Anda di halaman 1dari 40

1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Vaskularisasi Jantung

Gambar 2. Aspek Anterior Sirkulasi Coronaria

A. Arteri
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri
coronaria dan percabangannya, utama terdapat dipermukaan jantung
terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.
Arteri coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara
trunkus pulmonalis dan auricula dextra
o Arteri marginalis : Cabang yang terbesar dan berjalan
sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai apex
cordis (ramus). Memperdarahi atrium dan ventrikel dextra.
o Arteri interventrikularis posterior : Memberikan cabang ke
ventrikulus dexter dan sinister termasuk dinding inferiornya
& percabangan untuk bagian posterior septum ventrikulare.
Memperdarahi
kedua dinding
belakang
ventrikel,
epikardium, atrium dextra, & SA node.

Arteri coronaria sinistra


o Arteri interventrikularis anterior : Sebuah cabang yang besar.
Mendarahi AV node, anterior ventrikel dextra dan sinistra

dan Arteri circumflexus : memperdarahi bagian belakang


bawah ventrikel & atrium sinistra
Cabang arcus aorta
Arteri brachiocephalica (anonyma):
- Arteri carotis communis dextra
- Arteri subclavia dextra
Arteri carotis comunis dextra
Arteri subclavia sinistra

B. Vena
Sebagian besar darah dari jantung kembali ke artrium kanan
melalui sinus coronaria, yang terletak pada bagian posterior sulkus
atrioventrikular dan merupakan lanjutan dari vena cordis magna.
Pembuluh ini bermuara ke atrium kanan sebelah kiri vena cava inferior.
Vena cordis parva dan vena cordis media merupakan cabang sinus
coronarius. Sisanya dialikan ke atrium kanan melalui vena ventrikuli
dextra anterior dan melalui vena vena kecil yang langsung bermuara ke
ruang ruang jantung.
Sinus coronaries : tempat muara dari vena-vena jantung
Vena cordis magna
Vena cordis parva
Vena cordis media
Vena cordis obliq
C. Persyarafan
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis
susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di
bawah arkus aorta.
Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian
atas truncus symphaticus. Serabut serabut post ganglionik simpatis
berakhir di nodus sinusatrial dan nodus atrioventrikular, serabut seerabut
otot jantung dan arteria coronaria.
Perangsangan saraf simpatis mengakibatkan akselerasi jantung,
meningkatkan denyut jantung(daya kontraksi otot jantung) dan dilatasi
arteria koroner. Serabut serabut aferen yang berjalan bersama saraf
simpatis membawa implus saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan
tetapi bilai pasokan darah kurang ke otot jantung terganggu maka implus
rasa nyeri dapat dirasakan melalui lintasan tersebut.
Persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.Serabut
serabut post ganglionik parasimpatis berakhir di SA node, AV node dan
arteria coronaria. Perangsangan saraf parasimpatis mengakibatkan
berkurangnya denyut jantung (daya kontraksi otot jantung) dan konstriksi
arteria koroner.Serabut serabut aferen yang berjalan bersama nervus
vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular. (Raden, Inmar.
2010)

Gambar 2. Aspek Posterior Sirkulasi Coronaria

2. Memahami dan Menjelaskan Kriteria Sindrom Koroner Akut


Faktor Risiko Kardiovaskular
Faktor risiko yang dapat diubah: Dislipidemia (LDL meningkat, HDL menurun);
Merokok; Hipertensi; Diabetes mellitus, sindrom metabolik; Kurang aktivitas fisik
Faktor risiko yang tidak dapat diubah: Usia lanjut; Jenis kelamin (laki-laki); Herediter
(IPD,2014)
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO SINDROM KORONER AKUT
1. Faktor Resiko Utama
A. Hipertensi (>140/80 mmHg)
Komplikasi yang terjadi biasanya pada hipertensi esensial, akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada
kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula terjadi hipertropi pada tunika
media, diikuti dengan hialinisasisetempat dan penebalan fibrosis di tunika
intima dan akhirnya terjadi penyempitan pembuluh darah.
B. Hiperkolesterolemia
- Kolesterol total
Normal : < 200 mg/dl
Tinggi : > 240 mg/dl
- LDL kolesterol
Apabila LDL meningkat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk
mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Normal <130mg/dl

Tinggi >160 mg/dl


- HDL kolesterol
HDL adalah jenis kolesterol yang menguntungkan karena mengikat
kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga
mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadi
aterosklerosis. Jadi, jika HDL turun maka semakin besar kemungkinan
terjadi PJK. Kadar HDL dapat dinaikan dengan penurunan berat badan,
dan berhenti merokok.
- Trigliserida
Terdiri dari 3, yaitu lemak jenuh, lemak tidak tunggal, lemak jenuh
ganda
Normal < 150 mg/dl
Meningkat 150-250 mg/dl
Tinggi 250-500 mg/dl
Sangat Tinggi > 500 mg/dl
C. Merokok
Orang
yang
merokok
>20
batang
sehari
dapat
mempengaruhi/memperkuat efek hipertensi dan hiperkolesterolemia.
Rokok menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsang
ketokolamin dan penurunan konsumsi O2 akibat inhalasi CO, takikardi,
vasokontriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merubah 5-10% Hb menjadi karboksi HB, serta penurunan
HDL.
2. Faktor Resiko Lainnya
- Umur, jenis kelamin, Geografis, Ras, Obesitas, Diabetes, Perilaku dan
kebiasaan
- Perubahan
keadaan
sosial
dan
stress,
Keturunan/genetik,
Hiperhomosisteinemia
- Pembekuan darah, Infeksi, Alkoholik.

3. KLASIFIKASI

Jenis
Angina
Tidak
(APTS)

Pectoris
Stabil

NonST
elevasi
Miocard Infark

ST elevasi Miocard
Infark

Penjelasan nyeri dada


Angina pada waktu
istirahat/
aktivitas
ringan,
Crescendo
angina, Hilang dengan
nitrat.
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang
dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium
untuk
menghilangkan nyeri.
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang
dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium
untuk
menghilangkan nyeri.

Temuan EKG
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q

Enzim Jantung
Tidak meningkat

Depresi segmen ST
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal

Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T

Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal

A. ANGINA PECTORIS TIDAK STABIL

Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana


angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per
hari.
Pasien dengan angina yang bertambah berat (sebelumnya angina
stabil) lalu serangan angina muncul lebih sering dan lebih lama ( >20
menit), dan lebih sakit nyeri dadanya, sedangkan faktor presipitasi
makin ringan
Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan


American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan
infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) ialah iskemi yang timbul
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya pertanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST
ataupun elevasi sebentar atau adannya gelombang T yang negatif.
ANGINA PEKTORIS
Suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau
terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul
pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Nyeri angina dapat
menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen.
Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium
dibandingkan kebutuhan.
Beban kerja jaringan meningkat kebutuhan oksigen meningkatarteria koroner
kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis tidak dapat berdilatasi iskemi
miokardiumsel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerobterbentuk asam
laktatmenurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina
pektoris.
Terdapat tiga jenis angina, yaitu :
1. Angina stabil (angina klasik)
a Peningkatan kerja jantung saat aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
b Tidak bersifat progresif dan reversibel
2. Angina prinzmetal
a Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul
pada waktu beristirahat atau tidur
b Terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadangkadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
3. Angina tak stabil (angina crescendo)
a Kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal
b Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner

Biasanya disertai peningkatan beban kerja jantung akibat arterosklerosis koroner, yang
ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.

INFARK MIOKARD
1) Nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung.
2) Oklusi koroner lengkap
3) Sering berupa serangan mendadak
4) Umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
5) Derajat gangguan fungsional bergantung pada beberapa faktor
1. Ukuran infark
Bila melebihi 40% miokardium berhubungan dengan tinggi insiden syok
kardiogenik
a Infark subendokardium : infark terbatas pada sebagian miokardium,20 menit
setelah sumbatan
b Infark transmural: infark mengenai seluruh permukaan endokardium sampai
epikardium,berlanjut dr 20menit sampai 4jam
2. Lokasi infark
Infark dinding anterior (ventrikel kiri) lebih menggangu fungsi mekanis daripada
infark dinding inferior
a Left anterior descenden dinding anterior ventrikel kiri sampai septum
b Left cirkumfleksuslateral atau posterior kiri
c Right posterior descenden dinding inferior dari ventrikel kiri dan juga bisa
septumd dan ventrikel kanan
3. Fungsi miokardium yang tak terlibat
Infark lama membahayakan fungsi miokardium sisanya
4. Sirkulasi kolateral
Baik dengan anastomosis kolateral intrakoroner atau kolateral interkoroner
5. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler
Mekanisme refleks kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi
perifer
6) Klasifikasi infark berdasarkan segmen ST

1. IMA tanpa elevasi ST (NSTEMI)sulit dibedakan dengan Unstable Angina


ditentukan bila pasien memiliki manifestasi klinis UA dengan nekrosis mikoard
berupa peningkatan biomarker jantung
2. IMA dengan elevasi ST (STEMI)infark miokard dengan adanya kenaikan
segmen ST pada EKG,umumnya terjadi adanya oklusi arteri koronaria mendadak
Fibrous plaque rupturnya plak pembentukan trombus terlepasnya plak
arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner tersangkut di bagian hilir menyumbat aliran
darah keseluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut (oklusi)nekrosis
B. INFARK MIOKARD ELEVASI ST
Hanya terjadi jika arteri coroner tersumbat cepat ketika aliran
darah menurun tiba tiba akibat oklusi thrombus menyeluruh lumen di
arteri coroner. perkembangan stenosis coroner yang melambat justru tidak
menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat
terbentuk pembuluh darah kolateral.
Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi ST (ST elevation
myocardial infarction = STEM) merupakan bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala
iskemik miokar khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa
elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis
miokard.

Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak sterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnay banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus
mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivasi trombosit yang selanjtkan akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokontriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konfirmasi
reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen dimana keduanya adalah molekul multivalent yang

dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade agregasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rysak. F. VII dan F.
X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh
thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabbkan oleh oklusi arteri koroner yang
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.
C. INFARK MIOKARD NON ELEVASI

Disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan


kebutuhan oksigen miokardium yang diperberat oleh obstruksi coroner
akibat erosi dan rupture plak. Terjadi karena thrombus akut atau proses
vasokontriksi coroner sehingga terjadi iskemi dan dapat menyebabkan
nekrosis jaringan miokardium dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada jaringan subendokardium. Keadaan ini tidak menyebabkan elevasi
segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI perlu dijumpai segmen
ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm disadapan lainnya. Selain itu dapat
juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (< 20 menit) dengan
amplitude lebih rendah dari STEMI serta adanya inversi gelombang T
yang simetris 2 mm, semakin memperkuat dugaan Non STEMI
ISKEMIA
Peningkatan tekanan darah sistemik pada hipertensi peningkatan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri beban kerja jantung ber + hipertrofi ventrikel kiri
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai
pembuluh koroner iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi
miokardium.
Berkurangnya oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat
aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik lewat lintasan glikolitik jauh
lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi
oksidatif dan siklus Krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil
akhir metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.
Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi tersedia,asidosis mengganggu fungsi
ventrikel kirikekuatan kontraksi daerah miokardium berkurang,serabut-serabutnya memendek,
dan daya serta kecepatannya (gerakan dinding abnormal) gguan hemodinamika respon
refleks kompensasi sistem saraf otonom mengurangi curah jantung dengan berkurangnya
curah sekuncup memperbesar volume ventrikeltekanan jantung kiri akan meningkat,tekanan

akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkatdinding
yang kurang lentur memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu
Iskemia miokardium secara khas disertai oleh dua perubahan EKG akibat perubahan
elektrofisiologi selular, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi segmen ST
dikaitkan dengan sejenis angina yang dikenal dengan nama angina Prinzmetal.
Serangan iskemi biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional,
hemodinamik dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel.
PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi akibat dari proses atreosklerotik pada pembuluh darah
koroner. Timbulnya lesi di lapisan pembuluh darah (tunika intima dan media) akan menjadi
pencetus gangguan aliran darah dan mencetuskan terjadinya thrombosis. Thrombosis merupakan
penyebab utama dari komplikasi aterosklerosis, khususnya pada angina tidak stabil dan infark
miokardium. Thrombosis kebanyakan terjadi karena adanya rupture pada selubung fibrosa dari
plak aterosklerosis, bisa juga oada sebagian kecil dikarenakan adanya erosi superfisial intima
tanpa adanya rupture. Dengan hilangnya sel endothelial, maka matriks subendotelial yang
bersifat trombogenik akan terpapar dan memacy proses thrombosis.
Oklusi total dari arteri koroner tanpa perfusi arteri kolateral akan menyebabkan infak
miokardium yang irreversible dan menyebabkan meningkatnya segmen ST pada EKG dan
keluarnya enzim sel jantung (troponin), menyebabkan kondisi yang disebut ST Elevation
Myocardial Infarction (STEMI). Konsidi oklusi yang lebih ringan tidak menyebabkan kematian
sel namum cukup untuk mengakibatkan kondisi iskemia sehingga aka nada penampakan ST
depresi dan T inversi pada EKG.
Mekanisme thrombus sendiri dibagi menjadi tahapan-tahapan:
1. paparan faktor jaringan
2. aktivasi faktor koagulasi
3. adesi, aktivasi dan agregasi platelet
4. formasi thrombus
Pada penatalaksaan PJK, terdapat 3 golongan obat yang diakui, yaitu:
1. Inhibitor platelet/antiplatelet
2. antikoagulan
3. fibrinolitik

1. MANIFESTASI
1) Nyeri
Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi),
maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan
menyebabkan kram atau kejang.
2) Angina
Merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang
timbul jika otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan
beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang.
Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak
merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
3) Sesak nafas
Gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari
masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau
edema pulmoner).
4) Kelelahan atau kepenatan
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa lemah
dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita
biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini
sebagai bagian dari penuaan.
5) Palpitasi (jantung berdebar-debar)
Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung
yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa
menyebabkan pusing dan pingsan

6) Beberapa hari atau minggu sebelumnya tubuh terasa tidak bertenaga, dada
tidak enak, waktu olahraga atau bergerak jantung berdenyut keras, napas
tersengal-sengal, kadang-kadang disertai mual, muntah dan tubuh
mengeluarkan banyak keringat.
7) Dalam kondisi sakit : nyeri terutama di dada sebelah kiri tulang bagian atas
dan tengah sampai ke telapak tangan.
8) Terjadinya sewaktu dalam keadaan tenang
Demam, suhu tubuh umumnya sekitar 38 derajat celcius
Mual-mual dan muntah, perut bagian atas kembung dan sakit
Debar jantung abnormal
Tekanan darah rendah atau stroke
Muka pucat pasi
Kulit menjadi basah dan dingin badan bersimbah peluh
Gerakan menjadi lamban (kurang semangat)
Pingsan
Tenaga dan pikiran menjadi lemah, ketakutan yang tidak ada
alasannya.
Nyeri dada yang menjalar hingga ke ekstremitas superior kiri, keringat
dingin, mual, muntah, sakit kepala, pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali, hipertensi, bising jantung dan kelainan bunyi jantung. Tak jarang
pula pasien langsung mati mendadak.
2. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
ANAMNESIS
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat
dan tepat apakah pasien menderita infark miokard atau tidak. Diagnosis yang
terlambat atau salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang
berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien infark
miokard. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu
membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda
awal dalam pengelolaan pasien infark miokard. Sifat nyeri dada angina sebagai
berikut:
lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
durasi: lebih dari 30 menit.

onset: tiba tiba.


baru pertama kali atau sudah berulang

PEMERIKSAAN FISIK
1. Angina merupakan kunci diagnosis
2. Stigmata hiperlipidemia
1) Arkus senilis kornea dapat bermakna pada pasien usia
muda, namun dapat merupakan temuan normal pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun dan belum tentu merupakan
tanda hiperlipidemia.
2) Xantelasma berkaitan dengan kadar trigliserid namun
sering didapatkan pada pasien dengan kadar lipid normal.
3) Xantoma tuberosa, tendinosa, dan eruptif harus dicari di
siku, lutut, tendon achilles, dorsum manus, dan tempat lain
karena merupakan tanda hiperlipidemia.
3. Peningkatan tekan darah sistemik
4. Denyut nadi sering normal
5. Tekanan vena pada angina tanpa komplikasi biasanya normal
6. Palpasi precordial
1) Apeks yang mengalami diskinesia atau pergeseran letak dapat merupakan
tanda infark miokard sebelumnya dengan dilatasi ventrikel atau adanya
aneurisma ventrikel kiri
2) Pemeriksaan prekordium normal
7. Auskultasi
1) Selama serangan angina, penurunan kompians ventrikel menyebabkan
peningkatan tekanan atrium kiri dengan S4 yang dapat terdengar.
2) Ejeksi ventrikel yang memanjang dapat menghasilkan pemisahan
paradoksal (terbalik) bunyi jantung kedua (S2).
3) S3 tidak umum didapatkan pada pasien dengan angina kecuali telah ada
kerusakan miokard sebelumnya
4) Iskemi otot papilaris atau abnormalitas konfigurasi otot papilaris bisa
menyebabkan murmur akhir sistolik akibat MR ringan.
5) Yang menarik adalah murmur mid-diastolik yang terdengar pada batas
sternal kiri dan di apeks akibat stenosis arteri koroner proksimal.
Cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni:
1) Sakit dada
2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa
gelombang Q patologik
3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal),
terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk
nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap
positif bila > 0,2 ng/dl.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG, Foto rontgen dada, Petanda biokimia: darah rutin, CK, CKMB,
Troponin . profit lipid, gula darah, ureum kreatinin, Ekokardiografi, Tes Treadmil
(untuk stratifikasi setelah infark miokard) Angiografi koroner.
PEMERIKSAAN EKG
A. STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa
infark miokard gelombang Q sebagian kecil menetap menjadi infark miokard
gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara
atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau NSTEMI. Pada sebagian pasien
tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark
non Q. Sebelumnya, istilah infark transmural digunakan jika EKG menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural
jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,
namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi
infark (mural/transmural) sehingga terminologi infark miokard gelombang Q dan
non Q menggantikan infark miokard mural/transmural.
B. NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal
penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial
Infarction (TIMI) III Registry; adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al, menunjukkan peningkatan
risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya
depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T,
keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan
NSTEMI.
C. UAP
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien UAP. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2
mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada
UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang normal, dan pada NSTEMI, sebanyak
1-6% EKG juga normal.
Tabel 1. Letak Infark Berdasarkan Temuan EKG
Letak infark

EKG

A.Koronaria

Cab A.Koronaria

Anterior ektensif

I, aVL, V1-6

Kiri,LAM

LAD, LCx

Anteroseptal

V 1-3

Kiri

LAD

Anterolateral

I, aVL, V4-6

Kiri

LCx

Inferior

II, III, aVF

80% kanan, 20% kiri

PDA

Posterior murni

V 1-2
Bervariasi kiri dan
LCx, PLA
(resiprok)
kanan
LAM = left main artery, LAD = left anterior descending, LCX = left circumflex,
PDA = posterior descending artery, PLA = posteriolateral artery
PEMERIKSAAN ANGIOGRAFI
Angiografi berfungsi untuk memperlihatkan tumpukan plak pada
pembuluh darah jantung, mendeteksi plak pada arteri carotis di leher yang
menggangu aliran darah ke otak yang menyebabkan stroke, mengetahui kelainan
pada pembuluh darah di otak, serta mengidentifikasi aneurisma intracranial atau
bahkan adanya aneurisma pembuluh darah aorta.
TUJUAN ANGIOGRAFI
1. Untuk mendeteksi problem pada pembuluh darah yang ada di dalam atau yang
menuju otak (contohnya, aneurysma, malformasi pembuluh datah, trombosis,
penyempitan atau penyumbatan)
2. Untuk mempelajari pembuluh darah otak yang letaknya tidak normal (karena
tumor, gumpalan darah, pembengkakan, spasme, tekanan otak meningkat, atau
hydrocephalus)
3. Untuk menentukan pemasangan penjepit pembuluh darah pada saat
pembedahan dan untuk mencek kondisi pembuluh tersebut.

Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering
masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah
mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina; dapat pula
menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada saat
serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T
dapat menjadi negatif.

Foto rontgen dada


Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada
pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak
adanya kalsifikasi arkus aorta.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina
pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut
sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan
meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya
masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida
dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti
hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.

Penanda
Kreatinin Kinase (CK)
Kreatinin Kinase (CK-MB)
Cardiac-Specific Troponin T (cTnT)
Cardiac-Specific Troponin I (cTnT)

Meningkat
4-6 jam
4-6 jam
4-6 jam
4-6 jam

Memuncak
18-24 jam
18-24 jam
18-24 jam
18-24 jam

Durasi
2-3 hari
2-3 hari
10 hari
10 hari

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan


menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CKMB) dan laktat dehidrogenase (LDH). Berbagai penelitian penggunaan test
kadar serum Troponin T (cTnT) dalam mengenali kerusakan miokardium akhirakhir ini telah dipublikasikan. cTnT adalah struktur protein serabut otot serat

melintang yang merupakan subunit troponin yang penting, terdiri dari dua
miofilamen. Yaitu filamen tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis terdiri dari
aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang terdiri atas: troponin T,
troponin I, dan troponin C. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT
ditemukan di otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat
di penderita infark miokardium akut.
Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik
ditemui cTnT positif, hal tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan
terkait koroner. Dengan demikian cTnT dapat digunakan sebagai kriteria dalam
menentukan keputusan terapi.
Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat
melampaui kadar normal dalam 36 sampai 48 jam setelah serangan infark, yang
mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 814 hari setelah
infark.

EKG NORMAL
Kertas EKG adalah kertas grafik terdiri dari kotak-kotak kecil dan besar yang
diukur dalam milimeter. Garis horisontal merupakan waktu (1 kotak kecil = 1mm
= 0,1 mV). Pada rekaman EKG standar dibuat dengan kecepatan 25 mm/ detik.

Sadapan EKG Standar


Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektrodaelektroda yang dapat meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat
pencatat potensial yang disebut elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang
konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah elektroda ekstremitas dan 6
buah elektroda prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas masing-masing
dilekatkan pada : lengan kanan (LKa), lengan kiri (LKi), tungkai kanan (TKa),
dan tungkai kiri (TKi).

Elektroda-elektroda prekordial diberi nama V1 sampai V6, dengan


lokalisasi sebagai berikut :
Lead V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
Lead V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
Lead V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
Lead V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks
berpindah).
Lead V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.

Lead V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea axillaris


medialis.
Gambaran EKG Normal
Gambaran EKG normal menunjukkan bentuk dasar sebagai berikut :

Gelombang P
Berukuran kecil dan merupakan hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri.
Segmen PR

Garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang kompleks


QRS.
Gelombang Kompleks QRS
Suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan
dan kiri.
Segmen ST
Garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
Gelombang T
Potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Gelombang U
Berukuran kecil dan sering tidak ada. Asal gelombang masih belum jelas.

Kelainan pada Hasil EKG


Beberapa kelainan yang sering terdeteksi dengan EKG adalah sebagai berikut :
1. Kelainan kecepatan
Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit dikenal sebagai
takikardia, sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60 kali per menit
disebut dengan brakikardia.
2. Kelainan irama
Mengacu pada keteraturan diagram EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan
eksitasi jantung disebut aritmia. Dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik,
perubahan aktivitas pemacu nodus SA, atau gangguan hantaran. Kecepatan
denyut jantung juga biasanya ikut terlibat. Ekstrasistol atau denyut prematur
adalah deviasi dari irama normal yang sering terjadi. Selain itu, kelainan irama
lainnya yg mudah terdeteksi adalah sbb :
Flutter atrium
Ditandai dengan urutan depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat
dengankecepatan antara 200-300 denyutan/menit. Ventrikel jarang dapat
mengimbangi kecepatan atrium ini. Karena periode masa refrakter jaringan
penghantaran otot jantung pada ventrikel lebih lama dibandingkan dengan otot
jantung pada atrium, nodus AV tidak dapat merespons semua impuls yang datang
dari atrium. Hanya satu dari 2 atau 3 impuls atrium berhasil melalui nodus AV ke
ventrikel. Keadaan ini disebut dengan irama 2:1 atau 3:1. Kenyataan bahwa tidak
setiap impuls atrium mencapai ventrikel pada flutter atrium ini adalah hal penting
karena akan mencegah peningkatan kecepatan denyut ventrikel melebihi 200 kali/
menit. Kecepatan setinggi ini tidak akan memberikan yang cukup bagi pengisian
ventrikel. Hal ini menyebabkan curah jantung menurun dan dapat menyebabkan
terjadinya kematian akibat suplai darah ke otak yang tidak ada.
Fibrilasi atrium
Ditandai dengan depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak
terkoordinasi tanpa gelombang P yang jelas. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi
kacau dan tidak sinkron. Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur,
irama ventrikel menjadi tidak teratur. Kompleks QRS berbentuk normal tetapi

muncul secara sporadis. Waktu denyutan 2 ventrikel tidak teratur sehingga


ventrikel tidak mempunyai cukup waktu untuk pengisian. Hal ini menyebabkan
sangat sedikitnya darah yang dapat dicurahkan keluar jantung sehingga tidak
tercipta denyut jantung. Terjadi pula pulsus defisit yang pada orang normal tidak
terjadi.
Fibrilasi ventrikel
Kelainan irama yang sangat serius denagn otot ventrikel jantung
memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak beraturan. Hal ini menunjukkan
ventrikel tidak lagi dapat aktif memompa darah ke seluruh tubuh dan perlu
dilakukan defibrilasi listrik.
Blok jantung
Adanya defek pada sistem penghantaran jantung. Kontraksi atrium tetap normal,
namun ventrikel kadang-kadang tidak berkontraksi setelah kontraksi atrium. Blok
yang terjadi dapat 2:1 atau 3:1 dan dapat dibedakan dengan flutter atrium. Pada
blok jantung, kecepatan aliran atrium normal, tetapi kecepatan ventrikel di bawah
normal. Sedangkan, pada flutter atrium, kecepatan atrium sangat tinggi sedangkan
kecepatan ventrikel normal. Blok jantung total ditandai dengan impuls dari atrium
sama sekali tidak dihantarkan ke ventrikel. Denyut atrium tetap diatur oleh nodus
SA namun ventrikel menciptakan impuls sendiri yang jauh lebih rendah. Pada
EKG, gelombang P memperlihatkan irama normal. Kompleks QRS dan
gelombang T terjadi secara teratur namun dalam kecepatan yang jauh lebih rendah
daripadagelombang P dan benar-benar independen terhadap gelombang P.

3. Miopati jantung (rusaknya otot jantung)


Iskemia miokardium mengacu pada ketidakteraturan pasokan darah ke jaringan
jantung. Kematian atau nekrosis sel-sel otot jantung biasanya disebabkan oleh
penyumbatan pembuluh darah yang memperdarahinya. Hal ini dikenal dengan
infark miokardium akut (serangan jantung). Terlihat gelombang QRS abnormal
ketika sebagian otot jantung mengalami nekrosis
.
Gambaran EKG pada Iskemia, Injuri, dan Infark Miokard
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu sindroma klinis yang terdiri dari
angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST
dan IMA dengan elevasi segmen ST. Keadaan ini ditandai dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kempampuan miokard.
Mekanisme dasar SKA berupa disrupsi plak dan pembentukan trombus akut pada
arteri koroner.
Segmen ST dan gelombang T pada iskemia miokard
Iskemia miokard akan memperlambat proses repolarisasi, sehingga pada EKG
dijumpai perubahan segmen ST (depresi) dan gelombang T (inversi) tergantung
beratnya iskemia serta waktu pengambilan EKG. Diduga iskemia jika depresi
segmen ST lebih dari 0,5 mm (setengah kotak kecil) dibawah garis baseline (garis
isoelektris) dan 0,04 detik dari point.

Contoh EKG pada Iskemia Miokard

Perubahan EKG pada injuri miokard


Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara
elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan
pada EKG tampak gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang berhadapan
dengan lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi 1mm (1 kotak
kecil) pada sadapan ekstremitas dan 2mm pada sadapan prekordial di dua atau
lebih sadapan yang menghadap daerah anatomi jantung yg sama. Aneurisma
ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap beberapa bulan setelah
infark miokard.

Perubahan EKG pada infark miokard kronis


Infark miokard terjadi jika aliran darah ke otot jantung mati. Sel infark yang tidak
berfungsi tersebut tidak mempunyai respon stimulus listrik sehingga arah arus
yang menuju daerah infark akan meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan
pada EKG memberikan gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis
dengan syarat durasi lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus minimal sepertiga
tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama.

Takikardia

DIAGNOSIS BANDING

Flutter dan Fibrilasi Atrium

4. PENATALAKSANAAN
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan
bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan
pengobatandan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik.
Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. Perlu ditangani
secara baik (lihat selanjutnya pada bab pencegahan).
Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi
miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya menyembuhkan.
Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan mengatasi faktor
penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.
1. Umum
Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir
terutama untuk melakukan aktivitas.
Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan
sekarang
Pengendalian faktor risiko
Pencegahan sekunder.
Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah
lain, yang akan berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk
menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin
dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.
Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar
tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokardium.
2. Pengobatan Farmakologik
ANTIANGINA
1. Nitrat organik
Nitrat organik adalah ester alkohol polisakarida dengan nitrat, sedangkan nitrit
organik adalah ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol
merupakan cairan yang mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi.
Sedangkan ester nitrat lainnya yang berat molekulnya lebih tinggi (misalnya
pentaeritrol tetranirat dan isosorbit dinitrat berbentuk padat).
Farmakodinamik:
o Nitrat organik (prodrug) yakni menjadi aktif setelah dimetabolisme dan
mengeluarkan mitrogen monoksida.
o Biotransfromasi berlangsung di intraseluler, Mekanisme kerja dari nitrat dibagi
menjadi 2:
a. vasodilatasi non-endothelium dependent dengan cara nitrat organik melepas nitrit
oksida, lalu merangsang penglepasan cGMP yang memperantarai defosforilasi miosin
sehingga terjadilah relaksasi otot polos.

b. vasodilatasi endothelium dependent dengan cara melepaskan prostasiklin yang


menyebaban vasodilatasi pembulih darah.
o Efek kardiovaskular
:
Nitrat organik menurunkan dan dapat meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskular menimbulkan vasodilatasi sistem vaskular
Nitrat organik memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien aterosklerosis denagn
menimbullkan redistribusi aliran darah menyebabkan dilatasi pembuluh darah
koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah kecil (arteriol),
sehingga tidak terjadi steal phenomenon.

o
o
o

Farmakokinetik
Nitrat organik diabsorpsi baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme
obat dalam hati dilakukan oleh nitrat reduktase.
Masa kerja lebih panjang bila menggunakan nitrat organik oral (isosorbid mononitrat,
isosorbid dinitrat, eritritil tetranitrat)
Nitrat organik dengan preparat transdermal (salep, plester). Plester nitrogliserin
(penggunaan 24jam-melepaskan 0.2-0.8 mg obat tiap jam). Bentuk salep nitrogliserin
(2%-pada kulit 2.5-5 cm) biasanya untuk mencegah angina yang timbul pada malam
hari.
Amilnitrit mempunyai bentuk cairan yang mudah menguap (volatile) cara inhalasi,
lebih cepat diabsorpsi dan menghindari efek metabolisme pertama dihati)
Tabel 2. Sediaan Nitrat Organik
Sediaan Nitrat
Interval
Nitrat Kerja Singkat
0,18-0,3 ml
Amilnitrit inhalasi
Preparat sublingual
1. Nitrogliserin
0,5-0,6 mg
2. Isosorb dinitrat
2,5-5 mg
Nitrat Kerja Panjang
Isoisorb dinitrat oral
10-60 mg
Nitrogliserin oral
6,5-13 mg

Lama kerja
3-5 menit
10-30 menit
10-60 menit
4-6 jam
6-8 jam

Kontraindikasi
Efek samping nitrat organik berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada
awalnya ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Bila
hipotensi berarti terjadi bersama refleks takikardi yang akan memperburuk
keadaan.
Pada pasien stenosis aorta / kardiomiopati hipertrofik, nitrat organik menyebabkan
penurunan curah jantung dan hipotensi refrakter. Pemberian nitrat organik
dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat slidenafil.

Indikasi
a. Angina pektoris
Untuk angina tidak stabil nitrat organik diberikan secara iv (dapat terjadi
toleransi cepat 24-48jam). Untuk angina variant diperlukan nitrat organik kerja
panjang dikombinasikan dengan antagonis Ca
b. Infark jantung
Nitrat organik dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung
c. Gagal jantung kongesif
Nitrat organik untuk GJK dalam bentuk kombinasi dengan hidralazin (lini
kedua), sedangkan lini pertama menggunakan vasodilator. Penggunaan nitrat
organik sebagai obat tunggal memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung
terutama pasien tersebut menderita jantung iskemik
2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)
-Bloker bermanfaat untuk mengobati angina pektoris stabil kronik. Golongan obat ini
dapat menurunkan angka mortalitas infark jantung efek aritmianya. -Bloker
menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah dan kontraktilitass. Efek kurang menguntungkan -Bloker
peningkatan volume diastolik akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Sifat farmakologi
o -Bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif , namun bisa menghilang
sifatnya bila dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menentukan tempat
metabolisme (hati) dan waktu paruh memendek.
o -Bloker mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yakni kurang
menimbulkan bradikardi atau penekanan kontraksi jantung.
Tabel 3. Sediaan Obat -Bloker
Obat
Kelarutan
Eliminasi
Dalam
lemak

Asebutolol
Hati

Kardioselektif Dosis antiangina


+

Labetalol
Bisoprol
Nadolol
Atenolol
Metoprolol

Hati

Sedang

Ginjal
Ginjal
Hati

Pindolol

Sedang

Propanolol

Ginjal
hati
Hati

Penbutolol

hati

&

kap 200 mg dan tab


400 mg
100-600 mg/hari
tab 5 mg
tab 40 dan 80 mg
tab 50 dan 100 mg
tab 50 dan 100 mg, tab
lepas lambat 100 mg
tab 5 dan 10 mg
tab 10 dan 40 mg,
kapsul lepas lambat
160 mg

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Efek Samping
Farmakologi : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme
Sal cerna
: mual, muntah, diare, konstipasi
Sentral
: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi
Alergi
: rash, demam dan purpura
Kontraindikasi
hipotensi
bradikardi simptomatik
blok AV derajat 2-3
gagal jantung kongesif
ekserbasi serangan asma (bronkospasme)
diabetes melitus dengan hipoglikemia
Indikasi
Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard

3. Penghambat Kanal Ca (Calsium antagonis)


Farmakodinamik
a. Secara umum ada 2 jenis kanal Ca, pertama voltage-sensitive (VSC)/potentialdependent calcium channels (PDC membuka bila ada depolarisasi membran. Kedua,
receptor-operated calcium channel (ROC) membuka bila agonis menempati reseptor
dalam kompleks sistem kanal ini (contoh : hormon, norepinefrin)
b. Calsium antagonis mempunyai 3 efek hemodinamik yang berhubungan dengan
pengurangan kebutuhan otot jantung :
1) Vasodilatasi koroner dan perifer
2) Penurunan kontraktilitas jantung
3) Penurunan automatisitas serta konduksi pada nodus SA dan AV
Sedangkan untuk meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara : dilatasi koroner
dan penurunan tekanan darah da denyut jantung (sehingga perfusi subendokardial
membaik)
Farmakokinetik
Farmakokinetik penghambat kanal Calsium hampir semua absorpsi oralny sempurna
tetapi bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. efek
obat tampak 30-60 menit pemberian. Macam-macam Calsium antagonis
Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin
Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil
Benzotizepin: diltiazem
Piperazin: sinarizin, flunarizin
Lain-lain: prenilamin, perheksilin

o Pemberian nifedipin kerja singkat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah,


sebagian besar terikat pada protein plasma (70-98%) dengan waktu paruh 1.3-64 jam.
o Diltiazem mempunyai potensi vasodilator menyebabkan penurunan resistensi perifer
dan tekanan darah disertai refleks takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir
o Pemberian verapamil peroral menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi
perifer tanpa perubahan frekuensi denyut jantung.
Efek Samping
o Nyeri kepala berdenyut (*dihidropiridin)
o Muka merah (*verapamil)
o Pusing (*dihidropiridin)
o Edema perifer (*dihidropiridin)
o Hipotensi (*dihidropiridin)
o Takikardia (*dihidropiridin)
o Kelemahan otot (*nimodipin)
o Mual (*dihidropiridin)
o Konstipasidan hiperplasia ginggiva (*verapamil)
o Gagal jantung
o Syok kardiogenik
o Penghambat kanal calsium dapat meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil
tidak boleh digunakan untuk mengatasi keracunan digitalis, sebab akan terjadi gangguan
fungsi konduksi AV yang lebih berat.
o Penghambat kanal calsium dikontraindikasikan pada aritmia karena konduksi antegrad
seperti Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium
ANTITROMBOTIK
1. Aspirin
Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan
prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim
sikloogsigenase (akan tetapi sikloogsigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel).
Penghambatan siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut.
Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya
terjadi pengurangan agregasi trombosit. Dosis lebih tinggi, selain meningkatkan
toksisitas (terutama perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain
menghambat TXA2 juga menghambat pembentukan prostasiklin.
Pada infark miokard akut nampaknya aspirin bermanfaat untuk mencegah
kambuhnya infark miokard yang fatal maupun nonfatal. Pada pasien TIA (transient
ischemic attack), penggunaan aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk
mengurangi kambuhnya TIA, stroke karena penyumbatan, dan kematian akibat
gangguan pembuluh darah. Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria.
Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan
saluran cerna; biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg.
Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat mengurangi efek tersebut. Obat

ini dapat mengganggu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan bersama
heparin atau antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko perdarahan.
2. Dipiridamol
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan
sel endotel pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam
plasma. Adenosin menghambat fungsi trombosit dengan merangsang adenilat siklase
dan merupakan vasodilator. Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi
prostasiklin. Dipiridamol sering digunakan bersama heparin pada pasien dengan
katup jantung buatan. Obat ini juga banyak digunakan bersama aspirin pada pasien
infark miokard akut untuk prevensi sekunder dan pada pasien TIA untuk mencegah
stroke.
Efek samping yang paling sering yaitu sakit kepala; biasanya jarang
menimbulkan masalah dengan dosis yang digunakan sebagai antitrombotik. Bila
digunakan untuk pasien angina pektoris, dipiridamol kadang-kadang memperberat
gejala karena terjadinya fenomena coronary steal. Efek samping lain ialah pusing,
sinkop, dan gangguan saluran cerna.
Bioavailabilitas obat ini sangat bervariasi. Lebih dari 90% dipiridamol terikat
protein dan mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa paruh eliminasi bervariasi: 1
12 jam. Dosis untuk profilaksis jangka panjang pada pasien katup jantung buatan
400 mg/hari bersama dengan warfarin. Untuk mencegah aktivasi trombosit selama
operasi by-pass, dosisnya 400 mg dimulai 2 hari sebelum operasi.
3. Tiklopidin
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda
Tiklopidin menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Berbeda dari
aspirin, tiklopidin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinik
secara acak, dilaporkan adanya manfaat tiklopidin untuk pencegahan kejadian
vaskular pada pasien TIA, stroke, dan angina pektoris tidak stabil.
Efek samping yang paling sering mual, muntah, dan diare. Yang dapat terjadi
sampai pada 20% pasien. Selain itu, antara lain, dapat terjadi perdarahan (5%), dan
yang paling berbahaya leukopenia (1%). Leukopenia dideteksi dengan pemantauan
hitung jenis leukosit selama 3 bulan pengobatan. Trombositopenia juga dilaporkan,
sehingga perlu dipantau hitung trombosit.
Tiklopidin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
aspirin. Karena tiklopidin mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dari aspirin,
maka kombinasi kedua obat diharapkan dapat memberikan efek aditif atau
sinergistik.
4. Klopidogrel
5. -bloker
Banyak uji klinik dilakukan dengan -bloker untuk profilaksis infark miokard
atau aritmia setelah mengalami infark pertama kali. Dari The Norwegian Multicenter
Study, dengan timolol didapatkan bahwa obat ini dapat mengurangi secara bermakna
jumlah kematian bila diberikan pada pasien yang telah mengalami infark miokard.

Akan tetapi, tidak dapat dipastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh efek
langsung timolol terhadap pembekuan darah.
6. Penghambat Glikoprotein IIb/IIIa
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan angina
stabil menurut ESC 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi
yang spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau riwayat
intoleransi aspirin) (level evidence A).
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung coroner (level
evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE
inhibitor, seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard infark
dengan disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang
pernah mendapat infark miokard (level evidence A).

3. Revaskularisasi Miokard
Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang
disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan,
bedah pintas coroner (coronary artery bypass surgery = CABG), dan tindakan
intervensi perkutan (percutneous coronary intervention = PCI). Akhir-akhir ini
kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu diperkenalkannya
tindakan, off pump surgery dengan invasif minimal dan drug eluting stent
(DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
infark ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada risiko dan keluhan pasien.
Indikasi untuk Revaskularisasi

Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan


arteriography koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan
penyempitan arteri coroner adalah kandidat yang potensial untuk
dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan
revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika:
1) Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien
2) Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.
3) Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
4) Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan
pengobatan biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari
pengobatan yang diberikan kepada mereka.
Majid Abdul.2007. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan
Terkini. Medan ; Universitas Sumtra Barat

Terapi Pendahuluan (Emergensi)


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mencakup mengutangi atau menghilangkan nyeri dada,referfusi segera,triase.


Oksigen, dapat diberikan pada pasien tanpa komplikasi selama 6 jam pertama
Nitrogliserin (NGT) sublingual, merupakan dilatasi pembuluh darah
Morfin, merupakan obat untuk menghilangkan nyeri dengan dosis 2-4mg
Aspirin, inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
Tromboksan A2, dosis 160-325mg di ruang emergensi
Penyekat beta, jika morfin tidak berhasil menghilangkan nyeri
Terapi referfusi

Terapi :
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in
patient, tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama
fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani
sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah
kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan
bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan
mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar
dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa
dilakukan dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2
bulan, yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program
latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah
banyak tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program
latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan
pasien gagal jantung kongestif antara lain:
1) Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan
latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru
selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat memperlancar

jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu


menerima instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat
digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan.
2) Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan
yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot
atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau
toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi
darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah
pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan.
3) Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota
tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat
terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar
dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan
diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu
gerak dapat menimbulkan pumping action pada kondisi oedem sering
menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem
mengikuti aliran ke proximal.
4) Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan
aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita
mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
5) Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang
kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi
lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh
terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk
membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan
masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari
kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat
memperburuk keadaannya
TERAPI BEDAH
Revaskularisasi terapi untuk lesi aterosklerotik mencakup:
o Intervensi Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
o Percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA)

Gambar 15. Prosedur Balloon Angioplasty

Prosedur ini dilakukan dengan menyisipkan sebuah tabung plastik tipis


(Kateter) ke dalam arteri. Kateter disisipkan ke dalam arteri besar (aorta) ke arteri
koroner. Setelah kateter disisipkan (pada bagian arteri yang menyempit), ujung
balon mengembang dan mendorong plak terhadap dinding arteri. Angioplasty
memungkinkan darah mengalir lebih leluasa ke jantung. Prosedur ini efektif
sekitar 85-90% dari waktu, tetapi sampai 35% dari orang mengalami kembali
pemblokiran arteri mereka dalam 6 bulan. Jika hal ini terjadi, angioplasty kedua
dapat dipertimbangkan.
o Cutting balloon angioplasty
o Coronary stent placement
Bare stents
Drug-eluted stents
o Coronary atherectomy
Directional coronary atherectomy
Rotational coronary atherectomy or rotablator
Transluminal extraction catheter atherectomy
Excimer laser atherectomy
o AngioJet suction device
o Brachytherapy - Intracoronary radiation therapy
Gamma-ray devices
Beta-ray devices
o Coronary artery bypass surgery
Melibatkan pengambilan bagian pembuluh darah dari bagian lain dari
tubuh (misalnya kaki atau dada) dan relokasi itu di atas dan di bawah bagian yang
tersumbat dari arteri yang telah menghalangi aliran darah bebas ke jantung.
Operasi biasanya memakan waktu 3 sampai 6 jam, tergantung pada seberapa

banyak pembuluh darah perlu dijahit bersama-sama (dicangkokkan). Penting


untuk memahami bahwa operasi ini bukanlah obat untuk aterosklerosis. Oleh
karena itu, sangat penting bahwa langkah-langkah untuk mencegah pengerasan
pembuluh darah (misalnya olahraga, mendengar diet sehat, obat yang sesuai)
dilanjutkan.

Gambar 11. Coronary Artery Bypass

3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Aterosklerosis

Gambar 5. Perubahan patologis progresif pada aterosklerosis koroner. Bercak lemak merupakan salah satu lesi
paling awal pada aterosklerosis. Sebagian bercak lemak ini akan mengalami regresi tetapi sebagian akan terus
berkembang menjadi plak fibrosa dan akhirnya menjadi ateroma.

Aterosklerosis pembuluh koroner paling sering ditemukan. Ateroskelrosis


penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah resistensi aliran darah meningkat
penyempitan lumen diikuti perubahan pembuluh untuk melebar keseimbangan antara
penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak seimbang dan membahayakan
miokardium yang terletak disebelah distal daerah lesi. Lesi biasanya diklasifikasikan
sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata.
Penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vaskular untuk
memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum nampak sampai
proses aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 2040 tahun.
Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan intima,
sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon terhadap cedera
memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis adalah cedera yang kemudian
menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas terhadap
monosit dan lipid darah.

Gambar 6. Proses selular yang terjadi dalam hipotesis cedera aterosklerosis

Gambar 7. Peranan LDL dalam Aterosklerosis

Hiperkolesterolemia sendiri diyakini mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan


produksi radikal bebas oksigen. Apabila terjadi hiperlipidemia kronis, lipoprotein
tertimbun dalam lapisan intima di tempat meningkatnya permeabilitas endotel.
Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan
terjadinya oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak ateromatosa.
Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan
penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL-C
yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa, yang beragregasi dalam lapisan intima,
yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak.
Akhirnya, deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma
lemak fibrosa matur. Rupture menyebabkan inti bagian dalam plak terpajan dengan LDLC yang teroksidasi dan meningkatnya perlekatan elemen sel, termasuk trombosit.
Akhirnya, deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrosa menjadi ateroma,
yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi, kalsifikasi, atau thrombosis, dan
menyebabkan infark miokardium. Lesi yang bermakna secara klinis, yang dapat
mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75%
lumen pembuluh darah
(Brown, Carol T. 2006)
Patofisiologi aterosklerosis
Secara patofisiologis aterosklerosis adalah sekumpulan proses yang kompleks yang
melibatkan darah dan material yang dikandungnya, endotel vascular, vasa vasorum dan
mungkin juga lingkungan intra uterin.
Proses diawali dari berubahnya k-LDL menjadi lebih aterogenik mungkin setelah
proses oksidasi dan berubah menjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Di sisi lain pada
daerah eawan/predileksi aterosklerosis (mis: aorta dan artei koronaria) endotel bisa
mengalami gangguan (intak tetapo bocor) sehingga menjadi aktif dan terjadi gangguan
fungsi, lama kelamaan bisa terjadi deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi
trombosit. Berdasarkan ukuran dan konsentrasinya, molekul plasma dan partikel

lipoprotein lain bisa melakukan ekstravasasi melalui endotel yang rusak/bocor dan masuk
ke ruang subendotelial. LDL yang aterogenik (Ox LDL0 akan tertahan dan berubah
menjadi bersifat sitotoksik, proinflamasi, khemotaktik, dan proaterogenik. Karena
perngatuh aterogenesis dan stimuli inflamasi tersebut endotel menjadi aktif. Endotel akan
mengeluarkan sitokin. NO (Nitrogen monoksida) yang dihasilkan endotel menjadi
berkurang sehingga fungsi dilatasi endotelpun akan berkurang, selain itu juga akan
mengeluarkan sel-sel adesi (Vascular Cell Adhesion Molecule-1, InterCellular Adhesion
Molecule-1, E selectin, P selectin) dan menangkap monosit dan sel T. monosit akan
berubah menjadi makrofag yang akan menangkap Ox LDL dan berubah menjadi sel busa
(foam cell) yang kemudian akan berkembang menjadi inti lemak (lipid core) dan
mempunyai pelindung fibrosa (Fibrouse cap). Pelindung fibrosa (PF) ini bisa rapuh
sehingga memicu proses trombogenesis yang berakibat terjadinya sindrom koroner akut
(SKA). Gangguan fungsi dilatasi endotel inilah yang dianggap sebagai disfungsi endotel.
Dan sel apoptotic yang dihasilkan Ox LDL akan menyebabkan instabilitas/plak dan
memicu terbentuknya thrombus.
Kadar trigliserida (TG) yang tinggi (hipertrigliseridemia) juga merupakan faktor
risiko tersendiri yang lepas dari faktor risiko yang lain. Karena sebagian besar merupakan
trigliserida yang kaya akan lipoprotein (TG rich lipoprotein) terutama kilomikron
remnant dan Very-Low Density Lipoprotein (VLDL) remnant. Remnant lipoprotein ini
ukuranya kecil sehingga dapat masuk sub endotel dan selanjutnya akan menyebabkan
aterosklerosis. Dari sisi lain, kadar High-Density Lipoprotein cholesterol (kolestrol-HDL)
yang tinggi dapat menurunkan risiko KV. HDL akan menyebabkan transport kolestrol
balik (reverse cholesterol transport) yang merupakan mekanisme protektif dari progesi
aterosklerosis.
4. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Oklusi/sumbatan pada Pembuluh Darah

5. Memahami dan Menjelaskan Mikroskopik Infark Miokard

Anda mungkin juga menyukai