetanus pada seseorang yang
terluka, yaitu dengan memberinya imunisasi dengan tetanus toxoid (TT,
yang isinya Clostridium tetani yang dilemahkan) atau dengan memberinya
serum antitoksin (pilihannya ATS atau imunoglobulin). The American
College of Surgeons Committee on Trauma mengeluarkan panduan umum
berikut ini untuk penatalaksanaan luka, berkenaan dengan profilaksis
14
tetanus.
1). Pada setiap pasien human tetanus immune globulin secara individual
harus dipertimbangkan. Imunisasi pasif dengan human immune globulin
(TIG) tidak diindikasikan jika pasien tersebut sudah pernah mendapat dua
atau lebih suntikan toksoid sebelumnya.
2). Injeksi booster secara rutin setiap 10 tahun. Panduan khusus termasuk:
a. Pasien dengan imunisasi lengkap, yaitu pasien yang sudah mendapat
booster dalam 10 tahun terakhir, tidak memerlukan penatalaksanaan
tambahan untuk luka-luka nontetanus biasa. Jika luka dicurigai
mengandung tetanus, injeksi 0,5 mL toksoid tetanus booster yang dapat
diabsorbsi harus diberikan jika pemberian terakhir telah lebih dart 5 tahun
yang lalu.
b. Pasien dengan riwayat imunisasi lengkap tetapi booster yang didapat
sudah melewati masa 10 tahun harus mendapat 0,5 mL toksoid tetanus
untuk semua luka tembus.
c. Pasien dengan riwayat imunisasi pernah mendapat sekali injeksi atau
kurang, atau riwayatnya tidak diketahui, harus mendapat 0,5 mL toksoid
tetanus untuk luka nontetanus. Untuk luka yang dicurigai luka tetanus
dilakukan penyuntikan 250 unit human (TIG) pada sisi lain dilakukan
penyuntikan 0,5 mL toksoid tetanus.
2. Perawatan luka
Harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya
jaringan mati dan nanah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Harrisons Principles of Internal medicine 17 th edition
Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
penyakit Tropis : Tetanus. Edisi 2. IDAI. 2008
http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110prmh279.htm
http://www.who.int/vaccines/globalsummary/immunization/timeseries/tsincidence
nte.htm
16