Referat Syok Anafilaktik
Referat Syok Anafilaktik
PENDAHULUAN
Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani yang berarti Ana adalah jauh dari
dan phylaxis adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan
phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya
melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari
pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).2
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah
jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang
sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi
klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya
hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan
disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian.2
II.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan
antigen yang dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel darah
putih kemudian memproduksi antibodi dalm hal ini adalah IgE yang bersirkulasi
pada peredaran darah dan bereaksi dengan benda asing yang masuk. Perlekatan
antigen-antobodi ini merangsang pelepasan mediator-mediator seperti histamin
dan menyebabkan berbagai reaksi dan gejala pada berbagai organ dan jaringan. 4
Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis
adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting,
kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah
makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang
bisa menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi
intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lainlain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga
bisa menyebabkan anafilaksis. 2
Table 1 : Penyebab reaksi anafilaksis dan anafilaktoid 6
dan
Gell
(1963)
mengelompokkan
anafilaksis
dalam
meningkatkan
permeabilitas
kapiler
yang
nantinya
eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah, dan
diaphoresis.5
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun,
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan
penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab
kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran
napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa. 5
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran
sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem
kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda
iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya
edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi
ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri)
akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal
akut. 5,7
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis
sel sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul
pada sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan
spasme otot polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. 5,6,7
Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati,
gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.
Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi
kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental.
10
Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi
keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran
sel.5,7
II.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium jarang diperlukan untuk membantu menentukan
diagnosis pada reaksi anafilaktik karena reaksi anafilaksis umumnya didiagnosis
secara klinis, namun jika diperlukan penegasan diagnosis terutama pada sindrom
yang berulang atau untuk mengeliminasi kelainan lainnya, maka pemeriksaan
penunjang ini menjadi salah satu indikasi. Hitung eosinofil darah tepi dapat
normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE
spesifik dengan RAST (radioimmunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked
Immunosorbent Assay test ), namun memerlukan biaya yang mahal.2,3,5
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen
penyebab yaitu denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point
titration/ SET). Pemeriksaan lainnya antara lain analisa gas darah, elektrolit, dan
gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi,
rontgen thorak, dan lain-lain.2,5
II.6 Diagnosis
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ
atau lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan
11
12
13
tenggorokan tertutup.
Suara Hoarse
Stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang
mengalami obstruksi.
Breathing Problems :
-
Circulation Problems:
-
kolaps.
Penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran
Anafilaksi dapat menyebabkan iskemik myokardial dan ECG berubah
keduanya
Mungkin eritema setengahnya atau secara general, rash merah.
mukosa, atau
14
sengatan.
Angioedema mungkin seperti urtikaria tetapi termasuk pada jaringan
lebih dalam sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut
dan tenggorokan.
15
diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.2,3
Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau
sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan
darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran
napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas,
hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya
sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.2,3
Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan,
nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant
syndrome, dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah
pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan
lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut
nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan
tanpa MSG.2,3
Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk
berdahak, dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor
pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada
pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin,
buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan
karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara dingin.2,3
16
II. 8 Penatalaksanaan
Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan
adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga
menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.2,5,10
Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation
dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup
dasar.
o Airway / penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi
kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan
napas, yaitu dengan melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi
kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
o Breathing support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut
ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
17
intramuskuler.
Pada
pasien
dalam
keadaan
syok,
absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan
0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk
18
anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan
darah dan nadi menunjukkan perbaikan.5,9,10
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan
tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama
anestesia. Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi
dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin
mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml
dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100
mcg/menit dan dihentikan jika respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat
diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin
1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama beberapa menit. Individu yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlu membawa
adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara penyuntikkan yang
benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps yang cepat orang lain
dapat memberikan adrenalin tersebut.9,10
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obatobat yang sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan
bronkodilator. Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses
vasodilatasi dan peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan
oleh pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator
tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya
penyakit, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan
anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti
19
simetidin (300 mg) atau ranitidin (150mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl
0,9% dan diberikan dalam waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi
teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin.
Antihistamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin intravena 50 mg
secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam.9,10
Kortikosteroid
digunakan
untuk
menurunkan
respon
keradangan,
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan
hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru
diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg
intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya
tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.9,10
Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin
intravena 4-7 mg/KgBB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6
mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc
dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
salbutamol atau agonis 2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl
0,99% diberikan melalui nebulisasi.9,10
Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat
diberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin
1:1000 dalam 250 ml dextrose (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4
20
21
22
23
Pencegahan
24
kemungkinan
reaksi
sebesar
1-3%
dibandingkan
dengan
25
Penanganan
yang
cepat,
tepat,
dan
sesuai
dengan
prinsip
BAB III
26
KESIMPULAN
riwayat
atopi,
dan
kesinambungan
paparan
alergen.
Anafilaksis
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Available
at:
http://www.emedicinehealth.com/severe_allergic_reaction_anaphy
lactic_shock/page2_em.htm . Accessed on October 18, 2013.
5. Ewan, PW. Anaphylaxis dalam ABC of Allergies; 1998. BMJ. Vol
316. Hal 1442-1445.
6. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Perioperative and
Critical Care Medicine. In: Belval B, Lebowitz H. Morgan &
Mikhails Clinical Anesthesiology. 5th edition. United States:
McGraw-Hill; 2013. p. 1217-22.
7. Sampson HA, et al. Clinical Immunology and Allergy. Margaret
and Fremantle Hospitals, Western Australia; 2006.
8. Brown SGA. Clinical Feature and Severity Grading of
Anaphylaxis. Allergy Clinical Immunology. Hobart, Australia;
2004. p.371-376.
9. Simons FER, Camargo Jr CA. Anaphylaxis: Rapid recognition and
Treatment. In: Bochner BS. August 8, 2013. Available at:
http://www.uptodate.com/contents/anaphylaxis-rapid-recognitionand-treatment . Accessed on October 19, 2013.
29
10. Mullins RJ, Gold MS, Brown SGA. Anaphylaxis: Diagnosis and
Management.
2006.
Available
at:
30