Epidemiologi Dan Penanggulangan Imunisasi Dasar Pada Anak
Epidemiologi Dan Penanggulangan Imunisasi Dasar Pada Anak
Oleh :
Ghina Ninditasari
1410 2210 28
diwajibkan untuk balita atau biasa disebut Lima Imunisasi dasar Lengkap (L-I-L)
antara lain: BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Imunisasi campak sebagi
tolak ukur kelengkapan imunisasi, dimana cakupan imunisasi campak dilaporkan
mencapai 92,1% pada tahun 2009.2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, cakupan imunisasi
dasar lengkap bervariasi antar provinsi, yaitu tertinggi di DI Yogyakarta (83,1%) dan
terendah di Papua (29,2%). Secara nasional, terdapat 8,7 persen anak 12-23 bulan
yang tidak pernah mendapatkan imunisasi dengan persentase tertinggi di Papua
(36,6%) dan terendah di DI Yogyakarta (1,1%). Berdasarkan jenis imunisasi
persentase tertinggi adalah BCG (87,6%) dan terendah adalah DPT-HB3 (75,6%).
Papua mempunyai cakupan imunisasi terendah untuk semua jenis imunisasi, meliputi
HB-0 (45,7%), BCG (59,4%), DPT-HB 3 (75,6%), Polio 4 (48,8%), dan campak
(56,8%). Provinsi DI Yogyakarta mempunyai cakupan imunisasi tertinggi untuk jenis
imunisasi dasar HB-0 (98,4%), BCG (98,9%), DPT-HB 3 (95,1%), dan campak
(98,1%) sedangkan cakupan imunisasi polio 4 tertinggi di Gorontalo (95,8%). 3
Persentase imunisasi dasar lengkap di perkotaan lebih tinggi (64,5%) daripada
di perdesaan (53,7%) dan terdapat 11,7 persen anak umur 12-23 bulan di perdesaan
yang tidak diberikan imunisasi sama sekali. Terdapat kecenderungan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan kepala rumah tangga,
semakin tinggi pula cakupan imunisasi dasar lengkapnya. Menurut pendidikan kepala
rumah tangga, cakupan imunisasi dasar lengkap anak umur 12-23 bulan tertinggi
pada kelompok perguruan tinggi (72,5%) dan terendah pada kelompok tidak tamat
SD (49,0%). Semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan semakin tinggi cakupan
imunisasi dasar lengkap. Menurut pekerjaan, terlihat kecenderungan peningkatan
cakupan imunisasi lengkap anak umur 12-23 bulan pada kepala keluarga yang bekerja
sebagai pegawai maupun wiraswasta.3
Terdapat 8,7 persen anak 12-23 bulan belum pernah diberikan imunisasi.
Berdasarkan survey, alasan utama tidak diimunisasi adalah takut anak menjadi panas
(28,8%), sedangkan persentase anak umur 12-23 bulan yang mengalami demam
tinggi setelah imunisasi hanya 6,8 persen. Persentase anak di perkotaan yang tidak
II.
modifikasi
virus
atau
bakteri
penyebab
penyakit.
Vaksin
Varisela,
MMR, Tifoid,
Imunisasi BCG5
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang
Jumlah Pemberian
Cukup 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG
berisi kuman hidup sehingga antibody yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda
dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Kontra indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan
mantoux positif. Adanya penyakit kulit yang berat dan menahun seperti : eksim,
furunkulosis dan sebagainya
Efek Samping :
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka
tidak perlu pengobatan , akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda
parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau
leher, terasa padat tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal
tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
Cara pemberian :
1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.
Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) dengan 4
ml pelarut.
2. Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan dosis sebanyak itu
secara akurat, harus menggunakan spuit dan jarum kecil yang khusus.
3. Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) ke dalam lapisan
kulit dengan penyerapan pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan
suntikkan intrakutan secara tepat, harus menggunakan jarum pendek yang
sangat halus (10 mm, ukuran 26)
2.
Imunisasi Hepatitis B5
Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit
disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat
menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat
mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat).
Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1
bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB,
selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan
imunisasi tambahan dengan imunoglobin antihepatitis B dalam waktu sebelum
berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada
anak yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa
keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi
dipaha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot
bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi
efektivitas vaksin.
3.
Imunisasi Polio5
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang
Bisa juga lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk kemulut orang
sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya
akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun
tidak semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan,
tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak.
Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan
dosis 2 tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai
4 kali. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin
hepatitis B, dan DPT. Bagi bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan
seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi
ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT dengan interval 2
jam.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada
usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau
demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit kanker
atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan
pengobatan radiasi umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi
polio sebaiknya ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan untuk tidak memberikan vaksin
polio pada keadaan diare berat adalah kemungkinan terjadinya diare yang lebih
parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan
imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
Efek Samping :
Hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing,
diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Cara Pemberian :
baru
harus
menggunakan
penetes
Imunisasi DPT4,5
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan
2. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2 tahun atau pada
usia 18 bulan setelah imunisasi dasar ke-3.
3. Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin
pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun
karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat selain itu perjalanan
penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
4. Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang
mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan
dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada
waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu
dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini meragukan tentang
vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali
suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT
diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan
tubuh yang mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat
lagi dengan pengulangan pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5
kali suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12
tahun, seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa
P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali
terjadi dan dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu
penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka hanya
boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam,
pembengkakan, dan atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang
terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya
terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
Cara pemberian :
Campak4,5
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
10
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps
Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan
dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Suntikan
diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.
RINGKASAN IMUNISASI BERDASARKAN UMUR PEMBERIAN5
Saat
Lahir
Hepatitis B-
Polio-O
1 bulan
Hepatitis
B-2
0-2
Bulan
BCG
2 bulan
DPT-1
Hib-1
4 bulan
Polio-1
DPT-2
Polio-2
Hib-2.
Atau:Dikombinasikan dengan Hib-2.
Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
DTP 3
Hib 3
Polio 3
Hib-2
6 bulan
6 bulan
Hepatitis
B-3
dengan DTP 3.
HB-3 diberikan umur 3-6 bulan. Untuk mendapat respons imun
optimal interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5
bulan.
9 bulan
Campak
15-18
Bulan
MMR
Hib-4
DTP-4
Polio-4
2 tahun
Hepatitis A
2-3
Tifoid
18
bulan
tahun
setiap 3 tahun.
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwP/DtaP
Polio-5
6 tahun
MMR
10
dT/TT
mendapat MMR-1
Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
Varisela
5 tahun
tahun
12
13
III.
yang semakin baik, walaupun masih akan belum mencapai target MDGs pada tahun
2015.6
terhadap kesakitan dan kematian bayi dan anak. Sampai saat ini sumber data terbaru
penyebab kematian bayi umur 29 Hari-11 bulan dan kematian balita umur 1-4 tahun
adalah dari Riskesdas tahun 2007, sedangkan dari data Riskesdas 2013 tidak ada lagi
variabel mengenai penyebab kematian bayi maupun balita, begitu juga dengan data
rutin tahunan yang bersumber dari Kemenkes RI tidak dirinci penyebab kematian
bayi dan balita.6
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak, antara
lain pelayanan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas, persalinan oleh tenaga
kesehatan, pelayanan dan penanganan neonatal (kunjungan neonatal), cakupan
imunisasi khususnya imunisasi campak, penanganan neonatal, bayi dan balita sakit
sesuai standar baik di fasilitas kesehatan dasar dan fasilitas kesehatan rujukan.
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran keluarga serta masyarakat akan perawatan
pada masa kehamilan, pada masa neonatal, bayi dan balita, serta deteksi dini penyakit
dan semakin sadarnya masyarakat untuk mencari pengobotan ke fasilitas pelayan
kesehatan juga mempengaruhi peningkatan status kesehatan anak. 6
Membaiknya tingkat kesehatan anak tersebut terkait dengan berbagai upaya
pengendalian penyakit, termasuk pemberian imunisasi. Imunisasi dasar lengkap bagi
anak meliputi BCG sebanyak 1 kali, DPT-HB 3 kali, polio 4 kali, dan campak 1 kali.
Gambar 4.3 menunjukkan cakupan imunisasi lengkap pada anak umur 12-23 bulan,
yang merupakan gabungan dari satu kali imunisasi HB-0, satu kali BCG, tiga kali
DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Cakupan imunisasi
lengkap cenderung meningkat dari tahun 2007 (41,6%), 2010 (53,8%), dan 2013
(59,2%) namun masih jauh dari cakupan minimal 80% sebagai target pencapaian UCI
(Universal Covarage of Immunization).7
15
16
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO.
2011.
Weekly
Epidemiological
http://www.who.int/wer/2011/wer8646.pdf
2. IDAI. 2010. Imunisasi, Intervensi
http://www.imunisasi.net
3. Kemenkes RI. 2013.
Riset
Kesehatan
Kesehatan
Dasar
Report.
Masa
Tahun
Depan.
2013.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
4. Suyitno, H. 2011. Jenis Vaksin. In: Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi
4. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
5. Ranuh,dkk. PEDOMAN IMUNISASI DI INDONESIA. Edisi Kedua Tahun
2005. Satgas Imunisasi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). 2015. Laporan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2014. ISBN 978602-1154-502
.https://drive.google.com/file/d/0By6eopdUM7_fTnh6aVJPZGdQdVU/view
17