Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih

kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus
lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada
KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa
menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh
karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat
persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi. Kedua
adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang
bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas
atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )

adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.
Spontaneous Premature Rupture Of the Membranes (SPROM) adalah pecahnya
ketuban setelah atau pada awal persalinan.
Prolonged

Rupture Of the Membranes adalah setiap pecahnya membran yang

berlangsung selama lebih dari 24 jam dan sebelum awal persalinan.


Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3
cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya

2.2

Epidemiologi
2

Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah
Syekh Yusuf Gowa dengan jumlah persalinan pada tahun 2011 sebanyak 2.738 orang, adapun
persalinan dengan Ketuban Pecah Dini sebanyak 101 orang (3,68 %). Sedangkan kejadian
Ketuban Pecah Dini pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 248 orang dari
1930 persalinan.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka
kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran, yang disebabkan oleh perdarahan 28%,
ketuban pecah dini 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18%, dan penyebab
lainnya 2%.
2.3

Struktur Anatomi Selaput Ketuban


Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung

pembuluh darah atau saraf. Lapisan terdalam, terdekat janin, adalah epitel amnion. Sel epitel
ketuban mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein noncollagenous (laminin,
nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal.
Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk
kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh sel-sel
mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstitial kolagen (tipe I dan III) mendominasi dan
membentuk bundel paralel yang menjaga integritas mekanik amnion.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari selsel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan ini
membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.
Lapisan intermediet (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion
dan korion. Merupakan lapisan stress absorber. Pada lapisan ini banyak terdapat
proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak seperti "spons"
pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar kolagen tipe III. Lapisan
intermediet menyerap tekanan fisik dengan membiarkan amnion untuk slide pada, dan
melekat kuat pada desidua maternal.
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki gaya tarik yang lebih
besar. Chorion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas yang diarahkan

ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam lapisan chorionic
mengalami regresi.

Gambar 1. Selaput ketuban


2.4

Fungsi Selaput Ketuban


Selaput ketuban dan air ketuban berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan

janin. Fungsi air ketuban adalah sebagai medium sehingga janin dapat bergerak bebas dan
sebagai bantalan untuk meredam dan mencegah dari benturan. Selain itu air ketuban juga
berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh janin dan bekerja hidrostatik pada saat
persalinan untuk memperluas ruang saluran serviks.
2.5

Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :
1. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
2. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.

3. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi


proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.
4. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
5. Merokok selama kehamilan
6. Inkompetensi serviks (leher Rahim)
menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan tekanan yang
semakin tinggi.

Inkompetensi serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot


leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
yang semakin besar. Serviks memiliki suatu kelainan anatomi
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri
congenital pada serviks sehingga
perasaan nyeri dan

desakan

janin

yang nyata, yang bisa

atau merupakan suatu kelainan

memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa

mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester


5

ketiga

yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya
hasil konsepsi.2

7. Peningkatan tekanan inta uterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.6
8. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,
berkurang, menimbulkan selaput

distensi

menekan selaput ketuban,

tipis, dan kekuatan membrane menjadi

ketuban mudah pecah.6

9. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama

terjadinya

ascenden
KPD.

ketuban pecah dini. Membrana

khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan
atau infeksi maka
adanya

jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan

aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup

pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B

berperan

streptococcus

mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.3


10. Riwayat persalinan dengan KPD sebelumnya: resiko 2-4x.

Mekanisme Pecah Ketuban Sebelum dan Selama Persalinan

Pecahnya ketuban selama persalinan disebabkan terjadinya kelemahan dari seluruh


bagian ketuban karena kontraksi rahim dan peregangan yang berulang. Kelemahan tersebut
lebih sulit untuk ditentukan ketika membran pecah sebelum waktunya, dibandingkan dengan
membran tersebut yang secara buatan pecah selama persalinan.
Membran yang ruptur prematur, muncul menjadi focally defective. Daerah dekat
tempat ruptur, terjadi pembengkakan dan gangguan jaringan kolagen fibriler dalam lapisan
kompak, fibroblast, dan lapisan spons.

Perubahan Kandungan / Komposisi Kolagen, Struktur, dan Katabolisme


Mengenai masalah kekuatan tarik membran janin melibatkan keseimbangan antara
sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler. Beberapa peneliti menemukan bahwa
perubahan dalam membran, termasuk penurunan kadar kolagen, struktur kolagen berubah,
dan peningkatan aktivitas collagenolytic, berhubungan dengan ketuban pecah dini.
Gangguan Jaringan Ikat dan Kekurangan Gizi Sebagai Faktor Risiko
Meskipun ada beberapa peneliti yang bertentangan mengenai perubahan komposisi
kolagen janin-membran selama kehamilan, penurunan kandungan kolagen membran atau
perubahan struktur kolagen mungkin mendahului pecahnya membran.
Gangguan jaringan ikat dikaitkan dengan selaput janin lemah dan peningkatan insiden
prematur pecah dini membran. Sindrom Ehlers-Danlos, gangguan yang diturunkan, yang
ditandai dengan hyperelasticity kulit dan sendi, disebabkan oleh adanya defek dalam
sintesis struktur kolagen. Di antara 18 pasien dengan sindrom Ehlers-Danlos, ada 13 pasien
(72%) yang mengalami ketuban pcah dini. Kehamilan di mana janin terkena dengan sindrom
Ehlers-Danlos adalah contoh dari ketuban pecah dini terkait dengan abnormal struktur dan
kandungan kolagen.
Kekurangan gizi dapat mempengaruhi perubahan struktur kolagen yang abnormal dan
hal tersebut telah dikaitkan dengan peningkatan risiko ketuban pecah dini. Collagen crosslink, terbentuk dalam serangkaian reaksi diprakarsai oleh lysyl oxidase, meningkatkan
kekuatan tarik serat kolagen. Lysyl oksidase diproduksi oleh sel mesenchymal ketuban, yang
terdapat lapisan kompak kolagen amnion.

Lysyl oksidase adalah copper-dependen enzyme, dan wanita dengan ketuban pecah
dini memiliki konsentrasi tembaga atau copper yang lebih rendah dalam serum ibu dan tali
pusat daripada wanita yang selaput janin secara artifisial pecah selama persalinan.
Demikian pula, wanita dengan konsentrasi serum rendah asam askorbat, yang
diperlukan untuk pembentukan struktur heliks kolagen, memiliki tingkat yang lebih tinggi
ketuban pecah dini dibandingkan dengan konsentrasi serum normal. Tembakau pada rokok,
secara independen dapat meningkatkan risiko prematur ketuban pecah dini, oleh karena
terjadi penurunan konsentrasi serum asam askorbat.
Selain itu, kadmium dalam tembakau telah terbukti dapat meningkatkan metalbinding protein metallothionein dalam trofoblas, yang dapat mengakibatkan penyerapan
tembaga. Hal ini menunjukkan bahwa, penurunan ketersediaan tembaga dan asam askorbat
dapat menyebabkan abnormal struktur kolagen membran ketuban pada perokok. Secara
keseluruhan, penurunan Collagen cross-link (mungkin karena kekurangan makanan atau
perilaku hidup yang salah) dapat mempengaruhi perempuan untuk pecah ketuban.
Peningkatan Degradasi Kolagen
Ketuban pecah dini terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari
membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal
adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini di
inhibisi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal.

Faktor Klinis yang Berhubungan Dengan Collagen Degradasi dan Ketuban Pecah Dini

Dokter kandungan telah lama memperdebatkan apakah infeksi intrauterin merupakan


penyebab atau akibat dari pecah dini membran janin. Ada bukti tidak langsung bahwa infeksi
saluran genital sebagai penyebab pecahnya selaput ketuban pada hewan dan manusia. Pada
servik kelinci hamil, disuntikan Escherichia coli menghasilkan kultur positif E. coli dalam
jaringan cairan ketuban dan desidua dari 97 persen dari hewan yang dirawat mengalami
kelahiran prematur. Sebaliknya, pada servik kelinci hamil disuntikan saline/garam tidak ada
infeksi atau kelahiran prematur. Identifikasi mikroorganisme patologis dalam flora vagina
manusia segera setelah pecah ketuban menyediakan dukungan untuk konsep bahwa infeksi
bakteri mungkin memiliki peran dalam patogenesis pecah ketuban.
Data epidemiologis menunjukkan hubungan antara kolonisasi pada saluran genital
oleh kelompok B Strepto - kokus, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan
mikroorganisme yang menyebabkan vaginosis bakteri ( anaerob vagina , Gardnerella
vaginalis , spesies Mobiluncus , dan mycoplasmas genital ) akan terjadi peningkatan risiko
ketuban pecah dini membranes. Selanjutnya , dalam beberapa studi pengobatan wanita yang
terinfeksi dengan antibiotik menurunkan tingkat prematur pecah dini membran.
Infeksi
Infeksi intrauterin dapat mempengaruhi pecahnya selaput janin melalui beberapa
mekanisme, yang masing-masing menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler. Beberapa
organisme yang biasa terdapat dalam flora vagina, termasuk B streptokokus grup,
Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan
vaginosis bakteri, mensekresikan protease yang dapat mendegradasi kolagen dan
melemahkan membran janin. Dalam sistem dalam tabung percobaan, proteolisis dari
membran matriks janin dapat dihambat dengan penambahan antibiotik
Respon inflamasi host terhadap infeksi bakteri merupakan mekanisme potensial yang
mungkin dapat menjelaskan hubungan antara infeksi bakteri pada saluran genital dan pecah
dini membran . Respon inflamasi dimediasi oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag
yang selanjutnya akan ke lokasi infeksi dan menghasilkan sitokin, matriks metalloproteinase,
dan prostaglandin . Sitokin inflamasi , termasuk interleukin - 1 dan tumor necrosis factor ,
diproduksi oleh monosit terstimulasi , dan sitokin ini meningkatkan MMP - 1 dan MMP 3
yang akan mendegradasi kolagen fibril. Infeksi bakteri dan respon inflamasi host juga
menginduksi produksi prostaglandin oleh selaput janin , yang diduga meningkatkan risiko
prematur pecah dini membran dengan menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
9

dalam membran. Strain tertentu dari bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2 , yang
melepaskan prekursor prostaglandin asam arakidonat dari membran fosfolipid dalam amnion.
Komponen lain dari respon host terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid.
Dalam sebagian besar jaringan, aksi antiinflamasi glukokortikoid diperantarai oleh penekanan
produksi prostaglandin. Namun, pada amnion, glukokortikoid anehnya merangsang produksi
prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen tipe III
dalam kultur utama sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan bahwa glukokortikoid
dihasilkan sebagai respons terhadap stres infeksi mikroba memfasilitasi pecahnya selaput
janin.
Kematian Sel Terprogram
Amnion dan chorion manusia yang diperoleh setelah pecah dini membran
mengandung banyak sel apoptosis di tempat yang berdekatan dengan situs ruptur dan sel
apoptosis sedikit di daerah lain dari membran. Selain itu, dalam kasus-kasus korioamnionitis,
sel-sel epitel ketuban apoptosis tampak bersamaan dengan granulosit, menunjukkan bahwa
respon imun host dapat mempercepat kematian sel dalam membran janin.

Fungsi cairan amnion


1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
10

3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)


4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril
sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
2.6

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang

khas juga harus diperhatikan.


Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk

memudahkan melihat pooling


Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin

11

ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis).

Jika

terdapat pooling dan

tes nitrazin masih

samar dapat dilakukan

pemeriksaan

mikroskopis dari cairan

yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek
dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion
Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group
B
5. Pemeriksaan Lab
1. Tes lakmus
2. Tes pakis
3. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin
4. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur
6. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

2.7

Penatalaksanaan
1. Konservatif

12

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Catatan :
1. Riwayat medis: Waktu dan kuantitas bocor atau basah, minggu kehamilan, riwayat
kehamilan dari PROM, dll
2. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik: Hindari pemeriksaan dalam kecuali persalinan
aktif. Gunakan pemeriksaan spekulum steril untuk:

Periksa secara visual untuk servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps janin

Menilai dilatasi serviks dan penipisan

Mendapatkan kultur yang diperlukan

Secara visual memastikan diagnosis PROM

3. Test: jika diagnosis PROM tidak dapat ditegakkan secara visual:

Uji pH cairan dari vagina posterior forniks

Carilah apakah ada cairan yang keluar dari dari vagina posterior fornik

Pertimbangkan USG, untuk memeriksa volume cairan ketuban, untuk menilai berat
janin, usia kehamilan, dan presentasi; untuk memeriksa kelainan anatomi.
13

Pertimbangkan AmniSure jika diagnosis dari PROM masih belum jelas setelah
pemeriksaan fisik, nitrazine, dan tes pakis. (AmniSure adalah rapid slide test yang
menggunakan metode immunochromatographic untuk mendeteksi jumlah

alpha

microglobulin-1 protein dalam cairan vagina.)


PPROM (pada usia kehamilan < 24 mgg)
Untuk PPROM pada usia gestasi <24 minggu, morbiditas janin dan neonatal tetap
tinggi. Konsultasikan kepada pasien pilihan apa yang mereka pilih, apakah memilih untuk
terminasi (induksi persalinan) atau expectant managament pengelolaan hamil, jika umur
kehamilan 22 sampai 24 minggu, juga harus konsultasi dengan Neonatologi
2.8

Komplikasi

Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
Korioamnionitis
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin dan
amnion chorion membran.
anda dan gejala
Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala korioamnionitis meliputi:
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 F atau> 37,8 C): Paling sering
2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)
3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)
4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina
14

5. Nyeri tekan pada uterus


6. Leukositosis ibu (jumlah leukosit darah hitung> 15,000-18,000 sel / uL)
Risiko sepsis neonatal meningkat ketika setidaknya 2 dari kriteria di atas.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada

Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi

lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah
Dini meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten.7

Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar: Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary.7
15

Gambar. Deformitas Janin


2.9

Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha

untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.

2.10

Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

Usia kehamilan

Adanya infeksi / sepsis

Factor resiko / penyebab

Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan


Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih

sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.

16

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama
Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Nama suami
Umur
Agama
Suku/Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
No RM
Tanggal masuk
Pukul

: Ny. DMS
: 22 tahun
: Islam
: Jawa
: IRT
: SMA
: Tn. RS
: 26 tahun
: Islam
: Jawa
: Karyawan Swasta
: SMA
: Jl. Dusun XVII Tambak Bayan
: 23/06/13
: 06-01-2016
: 04.15 WIB
17

ANAMNESIS
Ny. DMS, 22 tahun ,G1P0A0, istri dari Tn. RS, 26 tahun datang ke RS Haji Medan pada
tanggal 6 januari 2016 pukul 04.15 WIB dengan :
KU

: Keluar air dari kemaluan

Telaah

: Hal ini dialami pasien sejak tanggal 05-01-2016 pukul 03.00 WIB. Air
berbau amis, warna putih jernih, dan tidak dapat ditahan. Os mengatakan ganti
celana > 2x dalam waktu tersebut. Os mengatakan keluar cairan pada saat Os
sedang beristirahat. Riwayat keluar lendir darah dari kemaluan (-), riwayat
mules-mules (-). BAK (+) normal, BAB (+) normal. Riwayat keputihan
selama kehamilan (-), riwayat demam kahamilan (-), riwayat terjatuh terbentur
di daerah perut (-), riwayat berhubungan dengan suami pada saat kehamilan
(+), riwayat merokok (-).

RPO

: (+)

HPHT

: 20-04-2015

TTP

: 27-01-2016

Perkiraan usia kehamilan : 40 minggu 6 hari


ANC
Riwayat persalinan
Riwayat KB
Riwayat Operasi

: ke Bidan 4 kali
: 1. Hamil ini.
: tidak pernah
: tidak pernah

Status present
Keadaan Umum
: Baik, gizi kesan cukup
Sens : CM
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 70 x/i
Dyspnoe
RR
: 20 x/i
Sianosis
0
T
: 36,5 C
Oedem
TB
: 160 cm
BB
: 70 kg

: (-/-)
: (-/-)
: (-)
: (-)
: (-)

Status Generalisata
Mata
: anemis -/-, ikterus -/Leher
: KGB tidak teraba
Thorax
: Cor : Bunyi jantung normal, reguler, bunyi tambahan (-)
Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen
: distensi (-), BU (+) Normal, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
18

Ekstremitas

: akral hangat (+), edema (-/-)

Status Obstetri
Abdomen

: Membesar, asimetris

Leopold I

: 2 jari dibawah proc. Xypoideus (32cm)

Leopold II

: Kiri teraba punggung, kanan teraba bagian kecil

Leopold III

: Teraba bulat keras, melenting, bagian bawah kepala

Leopold IV

: Divergen, 4/5

Gerak janin

: (+)

HIS

: 2x20/10

DJJ

: 148 x/i, reguler

EBW

: 3100 gr

Inspeculo

Inspeksi

Dilakukan pemeriksaan nitrazin tes, dimana kertas lakmus merah berubah menjadi

: Tampak air menggenang di fornix posterior vagina

biru. Kesan : nitrazin tes (+) Air Ketuban (+)


VT

ST

: Cervix 2cm
Promontorium tidak teraba
Linea Inominata teraba 2/3
Arcus Pubis Tumpul
Sacrum Cekung
Os Coccygeus mobile
: Lendir darah (-), Air Ketuban (+)

Hasil laboratorium tanggal 6-01-2016 pukul 06.12 wib


Hematologi
Darah rutin
Nilai
Nilai Rujukan
Hemoglobin
11,9
12 16
Hitung eritrosit
4,2
3,9 - 5,6
Hitung leukosit
13.900
4,000- 11,000
Hematokrit
36,1
36-47
Hitung trombosit
243.000
150,000-450,000
Index eritrosit
MCV
MCH

86,3
28,4

80 96
27 31

Satuan
g/dl
10*6/l
/l
%
/l
fL
pg
19

MCHC

32,9

30 34

Hitung jenis leukosit


Eosinofil
Basofil
N.Stab
N. Seg
Limfosit
Monosit

1
0
0
86
10
3

13
01
2 6
5375
2045
48

%
%
%
%
%
%

Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu

80 mg/dL

Nilai Rujukan
< 140

Diagnosa Sementara
KPD + PG + KDR (40-42 minggu) + PK + JT+ AH + Inpartu
Lapor Supervisor dr. Muslich P, Sp.OG
Terapi :- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi dexametason 3 amp singel dose
- Injeksi ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Rencana : - bed rest
- awasi vital sign, His, DJJ
Lapor supervisior dr. Muslich P, Sp.OG
Rencana Operasi : SC a/i Ketuban Pecah Dini
(Tanggal 7-01-16 pukul 09.00 Wib)
Laporan SC a/i Ketuban Pecah Dini tgl 06-01-2016 Pukul 09.00 Wib
-

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik.
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada dinding

abdomen lalu ditutup dengan duck steril kecuali lapangan operasi.


Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, subkutis, hingga

tampak fascia.
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan kekiri,

otot dikuakkan secara tumpul.


Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting keatas dan kebawah kemudian

dipasang hack blast.


Tampak uterus primigravida, identifikasi SBR dan lig. Rotundum.
Lalu plica vesicouterina digunting kekiri dan kekanan dan disisihkan kebawah arah blast
secukupnya.

20

Selanjutnya dinding uterusd iinsisi secara konkaf sampai menembus subendometrium.

Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar sesuai arah sayatan.
Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, apgar score 8-9, BB 3.400 gr, PB 52 cm,

anus (+)
Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus, kesan

lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa steril terbuka sampai

tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal. Kesan : bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus dengan
chromic catgut no.2.0,dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci overhecting.

Evaluasi tidak ada perdarahan. Reperitonealisasi dengan plain catgut no.1.0


Klem peritonium dipasang, lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah dan

cairan ketuban. Kesan : bersih


Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri. kesan : normal.
Lalu peritoneum dijahit dengan plain catgut no.00. kemudian dilakukan jahitan

aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00 secara simple / continous
- Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vycril no.2/0.
- Subkutis dijahit secara simple sutura dengan plain cat gut no.00
- Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 2/0.
- Luka operasi ditutup dengan kasa steril + betadin solusio.
- Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih.
- Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda tanda perdarahan
Terapi : IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Cefotaxim
1amp/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25mg/12jam
Follow Up tanggal 8-01-16 pukul 06.00 WIB
S : nyeri luka operasi
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 80x/menit
Dyspnoe
RR
: 24x/menit
Sianosis
T
: 36,5C
Oedem
SL : Abd
: Soepel
peristaltik
P/V
: TFU
: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: +/+

: -/: -/::::+

21

Diagnosa
Terapi

: Post SC a/i Ketuban Pecah Din i+ NH1


: IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Ceftriaxon
1gr/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25 mg/12jam

Follow Up tanggal 9-01-16 pukul 06.00 WIB


S : nyeri bekas operasi
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 88x/menit
Dyspnoe
RR
: 24x/menit
Sianosis
T
: 36,5C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+)
P/V
: TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) normal
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH2
Terapi
: IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Ceftriaxon
1gr/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25 mg/12jam
Follow Up tanggal 10-01-16 pukul 06.00 WIB
S : (-)
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/70 mmHg
Ikterik
HR
: 80x/menit
Dyspnoe
RR
: 22x/menit
Sianosis
T
: 36,7C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+)
P/V
:TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) normal
BAB
: (+) normal
Flatus
:+
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH3

: -/: -/:::-

: -/: -/:::-

22

Follow Up tanggal 11-01-16 pukul 06.00 WIB


S : (-)
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 110/70 mmHg
Ikterik
HR
: 82x/menit
Dyspnoe
RR
: 20x/menit
Sianosis
T
: 36,7C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+) N
P/V
:TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) N
BAB
: (+) N
Flatus
:+
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH4

: -/: -/:::-

Rencana PBJ tanggal 14 januari 2016

BAB IV
23

KESIMPULAN
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi.
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial dan mempunyai
banyak penyebab sesuai dengan penjabaran diatas. Untuk diagnosis nya tidak sulit ditegakkan
dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain
keterangan yang disampaikan dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan
bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya adalah tes ferning dan tes nitrazine.
Tata laksana penanganan, sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit. Diberikan
antibiotik, observasi tanda vital dan janin. Melakukan pemeriksaan air ketuban, kultur dan
bakteri. Bila pre term Prematur ruptur of membran terjadi berikan kortikosteroid bila terdapat
peningkatan suhu dan terjadi distres janin dapat dilakukan SC. Begitu juga pada Prom Hamil
aterm dengan kelainan obstetrikyang tidak dapat dilakukan per vaginam SC adalah tindakan
yang tepat.
Pada kehamilan aterm tanpa kelainan obstetrik dapat dilakukan persalinan
pervaginam setelah melihat pematangan servik terlebih dahulu dengan bishop score. Bila
servik sudah matang dengan bishop score diatas 5 dapat langsung diinduks dengan drip
oksitosin, bila servik belum matang dapat dilakukan pematangan servik dengan Prostglandin.
Bila induksi berhasil dapat dilakukan persalinan pervaginam, bila induksi gagal dengan
berbagai macam penyebabnya dapat dilakukan SC.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian


Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.
2. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 225.
3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica.

[Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari

http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .
6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

25

Anda mungkin juga menyukai