PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus
lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada
KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa
menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh
karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat
persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi. Kedua
adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang
bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas
atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.
Spontaneous Premature Rupture Of the Membranes (SPROM) adalah pecahnya
ketuban setelah atau pada awal persalinan.
Prolonged
2.2
Epidemiologi
2
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah
Syekh Yusuf Gowa dengan jumlah persalinan pada tahun 2011 sebanyak 2.738 orang, adapun
persalinan dengan Ketuban Pecah Dini sebanyak 101 orang (3,68 %). Sedangkan kejadian
Ketuban Pecah Dini pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 248 orang dari
1930 persalinan.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka
kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran, yang disebabkan oleh perdarahan 28%,
ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18%, dan penyebab
lainnya 2%.
2.3
pembuluh darah atau saraf. Lapisan terdalam, terdekat janin, adalah epitel amnion. Sel epitel
ketuban mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein noncollagenous (laminin,
nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal.
Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk
kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh sel-sel
mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstitial kolagen (tipe I dan III) mendominasi dan
membentuk bundel paralel yang menjaga integritas mekanik amnion.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari selsel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan ini
membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.
Lapisan intermediet (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion
dan korion. Merupakan lapisan stress absorber. Pada lapisan ini banyak terdapat
proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak seperti "spons"
pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar kolagen tipe III. Lapisan
intermediet menyerap tekanan fisik dengan membiarkan amnion untuk slide pada, dan
melekat kuat pada desidua maternal.
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki gaya tarik yang lebih
besar. Chorion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas yang diarahkan
ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam lapisan chorionic
mengalami regresi.
janin. Fungsi air ketuban adalah sebagai medium sehingga janin dapat bergerak bebas dan
sebagai bantalan untuk meredam dan mencegah dari benturan. Selain itu air ketuban juga
berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh janin dan bekerja hidrostatik pada saat
persalinan untuk memperluas ruang saluran serviks.
2.5
Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :
1. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
desakan
janin
ketiga
yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya
hasil konsepsi.2
distensi
9. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
terjadinya
ascenden
KPD.
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan
atau infeksi maka
adanya
berperan
streptococcus
Lysyl oksidase adalah copper-dependen enzyme, dan wanita dengan ketuban pecah
dini memiliki konsentrasi tembaga atau copper yang lebih rendah dalam serum ibu dan tali
pusat daripada wanita yang selaput janin secara artifisial pecah selama persalinan.
Demikian pula, wanita dengan konsentrasi serum rendah asam askorbat, yang
diperlukan untuk pembentukan struktur heliks kolagen, memiliki tingkat yang lebih tinggi
ketuban pecah dini dibandingkan dengan konsentrasi serum normal. Tembakau pada rokok,
secara independen dapat meningkatkan risiko prematur ketuban pecah dini, oleh karena
terjadi penurunan konsentrasi serum asam askorbat.
Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti dapat meningkatkan metalbinding protein metallothionein dalam trofoblas, yang dapat mengakibatkan penyerapan
tembaga. Hal ini menunjukkan bahwa, penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat
dapat menyebabkan abnormal struktur kolagen membran ketuban pada perokok. Secara
keseluruhan, penurunan Collagen cross-link (mungkin karena kekurangan makanan atau
perilaku hidup yang salah) dapat mempengaruhi perempuan untuk pecah ketuban.
Peningkatan Degradasi Kolagen
Ketuban pecah dini terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari
membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal
adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini di
inhibisi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal.
Faktor Klinis yang Berhubungan Dengan Collagen Degradasi dan Ketuban Pecah Dini
dalam membran. Strain tertentu dari bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2 , yang
melepaskan prekursor prostaglandin asam arakidonat dari membran fosfolipid dalam amnion.
Komponen lain dari respon host terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid.
Dalam sebagian besar jaringan, aksi antiinflamasi glukokortikoid diperantarai oleh penekanan
produksi prostaglandin. Namun, pada amnion, glukokortikoid anehnya merangsang produksi
prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen tipe III
dalam kultur utama sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan bahwa glukokortikoid
dihasilkan sebagai respons terhadap stres infeksi mikroba memfasilitasi pecahnya selaput
janin.
Kematian Sel Terprogram
Amnion dan chorion manusia yang diperoleh setelah pecah dini membran
mengandung banyak sel apoptosis di tempat yang berdekatan dengan situs ruptur dan sel
apoptosis sedikit di daerah lain dari membran. Selain itu, dalam kasus-kasus korioamnionitis,
sel-sel epitel ketuban apoptosis tampak bersamaan dengan granulosit, menunjukkan bahwa
respon imun host dapat mempercepat kematian sel dalam membran janin.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
11
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis).
Jika
pemeriksaan
yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek
dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion
Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group
B
5. Pemeriksaan Lab
1. Tes lakmus
2. Tes pakis
3. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin
4. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur
6. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
2.7
Penatalaksanaan
1. Konservatif
12
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Catatan :
1. Riwayat medis: Waktu dan kuantitas bocor atau basah, minggu kehamilan, riwayat
kehamilan dari PROM, dll
2. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik: Hindari pemeriksaan dalam kecuali persalinan
aktif. Gunakan pemeriksaan spekulum steril untuk:
Periksa secara visual untuk servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps janin
Carilah apakah ada cairan yang keluar dari dari vagina posterior fornik
Pertimbangkan USG, untuk memeriksa volume cairan ketuban, untuk menilai berat
janin, usia kehamilan, dan presentasi; untuk memeriksa kelainan anatomi.
13
Pertimbangkan AmniSure jika diagnosis dari PROM masih belum jelas setelah
pemeriksaan fisik, nitrazine, dan tes pakis. (AmniSure adalah rapid slide test yang
menggunakan metode immunochromatographic untuk mendeteksi jumlah
alpha
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
Korioamnionitis
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin dan
amnion chorion membran.
anda dan gejala
Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala korioamnionitis meliputi:
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 F atau> 37,8 C): Paling sering
2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)
3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)
4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina
14
lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah
Dini meningkat
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar: Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary.7
15
Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
2.10
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Nama suami
Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
No RM
Tanggal masuk
Pukul
: Ny. DMS
: 22 tahun
: Islam
: Jawa
: IRT
: SMA
: Tn. RS
: 26 tahun
: Islam
: Jawa
: Karyawan Swasta
: SMA
: Jl. Dusun XVII Tambak Bayan
: 23/06/13
: 06-01-2016
: 04.15 WIB
17
ANAMNESIS
Ny. DMS, 22 tahun ,G1P0A0, istri dari Tn. RS, 26 tahun datang ke RS Haji Medan pada
tanggal 6 januari 2016 pukul 04.15 WIB dengan :
KU
Telaah
: Hal ini dialami pasien sejak tanggal 05-01-2016 pukul 03.00 WIB. Air
berbau amis, warna putih jernih, dan tidak dapat ditahan. Os mengatakan ganti
celana > 2x dalam waktu tersebut. Os mengatakan keluar cairan pada saat Os
sedang beristirahat. Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-), riwayat
mules-mules (-). BAK (+) normal, BAB (+) normal. Riwayat keputihan
selama kehamilan (-), riwayat demam kahamilan (-), riwayat terjatuh terbentur
di daerah perut (-), riwayat berhubungan dengan suami pada saat kehamilan
(+), riwayat merokok (-).
RPO
: (+)
HPHT
: 20-04-2015
TTP
: 27-01-2016
: ke Bidan 4 kali
: 1. Hamil ini.
: tidak pernah
: tidak pernah
Status present
Keadaan Umum
: Baik, gizi kesan cukup
Sens : CM
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 70 x/i
Dyspnoe
RR
: 20 x/i
Sianosis
0
T
: 36,5 C
Oedem
TB
: 160 cm
BB
: 70 kg
: (-/-)
: (-/-)
: (-)
: (-)
: (-)
Status Generalisata
Mata
: anemis -/-, ikterus -/Leher
: KGB tidak teraba
Thorax
: Cor : Bunyi jantung normal, reguler, bunyi tambahan (-)
Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen
: distensi (-), BU (+) Normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
18
Ekstremitas
Status Obstetri
Abdomen
: Membesar, asimetris
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
: Divergen, 4/5
Gerak janin
: (+)
HIS
: 2x20/10
DJJ
EBW
: 3100 gr
Inspeculo
Inspeksi
Dilakukan pemeriksaan nitrazin tes, dimana kertas lakmus merah berubah menjadi
ST
: Cervix 2cm
Promontorium tidak teraba
Linea Inominata teraba 2/3
Arcus Pubis Tumpul
Sacrum Cekung
Os Coccygeus mobile
: Lendir darah (-), Air Ketuban (+)
86,3
28,4
80 96
27 31
Satuan
g/dl
10*6/l
/l
%
/l
fL
pg
19
MCHC
32,9
30 34
1
0
0
86
10
3
13
01
2 6
5375
2045
48
%
%
%
%
%
%
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
80 mg/dL
Nilai Rujukan
< 140
Diagnosa Sementara
KPD + PG + KDR (40-42 minggu) + PK + JT+ AH + Inpartu
Lapor Supervisor dr. Muslich P, Sp.OG
Terapi :- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi dexametason 3 amp singel dose
- Injeksi ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Rencana : - bed rest
- awasi vital sign, His, DJJ
Lapor supervisior dr. Muslich P, Sp.OG
Rencana Operasi : SC a/i Ketuban Pecah Dini
(Tanggal 7-01-16 pukul 09.00 Wib)
Laporan SC a/i Ketuban Pecah Dini tgl 06-01-2016 Pukul 09.00 Wib
-
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik.
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada dinding
tampak fascia.
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri,
20
Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan.
Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, apgar score 8-9, BB 3.400 gr, PB 52 cm,
anus (+)
Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus, kesan
lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa steril terbuka sampai
tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal. Kesan : bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus dengan
chromic catgut no.2.0,dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci overhecting.
aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00 secara simple / continous
- Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vycril no.2/0.
- Subkutis dijahit secara simple sutura dengan plain cat gut no.00
- Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 2/0.
- Luka operasi ditutup dengan kasa steril + betadin solusio.
- Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih.
- Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda tanda perdarahan
Terapi : IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Cefotaxim
1amp/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25mg/12jam
Follow Up tanggal 8-01-16 pukul 06.00 WIB
S : nyeri luka operasi
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 80x/menit
Dyspnoe
RR
: 24x/menit
Sianosis
T
: 36,5C
Oedem
SL : Abd
: Soepel
peristaltik
P/V
: TFU
: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: +/+
: -/: -/::::+
21
Diagnosa
Terapi
: -/: -/:::-
: -/: -/:::-
22
: -/: -/:::-
BAB IV
23
KESIMPULAN
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi.
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial dan mempunyai
banyak penyebab sesuai dengan penjabaran diatas. Untuk diagnosis nya tidak sulit ditegakkan
dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain
keterangan yang disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan
bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya adalah tes ferning dan tes nitrazine.
Tata laksana penanganan, sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit. Diberikan
antibiotik, observasi tanda vital dan janin. Melakukan pemeriksaan air ketuban, kultur dan
bakteri. Bila pre term Prematur ruptur of membran terjadi berikan kortikosteroid bila terdapat
peningkatan suhu dan terjadi distres janin dapat dilakukan SC. Begitu juga pada Prom Hamil
aterm dengan kelainan obstetrikyang tidak dapat dilakukan per vaginam SC adalah tindakan
yang tepat.
Pada kehamilan aterm tanpa kelainan obstetrik dapat dilakukan persalinan
pervaginam setelah melihat pematangan servik terlebih dahulu dengan bishop score. Bila
servik sudah matang dengan bishop score diatas 5 dapat langsung diinduks dengan drip
oksitosin, bila servik belum matang dapat dilakukan pematangan servik dengan Prostglandin.
Bila induksi berhasil dapat dilakukan persalinan pervaginam, bila induksi gagal dengan
berbagai macam penyebabnya dapat dilakukan SC.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .
6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
25