Anda di halaman 1dari 44

REFLEKSI KASUS

MELANOMA MALIGNA

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Jemmy ariesandy dj, S. Ked
NIM 06700055

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr.Soebandi Jember


Fakultas Kedokteran Universitas Jember
2012

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................1
1.1 Kulit..............................................................................................................
1.2 Melanoma Maligna......................................................................................
1.2.1 Definisi..............................................................................................
1.2.2 Epidemiologi....................................................................................
1.2.3 Faktor Resiko...................................................................................
1.2.4 Patofisiologi....................................................................................
1.2.5 Manifestasi klinis...........................................................................
1.2.6 Klasifikasi.......................................................................................
1.2.7 Diagnosis.........................................................................................
1.2.8 Penatalaksanaan............................................................................
1.2.9 Pencegahan.....................................................................................
1.2.10 Deteksi dini.....................................................................................
1.2.11 Differential diagnosa.....................................................................
1.2.12 Komplikasi.....................................................................................
1.2.13 Prognosis.........................................................................................
BAB 2. REFLEKSI KASUS ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Demikian pula kulit bervariasi
mengenai lembut tipis dan tebalnya.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Pembagian kilit secara garis besar tersusun
atas tiga lapisan utama, yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan
subkutis (hipodermis). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan
subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel
dan jaringan lemak.

Gambar 1. Anatomi Kulit

Fungsi Utama kulit adalah Proteksi, Absorbsi, Ekskresi, Persepsi,


Pengaturan

Suhu tubuh (termoregulasi),

pembentukan

vitamin

D, dan

Keratinisasi.
EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum: Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum: Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum: Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin.
Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale
dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel
yaitu:

a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar


b. Sel Pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell, merupakan sel
berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung

butir

pigmen

(melanosomes).

Melanosit

menghasilkan pigmen coklat melanin yang jumlahnya menentukan


berbagai corak warna coklat di kulit berbagai ras. Selain ditentukan
secara herediter, kandungan melanin juga dapat ditingkatkan secara
singkat oleh pajanan berkas sinar ultraviolet dari matahari. Melanin
tambahan ini menyebabkan timbulnya warna coklat, melaksanakan
fungsi protektif, yaitu menyerap berkas sinar ultraviolet yang
berbahaya.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel Langerhans).,,
DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai True Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :

Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.


Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan

bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,


kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan
tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga
mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea

dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis
di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
VASKULARISASI KULIT
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada
epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis
melalui membran epidermis.
1.2

Melanoma Maligna

1.2.1 Definisi
Melanoma maligna atau biasa juga disebut sebagai melanoma adalah
keganasan yang terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya
berlokasi di kulit tetapi juga ditemukan di mata, telinga, traktus GI,
leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia. Karena sebagian besar sel
melanoma masih menghasilakn melanin, maka melanoma seringkali berwarna
coklat atau hitam.

1.2.2 Epidemiologi
Insiden melanoma maligna itu sendiri berbeda-beda di tiap negara, dengan
insiden tertinggi terjadi di Australia dan Selandia Baru. Sebagai kanker kulit yang
paling ganas, peada penemuan kasus kanker yang baru terdiagnosis, melanoma
menduduki urutan ke 6 laki-laki dan urutan ke 7 perempuan di Amerika.
Diperkirakan jumlah kasus baru Melanoma maligna di Amerika pada tahun 2008
sebesar 62.480 kasus, dengan 34.4950 kasus terjadi pada laki-laki dan 27.350
pada wanita. ,0
Melanoma merupakan salah satu kanker yang insidensnya terus
meningkat. Pada tahun 1930an di Amerika, resiko terkena melanoma maligna
adalah 1:1.500, sekarang ini resiko meningkat menjadi 1:74.

Gambar 2. Lifetime risk of Developing Invasive Melanoma (US)

Selain itu, The annual incidence of invasive cutaneous melanoma


melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidens pada perempuan Caucasian di
Amerika Serikat pada usia 15-39 antara tahun 1980-2004 sebesar 50%
dibandingkan ras lainnya.

Gambar 3. Insidens dan Mortality Melanoma

Pada laki-laki, melanoma mengenai 1 dari 53 orang di Amerika Serikat,


dan mengenai 1 diantara 78 perempuan. Sedangkan di Dunia, perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yang terkena melanoma yaitu 0,97:1. Namun, kematian
akibat melanoma lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yaitu 1,2:1.
Usia juga menentukan epidemiologi dari melanoma. Dikatakan bahwa
insiden kanker kulit, baik melanoma maupun non melanoma, meningkat seiring
dengan peningkatan usia. Emedicine.com menyatakan bahwa diagnosis melanoma

ditegakkan rata-rata pada usia 53 tahun. Namun, faktor usia tersebut tidaklah
mutlak karena insiden melanoma tergantung juga pada faktor-faktor lainnya.
1.2.3

Faktor Resiko

Yang dimaksud sebagai faktor resiko adalah segala sesuatu yang


meningkatkan kesempatan seseorang mendapat suatu penyakit, termasuk
didalamnya yaitu kanker, dalam hal ini adalah melanoma. Namun, memilki sebuah
faktor resiko atau bahkan beberapa, bukan berarti bahwa orang tersebut akan
terkena suatu penyakit tersebut. Identifikasi faktor resiko terhadap melanoma
maligna adalah penting untuk usaha pencegahan dan deteksi dini yang dilakukan.
Faktor resiko melanoma maligna diantaranya yaitu:
a) Tahi lalat (Nevus)
Tahi lalat atau dalam bahasa kedokterannya disebut juga sebagai nevus
merupakan salah satu tumor jinak pada melanosit. Nevus tersebut dapat timbul
sejak lahir atau saat masa kanak-kanak, bisa juga saat remaja.
Salah satu tipe nevus yang dapat berubah menjadi melanoma yaitu
dysplastic nevus atau tahi lalat atipik. Nevus displastik sedikit seperti nevus
normal biasa, namun juga terlihat seperti melanoma. Nevus displastik ini
seringkali merupakan faktor keluarga. Jika seseorang memiliki seorang
anggota keluarga yang mempunyai displastik nevus maka sekitar 50%
kemungkinan nevus tersebut akan berkembang.
Resiko melanoma sekitar 6% sampai dengan 10% pada mereka yang
memiliki nevus displastik, tergantung pada usia, faktor keluarga, jumlah nevus
displastik dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan pada mereka yang memiliki
nevus melanotik sejak lahir, resiko berkembangnya melanoma yaitu sekitar
6%.
Pada studi case-control , individu yang memiliki nevus yang dianggap
dysplasia nevi apabila memenuhi 2 kriteria yaitu :
a.

Diameter sekurang-kurangnya 5mm dengan tekstur yang datar (baik


seluruhnya maupun sebagian).

b.

Dua dari kriteria berikut : warna yang bervariasi, asimetris atau batas
yang tidak jelas.
Adanya tahi lalat yang berubah, jumlahnya yang banyak (lebih dari

100 buah) dan adanya tahi lalat yang sangat besar dengan diameter >20 cm
pada orang dewasa menambah faktor resiko.
b) Faktor Keluarga
Resiko akan menjadi lebih besar pada mereka yang memiliki keluarga
yang didiagnosa melanoma pada hubungan keluarga primer, seperti ayah, ibu,
kakak, adek atau anak. Sekitar 10% seseorang dengan melanoma memiliki
sejarah keluarga yang menderita penyakit yang sama.
c) Fenotip
Fenotip yaitu ekspresi gen pada diri seseorang. Dan yang dimaksud
dalam hal ini yaitu ekspresi gen seseorang terhadap kulit yang terang,
berbintik-bintik, warna mata hijau atau biru, rambut merah atau pirang, dan
lain sebagainya.
Resiko terhadap orang kulit putih 20 kali lebih tinggi bila dibanding
dengan seorang Afrika Amerika. Hal ini disebabkan karena efek protektif oleh
pigmen kulit. Namun bukan berarti orang kulit hitam terbebas sama sekali dari
resiko melanoma, hanya saja tempat predileksi yang berbeda. Emedicine
menyatakan bahwa seorang Hispanik dan Afrika Amerika, melanoma lebih
sering ditemukan di daerah akral.
d) Supresi Sistem Imun
Orang yang telah diterapi dengan obat-obatan imun supresor, seperti
pada

pasien-pasien

transplantasi,

akan

meningkatkan

resiko

terkena

melanoma.
e) Pajanan Terhadap Radiasi Sinar UV yang Berlebihan
Sumber utama Radiasi Sinar UV adalah matahari. Sedangkan sumber
yang lain yaitu pada lampu-lampu yang biasanya dipakai di salon-salon
kecantikan untuk menggelapkan kulit.
Orang dengan pajanan sinar ultraviolet yang berlebihan memiliki
resiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini dikaitkan

10

juga dengan faktor lingkungan, yaitu tinggal dilokasi dekat dengan garis
ekuator, orang yang memiliki kebiasaan rekreasi outdoor atau orang yang
memiliki pekerjaan yang mengharuskannya terpajan sinar matahari lebih
banyak, seperti pelaut, petani, dll., Namun, pajanan terhadap sinar ultraviolet
yang intermitten namun sangat kuat lebih sering memiliki korelasi yang kuat
dengan terjadinya melanoma jika dibandingkan dengan pajanan kronik namun
dalam level rendah, meskipun jumlah total dosis sinar ultraviolet sama.

11

f) Usia
Sekitar setengah dari kejadian melanoma, terdapat pada orang-orang
pada usia lebih dari 50 tahun.
g) Xeroderma Pigmentosum
Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit yang diturunkan
sebagai hasil dari defek pada enzim yang memperbaiki kerusakan pada DNA
dan jarang ditemukan. Seseorang dengan Xeroderma Pigmentosum memiliki
resiko tinggi terhadap kanker kulit, baik melanoma maupun nonmelanoma.
Hal ini dikarenakan adanya defek tersebut menyebabkan kemampuan orang
tersebut untuk memperbaiki DNA yang rusak karena terpajan sinar Ultraviolet
menurun atau tidak ada sama sekali.
h) Riwayat Terkena Melanoma
Orang yang pernah terkena melanoma akan memiliki resiko lebih
tinggi untuk terkena melanoma kembali atau residif.

12

Tabel 1. Faktor Resiko Melanoma

1.2.4

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya melanoma maligna belum diketahui dengan jelas.

Diperkirakan terjadinya perubahan melanosit normal menjadi sel melanoma


(melanomagenesis) melibatkan proses rumit yang secara progresif mengakibatkan
mutasi genetik melalui percepatan terhadap proliferasi, diferensiasi dan kematian
serta pengaruh efek karsinogenik radiasi ultraviolet.
Primary cutaneous melanoma dapat timbul dalam bentuk prekursor, yakni
nevi mealnotik ( Tipe umum, kongeenital, atipikal/displastik), walaupun dipercaya
bahwa lebih dari 60% kasus adalah arise de novo ( tidak tumbuh dari lesi pigmen
yang telah ada.) Perkembangan dari melanoma adalah multifaktor, dimana banyak
hal yang berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhannya, dan
tampaknya berhubungan dengan faktor resiko yang multipel pula; termasuk
eksposur sinar matahari berlebih, moles yang tumbuh, riwayat keluarga akan
melanoma, mole yang berubah-ubah dan tidak sembuh, dan yang terpenting usia
yang lanjut.

13

1.2.5

Manifestasi Klinis

Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:


a) Superficial Spreading Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi di Amerika Serikat,
yaitu sekitar 70% dari kasus yang didiagnosa sebagai melanoma. Dapat terjadi
pada semua umur namun lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada
wanita dibanding pria dan merupakan penyebab kematian akibat kanker
tertinggi pada dewasa muda.
Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang
kemudian pigmentasi dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin
abu-abu, batasnya tidak tegas, dan terdapat area inflamasi pada lesi. Area di
sekitar lesi dapat menjadi gatal. Kadang-kadang pigmentasi lesi berkurang
sebagai reaksi imun seseorang untuk menghancurkannya. Tipe ini berkembang
sangat cepat. Diameter pada umumnya lebih dari 6mm. Lokasi pada wanita di
tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan dan leher.

Gambar 4. Superficial Spreading Melanoma

Gambaran histologis Superficial Spreading Melanoma, pada epidermis


didapatkan melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri sendiri atau
berkelompok, pada umumnya sel sel tersebut tidak tampak pleomorfik. Pada
dermis terlihat sarang sarang tumor yang padat dan dengan melanosit berbentuk
epiteloid yang besar serta berkromatin yang atipik, di dalam sel sel tersebut
terdapat butir butir kromatin, kadang kadang dapat di temukan melanosit
berbentuk kumparan dan sel sel radang.

14

Gambar 5. Histologi Superficial Spreading Melanoma

b) Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya
sangat cepat dan berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak
15%-30% kasus melanoma yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan
nodular melanoma. Dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering pada
individu berusia 60 tahun ke atas. Tempat predileksinya adalah tungkai dan tubuh.
Melanoma ini bermanifestasi sebagai papul coklat kemerahan atau biru hingga
kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau setengah bola (dome shaped) atau
polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan ulserasi dan berdarah dengan
trauma minor, timbul lesi satelit. Secara klinik bisa berbentuk amelanotik atau
tidak berpigmen. Fase perkembangannya tidak dapat dilihat dengan mudah, dan
sulit di identifikasi dengan deteksi ABCDE.,

15

Gambar 6. Nodular melanoma

Gambaran histologis Nodular melanoma pada epidermis didapatkan


melanosit berbentuk epiteloid, dan kumparan atau campuran, dapat ditemukan
pada daerah dermo epidermal. Gambaran dermis terlihat sel sel melanoma
menginvasi ke lapisan retikuler dermis, pembuluh darah dan subcutis.

Gambar 7. Histologi Nodular Melanoma

c) Lentigo Maligna Melanoma


Sebanyak 4-10 % kasus melanoma merupakan tipe Lentigo Maligna
melanoma. Terjadi pada kulit yang rusak akibat terpapar sinar matahari pada usia
pertengahan dan lebih tua, khususnya pada wajah, leher dan lengan. Melanoma
tipe ini pada tahap dini terdiagnosa sebagai bercak akibat umur atau terpapar
matahari. Karena mudah sekali terjadi salah diagnosa maka tipe ini dapat tidak
terdeteksi selama bertahun-tahun dan cukup berbahaya. Pertumbuhan tipe ini
sangat lambat yaitu sekitar 5-20 tahun.

16

Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama bertahuntahun. Karakteristik invasinya ke kulit berupa macula hiperpigmentasi coklat tua
sampai hitam atau timbul nodul yang biru kehitaman. Pada permukaan dijumpai
bercak-bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi
nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.

Gambar 8. Lentigo melanoma

Pada epidermis di dapatkan Melanositik atipik sepanjang membrane


basalis, berbentuk pleomorfik dengan inti yang atipik. Sel sel yang di jumpai
berbentuk kumparan. Sedangkan pada dermisnya terdapat Infiltrasi limfosit dan
makrofag yang mengandung melanin.

Gambar 9. Histologi Lentigo melanoma

17

d) Acral Lentigineous Melanoma


Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 2972% dari kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka
prognosisnya buruk. Sering disebut sebagai hidden melanoma karena lesi ini
terdapat pada daerah yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku.,
Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau
pita longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang
sama dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari
arah proksimal menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda
Hutchinson, sebuah tanda yang khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan
timbul papul, nodul, ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak mengandung pigmen. ,

Gambar 10. Acral Lentigous Melanoma

Gambaran yang paling khas paling baik di lihat pada daerah macula
berpigmen. Tampak adanya gambaran proliferasi melanosit atipikal sepanjang
lapisan basal.

18

Gambar 11. Histologi Acral lentiginous melanoma

Selain 4 tipe tersebut terdapat juga salah satu tipe yaitu Non pigmentasi
hanya sebanyak <5% dari jumlah kasus melanoma di Amerika Serikat.. Tipe ini
tidak

berpigmen

dan

secara

klinis

tampak

pink

atau

gambaran

kemerahan.Variasinya yaitu Desmoplastic/ neurotropic melanoma, mucosal


(lentigenous melanoma), malignant blue nevus.

Gambar 12. Melanoma amelanotik

Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa maupun melanoma maligna. Diagnosa pasti keganasan di tentukan
dengan pemeriksaan patologi anatomi. Kunci penyembuhan melanoma maligna
adalah penemuan dini, sehingga diagnosa melanoma harus ditingkatkan bila
penderita melaporkan adanya lesi berpigmen baru atau adanya tahi lalat yang
berubah.

19

Kapan memikirkan suatu Nevus mungkin menjadi ganas:


a. Nevus yang berubah:

Membesar

Warna bertambah hitam

Timbul satelitosis

Terasa gatal

Mudah berdarah

Timbul ulkus

Rambutnya rontok

b. Nevus yang berlokasi di:

Telapak tangan/kaki

Bawah kuku

Belakang telinga

Vulva

ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter, Envolving)


Berguna dalam mendiagnosa melanoma maligna serta untuk meningkatkan
kewaspadaan individu terhadap penyakit keganasan ini.
Asymmetry
Jika kita melipat lesi menjadi dua, maka tiap-tiap bagian tidak
sesuai

Border
Batasnya tidak tegas atau kabur

Color
Ciri melanoma tidak memiliki satu warna yang solid
melainkan campuran yang terdiri dari coklat kekuningan,
coklat dan hitam, juga bisa tampak merah, biru atau putih.

20

Diameter
Meskipun melanoma biasanya lebih besar dari 6 mm, ketika
dilakukan pemeriksaan mereka bisa lebih kecil dari
seharusnya . Sehingga harus diperhatikan perubahan tahi lalat
dibanding yang lainnya atau berubah menjadi gatal atau
berdarah ketika diameternya lebih kecil dari 6 mm

Evolving
Setiap perubahan dalam ukuran, bentuk, warna, tingginya
atau cirri-ciri lain atau ada gejala baru seperti mudah
berdarah, gatal dan berkrusta harus dicurigai keganasan

Gambar 13. The ABCDEs of Melanoma

Gambar berikut menunjukkan tahi lalat atypical yang normal dan melanoma.
Benign

simetris

Borders are
even

One shade

Smaller than
1/4 inch

Malignant

asimetris

Borders are uneven

Two or more shades

Larger than 1/4

Gambar 14. Perbedaan Atypical Nevus dan Melanoma

21

1.2.6 Klasifikasi
Klasifikasi melanoma merupakan salah satu proses yang digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh sel-sel kanker tersebut telah bermetastase. Deskripsi
klasifikasi tersebut meliputi ukuran, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke
organ lain. Adanya klasifikasi ini, merupakan standar petugas kesehatan dalam
melihat sel-sel kanker tersebut sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang
tepat.
Klasifikasi oleh The American joint Comitee on Cancer (AJCC)
merupakan klasifikasi yang paling banyak dan paling sering dipakai, dan memiliki
klasifikasi T, sebagai keterangan tentang ketebalan tumor, klasifikasi N, sebagi
keterangan keterlibatan kelenjar limfe, dan M sebagai keterangan ada tidaknya
metastase. Keterangan lebih jelas pada tabel berikut.

22

5-Year

Stage

TNM Classification

Histologic/Clinical Features

Survival
Rate, %

Tis N0 M0

Intraepithelial/in situ melanoma

100

IA

T1a N0 M0

1 mm without ulceration and level II/III

>95

IB

T1b N0 M0

1 mm with ulceration or level IV/V

89-91

T2a N0 M0

1.01-2 mm without ulceration

T2b N0 M0

1.01-2 mm with ulceration

T3a N0 M0

2.01-4 mm without ulceration

T3b N0 M0

2.01-4 mm with ulceration

T4a N0 M0

>4 mm without ulceration

IIC

T4b N0 M0

>4 mm with ulceration

45

IIIA

T1-4a N1a M0

Single regional nodal micrometastasis, nonulcerated primary

63-69

T1-4a N2a M0

2-3 microscopic positive regional nodes, nonulcerated primary

T1-4bN1a M0

Single regional nodal micrometastasis, ulcerated primary

T1-4bN2a M0

2-3 microscopic regional nodes, nonulcerated primary

T1-4a N1b M0

Single regional nodal macrometastasis, nonulcerated primary

T1-4a N2b M0

2-3 macroscopic regional nodes, no ulceration of primary

IIA

IIB

IIIB

T1-4a/b N2c M0
IIIC

77-79

63-67

46-53

In-transit met(s)* and/or satellite lesion(s) without metastatic lymph nodes

30-50

T1-4b N2a M0

Single macroscopic regional node, ulcerated primary

24-29

T1-4b N2b M0

2-3 macroscopic metastatic regional nodes, ulcerated primary

Any T N3 M0

4 or more metastatic nodes, matted nodes/gross extracapsular extension, or intransit met(s)/satellite lesion(s) and metastatic nodes

IV

Any T any N M1a

Distant skin, subcutaneous, or nodal mets with normal LDH levels

Any T any N M1b

Lung mets with normal LDH

Any T any N M1c

All other visceral mets with normal LDH or any distant mets with elevated LDH

7-19

Tabel 2. Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM

23

Stage 0 Melanoma

Stage 1 Melanoma

Stage II Melanoma

Stage IV Melanoma

Stage III Melanoma


Gambar 15. . Stage Melanoma

24

Klasifikasi menurut kedalaman (ketebalan) Tumor menurut Breslow:


Golongan I

: Kedalaman (ketebalan) tumor <0,76 mm

Golongan II

: Kedalaman (ketebalan) tumor 0,76-1,5 mm

Golongan III : Kedalaman (ketebalan) tumor >1,5 mm


Klasifikasi yang lain yaitu klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.
Tingkat I :

sel melanoma terletak di atas membrane basalis epidermis


(melanoma in situ/ intra epidermal)

Tingkat II : invasi sel melanoma samapi dengan lapisan papilaris


dermis (dermis superfisial), tetapi tidak mengisi papila
dermis.
Tingkat III : Sel melanoma mengisi papila dermis dan meluas sampai
taut dermis papiler dan retikuler.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis
dermis.
Tingkat V

: Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

Gambar 16. Representatif skematik klasifikasi melanoma maligna menurut Breslow dan Clark

25

Sedangkan National Comprehensive Cancer Network menggunakan


klasifikasi yang merupakan variasi dari sistem TNM.
Stage 0:

melanoma in situ, yang berarti hanya melibatkan lapisan epidermis


dan belum menyebar ke dermis. Dalam klasifikasi menurut Clark
tingkat I.

Stage 1:

melanoma memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau sekitar 1/25


inch. Dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat II atau III.

Satge I-II:

melanoma memiliki ketebalan antara 1-4 mm atau menurut


klasifikasi Clark sesuai dengan tingkat IV dengan ketebalan
berapapun. Tingkat ini masih terlokalisasi di kulit dan belum
ditemukan penyebaran pada kelenjar limfe atau organ lain yang
jauh.

Stage III:

melanoma sangat tebal, lebih dari 4 mm, atau jika dalam klasifikasi
Clark, sesuai dengan tingkat V dan atau nodul melanoma
ditemukan dalam 2 cm dari tumor utama. Atau melanoma telah
menyebar ke kelenjar limfe terdekat, tapi masih belum ada
penyebaran jauh.

Stage IV:

melanoma telah menyebar luas disamping ke regio sekitarnya,


seperti ke paru-paru, hati, otak, dll.

1.2.7 Diagnosis
Diagnosis melanoma ditegakkan dengan identifikasi klinik dengan
konfirmasi histologi. Identifikasi klinik dimulai dengan riwayat penyakit sekarang
pasien, riwayat penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik terhadap lesi yang
dicurigai. ,
1.

Anamnesa
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi
tentang keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan umum
tersebut. Perubahan sifat dari nevus merupakan keluhan umum yang
paling sering ditemukan pada pasien dengan melanoma, dan hal ini
merupakan peringatan awal melanoma. Perubahan tersebut diantaranya

26

peningkatan dalam hal diameter, tinggi atau batas yang asimetris pada
suatu lesi berpigmen memberikan data 80% pada pasien saat melanoma
ditegakkan.Dari perjalanan penyakit tersebut juga ditanyakan awal
mulanya lesi pada kulit tersebut muncul, dan kapan terjadi perubahan pada
lesi tersebut. Tentang tanda dan gejala melanoma, seperti adanya
perdarahan, gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi. Pada anamnesa tersebut
juga ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada pasien.,
2.

Pemeriksaan fisik
Yang

perlu

dilakukan

saat

pemeriksaan

fisik

ini

yaitu

memperhatikan lebih detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu


inspeksi dengan bantuan kaca pembesar. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur dari nevus tersangka dan
mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan terhadap kelenjar
limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan. Adanya
pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati menunjukkan
kemungkinan adanya penyebaran melanoma.
Pemeriksaan ditempat tubuh yang lain dapat dilakukan jika
terdapat kecurigaan atau untuk evaluasi dari pemeriksaan yang lalu pada
individu dengan faktor resiko. Di luar negeri, evaluasi terhadap seluruh
tubuh sudah dilakukan, yaitu dengan cara mendokumentasikan nevusnevus yang ada di seluruh tubuh. Dengan demikian, perubahan akan lebih
cepat

terdeteksi

dengan

membandingkannya

dengan

dokumentasi

terdahulu.
Pemeriksaan di tempat yang menjadi predileksi pada macammacam bentuk klinis melanoma juga perlu dilakukan. Misalnya pada
melanoma superfisial dan melanoma nodular yang biasanya berada di
trunkus tubuh dan tungkai, sedangkan melanoma maligna bentuk lentigo
lebih banyak muncul di telapak tangan, telapak kaki dan dibawah kuku.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan

penunjang

ini

yaitu

meliputi

pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. , khir-

27

akhir ini di luar negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan


epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen
tersebut diperiksa secara in situ dengan minyak emersi dengan
menggunakan dermatoskop. Pada beberapa penelitian lain melibatkan
analisis dengan bantuan komputer dan klinikal digitalisasi yang kemudian
dibandingkan dengan database.

Gambar 17. Perbandingan gambaran klinik (A) dan dengan menggunakan


epiluminescence microscopy (B)

Namun data terakhir melaporkan bahwa pemeriksaan laboratorium,


radiografi thorak dan radiografi yang lain (MRI, CT Scan, PET, Scanning
Tulang) tidak terlalu bermanfaat untuk melanoma stage I/II (melanoma
kutaneus) tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala metastase.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik yang
belum

bermetastase

maupun

yang

telah

bermetastase,

tetapi

kadangkala tingginya angka LDH (Lactaet Dehydrogenase) dianggap


membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam darah merupakan suatu
kemungkinan adanya metastase melanoma pada hati. Adanya
peningkatan LDH ini juga dihubungkan dengan lebih buruknya
kemungkinan untuk hidup pada kelompok tersebut. Pemeriksaan LDH
akan bermakna pada melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan
berkala setiap 3-12 bulan.
Selain LDH, kadar serum S-100 mungkin juga berguna sebagai
penanda tumor pada pasien dengan melanoma yang telah bermetastase.

28

b. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi gelombang
suara untuk menghasilkan gambaran spesifik dari bagian tubuh.
Sebagian besar untuk memeriksa kelenjar limfe di leher, axilla, dan
pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy kelenjar limfe agar
semakin

akurat

(Ultrasound

guided

fine

needle

aspiration).

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memakan waktu


yang lama, tidak menimbulkan bahaya radiasi dan aman digunakan
pada kehamilan.

Gambar 18. Ultrasound of lymph node

Pemeriksaan X-ray pada thorak dilakukan dengan memperhatikan


kemungkinan adanya metastase melanoma ke paru-paru. Hasil
metastase tersebut dapat berupa gambaran tumor pada paru-paru, yang
seringkali harus dibedakan dengan tumor paru primer, tetapi dapat juga
berupa gambaran efusi pleura.
CT-Scan mungkin dapat mendeteksi adanya metastase melanoma pada
paru-paru atau pada hati dengan adanya gambaran pembesaran pada
kelenjar limfe. Sedangkan radiografi dengan MRI merupakan
pemeriksaan yang paling baik untuk melihat adanya metastase
melanoma pada otak dan medula spinalis.
PET (Positron Emission Tomography) dilakukan untuk menambah
informasi dari hasil CT Scan dan MRI yang dilakukan. Pada

29

pemeriksaan ini, digunakan semacam glukosa yang mengandung atom


radioaktif. Prinsip cara kerja PET yaitu dengan adanya sifat sel kanker
yang menyerap lebih banyak glukosa karena metabolismenya yang
tinggi.

Gambar19. PET Scan Whole Body staging for Melanoma

Tetapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menyatakan bahwa


pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, MRI, PET, USG dan Scan
tulang memiliki hasil yang rendah pada pasien asmtomatik dengan
melanoma kutaneus primer (Stage I dan II menurut AJCC) dan
umumnya tidak diindikasikan.
c. Pemeriksaan Histopatologi
Kriteria standar untuk diagnosa melanoma maligna adalah dengan
pemeriksaan histopatologi dengan cara biopsi dari lesi kulit tersangka.
Macam-macam tehnik biopsi itu sendiri ada 3 macam, yaitu shave
biopsy, punch biopsy dan incisional and excisional biopsies. Biopsi
secara eksisi merupakan pilihan cara biopsi yang direkomendasikan
untuk pemeriksaan melanoma maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil
secara keseluruhan untuk kemudian sebagian sampel digunakan untuk
pemeriksaan histologi.

30

Biopsi secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor dipilih
untuk memastikan informasi tentang ketebalan tumor, adanya ulserasi,
tahap invasi tumor secara antomis, adanya mitosis, adanya regresi,
adanya invasi terhadap pembuluh limfe dan pembuluh darah, dan
untuk melihat respon host terhadap tumor itu sendiri. Pada umumnya
batas kulit yang diambil yaitu sekitar 1-3 mm sekitar lesi untuk
memperakurat diagnosis dan histologic mikrostaging. Kecuali pada
melanoma jenis lentigo, biopsi lebih mendalam diperlukan untuk
memperkecil terjadinya misdiagnosa.

Gambar20. Excision Biopsy


Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini bergantung
pada jenis melanoma. Superficial Spreading melanoma memiliki fase
pertumbuhan secara radial atau fase in situ yang digambarkan dengan
peningkatan jumlah melanosit intraepitel yang bersifat (1) atipik dan
besar, (2) tersusun tidak teratur di dermal-epidermal junction, (3)
adanya migrasi ke atas (pagetoid), (4) kurang memiliki potensi biologi
sel untuk bermetastasis. Lentigo melanoma dan acral lentiginous
melanoma memiliki gambaran yang mirip, dengan dominasi

31

pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal juntion dan dengan


tendensi yang kecil untuk pertumbuhan sel secara pagetoid.
Ketebalan tumor, merupakan determinan prognosis terpenting dan
diukur secara vertikal dalam milimeter dari atas lapisan granular
hingga titik terdalam tumor. Semakin tebal tumor dapat diasosiasikan
dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan prognosa yang
lebih jelek.
1.2.8 Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100%
efektif pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara
eksisi luas dan dalam dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai tabel
berikut:

Management of Melanoma Patients

32

Tabel 3. Penatalaksanaan melanoma dengan eksisi berdasar ketebalan tumor

Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini


adalah Elective Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi
tanpa dilakukan biopsi sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan
kedalaman 1-4 mm dan tidak pada melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena
sebanyak 40% kasus pada pasien melanoma dengan ketebalan 1-4 mm memiliki
kelainan limfe yang tidak tampak dan sebanyak 10% kasus dengan metastase
jauh. Sedangkan pasien dengan lesi lebih besar dari 4 mm, hampir 70% kasus
dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe yang tersembunyi.
Namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak memperbaiki survival rate dan
hingga sekarang masih dalam perdebatan. Pada penelitian yang dilakukan WHO,
angka metastasis sekitar 48% pada penderita yang dilakukan ELND. Sedangkan
pada penelitian lain yang dilakukan oleh The International Group Melanoma
Surgical trial menunjukkan adanya perbaikan survival rate pada pasien dengan
usia kurang dari 60 tahun dengan ketebalan tumor antara 1-4 mm.
Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan
pembedahan yang lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar
limfe yang merupakan tempat utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi ini
dikatakan dapat mengidentifikasi mereka yang mempunyai resiko tinggi metastase
dan mereka yang mungkin mendapatkan keuntungan dengan diseksi lengkap
kelenjar limfe atau dengan terapi adjuvan.

Gambar 21. Sentinel node theory

33

Pemetaan lymfatik dan sentinel node biopsy merupakan solusi efektif


untuk dilakukannya lymphadenectomy pada pasien dengan melanoma yang tipis
dan secara klinis kelenjar tidak teraba. Teknik ini dikembangkan pada awal tahun
1990an dengan pemberian zat warna patent blue V atau isosulfan blue secara
intradermal diats tumor saat dilakukan eksisi luas. Pada eksplorasi kelenjar getah
bening akan ditemukan saluran-saluran getah bening yang berwarna biru, yang
menuju kesuatu kelenjar yang berwarna biru pula, lebih dari 80% kelenjar ini
dapat ditemukan. Kelenjar getah bening diangkat dan dilakukan frozen section,
jika positif mengandung metastasis sel tumor baru akan diseksi. Pada penelitian
Reintgen menemukan bahwa sel melanoma maligna menjalar lebih teratur dan
jelas dibandingkan dengan tumor padat lainnya. Jika pada sentinel node ini tidak
ditemukan metastasis maka kelenjar lain juga diasumsikan tidak mengandung
metastasis. Cara ini dipermudah dengan menggunakan lymphoscintigraphy
dengan penyuntikan Technitiun (TC99m) ke dalam tumor 1 hari sebelum operasi.
Dengan alat pelacak isotop akan dapat ditentukan tempat insisi kulit di daerah
kelenjar getah bening regional tumor tersebut. Pada penelitian dari 612 pasien
pada stage I/II tidak didapatkan angka recurrent sebesar 60%.,
b. Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan
pembedahan, maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan
penatalaksanaan pada pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki
melanoma dengan tebal lebih dari 4 mm atau metastase ke limfonodi dengan
pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan angka ketahanan hidup. Studi di
berbagai center kesehatan menunjukkan pemberian interferon alpha 2b (IFN)
menambah lamanya ketahanan hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi
Melanoma, sehingga oleh Food and Drug Administration (FDA) mengajurkan
IFN sebagai terapi tambahan setelah eksisi pada pasien dengan resiko recurrent.
IFN dilaporkan tidak efektif pada fase I atau II dari melanoma yang
bermetastase, namun potensi IFN yang merupakan mediator pembunuh alami

34

Limfosit T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag, dn HLA klas II ekspresi


antigen, merupakan hal yang tak dapat diabaikan.
Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik
diberikan sendiri maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated
killer menghasilkan respon pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon
lengkap sebesar 4-6%.
Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya yaitu:

Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama


Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.

Cisplastin, vinblastin, dan DTIC

Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip


DTIC, tetapi bisa diberikan per oral.

Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu.


Terapi-terapi

adjuvan

yang

lainnya

diantaranya

yaitu

dengan

biokemoterapi, yaitu merupakan kombinasi terapi antara kemoterapi dan


imunoterapi, imunoterapi sendiri dan gen terapi.
Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada
melanoma yang merupakan terapi paliatif. Radioterapi sering digunakan setelah
pembedahan pada pasien dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien
dengan unresectable dengan metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi
recurence lokal tetapi tidak memperbaiki prolong survival.
Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada
penelitian yang dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan
kesuksesan. Terapi ini dengan memberikan auotologous lymphocytes yang
kemudian mengkode T cell receptors (TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian
telah terbentuk manipulasi lymphosit yang melekat pada molekul di permukaan
sel melanoma yangf kemudian membunuh sel melanoma tersebut.
1.2.9 Pencegahan
Pada prinsipnya, pencegahan dilakukan dengan cara menghindari pajanan
sinar matahari secara intens. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan jalan:

35

a. Membatasi pajanan sinar Ultraviolet terhadap kulit. Hal ini bisa dilakukan
dengan jalan mencari tempat yang teduh jika berada di luar gedung, memakai
baju panjang untuk mengurangi banyaknya kulit yang terpajan matahari, dan
menggunakan lotion sunscreen dengan SPF 15 atau lebih pada kulit yang
terpajan sinar matahari, serta menggunakan kacamata hitam untuk
perlindungan mata.
b. Menghindari sumber-sumber sinar UV lainnya, seperti tempat tidur yang
digunakan untuk mencoklatkan kulit di salon-salon kecantikan.
1.2.10 Deteksi Dini Melanoma
Sama seperti halnya deteksi kanker payudara, deteksi dini melanoma maligna
juga dapat dilakukan baik oleh diri sendiri dan juga oleh petugas kesehatan.
Tujuan utama dari deteksi dini ini adalah untuk mengenali melanoma maligna
sedini mungkin ketika masih datar dan dapat disembuhkan.
1. Oleh Diri Sendiri (Self Examination)
Dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap diri sendiri. Saat
pertama kali dilakukan, pemeriksaan ini mungkin akan memakan waktu yang
lama dan terlihat merepotkan, namun bila telah dilakukan berkali-kali maka
akan semakin terlatih dan hal itu berarti waktu yang digunakan akan semakin
pendek.
Pemeriksaan ini, harus dilakukan langkah demi langkah seperti yang
akan ditunjukkan dalam gambar berikut dan dilakukan dalam keadaan tidak
mengenakan baju. Untuk lokasi-lokasi tertentu yang sulit dilakuakn evaluasi
sendiri, maka pertolongan keluarga atau teman dekat sangat membantu. Pasien
harus berkonsultasi secepatnya pada dokter umum atau dokter spesialis jika
menemukan adanya perubahan yang signifikan pada lesi-lesi tertentu di tubuh
mereka.
2. Petugas Kesehatan (Dokter, Perawat)
Baik deteksi dini yang dilakukan oleh diri sendiri dan petugas kesehatan,
yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tanda dan gejala melanoma tersebut

36

yang dapat dilakukan dengan mengevaluasi ABCDE sistem ( Asymmetry, Border,


Colour, Diameter, Envolving).
1.2.11 Diferential Diagnosa
a. Nevus Displastik atau Nevus atipik
b. Karsinoma sel basal
c. Blue Nevi
d. Hemangioma Cherry
e. Dermatofibroma
f. Nevus Halo
g. Keloid dan Skar hipertrofik
h. Keratokantoma
i. Lentigo
j. Proses Metastase suatu karsinoma pada kulit
k. Keratosis Seboroik
l. Karsinoma sel skuamous
m. Vitiligo
1.2.12 Komplikasi
1. Metastasis dapat terjadi pada local (di dalam atau sekitar lesi primer), pada
limfonodi, atau pada:

Kulit yang jauh dari lesi primer

Limfonodi yang jauh

Organ-organ dalam

Tulang

CNS.

2. Metastasis dapat berlangsung cepat secara hematogen maupun limfogen.


3. Ulkus mudah berdarah.

37

1.2.13 Prognosis
Prognosis melanoma tidak ditentukan oleh satu macam faktor saja, namun
multifaktor dan utamanya bergantung pada: (1) ketebalan tumor, (2) ada tidaknya
ulserasi secara histologi, dan (3) adanya metastase pada kelenjar limfe.
Pada Cutaneus Melanoma stage I dan II:

Bila ketebalan tumor 1mm diasosiasikan dengan angka ketahanan


hidup antara 91-95% tergantung ada tidaknya ulserasi secara histologi
dan klasifikasi Clark lebih besar dari tingkat III.

Ketebalan tumor 1-4 mm, diasosiasikan dengan angka ketahan hidup


antara 63-89% bergantung pada ulserasi dan ketebalan dari tumor
primer.

Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa


ulserasi, dan 45% dengan adanya ulserasi primer.

Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan hidup pada setiap


tingkat tumor.

Stage III

Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka


ketahanan hidup 5 tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah kelenjar
limfe yang telah terkena, secara mikroskopik maupun makroskopik, dan
adanya ulserasi pada tumor primer.

Stage IV

Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah buruk,


dengan angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5 tahun
sebesar 7-19%, tergantung pada tempat yang terkena metastase.
Umumnya, metastase pada jaringan lunak, kelnjar, dan paru-paru memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan adanya metastase ke
organ-organ dalam, seperti hati.

Pada tahun 2002, The American Joint Committee of Cancer melaporkan


dalam journalnya yang berjudul: Final version of the American Joint
Committee on Cancer Staging System for cutaneous melanoma bahwa

38

terdapat perbedaan prognostic yang signifikan di pada tiap grup dari masingmasing stage melanoma, seperti yang terlihat pada gambar 22.

Gambar 22. Fifteen-year survival curves for the melanoma staging system in which
localized melanoma (stages I and II), regional metastases (stage III), and distant
metastases (stage IV) were compared.

39

BAB II
REFLEKSI KASUS

Identitas Penderita
Nama

: Ny. Jumaati

Umur

: 66 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Suprapto IV/309, Jember

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Anamnesis
Keluhan Utama

: Benjolan di paha kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh tahi lalat pada paha kiri
semakin membesar sejak 5 bulan yang lalu
yang awalnya terasa seperti terkena minyak
goreng, terasa sangat panas kemudian
perlahan timbul benjolan yang semakin
membesar dan berubah warnanya. Benjolan
tersebut tidak tumbuh rambut, tidak gatal
tidak nyeri, dan tidak pernah keluar cairan
seperti nanah ataupun darah pada puncak
benjolan.

Benjolan

tersebut

awalnya

berwarna hitam kemudian membesar dan


berubah

menjadi

keabu-abuan.

Pasien

menyangkal riwayat benturan pada area


sekitar benjolan. Mual (-), muntah (-), sesak
(-). BAB dan BAK (+) Normal.

40

Riwavat Penyakit Dahulu

:-

Riwayat penyakit keluarga

:-

Riwayat Pengobatan

:-

Pemeriksaan Fisik (Kamis, 05 Januari 2012)


KU : baik

Kesadaran

VS : TD : 130/90 x/menit

RR : 20 x/menit

Nadi : 68 x/ menit

: Compos Mentis

: 36,8 C

Kepala:
Mata

: tidak anemis dan tidak ikterik

Telinga

: tidak ada sekret,tidak bau

Hidung

: tidak ada sekret

Bibir

: mukosa tidak syanotik

Leher : dalam batas normal


Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, Oedema (-)
Status generalis:
Thorak : Simetris, retraksi(-), ketinggalan gerak (-)
Cor : S1S2 tunggal
Pulmo : vesikuler+/+ , Wh -/-, Rh -/Abdomen :

I: flat
P:soepel
P: tympani
A:bising usus normal

Status Lokalis:
R. Femur (S) : terdapat massa 3x3 cm, asimetris, batas jelas,
mobile, tidak nyeri, konsistensi padat lunak,
permukaan licin, hiperpigmentasi, pus (-), ulkus
(-), tidak gatal.

41

IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil FNAB tanggal 02 November 2011

Diagnosa klinik: suspect benign neoplasm of nevus pigmentosus

Bahan : Genu sinistra

Makroskopik : dilakukan 2x puncture lesi karet regio genu sinistra, batas


jelas, licin, kehitaman, padat kenyal.

Mikroskopik : hapusan hiperselular, menunjukan kelompok dan sebukan sel


epitel anaplastik inti pleomorphik, hiperkrom, kromatin
kasar,pigmen melanin (+)

KESIMPULAN :
Lesi kulit regio Genu Sinistra :
FNAB : Melanoma Maligna

42

Diagnosis:
Melanoma Maligna
Planning:
Alih rawat Sp.B
Pro wide excisi

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A.2007.Dermatitis eritroskuamosa. Dalam Djuanda A., Hamzah


M., Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta:FKUI.
h.229-241
2. Wim de Jong dan R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC: Jakarta.
3. Sabiston, David.C. 1994. Buku Ajar Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta
4. W Tan, Winston. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/280245overview. medscape. (diakses tanggal 16-1-2012)

44

Anda mungkin juga menyukai